Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM KI4221

KIMIA FORENSIK

Kelompok 9

Anggi Joy Lawrence (10514003)


Joseph Jason (10514022)
Ryan Permana (10515014)
Muthia Khelfa Pramesti (10515037)
Mathea Tandian (10616028)
Adriel Hernando (10616044)

Tanggal Percobaan

25 Februari 2019 (Modul 1)


4 Maret 2019 (Modul 2)
25 Februari 2019 (Modul 3)
4 Maret 2019 (Modul 4)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
Modul 1

Analisa Penyebab Kebakaran

I. TUJUAN
Membandingkan kebakaran yang disengaja dan tidak disengaja melalui ujikualitatif
menggunakan kromatografi gas (GC).

II. CARA KERJA


Kain berukuran 10 cm x 10 cm disiapkan dan dimasukkan ke dalam wadah
reaksi. Sejumlah 1 gram serbuk karbon ditempatkan pada wadah yang telah
tersedia. Kemudian, 1 mL bahan bakar diteteskan pada kain dalam wadah reaksi
dan dibakar hingga api padam. Wadah reaksi tersebut ditutup dengan kuat dan
dimasukkan ke dalam oven ±80 ℃ selama 1 jam. Setelah 1 jam, wadah tersebut
didinginkan dan serbuk karbon aktif di dalam wadah tersebut dimasukkan ke dalam
botol vial. Ke dalam botol vial tersebut lalu ditambahkan 1 mL CCl4, hingga serbuk
karbon aktif terendam, lalu ditutup dan dikocok ±3 menit. Setelah itu, campuran
tersebut disaring menggunakan filter yang disediakan. Filtrat yang diperoleh
diinjeksikan ke alat GC dengan kondisi alat sebagai berikut.
- Kolom: DB5/DB1
- Temperatur kolom: 60℃ (1 menit), 20℃/menit, 140℃ (2 menit)
- Temperatur injektor: 250℃
- Temperatur detektor: 300℃
- Detektor: FID
Pada percobaan ini, bahan bakar yang diencerkan dalam CCl4 digunakan sebagai
pembanding. Proses yang sama juga dilakukan pada pembakaran kain tanpa bahan
bakar.
III. HASIL

a. Spektrum GC standar bahan bakar (aftur)

b. Spektrum GC standar CCl4


c. Spektrum GC sampel karbon aktif (hasil pembakaran dengan bahan
bakar)

d. Spektrum GC sampel karbon aktif (hasil pembakaran tanpa bahan bakar)


IV. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan analisis penyebab kebakaran dari suatu sampel
arang hasil pembakaran. Indikasi adanya kebakaran secara disengaja biasanya
dibantu oleh bahan bakar yang mempermudah pelaku untuk membakar suatu
barang. Untuk mengetahui adanya indikasi kesengajaan dalam musibah kebakaran
yakni pengambilan sampel arang disekitar lokasi. Sampel tersebut dilarutkan dalam
CCl4 yang kemudian dianalisis menggunakan alat kromatografi gas (GC). Spektrum
GC sampel akan dibandingkan dengan standar bahan bakar secara kualitatif.

Gambar 1. diagram alir kromatografi gas

Kromatografi gas dilakukan dengan menggunakan alat, dan memiliki outpout


data berupa data komputasi sampel setelah melewati kolom kromatografi. Carrier
gas adalah gas inert yang digunakan sebagai fasa gerak. Sample injector adalah
tempat dimana sampel dimasukkan dengan menggunakan suntik (syringe).
Kemudian fasa gerak akan bertemu dengan sampel dalam kolom. Kolom memiliki
zat sebagai fasa diam untuk mengalirkan sampel sekaligus menghambat sampel
sehingga mengalami pemisahan dan membedakan dengan sampel lain. Pemisahan
inilah yang dapat menjadi indikator perbandingan sampel dengan standar secara
kualitatif maupun kuantitatif yang dapat menjelaskan penyebab kebakaran.
Kriteria sampel yang akan diinjeksi harus berupa liquid dan gas, namun gas
lebih sukar untuk diinjeksi dengan syringe. Tidak semua sampel dapat diinjeksi
kedalam kromatografi gas. Untuk masuk dan berjalan didalam kolom, zat haruslah
mudah menguap, apabila sampel tidak mudah menguap maka sampel akan
terkondensasi pada kolom, sehingga menghambat performansi dari kromatogram.
Pada percobaan ini, CCl4 sebagai pelarut merupakan cairan yang mudah menguap,
maka spektrum standar GC CCl4 harus diketahui sebagai spektrum blanko. Selain
itu, bahan bakar (aftur) juga berupa cairan yang mudah menguap sehingga spektrum
GC-nya akan menjadi standar.
Cirikhas spektrum GC cairan CCl4 standar yakni terdapatnya satu puncak tajam
dan tinggi pada waktu retensi 1,6850 menit (93,5% area) dan satu puncak rendah
pada waktu retensi 1,5393 menit (5,27% area), serta sisanya puncak-puncak yang
rendah.
Cirikhas spektrum GC cairan bahan bakar (aftur) standar yakni banyaknya
bermunculan puncak-puncak rendah seperti spektrum sidik jari sampai waktu
retensi ~5 menit, beberapa puncak tertingginya yakni pada waktu retensi 2,05; 2,65;
3,36; 4,15; 4,89 menit. Puncak ini terbentuk setelah munculnya puncak tajam pada
waktu retensi 1,5950 menit (86,11% area).
Dua sampel dengan perlakuan berbeda dapat dibuktikan secara qualitatif. Dari
data spektrum GC sampel arang hasil pembakaran tanpa bahan bakar yang
dilarutkan dalam CCl4, terdapat cirikhas puncak yang mirip dengan spektrum GC
standar CCl4. Dalam spektrum terdapat puncak tajam pada waktu retensi 1,5597
menit (95,78% area) dan puncak kecil pada waktu retensi 1,4653 menit (3,03%
area). Hal ini dapat terjadi karena dalam sampel arang hasil pembakaran tidak
terdapat bahan bakar, karena tidak adanya kecocokan spektrum dengan standar
bahan bakar. Sehingga sampel tersebut memberi indikasi bahwa kebakaran
dilakukan tanpa disengaja atau tanpa menggunakan bahan bakar.
Sampel lain dengan perlakuan pembakaran dengan menggunakan bahan bakar,
arang hasil pembakaran dilarutkan dalam CCl4. Dari data spektrum GC sampel
arang hasil pembakaran dengan bahan bakar yang dilarutkan dalam CCl4, terdapat
cirikhas puncak yang mirip dengan spektrum GC standar bahan bakar. Dalam
spektrum terdapat puncak tajam pada waktu retensi 1,6337 menit (93,44% area) dan
bermunculan puncak-puncak sidik jari setelahnya sampai waktu retensi ~5 menit.
Hal ini dapat terjadi karena dalam sampel arang hasil pembakaran masih ada sisa
bahan bakar yang masih berupa cairan. Sehingga akan terlihat secara jelas bahwa
arang hasil pembakaran adalah sampel yang memberi indikasi bahwa kebakaran
dilakukan secara sengaja menggunakan bahan bakar.

V. KESIMPULAN

1. Sampel arang hasil pembakaran dengan bahan bakar terbukti bahwa terdapat
sisa bahan bakar pada arang yang teridentifikasi oleh GC yang mirip dengan
standar bahan bakar.
2. Sampel arang hasil pembakaran tanpa bahan bakar terbukti bahwa hanya
terdapat spektrum mirip standar CCl4 tanpa ada cirikhas spektrum bahan bakar.
Modul 2

Analisa Jenis Plastik

I. TUJUAN
Menentukan jenis polimer utama penyusun plastik melalui uji kualitatif
menggunakan spektrum inframerah.

II. CARA KERJA


Masing-masing standar dari polimetil metakrilat (PMMA), polistirena (PS),
polietilen tereflatat (PET), politetrafluoro etilen (PTFE), dan selulosa asetat (CA)
ditentukan spektrum inframerahnya menggunakan metode yang sesuai. Metoda
yang sesuai dapat diringkas sebagai berikut.
- Sampel yang tebal menggunakan metode SRM
- Sampel yang tipis dan bening dapat menggunakan pengukuran langsung
- Metode untuk sampel serbuk dapat berupa metode DRS dan pelet KBR
Setelah itu spektrum dari sampel ditentukan menggunakan metode yang sesuai.
Spektrum FTIR yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menentukan polimer
utama penyusun sampel.

III. HASIL

a. Spektrum FTIR Polytetrafluoroethylene (PTFE)


b. Spektrum FTIR Polyethylene Terephtalate (PET)

c. Spektrum FTIR Polymethyl Methacrylate (PMMA)

d. Spektrum FTIR Cellulose Acetate (CA)


e. Spektrum FTIR Polystyrene (PS)

f. Spektrum Sampel 1

g. Spektrum Sampel 2
h. Spektrum Sampel 3

i. Spektrum Sampel 4

j. Spektrum Sampel 5
k. Spektrum Sampel 6

IV. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan penentuan jenis polimer utama penyusun plastik
sampel melalui uji kualitatif. Penentuan jenis plastik ini dilakukan dengan
membandingkan dan menganalisis hasil spektrum FTIR (Fourier Transform
InfraRed) sampel dengan standar dengan cara membandingkan puncak serapannya.
Spektroskopi inframerah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang
frekuensi 400-4000 cm-1, dimana cm-1 merupakan ukuran unit untuk frekuensi
dikenal sebagai wavenumber (1/wavelength). Suatu senyawa jika melewati radiasi
inframerah, molekul-molekul senyawa tersebut dapat menyerap energi pada
frekuensi tertentu. Absorbsi energi pada frekuensi tertentu tersebut dapat dideteksi
oleh spektrofotometer inframerah lalu hasilnya dialurkan dalam jumlah radiasi
inframerah yang diteruskan oleh sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang
radiasi. Alur tersebut akan menunjukkan posisi gugus fungsional dan daerah sidik
jari suatu molekul dalam spektrum serapan. Molekul-molekul yang dapat menerima
radiasi inframerah disebut molekul aktif inframerah. Pada FTIR ini menggunakan
radiasi laser, radiasi laser dapat berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan
dengan radiasi inframerah supaya sinyal radiasi inframerah dapat diterima oleh
detektor secara utuh.
Pada spektrofotometri FTIR (Fourier Transforms InfraRed) prinsip kerjanya
terdapat interaksi energi dengan materi. Molekul yang terkena sumber sinar akan
mgengakibatkan vibrasi. Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar
infrared tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi atau eksitasi
elektron pada molekul senyawa yang ditembak dengan sumber sinar. Besarnya
energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda-beda tergantung pada atom atau
molekul dan kekuatan ikatannya. Hasil dari pengukuran spektrum ditampilkan pada
layar berupa grafik antara sumbu y terhadap panjang gelombang sebagai sumbu x.
Berdasarkan sumbu y yang digunakan, spektrum pada spektrofotometri IR
dibedakan menjadi dua jenis yaitu jika sumbu y menunjukkan besaran persen
transmitan, puncak spektrum yang dihasilkan akan ke bawah sedangkan jika sumbu
y menunjukkan besaran absorbsi, puncak spektrum yang dihasilkan akan ke atas.
Pada daerah tersebut terdapat dua daerah, yaitu daerah gugus fungsi yang
merupakan daerah di sebelah kiri spektrum pada panjang gelombang sekitar 1600-
4000 cm-1. Daerah gugus fungsi ini digunakan untuk identifikasi gugus fungsi,
untuk gugus fungsi tertentu akan memiliki absorbsi yang sama pada setiap molekul.
Dan daerah lainnya adalah daerah sidik jari yang terdapat pada daerah sebelah
kanan spektrum pada panjang gelombang sekitar 400-1700 cm-1. Di daerah sidik
jari hasil absorbsi oleh molekul menghasilkan bentuk serapan yang mempunyai ciri
khas dari molekul tersebut dan jarang diperoleh bentuk serapan yang sama antar
molekul. Maka dari itu untuk menentukan struktur dari molekul dengan spektrum
IR dilihat dari dua daerah tersebut masing-masing daerah tersebut akan memberikan
informasi yang berbeda. Keuntungan dari FTIR ini dapat digunakan pada semua
frekuensi dari sumber cahaya secara simultan menyebabkan analisis dapat
dilakukan dengan lebih cepat dan juga FTIR ini memiliki sensitifitas yang tinggi.
Standar yang diukur pada percobaan ini adalah Polytetrafluoroethylene (PTFE),
Polyethylene Terephtalate (PET), Polymethyl Methacrylate (PMMA), Cellulose
Acetate (CA), dan Polystyrene (PS). Preparasi standar tersebut dilakukan secara
berbeda berdasarkan sifat fisik dari standar tersebut. Pada PTFE yang memiliki
tekstur yang pipih (tipis), elastis dan berwarna putih maka preparasi dilakukan
dengan cara menarik plastik tersebut menjadi lebih lebar, tipis dan transparan. Pada
PET yang memiliki wujud padatan berupa butiran, keras, dan transparan maka
pereparasinya dibuat menjadi pelet transparan dalam tekanan tinggi dan suasana
vakum sehingga dapat ditentukan spektrumnya. Sedangkan pada PS, PMMA, dan
CA, plastik ini memiliki bentuk lembaran tipis dan transparan sehingga bisa
langsung diukur. Preparasi sampel dilakukan supaya pada saat pengukuran tidak
ada hambatan atau gangguan ketika sedang dilewati cahaya maka standar tersebut
harus transparan dan tidak terlalu tebal (0,01 – 0,05 mm).
Gambar 1. Standar (kiri ke kanan: PET, PS, PTFE, PMMA, CA)

Berdasarkan hasil spektrum FTIR yang diperoleh, pada sampel 1,2,3,5 dan 6
memiliki kemiripan puncak serapan dengan standar PS yaitu sebagai berikut:

Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi (cm-1) Keterangan


C-H Cincin aromatik 3000 Kuat
C=C Cincin aromatik 1600 Kuat
C-H Alkana 1450 Lemah

Namun memang dari keempat sampel tersebut tidak terlihat 4 puncak yang
berdekatan pada frekuensi 1750 – 2000 cm-1 hal ini terjadi karena masih terdapat
sisa dari pengukuran background. Maka dari itu, sampel 1,2,3,5, dan 6 hasil analisis
dapat disimpulkan mirip dengan PS yang strukturnya sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur PS

Sedangkan pada sampel 4 memiliki kemiripan puncak serapan dengan standar CA


yaitu sebagai berikut:

Ikatan Tipe Senyawa Daerah Frekuensi (cm-1) Keterangan


C-H Cincin aromatik 3000 Kuat
O-H Cincin aromatik 3500 Kuat
C-H Alkana 1450 Lemah

Maka dari itu, sampel 4 hasil analisis dapat disimpulkan mirip dengan CA yang
strukturnya sebagai berikut:
Gambar 3. Struktur CA

Kasus forensik yang dapat berkaitan dengan plastik salah satunya adalah kasus
asfiksia yang dapat menyebabkan kematian. Asfiksia merupakan salah satu kasus
penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik.
Asfiksia merupakan suatu keadaan disebabkan karena terjadinya gangguan
pertukaran udara dalam saluran pernapasan tepatnya alveolus, karena gangguan
tersebut menyebabkan berkurangnya oksigen dalam darah dan juga meningkatnya
karbon dioksida. Pada kasus asfiksia ini dapat terjadi secara alamiah, mekanik dan
keracunan yang dialami manusia. Untuk kasus yang berhubungan dengan pastik,
dapat mengakibatkan asfiksia mekanik yaitu keadaan mati lemas yang terjadi bila
udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan
(bersifat mekanik). Berbagai kekeransan tersebut diantaranya cekikan,
pembekapan, gantung diri, penyumpalan, dan jeratan.
Pembekapan terjadi ketika mulut dan lubang hidung tertutup sehingga proses
pernapasan tidak bisa berlangsung sehingga manusia tersebut mengalami mati
lemas. Proses pembekapan dapat digunakan dengan tangan, kantong plastik dan
bantal atau guling. Plastik yang digunakan untuk pembekapan umumnya berbahan
LDPE (Low Density Polyethylene) memiliki sifat yang kuat, fleksibel, tembus
pandang, permukaan berlemak, dan sulit dihancurkan.

V. KESIMPULAN

3. Sampel 1,2,3,5 dan 6 merupakan plastik berbahan PS.


4. Sampel 4 merupakan plastik berbahan CA.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:


Erlangga
Robi, Marisna. F. Siwu, James. G. Kristanto, Erwin. 2016. Gambaran kasus
asfiksia mekanik di Bagian Forensik RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou periode
tahun 2010 -2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4: 2.
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (1st ed). Jakarta: Binarupa Aksara,
1997

Modul 3
Analisa Rambut dan Bulu

I. TUJUAN
Menentukan spesies pemilik rambut/bulu dengan analisa menggunakan mikroskop.

II. CARA KERJA


Mikroskop yang akan digunakan dihubungkan terlebih dahulu dengan
proyektor. Rambut/bulu yang akan digunakan dibersihkan dengan
mencelupkannya pada larutan alkohol yang tersedia. Permukaan slide glass ditetesi
2-3 tetes aseton lalu rambut/bulu spesies yang diketahui ditempelkan pada
permukaan slide glass dan secara perlahan ditempelkan dengan slide glass yang
lain. Pengamatan yang dilakukan dari rambut/bulu tersebut adalah pengamatan
medulla. Permukaan slide glass ditetesi 2-3 tetes aseton lalu rambut/bulu spesies
yang diketahui ditempelkan pada permukaan slide glass dan dibiarkan mengering.
Setelah kering, rambut/bulu tersebut dilepaskan secara hati-hati. Pola rmabut/bulu
tersebut diamati menggunakan mikroskop. Langkah yang sama juga dilakukan
pada sampel untuk menentukan spesies dari sampel tersebut.

III. HASIL
a. Standar Bulu dan Rambut yang digunakan

Gambar 1.Rapia Gambar 2. Ijuk Gambar 3.Kain Kassa

Gambar 4. Tikus Gambar 5. Mencit Gambar 6. Kuda


Gambar 7. Manusia Gambar 8.Rambut uban Gambar 9.Ayam

Gambar 10. Kucing Gambar 11. Kucing persia Gambar 12. Anjing pom

Gambar 13. Anjing tekel

b. Sampel Bulu dan Rambut yang dianalisis


Gambar 14. Sampel 1a Gambar 15. Sampel 1b Gambar 16. Sampel 2a

Gambar 18. Sampel 3a Gambar 19. Sampel 3b


Gambar 17. Sampel 2b

Gambar 20. Sampel 4a Gambar 21. Sampel 4b Gambar 22. Sampel 5a

Gambar 23. Sampel 5b Gambar 24. Sampel 6a Gambar 25. Sampel 6b

IV. PEMBAHASAN
Pada percobaan analisa rambut dan bulu, terdapat standar dan sampel yang
diamati menggunakan mikroskop. Kedua hasil pengamatan tersebut kemudian
dibandingkan untuk menentukan jenis rambut dan bulu pada sampel. Terdapat 12
sampel, yaitu sampel 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b, 4a, 4b, 5a, 5b, 6a, 6b dan dua jenis
standar, yaitu standar yang berasal dari makhluk hidup (manusia, ayam, anjing
tekel, anjing pom, kucing, kucing persia, kuda, tikus, mencit) dan benda mati (rafia,
kain kassa, ijuk). Makhluk hidup memiliki medula sedangkan benda mati tidak
memiliki medula. Rambut dan bulu makhluk hidup dapat dibedakan berdasarkan
bentuk medulanya. Pada umumnya, medula rambut manusia cenderung amorf dan
tidak kontinu sedangkan medula rambut dan bulu hewan cenderung kontinu. Selain
medula jenis rambut dan bulu dari setiap jenis hewan pun memiliki bentuk kutikel
yang berbeda-beda.
Medula merupakan bagian dari rambut yang mengandung citrulline dan ikatan
disulfide, sedangkan kutikel memiliki pola yang khas untuk tiap spesies. Kedua
bagian rambut tersebut dapat diamati pada Gambar 26

Gambar 26. Bagian bagian rambut

Sampel 1a merupakan sampel bulu ayam karena sampel 1a dengan standar bulu
ayam memiliki morfologi yang sama. Bulu ayam memiliki bentuk yang khas, yaitu
adanya percabangan. Sampel 1b memiliki bentuk yang sama dengan standar kain
kassa. Kain kassa memiliki serabut yang tidak teratur dan tidak memiliki medula.
Sampel 2a merupakan ijuk. Berdasarkan hasil pengamatan, sampel 2a tidak
memiliki medula namun morfologinya memanjang dan berwarna hitam serta tebal.
Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa sampel 2a merupakan benda mati. Jika
dibandingkan dengan ijuk, keduanya memiliki bentuk yang sama. Sedangkan
untuk sampel 2b memiliki bentuk yang sama dengan rambut kucing persia, yaitu
morfologinya yang tidak terlalu tebal serta medulnya tipis dan tidak terlalu terlihat.
Sampel 3a memiliki medula yang cukup jelas. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa sampel 3a berasal dari makhluk hidup. Bentuk rambut yang diamati dari
sampel 3a sama dengan rambut tikus pada standar. Sampel 3b tidak memiliki
medula dan terlihat tebal. Tidak adanya medula mengindikasikan bahwa sampel 3b
merupakan benda mati. Bentuknya yang tebal sama dengan rafia standar.
Sampel 4a memiliki bentuk yang khas, yaitu bulu-bulu yang bercabang.
Berdasarkan bentuknya tersebut maka sampel 4a adalah bulu ayam. Sampel 4b
memiliki medula yang menunjukkan bahwa sampel 4b berasal dari rambut
makhluk hidup. Jika diamati, sampel 4b memiliki morfologi yang mirip mencit.
Sampel 5a memiliki medula yang tidak terlalu jelas. Adanya medula tersebut
mengindikasikan bahwa sampel 5a berasal makhluk hidup. Medula yang terdapat
pada sampel 5a sama dengan rambut manusia pada standar. Sampel 5b memiliki
bentuk yang sama dengan rambut anjing pom pada standar. Pada anjing pom
standar, medula yang tampak terlihat kontinu.
Sampel 6a memiliki bentuk yang mirip dengan anjing tekel sehingga dapat
diindikasikan bahwa sampel 6a adalah rambut anjing tekel. Sedangkan sampel 6b
tidak memiliki medula sehingga dapat diindikasikan bahwa sampel 6b berasal dari
benda mati. Berdasarkan bentuknya, sampel 6b memiliki serabut-serabut seperti
kain kassa pada standar.

V. KESIMPULAN
Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Sampel 1a adalah sampel bulu ayam
2. Sampel 1b adalah sampel kain kassa
3. Sampel 2a adalah sampel ijuk
4. Sampel 2b adalah sampel rambut kucing persia
5. Sampel 3a adalah sampel rambut tikus
6. Sampel 3b adalah sampel rafia
7. Sampel 4a adalah sampel bulu ayam
8. Sampel 4b adalah sampel rambut mencit
9. Sampel 5a adalah sampel rambut manusia
10. Sampel 5b adalah sampel rambut anjing pom
11. Sampel 6a adalah sampel rambut anjing tekel
12. Sampel 6b adalah sampel kain kassa

Modul 4

Analisa Sidik Jari


I. TUJUAN
Menentukan identitas sidik jari dengan membandingkan sidik jari sampel terhadap
basis data yang telah divisualisasikan dengan serbuk karbon.

II. CARA KERJA


Sidik jari anggota kelompok (masing-masing anggota membuat dua rangkap)
dibuat untuk basis data. Penampakan sidik jari di kertas dilakukan dengan bantuan
lotion agar lebih mudah. Karbon yang telah disediakan lalu diusapkan secara
perlahan menggunakan kuas untuk memunculkan/menampakkan sidik jari. Sidik
jari anggota kelompok akan dipilih secara acak lalu dibandingkan dengan basis
data yang telah dibuat untuk menentukan pemiliki sidik jari.

III. HASIL
 Basis data

Nama Sidik Jari Tipe Sidik Jari


Berdasarkan Inti

-Jempol: loop
Adriel -Telunjuk: loop
-Jari tengah: loop
-Jari manis: loop
-Kelingking: loop

(Jempol kiri)

(Telunjuk kiri)

(Jari tengah kiri)


(Jari manis kiri)

(Kelingking kiri)
-Jempol: whorl
Muthia Khelfa -Telunjuk: whorl
-Jari tengah: loop
-Jari manis: loop
-Kelingking: loop

(Jempol kanan)

(Telunjuk kanan)

(Jari tengah kanan)

(Jari manis kanan)


(Kelingking kanan)

-Jempol: loop
Anggi Joy Lawrence -Telunjuk: loop
-Jari tengah: whorl
-Jari manis: whorl
-Kelingking: whorl

(Jempol kanan)

(Telunjuk kanan)

(Jari tengah kanan)

(Jari manis kanan)


(Kelingking kanan)
-Jempol: whorl
Ryan Permana -Telunjuk: loop
-Jari tengah: loop
-Jari manis: loop
-Kelingking: loop

(Jempol kiri)

(Telunjuk kiri)

(Jari tengah kiri)

(Jari manis kiri)


(Kelingking kiri)
-Jempol: loop
Mathea Tandian -Telunjuk: arches
-Jari tengah: arches
-Jari manis: whorl
-Kelingking: loop

(Jempol kiri)

(Telunjuk kiri)

(Jari tengah kiri)

(Jari manis kiri)

(Kelingking kiri)
-Jempol: whorl
Joseph Jason -Telunjuk: whorl
-Jari tengah: whorl
-Jari manis:
-Kelingking:

(Jempol kanan)
(Telunjuk kanan)

(Jari tengah kanan)

(Jari manis kanan)

(Kelingking kanan)

 Hasil analisis
No Sampel Basis Data Identitas

Muthia
Khelfa (jari
tengah
kanan)
2

Mathea
Tandian
(jari manis
kiri)

3
Anggi Joy
Lawrence
(jempol
kanan)

4
Adriel
Hernando
(kelingking
kiri)

Joseph Jason
(telunjuk
kanan)

Ryan
Permana
(jari tengah
kiri)

IV. PEMBAHASAN
Secara umum, pola sidik jari dibagi menjadi tiga tipe, yaitu loops, whorls, and
arches. Tipe loops merupakan pola sidik jari yang membelok kembali sehingga
membentuk putaran. Tipe loop dibagi menjadi dua, yaitu radial loop yang pola
putarannya mengarah ke arah tulang radius atau ibujari dan ulnar loops yaitu arah
putarannya ke tulang ulna atau kelingking.

Gambar 1. Pola Loop

Tipe whorl merupakan pola sidik jari yang membentuk spiral seperti pusaran
air. Ada empat tipe whorls, yaitu plain (lingkaran kosentris), central pocket loop
(putaran dengan spiral di ujung), double loop (dua putaran yang membentuk pola
seperti huruf S), dan accidental loop (bentuk tidak beraturan).

Gambar 2. Pola Whorl


Tipe arches merupakan pola mirip ombak yang terdiri dari plain arches dan
tented arches dengan tented arches memiliki titik ujung yang lebih tajam
dibandingkan dengan plain arches.

Gambar 3. Pola Arches

Analis menggunakan tipe pola secara umum (loop, whirl, atau arch) untuk
membuat perbandingan awal dengan sidik jari yang telah diketahui untuk kemudian
dianalisis lebih lanjut. Untuk mencocokan sidik jari, analis menggunakan minutiae,
atau karakteristik kerutan pada sidik jari untuk mengidentifikasi titik spesifik pada
sidik jari tertentu. Yang paling umum ditentukan dalam identifikasi spesifik sidik
jari adalah jumlah dan posisi inti (core) serta jumlah dan posisi delta.
Pada percobaan ini, digunakan karbon sebagai penampak sidik jari. Karbon
dipilih karena sederhana, mudah didapat, dan juga murah. Meski sederhana, karbon
efektif digunakan karena warnanya yang kontras dengan permukaan kertas
sehingga pola sidik jari dapat divisualisasi dengan jelas. Selain itu, digunakan lotion
sebelum mencetak sidik jari. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan
lemak di permukaan jari sehingga pola dapet tercetak dengan baik.
Secara umum, ada dua metode dalam mengklasifikasi sidik jari, yaitu klasifikasi
Henry dan klasifikasi NCIC. Klasifikasi Henry umum digunakan selama abad ke
20 di hampir semua negara berbahasa Inggris. Klasifikasi NCIC atau National
Crime Information Center merupakan klasifikasi berbasis database
terkomputerisasi yang digunakan di Amerika Serikat. Secara umum, klasifikasi
NCIC merupakan jalan pintas ke klasifikasi Henry melalui evalaluasi singkat dan
cepat. Klasifikasi sidik jari tidak sama dengan identifikasi sidik jari, dimana
klasifikasi menggunakan karakteristik umum untuk penggolongan sidik jari dan
identifikasi menggunakan karakteristik spesifik untuk mengindividualisasi sidik
jari orang tertentu.
Berdasarkan pengamatan, sidik jari pada sampel 1 memiliki pola loop dengan
satu inti dan satu delta dengan pola putarannya mengarah ke arah tulang radius atau
ibu jari ,sehingga disimpulkan bahwa sidik jari tersebut merupakan sidik jari tengah
kanan Muthia Khelfa dengan pola radial loop. Sidik jari 2 memiliki satu inti dan
terklasifikasi sebagai whorl, sehingga disimpulkan bahwa sidik jari tersebut
merupakan suduk jari manis kanan milik Mathea Tandian. Sidik jari 3 memiliki satu
delta dan satu inti yang terklasifikasi sebagai loop sehingga disimpulkan sidik jari
tersebut merupakan sidik jari jempol kanan Anggi Joy Lawrence. Sidik jari 4
memiliki satu delta dan satu inti yang terklasifikasi sebagai loop sehingga
disimpulkan sidik jari tersebut merupakan sidik jari kelingking kiri Adriel
Hernando. Sidik jari 5 memiliki satu satu inti yang terklasifikasi dalam whorl
sehingga disimpulkan sidik jari tersebut merupakan sidik jari telunjuk kanan Joseph
Jason. Sidik jari 6 memiliki satu delta dan satu inti yang terklasifikasi sebagai loop
dan arah putarannya ke arah kelingking ( ulna loops ) sehingga disimpulkan sidik
jari tersebut merupakan sidik jari tengah kiri Ryan Permana.

V. KESIMPULAN

1. Sampel satu merupakan sidik jari tengah kanan Muthia Khelfa dengan pola
loop.
2. Sampel dua merupakan sidik jari manis kiri Mathea Tandian dengan pola whorl.
3. Sampel tiga merupakan sidik jari jempol kanan Anggi Joy Lawrence dengan
pola loop.
4. Sampel empat merupakan sidik jari kelingking kiri Adriel Hernando dengan
pola loop
5. Sampel lima merupakan sidik jari telunjuk kanan Joseph Jason dengan pola
whorl.
6. Sampel enam merupakan sidik jari tengah kiri Ryan Permana dengan pola loop.

Anda mungkin juga menyukai