Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum KI2241

Energetika Kimia

Percobaan E-3

Diagram Terner

Nama : Anggi Joy Lawrence

NIM : 10514003

Kelompok : 01

Tanggal Percobaan : 30 Maret 2017

Tanggal Pengumpulan : 05 April 2017

Asisten : Muhammad Rangga Brata Sena (10513042)

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
1. Judul : Diagram Terner

2. Tujuan Percobaan

- Menentukan kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam dua cairan tertentu dan
membuat kurva kelarutan

3. Teori Dasar

Larutan homogen yang sedikit larut pasti akan membentuk dua fasa. Pada suhu dan
tekanan tertentu, kedua larutan akan tercampur sempurna. Pada titik inilah disebut
titik kesetimbangan. Derajat kebebasan (F) adalah variabel intensif dari sebuah
sistem. F = 2 – P + N. P adalah jumlah fasa dan N adalah jumlah spesies kimianya.
Variabel intensif ini ada pada diantara titik kesetimbangan ketika temperatur, tekanan
dan komposisi telah konstan. Derajat kebebasan dilarang bernilai 0 atau bernilai
negatif.

Fasa adalah komposisi kimia pada keadaan fisiknya seperi padat, cair, gas, ataupun
variasi fasa padat (alotrop hitam, putih). Untuk gas dan campuran gas , kristal, dua
campuran yang saling larut (miscible), larutan NaCl dan air, es, campuran padatan
dalam alloy, memiliki fasa = 1. Sedangkan padatan es dengan air, dua logam padat
yang tidak saling menyatu (immiscible), memiliki fasa = 2.

Fasa transisi ialah konversi secara spontan satu fasa menjadi fasa lainnya. Terjadi
hanya pada karakteristik tekanan dan temperaturnya. Karena pada saat
kesetimbangan, potensial kimia adalah sama.

Untuk sistem 3 komponen pada tekanan dan suhu tetap, F = 2 dengan (P minimun
=1 ), maka digunakan gambar suatu segitiga sama sisi yang disebut ‘diagram terner’.
Sudut masing-masing komponen adalah komponen murni. Titik antara A-B
merupakan campuran biner A-B, titik dalam segitiga merupakan campuran terner
A,B,C.

4. Data pengamatan

Massa pikno kosong = 20,68 gram


Massa pikno + air = 46,44 gram
Massa pikno + metanol = 41,19 gram
Massa pikno + metanol = 41,18 gram
Massa pikno + toluena = 42,20 gram
Massa pikno + toluena = 42,20 gram
Massa pikno + toluena = 42,21 gram
T ruang awal = 25 oC
T ruang akhir = 23,8889 oC

Volume(mL)
Zat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Toluena 2 4 6 8 10 12 14 16 18 19 1
Metanol 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1 19
Air 6,2 3 2 1,1 0,7 0,5 0,3 2 0,5 1,1 17

5. Pengolahan Data

1. Penentuan Volume Pikometer


V pikno = (W pikno air – W pikno kosong) / ρ air
V pikno = (46,44 – 20,68) / 0,99704
= 25,8364 mL

2. Penentuan ρ Toluena = (W pikno zat – W pikno kosong)/ V pikno


= (42,203 – 20,68) / 25,83
= 0,8332 g /mL
Penentuan ρ Metanol = (W pikno zat – W pikno kosong)/ V pikno
= (41,185 – 20,68) / 25,83
= 0,7938 g /mL

Zat Mol
  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Toluena 0,02 0,04 0,05 0,07 0,09 0,11 0,13 0,14 0,16 0,17 0,01
Kloroform 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,02 0,47
Air 0,34 0,17 0,11 0,06 0,04 0,03 0,02 0,08 0,03 0,06 0,91
3. Mol zat = ρ zat x V zat / Mr zat

4. Penentuan fraksi mol zat dalam larutan


XA = nA / (nA + nB + nC)
XB = nB / (nA + nB + nC)
XC = nC / (nA + nB + nC)
Zat Fraksi Mol

Toluena 0,02 0,06 0,11 0,17 0,24 0,32 0,43 0,44 0,68 0,67 0,01

Metanol 0,55 0,66 0,68 0,69 0,66 0,59 0,51 0,30 0,21 0,10 0,34

Air 0,43 0,28 0,22 0,14 0,10 0,08 0,06 0,25 0,12 0,24 0,66

5. Diagram terner
6. Pembahasan

Pada percobaan pertama dicampurkan larutan homogen antara toluena dan


kloroform. Keduanya saling melarutkan karena sama-sama memiliki sifat
antarmolekul yaitu nonpolar-nonpolar. Kemudian ditambahkan air yang bersifat
polar. Maka akan ada pemisahan kedua zat toluena-kloroform dengan air. Maka
dari itu ditentukanlah titik akhir penambahan air pada campuran toluena-
kloroform yang memiliki komposisi tertentu. Air ditambahkan untuk mengukur
seberapa besar kelarutan air pada campuran toluena-kloroform.

Pada percobaan ini campuran larutan toluena dan kloroform berwarna jernih.
Ketika ditambahkan air akan ada gelembung-gelembung / terbentuk dua fasa
secara perlahan. Setelah ditambahkan hingga pada suatu ketika larutan akan
tercampur dan berubah menjadi keruh.

Diagram terner menunjukkan bahwa fraksi mol toluena yang menjadi sedikit akan
menyebabkan kelarutan air meningkat. Namun dengan meningkat nya fraksi mol
kloroform terjadi fluktuasi disekitar fraksi 0,5, sehingga dapat diasmusikan jumlah
kloroform tidak dapat menentukan jumlah kelarutan air.

Hal ini disebabkan adanya interaksi polar pada air dengan interaksi kloroform
yang sedikit polar. Polar adalah terjadinya pengutuban pada senyawa ke salah satu
sisi. Apabila pengutuban terjadi secara simetris maka molekul dapat disebut
nonpolar. Hampir seluruh hidrokarbon adalah nonpolar. Sehingga interaksi antara
kloroform yang sedikit polar dengan air yang polar menyebabkan terjadi kelarutan
diantara kedua zat tersebut. Namun toluena adalah zat nonpolar sehingga semakin
banyak fraksi mol toluena, air akan semakin tidak larut.

Pada percobaan kedua dicampurkan larutan homogen antara air dan aseton.
Keduanya saling melarutkan karena sama-sama memiliki sifat antarmolekul yaitu
polar dengan polar. Kemudian ditambahkan toluena yang bersifat nonpolar. Maka
akan ada pemisahan kedua zat air-aseton dengan toluena. Maka dari itu
ditentukanlah titik akhir penambahan toluena pada campuran air-aseton yang
memiliki komposisi tertentu. Toluena ditambahkan untuk mengukur seberapa
besar kelarutan toluena pada campuran air-aseton.

Pada percobaan ini campuran larutan toluena dan kloroform juga berwarna jernih.
Ketika ditambahkan toluena akan ada gelembung-gelembung / terbentuk dua fasa
secara perlahan. Setelah ditambahkan toluena hingga pada suatu ketika larutan
akan tercampur dan berubah menjadi keruh. Jumlah toluena inilah yang akan
dimasukkan dalam perhitungan. Karena pada saat keruh dan saling bercampur
akan terjadi perubahan fasa.
Diagram terner menunjukkan bahwa fraksi mol air yang menjadi sedikit akan
menyebabkan kelarutan toluena meningkat. Namun dengan meningkat nya fraksi
mol aseton terjadi fluktuasi disekitar fraksi 0,5 hingga 0,65, sehingga dapat
diasmusikan jumlah aseton tidak terlalu dapat menentukan jumlah kelarutan
toluena.

Hal ini disebabkan adanya interaksi nonpolar pada toluena dengan interaksi aseton
yang sedikit polar. Polar adalah terjadinya pengutuban pada senyawa ke salah satu
sisi. Apabila pengutuban terjadi secara simetris maka molekul dapat disebut
nonpolar. Hampir seluruh hidrokarbon adalah nonpolar. Sehingga interaksi antara
aseton yang sedikit polar dengan toluena yang nonpolar menyebabkan terjadi
kelarutan diantara kedua zat tersebut. Namun air adalah zat polar sehingga
semakin banyak fraksi mol air, toluena akan semakin tidak larut. Karena senyawa
nonpolar tidak larut dalam senyawa polar.

Pada pengukuran rapat massa digunakan piknometer. Piknometer pertama dan


kedua memiliki massa yang berbeda, sehingga untuk menghindari kesalahan
dalam pengukuran rapat massa maka piknometer diberi label, sehingga
pengukuran tidak akan terjadi kesalahan.

Labu erlenmeyer haruslah bersih dan kering agar tidak ada campuran apapun
selain ke tiga komponen yang akan diuji kelarutannya, atau juga ada faktor
penambahan zat air setelah dicuci apabila tidak dikeringkan, hal ini akan
menyebabkan perubahan titik pada diagram terner, maka dari itu labu erlenmeyer
haruslah tetap bersih dan kering.

7. Kesimpulan
-Kelarutan air pada toluena kloroform digambarkan pada diagram terner 1, sesuai
dengan komposisinya pada tekanan dan suhu tetap, semakin sedikit toluena maka
air semakin larut.
-Kelarutan toluena pada aseton-air digambarkan pada diagram terner 2, sesuai
dengan komposisinya pada tekanan dan suhu tetap terjadi, semakin sedikit air
maka akan semakin larut.

8. Daftar pustaka

Wood, Scott.1990.Thermodynamics of Chemical System. Halaman 285.


Cambridge University Press.
Atkins, Peter. 2010.Physical Chemistry. Halaman 34-35. New York. W.H.
Freeman and Company.

9. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai