Sumber : hipwee
Sebelum menjabat menjadi menteri koordinator perekonomian beliau telah terkenal sebagai Direktur
media yaitu Trans TV dan Trans7. Ia juga terkenal sebagai menulis buku biografi chairul tanjung si
anak singkong. Chairul tanjung sebelum menjabat sebagai Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Indonesia, Ia menjabat sebagai pelaksana tugas untuk menteri kehutanan serta
pelaksanaan tugas untuk menteri energi dan sumber daya mineral.
Chairul tanjung dahulu Ia seorang mahasiswa kurang mampu yang memulai usaha bisnis sejak Kuliah.
Beliau merupakan lulusan kedokteran gigi Universitas indonesia. Seat kuliah beliau telah mulai
berdagang,mulai dari jual buku kuliah, fotokopi hingga jasa pembuatan baju kaos. Setelah lulus beliau
bersama dengan rekannya mendirikan usaha pembuatan sepatu yang di ekspor. Usaha bersama
rekannya ini maju pesat. karena ada perbedaan visi diantara rekannya beliau memutuskan untuk keluar.
Setelah keluar dari perusahaan , Ia kemudian membuka bisnis di bagian usaha jasa keuangan,
multimedia bahkan kini properti. Ia juga dipilih sebagai pemimpin bank mega, dengan kepiawaiannya
dalam menjalankan bisnis dan jaringan, kini dia telah memiliki konglomerasi perusahaan yang disebut
dengan para group (CT.Corp). Inti dari usaha para group yaitu bisnis keuangan, properti dan multimedia.
Perkembangan bisnis chairul tanjung berkembang pesat. Buktinya di tahun 2010 dinobatkan sebagai
orang terkaya di indonesia nomor enam. Sedangkan untuk versi majalah forbes beliau dinobatkan
sebagai orang terkaya urutan 937 di dunia. Biografi chairul tanjung kini populer lewat bukunya yang
berjudul si anak singkong. Buku yang di tulis oleh wartawan kompas itu mengisahkan lika-liku chairul
tanjung dalam mencapai kesuksesannya seperti saat ini. Kisah inspiratif seperti chairul tanjung memang
patut dijadikan tauladan terutama bagi generasi muda. Sukses adalah sebuah perjalanan yang dibangun
dengan keuletan dan kerja keras.
"Tidak Ada Kesuksesan yang dicapai seperti membalikkan telapak Tangan. Tidak ada keberhasilan
tanpa Bekerja Keras, keuletan, kegigihan dan kedisiplinan"
Kehidupan Pribadi
Chairul Tanjung merupakan putra dari pasangan Abdul Ghafar Tanjung dan Halimah. Ayah Chairul
berasal dari Sibolga, Sumatera Utara dan sang ayah merupakan seorang wartawan pada orde lama yang
menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Sedangkan ibunya berasal dari Cibadak, Jawa Barat dan ibunya
merupakan seorang ibu rumah tangga.
Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Pada masa Orde Baru, usaha ayahnya
dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut,
memaksa orang tua Chairul menjual rumah mereka dan mereka harus tinggal di kamar losmen yang
sempit.
Untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya, Chairul berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan foto kopi di
kampus. Chairul juga pernah mendirikan toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen,
Jakarta Pusat, namun bangkrut.
Setelah selesai kuliah, pada tahun 1987 Chairul mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga
rekannya dengan modal awal Rp.150 juta dari Bank Exim. Mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk
ekspor, keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160
ribu pasang sepatu dari Italia. Namun, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih
pisah dan mendirikan usaha sendiri.
Di bawah Para Group, Chairul memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial, antara lain Asuransi
Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega, Mega Capital Indonesia, Bank
Mega Syariah, dan Mega Finance.
Pada bidang properti dan investasi, perusahaan Chairul Tanjung ini membawahi Para Bandung
Propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo dan Mega Indah Propertindo. Sedangkan,
pada bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans7, Mahagagaya Perdana,
Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio.
Khusus pada bisang bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall yang diluncurkan pada
tahun 1999 sebagai Central Business District dengan luas 3 hektar ini menghabiskan dana Rp 99 miliar.
Sementara, pada bidang investasi, pada awal tahun 2010, melalui anak perusahaannya yaitu Trans Corp
membeli sebagian besar saham Carefour Indonesia, yaitu sebesar 40% dengan MoU (memorandum of
understanding) pembelian saham Carrefour tersebut ditandatangani pada 12 Maret 2010 di Perancis.
Pada 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan nama Para Grup menjadi CT Corp
dengan terdiri dari tiga perusahaan sub holding yaitu Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources
yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan dan sumber daya alam.
Mengenai Biografi dan Profil R.A Kartini, beliau lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara,
Hari kelahirannya itu kemudian diperingati sebagai Hari Kartini untuk menghormati jasa RA Kartini pada
bangsa Indonesia. Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat.
Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini, ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh
sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng)
dipergunakan oleh Kartini sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang
dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.
Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan
yang menjabat sebagai bupati jepara, beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini. Ayahnya R.M.
Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara kala
Kartini dilahirkan.
Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di
Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan
Hamengkubuwono VI, bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari
kerajaan Majapahit.
Ibu R.A Kartini yaitu M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa
saja, oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah
dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita
bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja
Madura ketika itu.
R.A Kartini sendiri memiliki saudara berjumlah 10 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara
tiri. Beliau sendiri merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11
bersaudara. Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan.
Mengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya menyekolahkan Kartini kecil di ELS (Europese Lagere
School). Disinilah Kartini kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia berusia 12
tahun sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk
'dipingit'.
Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan pribumi sebab dalam
pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah
kala itu.
R.A Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan eropa yang menjadi
langganannya yang berbahasa belanda, di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku
karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt serta berbagai
roman-roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa belanda, selain itu ia juga membaca buku
karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.
...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya
dosa diperbuat orang atas nama agama itu - (R.A Kartini)."
Perjalanan Karir Bulu Tangkis Susi Susanti
Susi dikenal sebagai pemain bulu tangkis yang tenang dan tanpa emosi ketika
bertanding meskipun ia telah telah tertinggal jauh dari lawannya. Semangat Susi
yang pantang menyerah juga selalu berhasil membuat para pendukungnya yakin
bahwa Susi pasti akan berhasil.
Pada awal kariernya di tahun 1989, Susi sudah berhasil menjadi juara di Indonesian
Open. Selain itu, berkat kegigihan dan ketekunannya, Susi berhasil turut serta
menyumbangkan gelar Piala Sudirman pada tim Indonesia untuk pertama kalinya dan
belum pernah terulang sampai saat ini. Ia pun mulai merajai kompetisi bulu tangkis
wanita dunia dengan menjuarai All England sebanyak empat kali (1990, 1991, 1993,
1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun 1993.
Puncak karier Susi bisa dibilang terjadi pada tahun 1992 ketika ia menjadi juara
tunggal putri cabang bulu tangkis di Olimpiade Barcelona. Susi menjadi peraih emas
pertama bagi Indonesia di ajang olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang
merupakan pacarnya ketika itu, juga berhasil menjadi juara di tunggal putra,
sehingga media asing menjuluki mereka sebagai “Pengantin Olimpiade”, sebuah
julukan yang terjadi menjadi kenyataan pada 9 Februari 1997.
Susi kembali berhasil meraih medali, kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di
Atlanta, Amerika Serikat. Selain itu, Susi juga menorehkan prestasi dengan merebut
Piala Uber tahun 1994 dan 1996 bersama tim Uber Indonesia. Puluhan gelar seri
Grand Prix juga berhasil ia raih sepanjang karirnya.
Susi pensiun di usia 26 tahun setelah ia menikah dengan pemain bulu tangkis
tunggal putra, Alan Budikusuma. Ia dan Alan memulai kehidupan dari nol lagi, karena
pemerintah dinilai kurang memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet. Ia pun
mengaku tidak akan mengizinkan ketiga anaknya untuk terjun di dunia bulu tangkis
maupun cabang olahraga yang lain, mengingat nasib beberapa mantan atlet yang
diabaikan oleh pemerintah.
Salah satu usaha Susi adalah sebuah toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas yang
menjual berbagai macam pakaian asal Cina, Hongkong dan Korea, serta sebagian
produk lokal. Usaha ini dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai
ibu dari 3 orang anak, Lourencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus
Frederick. Selain itu, Susi bersama Alan mendirikan Olympic Badminton Hall di
Kelapa Gading sebagai gedung pusat pelatihan bulu tangkis. Mereka berdua juga
membuat raket dengan merek Astec (Alan-Susi Technology) pada pertengahan tahun
2002.
Kini Susi dan Alan menjalani hari-harinya bersama ketiga anak mereka di rumah yang
terletak di Komplek Gading Kirana, Jakarta Utara. Mereka masih rutin bermain
bulutangkis sampai saat ini, minimal dua kali seminggu untuk menjaga kondisi. Ia
adalah legenda hidup bulu tangkis Indonesia – Ratu bulu tangkis Indonesia
Tunggal Putri:
Beregu Putri:
Penghargaan:
Setelah lulus Ia berharap dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran di Belanda. Namun, saat
Ia memohon beasiswa pada pemerintah untuk melanjutkan pendidikannya tersebut, pemerintah
menolaknya tapi dia tidak patah semangat. Kecerdasan yang dimiliki Agus Salim membuat R.A. Kartini
tertarik, lalu Kartini mengusulkan agar Agus Salim menggantikannya berangkat ke Belanda dengan cara
mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden yang berasal dari pemerintah kepada Agus Salim.
Pemerintah pun setuju dengan pengusulan R.A Kartini namun Agus Salim menolaknya, Ia beranggapan
bahwa pemberian beasiswa tersebut bukan karena kecerdasan atau jerih payahnya melainkan dari
usulan orang lain dan menganggap pemerintah berperilaku diskriminatif.
Sejak tahun 1915, Agus Salim terjun di dunia jurnalistik, Ia bekerja sebagai Redaktur II di Harian Neratja
lalu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Selanjutnya Ia menikah dengan Zaenatun Nahar, dari pernikahan
tersebut mereka dikaruniai 8 orang anak. Setelah menikah, karier jurnalistik Agus Salim tetap berjalan, Ia
menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta, lalu Ia mendirikan Surat kabar Fadjar Asia dan juga Ia
menjadi Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau
Penerangan Oemoem (AIPO).
Bersamaan dengan itu, Agus Salim mengawali kariernya di bidang politik di SI (Sarekat Islam) bersama
dengan H.O.S Tjokroaminoto dan juga Abdul Muis. Namun H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis yang
pada saat itu sebagai wakil SI keluar dari Volksraad, Kemudian Agus Salim menggantikan mereka di
lembaga tersebut selama 4 tahun yaitu dari tahun 1921 hingga 1924.Tetapi seperti pendahulunya, Ia
merasa bahea perjuangan dari dalam tidak membawa manfaat dan akhirnya ia memutuskan keluar dari
Volksraad dan fokus pada Sarekat Islam.
Pada tahun 1923, mulai muncul perpecahan di SI. Semaun mengharapkan bahwa SI menjadi organisasi
yang condong ke kiri, namun Agus Salim dan Tjokroamnoto menolak, Akhirnya Sarekat Islam terbelah
menjadi 2. Semaun membentuk Sarekat Rakyat dan berubah menjadi PKI, sedangkan Agus Salim dan
Tjokroamnoto tetap dengan Sarekat Islam.
Selain menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam, Agus Salim juga menjadi salah satu pendiri Jong
Islamieten Bond yang membuat suatu dongkrakan guna meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Agus
Salim juga pernah menjadi anggota PPKi pada masa kekuasaan Jepang.
Ketika Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Karena
kepandaiannya dalam berdiplomasi, kemudian Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri
dikabinet Syahrir I dan II dari 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947. Lalu Ia menjadi Menteri Luar Negeri di
kabinet Hatta dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Agus
Salim diangkat menjadi Penasehat Menteri Luar Negeri. Atas prestasinya dalam bidang diplomasi,
dengan badan yang kecil Agus Salim dikalangan diplomatik dikenal sebagai The Grand Old Man.
Pada 4 November 1954 di RSU Jakarta, pada usia 70 tahun Haji Agus Salim meninggal dunia dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Untuk mengenang jasanya nama beliau
diabadikan menjadi nama stadion sepak bola di Padang bernama Stadion Haji Agus Salim.
Demikianlah penjabaran pada posting kali ini tentang Biografi dan Profil Lengkap Haji Agus
Salim yang dapat kami tulis di artikel ini. Semoga dapat menjadi sumber literatur yang bermanfaat untuk
pembaca dalam menggali informasi terkati hal tersebut.