Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT DENGAN

DIAGNOSA MEDIK GASTROENTRITIS DI RUANG 1B KELAS 1

RS. BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG

DOSEN PEMBIMBING:

Kodri,S.kp.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

DENI PUTRA
NIM : 2014401008

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK IDONESIA


POLTEKES KEMENKES TANJUNG KARANG
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP TEORI KEBUTUHAN

1. Definisi
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Abdul H, 2008).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2004).

Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana


pemakaian cairan pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya
pengaturan cairan tubuh dilakukan dengan mekanisme haus.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke
dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya.

a. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh


 Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira- kira 60%
dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak, badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak daripada
pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga
berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit kandungan
airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir memiliki TBW 70%-80% dari BB;
usia 1 tahun 60% dari BB; usia pubertas sampai dengan 39 tahun untuk pria
60% dari BB dan wanita 52% dari BB; usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari
BB dan wanita 47% dari BB; sedangkan pada usia diatas 60 tahun untuk
pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto & Wartonah, 2010).

 Distribusi cairan
Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen, yaitu pada
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS) kira-kira 2/3 atau
40% dari Universitas Sumatera Utara BB. Ion utama di dalam CIS adalah
kalium, magnesium dan fosfat (serta protein). Sedangkan cairan
ekstraseluler (CES) 20% dari BB, cairan ini terdiri atas plasma (cairan
intravascular) 5%, cairan interstisial (cairan disekitar tubuh seperti limfa)
10-15%, cairan transselular (misalnya, cairan serebrospinalis, cairan
sinovial, cairan dalam peritonium, cairan akueus dalam rongga mata, dan
lain-lain) 1-3%. Terutama karena kesulitan dalam memperoleh cairan
intraseluler, maka relative sedikit diketahui tentang pengendalian volume
cairan intraseluler dalam keadaan sehat maupun sakit, maka haruslah
terdapat mekanisme tertentu yang mencegah masuknya air secara tidak
terkendali ke dalam sel dan mengakibatkan pembengkakan sel, yang
berbeda dengan sel tanaman, sel tubuh tidak dilindungi oleh membran yang
kuat (Tarwoto & Wartonah, 2010).

b. Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit


Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), mekanisme pergerakan cairan tubuh
melalui tiga proses, yaitu :

 Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dak elektrolit
didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperatur.
 Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui
membran semipermiabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke
konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
 Transpor
Aktif Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya
aktif dari tubuh seperti pompa jantung.

c. Pengaturan Volume Cairan Tubuh


Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari jumlah cairan yang masuk
dikurangi dengan jumlah cairan yang keluar. Catatan asupan dan haluaran yang
akurat serta berat badan harian sangat penting untuk merawat klien yang
mengalami kekurangan atau kelebihan cairan.
 Asupan Cairan
Asupan merujuk pada air dan cairan lain yang masuk kedalam tubuh setiap
hari. Air diperoleh dari dua sumber yaitu : asupan cairan (melalui mulut atau
metode lain seperti IV), dan sebagai hasil metabolisme makanan.
Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme
haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur keseimbangan
cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan volume
cairan tubuh dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan, maka
curah jantung akan menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan
darah (Alimul Hidayat, 2006).
Umur Kebutuhan Air (Behrman dkk, 2000)
Jumlah Air dalam 24
ml/kg berat badan
jam
3 hari 250-300 80-100
1 tahun 1150-1300 120-135
2 tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30

 Pengeluaran cairan
Banyak faktor memengaruhi kehilangan cairan. Individu yang sakit
membutuhkan lebih banyak cairan karena mengalami drainase berlebihan
dari luka, muntah atau perdarahan. Demam dapat menyebabkan individu
menggunakan sekitar empat kali lipat jumlah cairan yang ia biasanya ia
butuhkan. Masing-masing bentuk kehilangan cairan juga akan mengubah
konsentrasi elektrolit tubuh (Rosdahl dkk, 2014). Pasien dengan
ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan
pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan
pernafasan, keringat dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan cairan
berlebihan adalah muntah secara terus menerus (Alimul Hidayat, 2006).

Asupan Haluaran
Sumber Jumlah Sumber Jumlah
Cairan 1200 ml Urine 1500 m
Makanan 1000 ml Kulit 500 m
Metabolisme 300 ml Paru 300 m
Feces 200 ml
Total 2500 ml Total 2500 ml
2. Tujuan
1) Tujuan umum
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektroloit
2) Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada paien dengan Masalah Kebutuhan
Dasar Cairan dan Elektroloit
b. Melakukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Masalah Kebutuhan
Dasar Cairan dan Elektroloit.
c. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan Masalah Kebutuhan
Dasar Cairan dan Elektroloit

3. Fisiologi
a. Cairan
Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh
membrane semipermeable.Kedua kompertemen tersebut adalah intraseluler dan
ekstraseluler.Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel, atau
intraseluler.Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau ekstraseluler.
Komparemen ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi:
 Interstisial : cairan antara sel dan disekitar pembuluh darah (25%).
 Intravascular : cairan didalam pembuluh darah; juga disebut plasma darah
(8%).
 Transeluler: air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal,
pericardial,dan pleural (25%).

Kadar elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran untuk
menjaga level yang diharapkan untuk fungsi tubuh optimal. Dalam hal kalsium,
hormone paratiroid dan kasitonin disekresikan untuk menstimulasi
penyimpanan atau pengeluaran kalsium dari tulang untuk mengatur level dalam
darah. Elektrolit lain diserap dari makanan dalam jumlah sedikit atau banyak
atau disimpan atau disekresikan oleh ginjal atau lambung dalam jumlah sedikit
atau banyak yang diperlukan untuk mengurangi atau menaikkan level elektrolit
ke level yang diperlukan untuk fungsi tubuh optimal. Agar mekanisme umpan
balik menjadi efektif, organ atau system yang bertanggung jawab untuk
penyerapan dan ekskresi (gastrointestinal) atau penyerapan kembali dan ekresi
(renal) harus berfungsi dengan baik.

b. Elektrolit Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam


dan diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan
dan dikeluarkan utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui
hati, kulit, dan paru-paru dalam jumlah lebih sedikit.
4. Tanda dan gejala/manefestasi klinis
a. Kelelahano
b. Kram otot dan kejang
c. Mual
d. Pusing
e. Pingsan
f. Lekas marah
g. Muntah
h. Mulut kering
i. Denyut jantung lambat
j. Kejang
k. Palpitasi
l. Tekanan darah naik turun
m. Kurangnya koordinasi
n. Sembelit
o. Kekakuan sendi
p. Rasa haus
q. Suhu naik
r. Anoreksia
s. Berat badan menurun

5. Gangguan volume cairan


1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)
Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang pada
proporsi yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga
rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama (Brunner & suddarth, 2002),
pengertian hipovolemia yaitu sebagai berikut :
a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES).
b. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).
c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler
(CES).

 Etiologi
Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :
a. Penurunan masukkan.
b. Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal,
ginjal abnormal, dll.
c. Perdarahan.

 Patofisiologi:
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik).
Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini
diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan
perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga
menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan
intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan
asupancairan , perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi
tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke
lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat
berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti
pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi
tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat
terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.

 Manifestasi klinis

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipovolemia antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,
anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria.
Tergantung jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak
seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada
kondisi hipolemia adalah dapat berupa peningkatan rangsang sistem
syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi
jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik
(ADH), dan pelepasan aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama
menimbulkn gagal ginjal akut.
 Komplikasi
Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :
a. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang pada dehidrasi hipertonik.

2. Hipervolemia (kelebihan Volume Cairan)


Hipervolemia (FVE) yaitu Keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito,
2000). Kelebihan volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES
yang disebabkan oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi
yang kurang lebih sama dimana mereka secara normal berada dalam CES. Hal
ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang
pada akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth.
2002).

 Etiologi
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
d. Perpindahan interstisial ke plasma.

 Patofisiologi
Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen
ekstraseluler dalam proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan
cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium
dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya
gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan
cairan.
 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipervolemia antara lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi
tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida
Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan
ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron
dan ADH. Abnormalitas pada homeostatisiselektrolit, keseimbangan
asam-basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia. Hipervolemia
dapat menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada
pasien dengan disfungsi kardiovaskuler.

 Komplikasi
Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :
a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan
preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
b. Infark miokard.
c. Gagal jantung kongestif.
d. Gagal jantung kiri.
e. Penyakit katup.
f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan
osmotik koloid plasma rendah, etensi natrium.
g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan
kerusakan arus balik vena.
h. Varikose vena
i.Penyakit vaskuler perifer.
j.Flebitis kronis
Sedangkan gangguan lainya meliputi :
Gangguan Ketidak Seimbangan Elektrolit yaitu :

1. Hyponatremia dan hypernatremia


Hyponatremia yaitu kekurangan sodium pd cairan extrasel maksudnya terjadi
perubahan tekanan osmotic sehingga cairan bergerak dari extrasel ke intrasel
mengakibatkan sel membengkak. Sedangkan hypernatremia yaitu kelebihan
sodium pada cairan extrasel sehingga tekanan osmotic extrasel meningkat
mengakibatkan cairan intrasel keluar maka sel mengalami dehidrasi.
2. Hipokalemia dan hiperkalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar potasium dalam cairan extrasel sehingga
potasium keluar dari sel mengakibatkan hidrogen dan sodium ditahan oleh sel
maka terjadi gangguan (perubahan) pH plasma. Sedangkan hyperkalemia yaitu
kelebihan kadar potasium pada cairan ektrasel, hal ini jarang terjadi, kalaupun ada
hal ini sangat membahayakan kehidupan sebab akan menghambat transmisi
impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung.
3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia
Hipokalsemia yaitu kekurangan kadar calcium di cairan ekstrasel, bila
berlangsung lama, kondisi ini dapat manyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan
berusaha memenuhi kebutuhan calcium dengan mengambilnya dari tulang.
Hiperkalsemia yaitu kelebihan kadar calcium pada cairan extrasel, kondisi ini
menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya
menimbulkan flaksiditas.
4. Hipokloremia dan hiperkloremia
Hipokloremia yaitu penurunan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini
disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan.
Hiperkloremia yaitu peningkatan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini kerap
dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah
ginjal.
5. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia yaitu penurunan kadar fosfat di dalam serum, kondisi ini dapat
muncul akibat penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi fosfat dan
peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hiperfosfatemia yaitu peningkatan kadar
ion fosfat dalam serum, kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat
kadar hormon paratiroid menurun.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN


CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
 Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental).
 Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit.
 Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status
cairan.
 Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
 Faktor psikologis (perilaku emosional).

b. Pengkajian Fisik Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit


Pemeriksaan fisik difokuskan pada :
 Integument : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani
dan sensasi rasa.
 Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan
bunyi jantung.
 Mata : cekung, air mata kering.
 Neurology : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
 Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah

c. Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium,
klorida, ion bikarbonat.
 Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb),
hematrokit (Ht).
- Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
- Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
- Hb naik : adanya hemokonsentrasi
- Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.
 PH dan berat jenis urine
Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi
urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.

 Analisa gas darah


Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2,dan saturasi O2.
Nilai normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3- : 25 –
29 mEq/l. Sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam
darah dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya
di arteri (95 – 98 %) dan vena (60 – 85 %).

2. Diagnosa Keperawatan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


1) Hopovolemia
Definisi :
kondisi ketika individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau resiko
memgalami resiko dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular.
Batasan Karakteristik :
a. Ketidak cukupan asupan cairan per oral.
b. Balanc negative antara asupan dan haluaran.
c. Penurunan berat badan.
d. Kulit/membrane mukosa kering ( turgor menurun).
e. Peningkatan natrium serum.
f. Penurunun haluaran urine atau haluaran urine berlebih.
g. Urine pekat atau sering berkemih.
h. Penurunan turgor kulit.
i. Haus, mual/anoreksia
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes
insipidus.
b. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
cairan melalui evaporasi akibat luka bakar.
c. Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam, drainase
abnormal, dari luka, diare.
d. Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang
berlebihan.
e. Berhubungan dengan mual, muntah.
f. Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau
keletihan.
g. Berhubungan dengan masalah diet.
h. Berhubungan denganpemberian makan perselang dengan konsentrasi tinggi.
i. Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri
akibat nyeri mulut.
2) Hipervolemia
Definisi :
Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban
cairan intraseluler atau interstisial.
Batasan Karakteristik :
a. Edema
b. Kulit tegang, mengkilap.
c. Asupan melebihi haluaran.
d. Sesak napas
e. Kenaikan berat badan
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder
akibat gagal jantung.
b. Berhubungan dengan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan
curah jantung, sekunder akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit
katup jantung.
c. Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic, koloid plasma
yang rendah, retensi natrium, sekunder akibat penyakit hepar, serosis
hepatis, asites, dan kanker.
d. Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises
vena, thrombus, imobilitas, flebitis kronis.
e. Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan
kortikosteroid.
f. Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan.
g. Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak,
malnutrisi.
h. Berhubungan dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat
imobilitas, bidai atau balutan yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam
waktu yang lama.
i. Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada saat hamil.
j. Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat
mastetomi.

3) Resiko Gangguan keseimbangan Elektrolit(kalium)


Batasan Karakteristik :
a. Perubahan kadar kalium.
b. Aritmia
c. Kram tungkai
d. Mual
e. Hipotensi
f. Bradikardia
g. Kesemutan
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan kerusakan jaringan, sekunder akibat trauma panas.
b. Berhubungan dengan pengeluaran kalium berlebih karena muntah, diare.
c. Berhubungan dengan gangguan regulasi elektrolit, sekunder akibat
kerusakan ginjal.
d. Berhubungan dengan diet tinngi-kalium/ rendah-kalium.
3. Perencanaan

No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Dx. Kep.
1. Hopovolemia Setelah diberikan asuhan Intervensi Utama
keperawatan 3 x 24jam status Manajen hipovolemia
cairan membaik dengan 1. Periksa tanda dan gejala
kriteria hasill: hipovolemia misal frekuensi nadi
1. Kekuatan nadi meningkat meningkat nadi teraba lemah
2. Output urin meningkat tekanan darah menurun tekanan nadi
3. Membran mukosa lembab menyempit turgor kulit menurun
meningkat membran mukosa kering volume
4. Berat badan menurun urine menurun hematokrit
5. Perasaan lemah menurun meningkat haus lemah
6. Rasa haus menurun 2. Monitor intake dan output cairan
7. Konsentrasi urin menurun 3. Hitung kebutuhan
8. Frekuensi nadi membaik 4. Berikan posisi modified
9. Tekanan darah membaik trendelenburg
10. Teanan nadi membaik 5. Berikan asupan cairan oral
11. Turgor kulit membaik 6. Anjurkan memperbanyak asupan
12. Hemoglobin membaik cairan oral
13. Hematokrit membaik 7. Anjurkan menghindari perubahan
14. Berat badan membaik posisi mendadak
15. Intake cairan membaik 8. Kolaborasi pemberian cairan
isotonis misal NaCl atau RL
9. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis misal glukosa 2,5% NaCl
0,4%
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid
misal albumin plasmanate
11. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Hipervolemi Setelah diberikan asuhan Intervensi Utama
a keperawatan 3 x 24jam Manajen hipervolemia
keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala
meningkat dengan kriteria hipervolemia misal orthopnea
hasill: dispen edema atau cvp/cvp
1. Asupan cairan meningkat meningkat refleks hepatojugular
2. Output urin meningkat positif suara nafas tambahan
3. Membran mukosa lembab 2. Identifikasi penyebab hypervolemia
meningkat 3. Monitor status hemodinamik misal
4. Asupan makan meningkat frekuensi jantung tekanan darah
5. Dehidrasi menurun 4. Monitor intake dan output cairan
6. Tekanan darah membaik 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
7. Frekuensi nadi membaik misal kadar natrium
8. Kekuatan dari membaik 6. Monitor kecepatan infus secara ketat
9. Tekanan arteri rata-rata 7. Monitor efek samping diuretic
membaik 8. Timbang berat badan setiap hari
10. Berat badan membaik pada waktu yang sama
11. Turgor kulit membaik 9. Batasi asupan cairan dengan garam
10. Ajarkan cara membatasi cairan
11. Kolaborasi pemberian diuretik
3. Risiko Setelah diberikan asuhan Intervensi Utama
Gangguan keperawatan 3 x 24jam Pemantauan elektrolit
keseimbangan keseimbangan elektrolit 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
Elektrolit meningkat dengan kriteria ketidakseimbangan elektrolit
hasill: 2. Monitor kadar elektrolit serum
1. Serum natrium membaik 3. Monitor mual muntah dan diare
2. Serum kalium membaik 4. Monitor kehilangan cairan
3. Serum klorida membaik 5. Monitor tanda dan gejala
4. Serum kalsium membaik hipokalemia
5. Serum magnesium 6. Monitor tanda dan gejala
membaik hiperkalemia
6. Serum fosfor mrmbaik 7. Monitor tanda dan gejala
hiponatremia
8. Monitor tanda dan gejala
hipernatremia
9. Monitor tanda dan gejala
hipokalemia
10. Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
11. Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia
12. Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/455168259/169-LP-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT-SDKI

https://id.scribd.com/document/455168259/169-LP-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT-SDKI

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi

dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi

dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai