Anda di halaman 1dari 20

TOPIK.

11
RESPON SAKIT ATAU NYERI PASIEN

A. DEFINISI RESPON SAKIT

Respon adalah Setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan
(respon) terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Gulo (1996),
respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan
hasil stimulus tersebut. Respon berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan
atau tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan
tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut
Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian yaitu :
1. Kognitif à dalah berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang
terhadap sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang
dipahami atau dipersepsi oleh banyak orang.
2. Afektif à dalah berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap
sesuatu. Respons ini timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak orang.
3. Konatif à dalah berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau
perbuatan, oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada
keselarasan.

Jadi Respon Sakit merupakan suatu tanggapan atau reaksi dari tubuh terhadap
rangsangan atau stimulus dari microorganisme asing atau penyakit.

Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang sakit yang dapat
diamati, yaitu:

1. Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit memiliki


perasaan takut.Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya tidak sembuh,
takut mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak mendapat pengakuan dari
lingkungan sehingga merasa diisolasi.
2. Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas
(kecemasan).Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya adalah dengan
regresi (menarik diri) dari lingkungannya.
3. Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak
mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku egosentris, ditandai dengan hal-hal
berikut:
Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita.
Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.
Hanya memikirkan penyakitnya sendiri.
Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun kegiatan.
4. Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit dengan
melebih-lebihkan persoalan kecil.Akibatnya pasien menjadi cerewet, banyak menuntut,
dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.
5. Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai dengan sangat
sensitif terhadap hal-hal remeh sehingga menyebabkan reaksi emosional tinggi.
6. Perubahan perpepsi terhadap orang lain, karena beberapa faktor diatas, seorang
penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang lain.
7. Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki rasa cemas
juga kadang-kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah salah satu sebab
berkurangnyaminat sehingga ia tidak mempunyai perhatian terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungannya. Berkurangnya minat terutama kurangnya perhatian
terhadap sesuatu yang dalam keadaan normal ia tertarik atau berminat terhadap
sesuatu.

B. DEFINISI SAKIT

Sakit adalah sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang
sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik itu dalam
aktivitas jasmani, rohani dan sosial. (Menurut Perkins. 1982). Sakit sebagai suatu keadaan
dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.
(Menurut Oxford English Dictionary).
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia
yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya,
sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk
menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi
fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang
memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami;
melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

C. MACAM-MACAM RESPON SAKIT

Respon Alergi
Definisi Respon alergi (allergic response) adalah situasi di mana tubuh
membentuk antibodi terhadap obat, makanan atau alergen tertentu, menyebabkan
reaksi fisik yang mungkin parah atau tidak parah.
Respon Kekebalan
Definisi Respon kekebalan adalah aktivitas sistem kekebalan tubuh untuk melawan
penyusup luar (misalnya, bakteri, virus), sel-sel kanker, atau jaringan tubuh sendiri
(respon autoimun). Respon kekebalan dapat dilakukan melalui sel-sel atau antibodi.
Respon Stress
Respons stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.
Respon Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri.

Ketika mengalami rasa sakit, tubuh akan merespon dengan refleks yang cepat. Sistem saraf
dalam tubuh memang bisa merespon rasa sakit dengan kecepatan yang tinggi. Reaksi cepat ini
tentunya penting bagi manusia, untuk mencegah luka yang lebih parah. Namun tahukah Anda
bahwa dalam kecepatan refleks tersebut, tubuh manusia sebenarnya melakukan proses yang
sangat rumit dan hebat. Inilah proses yang terjadi dalam tubuh ketika merespon rasa sakit.

1. Keseimbangan yang hilang


Sel saraf memiliki keseimbangan yang baik antara sodium, potasium, dan kalsium.
Ketika terkena sesuatu yang menyakitkan, misalkan ketika menyentuh api, keseimbangan
tersebut akan hilang. Sodium mulai melewati membran sel dan ketika sudah banyak
sodium yang masuk ke sel, sel saraf mulai mengeluarkan sinyal elektrik.
2. Sinyal elektrik keluar
Serat saraf yang berbeda akan membawa jenis rasa sakit yang berbeda, misalkan rasa sakit
secara mekanik, kimia, atau suhu (panas). Sinyal elektrik yang dikeluarkan oleh sel saraf
akan dibawa oleh serat saraf yang berbeda untuk keluar menuju sumsum tulang belakang.
3. Pusat saraf
Semua sinyal rasa sakit akan mencapai sumsum tulang belakang. Salah satu yang berasal
dari daerah yang terkena rasa sakit akan masuk ke bagian tengah yang terdapat pada
bagian bawah leher Anda, di tempat kelima atau ketujuh dari tulang belakang..
4. Proses pengolahan sakit
Setelah melewati sumsum tulang belakang, sinyal akan menyentuh bagian otak penerima
sinyal, yaitu thalamus. Untuk sakit yang disebabkan oleh panas atau api, perjalanan ini
hanya membutuhkan waktu 0,01 detik. Waktu tersebut sebenarnya cukup pelan karena zat
kimia yang bekerja dalam serat saraf bekerja 10 kali lebih cepat dari itu. Selanjutnya,
thalamus akan memicu gerakan refleks pada tubuh dan mengirimkan interpretasi rasa
sakit pada cerebral cortex.
5. Tubuh bereaksi
Setelah sampai pada cerebral cortex, tubuh akan merespon dengan menghindari sumber
rasa sakit. Itulah proses yang terjadi pada tubuh ketika merasakan sakit. Tubuh Anda
memiliki mekanisme yang hebat untuk merespon rasa sakit dengan cepat dan
menghindarinya untuk menyelamatkan diri.

D. DEFINISI NYERI
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Hidayat,
2012). Secara umum,nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,baik ringan
maupun berat (Priharjo,1992 dalam Hidayat 2012).
Berikut adalah pendapat beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi
seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.

E. ETIOLOGI
Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam, penyebab trauma ini terbagi
menjadi :
a) Mekanik
Rasa nyeri yang di akibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan. contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat
adanya benturan,gesekan, luka dan lain-lain.
b) Termis.
Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas.dingin,missal karena api dan air.
c) Khemis.
Nyeri yang di timbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
ataupun basa kuat.
d) Elektrik.
Nyeri yang di timbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

F. FISIOLOGI NYERI
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat
kimiawi diantaranya seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam
asam seperti adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang
dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan. (Hidayat, 2012), Selanjutnya,
stimulus yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri
ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang
bermielin rapat dan serabut ramban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan
oleh serabut delta A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C.
(Hidayat, 2012).

GAMBAR: 1. PATOFISIOLOGI YERI

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri akut
a) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b) Menunjukan kerusakan
c) Posisi untuk mengurangi nyeri
d) Muka dengan ekspresi nyeri
e) Gangguan tidur
f) Respon otonom (penurunann tekanan darah,suhu,nadi)
g) Tingka laku ekspresif (gelisah,merintih,nafas panjang,mengeluh)
2. Nyeri Kronis
a) Perubahan berat badan
b) Melaporkan secara verbal dan non verbal
c) Menunjukan gerakan melindungi,gelisah,depresi,focus pada diri sendiri
d) Kelelahan
e) Perubahan pola tidur
f) Takut cedera
g) Interaksi dengan orang lain menurun.
H. Komplikasi
a) Nyeri jangka panjang dapat menyebabkan beberapa komplikasi antara lain:
1. Nyeri kronis
2. Kegelisaan
3. Depresi
4. Menghindari sesuatu hal /kegiatan yang menyebabkan rasa sakit
5. Trauma terkait dengan penyebab rasa sakit
6. Ketergantungan pada obat penghilang rasa sakit
7. Kesulitan mencari pekerjaan
8. Stres dengan keuangan karena tidak bekerja atau tagihan medis yang belum
dibayar
9. Kurang tidur
10. Konsentrasi yang buruk memori jangka pendek
11. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan stress seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan,diare,tekanan darah meningkat.
12. Orang-orang mengabaikan atau tidak percaya bahwa anda sedang sakit
13. Menurunya partisipasi dalam keluarga karena sakit atau karena akan
menyebabkan rasa sakit.
14. Tidak mampu untuk membantu dan orang lain tidak memahami.
15. Kurangya jadwal teratur harian & merasa tanpa tujuan.
16. Perasaan kehilangan dalam hidup,tidak memiliki arah.

2. Nyeri Akut
a. Ganguan pola istirahat tidur
b. Syok neurogenic

I. Jenis dan Bentuk Respon Nyeri


1. Jenis Respon Nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.) Nyeri perifer.
Nyeri ini ada tiga macam:
a. Nyeri superfisial,yakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa;
b. Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks;
c. Nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak, dan thalamus.
3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengankata lain,
nyeri ini timbul akibat pemikiran si penderita itu sendiri. Seringkali, nyeri
ini muncul karena factor psikologi, bukan fisiologis

2. Bentuk Respon nyeri


Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.) Nyeri akut.
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya
mendadak, dan biasa penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri.
2.) Nyeri kronis.
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bias diketahui atau tidak.
Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu,
pengindraan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar
untuk menunjukan lokasi.

J. TEORI RESPON NYERI


Ada 4 teori yang dapat menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
1. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta
dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju
ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen
psikologis.. Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis
(spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior.
Kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya
dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada
tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial
tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.
Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial
untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
3. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls
nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan
dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron
sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan.
Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat
mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebi tebal, yang lebih cepat yang melepaskan
neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien
dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C,
maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi
nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi,
konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.

4. Teori Transmisi dan Inhibisi.


Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-
serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn
opiate sistem supresif.

K. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI.


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah :
1. Arti nyeri, arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti membahayakan, merusak,
dan lain- lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti usia, jenis
kelamin, latar belakang sosail budaya, lingkungan dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri, persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi
oleh factor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain: alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan
sebagainya. Sedangkan factor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa
marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.
4. Reaksi terhadap nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon
seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit.
Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan social, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
L. FAKTOR- FAKTOR RESIKO NYERI
Menurut (Hidayat, 2012). dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan
faktor eksternal.

1. Faktor internal :
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi rasa nyeri adalah sebagai berikut:
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.
b. Jenis kelamin
Gill (2000) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas
kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
c. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
d. Anxietas (Kecemasan)
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
e. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.
f. Pengetahuan Nyeri
Dirasakan dan disadari otak, tetapi berlum tentu penderita akan tergangggu
misalnya karrna ia punya pengetahuan tentang nyeri sehingga ia menerimanya
secara wajar.
g. Kelelahan
Kelelahan dapat meningkatkan nyeri karena banyak orang merasa lebih
nyaman waktu istirahat.

2. Faktor eksternal :
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi rasa nyeri dan respon terhadap
nyeri adalah sebagai berikut:
a. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri
b. Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
c. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri.
d. Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsanggan dari lingkungan seperti
kebisingan, cahaya yang sangat terang.
e. Pengobatan
Pengobatan analgesik yang diberikan sesuai dosis yang mermakai akan
mempercepat penurunan nyeri

M. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Mengurangi factor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak percayaan,
Kesalah pahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
a. Ketidak percayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat
mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan
kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih
memahami tentang nyerinya.
b. Kesalapahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan meberitahu pasien bahwa nyeri yang
dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang
nyerinya.
c. Ketakutan . memberikan infirmasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien
dengan mengajarkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka
menangani nyeri.
d. Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya,
kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
e. Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi
nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat secara
perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan music, membayangkan hal-hal
yang menyenangkan, dan sebagianya.

2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :


1. Teknik latihan pengalihan
a. Menonton televisei
b. Berbincang-bincang dengan orang lain.
c. Mendengarkan musik.
2. Teknik relaksasi nafas dalam
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru- paru dengan
udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot- otot tangan, kaki,
perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus
berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
1. Stimulasi kulit
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri.
b) Menggosok punggung.
c) Menggunakan air hangat dan dingin.
d) Memijat dengan air mengalir.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik, yang
dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar
terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap
nyeri.
f) Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah
stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk
stimulator metode stimulus listrik meliputi:
 Transcutaneous electrical stimulator (TENS), digunakan untuk
mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa electrode di luar.
 Pencutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat
stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan dibawah
kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukan kedalam kulit
pada daerah epidural dan columna vertebrae.
 Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraclavikula atau
abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum
sumsum tulang belakang.

N. TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM


Pengertian Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan
intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
tegangan otot yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa
relaksasi efektif dalam meredakan nyeri. Sedangkan latihan nafas dalam adalah bernafas
dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh ( Smeltzer (2002) dalam Trullyen,
(2013).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,
nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah ( Smeltzer &
Bare dalam Trullyen, 2013 ) .
O. TUJUAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM.
Tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan tegangan otot, meningkatkan
efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri (mengontrol atau mengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan (
Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, 2013).
Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolarmaksimal,
meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-
otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi
pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (
Suddarth dan Brunner, 2002)

P. PATOFISIOLOGI TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP NYERI


Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi nafas dalam
dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem
saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang menedasari
penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang
merupakan bagian dari sistem saraf periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan
internal individu.
Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi
p yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis mengalami
vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek
spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri
dari medulla spinaliske otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

Q. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM


TERHADAP PENURUNAN NYERI.
Teknik relaksasi nafas dalam diperc aya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu :
1. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic.
2. Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem otot dan
respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu-waktu ( Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, 2013).
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi
sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang
mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi
pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan
merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya
meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang
akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan
kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri.

R. PROSEDUR TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM


Prosedur teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam Trullyen, (2013)
yakni dengan bentuk pernafasan yan digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang
mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara
masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah
sebagai berikut :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan
nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi.
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3.
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas
atas dan bawah rileks.
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui Mulut.
7. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
8. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

S. EFEK RELAKSASI
Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang berharga bagi tubuh, efek
tersebut sebagai berikut :
1. Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan
2. Penurunan konsumsi oksigen
3. Penurunan ketegangan otot
4. Penurunan kecepatan metabolism
5. Peningkatan kesadaran global
6. Kurang perhatian terhadap stimulasi lingkungan
7. Tidak ada perubahan posisi yang volunteer
8. Perasaan damai dan sejahtera
9. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam (Sulistyo, 2013).

T. CARA MENGUKUR INTENSITAS NYERI


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Pengukuran Skala nyeri dengan metode sebagai berikut :


1. Skala Intensitas Nyeri Deskritif
Keterangan :

0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan :
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat :
secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
10 : Nyeri sangat berat :
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul ( Smeltzer, S.C bare
B.G, 2002) .
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang
atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke
waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala deskritif merupakan alat
pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru
yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian
numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter, 2005
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya.
Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan
saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter,
2005).
DAFTAR PUSTAKA

1. Gulo, W. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo


2. Kusmiati dan Desminiarti. 1990. Dasar-Dasar Perilaku. Edisi I. Jakarta : Pusdiknakes.
3. Asdie, Ahmad H. 1999. Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC
4. Beydoun, A., Kutluay, E. 2002. Oxcarbazepin,Expert Opinion in Pharmacotherapy,
3(1):59-71
5. Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of Pain Concepts and Therapies, In: Loeser J.D.,
etal (eds)
6. Bonica’s , 2001, Management of Pain. Lippincott William & Wilkins Philadelphia, pp 3-16
7. Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan Yang
Akan Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas
GadjahMada.
8. Painedu.org, 2008. Physiology of Pain, http:// www.painedu.org.
9. Silbernagl/Lang, 2000, Pain in Color Atlas of Pathophysiology , Thieme New York.
320-321
10. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
11. Tansumri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EG
12. Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
13. Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa
Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai