MOLA HIDATIDOSA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Disusun oleh:
Rahmadani Alfitra Santri 22004101052
Salsabilla Sahara 22004101053
Frida Amalia Pramono 22004101055
Dosen Pembimbing:
dr. Musrah Muzakkar, Sp.OG
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penegakkan diagnose, penatalaksanaan, serta prognosis mola hidatidosa.
1.4 Manfaat
Sebagai bekal klinisi dalam menegakkan diagnose, melakukan penatalaksanaan yang tepat,
serta menentukan prognosis mola hidatidosa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Molar pregnancy atau yang dikenal dengan mola hidatidosa merupakan bagian dari
Gestational Thropoblatic Disease (GTD) terjadi pada kehamilan dengan potensi keganasan
yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas. Trofoblas sendiri merupakan bagian
dari tepi sel-sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin atau merupakan suatu hasil
yang gagal (Sukarni dan Wahyu, 2013). Pada mola hidatidosa tidak ditemukan
pertumbuhan janin dimana hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
2018).
Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 jenis yaitu: komplit dan parsialis. Mola hidatidosa
disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidrofobik. Sedangkan mola
hidatidosa parsialis merupakan pertumbuhan dan perkembangan vili korialis yang sebagian
berjalan normal sehingga janin dapat tumuh dan berkembang bahkan sampai aterm
(Arantika, 2017).
2.2 Etiologi
Faktor langsung penyebab hamil anggur ini hingga saat ini belum diketahui pasti,tetapi
ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya, yaitu: faktor nutrisi genetik akibat
kualitas sperma yang buruk atau gangguan pada sel telur sehingga janin akan mati dan
tidak berkembang, faktor kekurangan vitamin A, darah tinggi dan faktor gizi buruk. Selain
itu juga faktor usia kehamilan dimana wanita dengan usia kehamilan dibawah 20 tahun
atau diatas 40 tahun juga rawan terjadi, faktor ibu sering hamil, gangguan peredarahan
darah dalam rahim dan kelainan rahim akibat banyak mengkonsumsi makanan rendah
2.3 Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23 pasang kromosom,
dimana salah satu masing-masing pasangan dari ibu dan yang lainnya dari ayah. Dalam
konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom membuahi sel telur dengan 23
Pada Mola Hidatidosa parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur, menciptakan 69
kromosom, jika dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal hal ini disebut triploid.
Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal,
dengan plasenta tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akan
tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup (Edmonds, 2012).
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika kromosom ayah dilipat
genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat itu juga.
Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi pada uterus. Jika hal itu terjadi,
embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan
Selain itu ada menurut teori dari Hertig et al, mengatakan bahwa pada mola
hidatidosa akan terjadi insufisiensi perdarahan darah akibat matinya embrio pada minggu
ke 3-5 (missed abortion). Hal ini akan menyebabkan terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar
merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi (Martaadisoebrata, 2005).
2.4 Diagnosa
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien mola hidatidosa menurut Abadi et al, 2008 adalah sebagai berikut:
b. Keluhan subjektif ataupun objektif pada kehamilan muda yang lebih hebat dari
Gambaran Laboratorium
Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hiperplastik pada MH, adanya
MHK dicirikan oleh peningkatan hCG yang nyata. Tingkat hCG lebih besar dari 100.000
mIU per mililiter sebelum evakuasi yang diamati pada 30 dari 74 pasien dengan MHK
(41%) dalam satu seri dan 70 dari 153 pasien dengan MHK (46%) (Berkowitz RS, 2009).
trofoblastik. Dengan demikian, pasien dengan mola parsial jarang disertai dengan
peningkatan hCG yang tinggi. Dilaporkan tingkat hCG serum yang lebih besar dari 100.000
mIU per mililiter pada presentasi hanya 2 dari 30 pasien dengan mola parsial. Demikian
pula, hanya 1 dari 17 pasien dengan mola parsial (Berkowitz RS, 2009).
Gambaran USG
tebal 4 cm dari insersi corda pada trimester kedua dan terdiri dari banyak area kista
(swiss cheese appearance). Diagnosis MHP lebih sulit daripada MHK, dengan
pemeriksaan ini hanya 29% yang dapat dideteksi dalam penelitian skala besar
(Wladimiroff W, 2009). Selain itu juga menunjukkan adanya perubahan vesikular fokal
di dalam plasenta dan janin dengan kantung gestasional (bawah) (Berkowitz RS, 2009).
Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus yang terisi oleh kista multipel
dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan bentuknya (snow-storm appearance)
tanpa adanya embrio dan fetus. Dengan menggunakan pemeriksaan ini, 79% MHK
vesikular menyebar di dalam plasenta dan kantung gestasional tidak ada (Berkowitz RS,
2009).
Gambar 4. Pemeriksaan USG MHK
Gambaran Histopatologi
Pada gambaran histologi tampak bagian vili yang avaskuler, terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi darah fetus.
Gambaran histologi pada MHK akan tampak degenerasi hidrofobik dan pembengkakan
stroma vilus, tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak, proliferasi epitel
tropoblas dengan derajat bervariasi serta tidak adanya janin dan amnion.
Gambar 7. Gambaran histologi MHK (Berek, 2007).
2.5 Tatalaksana
ditegakkan. Apabila ada kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis dapat dilakukan
a. Koreksi dehidrasi
c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol.
d. Penatalaksanaan hipertiroidisme.
Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-bloker, dan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus menerus dan
menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan
untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen agen antitiroid dapat menurunkan
level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu
kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah
tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda
lebih disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-
300 mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x
sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8
bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf
simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis
maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam
(Martadisoebrata, 2005).
Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum
uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih
tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan
dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk
a. Kuretase
selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan
2). Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan
3). Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan
b. Histerektom
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada
usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola
bermanfaat. Asam folat adalah antidote dari MTX, Cursil berfungsi sebagai
hepatoprotektor.
maupun hepatoprotektor.
a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter, urine
c. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca evakuasi.
d. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar,
keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak
mengatakan juga bahwa sitostatika itu sering memberikan efek samping yang
keganasan secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif, akan
laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar Β-hCG dan
sangat dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung selama satu
tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam tiga bulan pertama pascaevakuasi,
penderita diminta datang untuk kontrol setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan
berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.
c. Kadar Β-hCG , terutama bila ditemukan ada tanda-tandadistorsi dari kurva regresi
yang normal.
Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salah satu dari tanda-tanda di
atas, penderita harus dirawat kembali, untuk pemeriksaan yang lebih intensif, seperti
USG, foto toraks dan lain-lain. Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita
sudah hamil normal lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar
Β-hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali. Selama follow up,
kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil dahulu, karena dapat menimbulkan salah
interpretasi. Salah satu ciri adanya keganasan adalah meningginya kembali kadar Β-hCG
, sedangkan pada kehamilan, Β-hCG yang tadinya normal, akan meninggi lagi. Dalam
keadaan seperti ini, kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar Β hCG ini
disebabkan oleh kehamilan baru atau oleh proses keganasan (Martadisoebrata, 2005).
Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau Β hCG sudah normal, atau
haid sudah normal kembali, dapat menggunakan pil kombinasi. Bila pil antihamil
perdarahan, yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi keganasan
(Martaadisoebrata, 2005).
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada mola hidatidosa menurut Abadi et al, 2008 adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan: dapat terjadi spontan dengan keluarnya gelembung atau pada waktu
evakuasi
e. Tirotoksikosis (jarang)
2.7 Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi mola secara lengkap, sebagian besar penderita MHK akan
sehat kembali, kecuali 15%-4% yang mungkin akan mengalami keganasan (TTG). Umumnya
yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :
d. Gambaran PA mencurigakan
Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK. Dibanding MHK, prognosis
MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat
tentang kasus MHP yang disertai metastasis ke tempat lain . penderita MHP harus di follow
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: pasien datang ke UGD dengan pengantar SpOG dengan
mola hidatidosa untuk melakukan curretage
Keluhan penyerta: Selama hamil, pasien lebih sensitif terhadap bau.
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke UGD dengan pengantar dari dr.
Djamil, Sp.OG G1P0A0 UK 22-23 minggu dengan mola hidatidosa, hasil
USG 15 Februari menunjukkan mola hidatidosa.
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada data
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada data
Riwayat kehamilan:
Pasien hamil pertama, HPHT: 10 Oktober 2020 minggu 22-23, rutin ANC
sebanyak 2 kali di bidan puskesmas. Pada ANC trimester pertama pasien
mengeluh lemas dan pusing, kehamilan pasien dikatakan normal. ANC
trimester kedua UK 18 minggu dilakukan USG di SpOG pada 15 Februari
2021 dengan hasil mola hidatidosa, kemudian pasien datang ke UGD RSUD
Mardi Waluyo Blitar pada 17 Maret 2021 untuk dilakukan kuretase.
Riwayat Pernikahan:
Pasien menikah 1 kali pada usia 22 tahun, suami: Andre, usia suami: 23
tahun, pekerjaan: sopir.
Riwayat Menstruasi:
Menarche: SD
Haid teratur
Tidak ada nyeri haid
Riwayat Kontrasepsi:
Tidak mengunakan kontrasepsi
Riwayat Alergi:
Tidak ada alergi
Riwayat Kebiasaan:
Pasien makan teratur, makanan yang dimakan: ayam, telur, sayur, dll.
Laporan Operasi
Pasien ditidurkan terlentang di atas meja operasi dengan sub arachnoid blok
Desinfeksi dan demarkasi lapangan operasi
Dipasang speculum bawah, porsio dijepit dengan tenaculum arah jam 10
Sonde 14cm uterus antefleksi
Dilakukan kuretase dengan sendok kuret no. 5, didapatkan jaringan mola ±100 gram,
kesan sudah bersih
Evaluasi perdarahan aktif, tidak ada
Kuretase selesai
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Resume
Ny. Y pasien G1P0A0 berusia 22 tahun, datang ke IGD RS Mardi Waluyo pada 17
maret 2021 dengan pengantar dr. Djamil, Sp.OG dengan mola hidatidosa untuk dilakukan
curettage. Pasien mengaku tidak adanya keluhan selama kehamilan. Pasien diketahui hamil
pertama, dengan usia kehamilan 22-23 minggu. Selama kehamilan pasien mengaku tidak
adanya keluhan, pasien rutin melakukan ANC di bidan. Pada trimester pertama pasien
mengeluhkan lemas dan pusing serta lebih sensitive terhadap bau. Pada ANC kedua dengan
bidan, diketahui bahwa pasien suspek mola hidatidosa setelah dilakukan USG pada 15
februari 2021. Riwayat menstruasi pasien teratur dan tidak adanya nyeri haid pada saat
menstruasi, pasien mengaku tidak mengunakan kontrasepsi. Pasien sebelumnya tidak pernah
mengalami sakit yang sama, dan riwayat penyakit keluarga tidak pernah mengalami sakit
yang serupa. Pasien mengaku tidak memiliki alergi serta makan teratur terutama sering
Pada pemeriksaan fisik awal diketahui keadaan umum pasien compos mentis, dengan
GCS 456, tekanan darah 115/80 mmHg, nadi 85x/menit, regular, Suhu 35.8ºC, RR
20x/menit, regular, dengan berat badan 55 kg dan tinggi badan 153 cm. Pada pemeriksaan
Vagina Toucher didapatkan tampak adanya lender pada vulvovaginal, portio menutup, serta
tidak ada nyeri sfingter. Didapatkan pada bagian abdomen tinggi fundus uteri 2 jari dibawah
pusat.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan EKG, foto thorax dan pemeriksaan
darah lengkap. Pada pemeriksaan didapatkan hasil EKG dan foto thorax dalam batas normal.
Lab darah lengkap untuk mengetahui kadar fTSH, fT4, T3, T4 dalam batas normal. Hasil
USG dengan pengantar dr. Djamil, Sp.OG tampak gambaran snow strome appearance tanpa
ditegakkannya G1P0 UK 22-23 minggu, dikarenakn adanya tanda kehamilan pada pasien
yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan plano test dan USG kehamilan. Tanda kehamilan
yang muncul berupa tanda kehamilan tidak pasti, dengan adanya perubahan fisiologis dan
hormonal seperti amenore, pusing, rasa mula dan muntah, serta rasa lelah yang berlebihan
(Sarwono,2010). Pada pemeriksaan fisik pasien, tinggi fundus uteri yaitu menunjukkan 2 jari
dibawah umbilicus. Mola hidatidosa komplit ditemukan dengan adanya pemeriksaan USG,
saat pasien memeriksakan kehamilan, tampak uterus terisi kista multiple dan area ekogenik
dengan gambaran snow strome appearance tanpa adanya embrio dan fetus.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan hormone tiroid dengan hasil fTSH, fT4, T3, T4 (+).
Pemeriksaan ini dilakuakan mengingat salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada kasus
mola hidatidosa adalah tirotoksikosis, karena terdapat tiroid like hormone yaitu peninggian
kadar β-hCG yang akan merangsang pelepasan T3 dan T4 (Elfriska, 2011). Pemeriksaan ini
dilakukan mengingat β hCG merupakan analog reseptor dari thyrotrophic hormone (TSH),
dimana kadar β hCG yang tinggi dapat menginduksi hipertiroid sekunder. Dimana bila
hipertiroid ini terjadi maka akan mempengaruhi tingkat prognosis (Nguyen NMP, 2014)
4.3. Terapi
Terapi yang diberikan kepada pasien mencakup terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Terapi non farmakologi pada pasien berupa tindakan curettage, dan diet TKTP
post curettage. Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan dengan pemberian antibiotic
amoxcicilin 3 x 500 mg dan asam mefenamat 3x 500 mg. Planning monitoring berupa vital
sign, keadaan umum, dan hasi USG. Planning edukasi yaitu penjelasan mengenai penyakit
kepada pasien, tindakan yang akan dilakukan, terapi farmakologi yang diberikan, diet TKTP
Terapi awal yang diberikan yaitu pasien dipuasakan, agar perut dalam keadaaan kosong
sehingga curettage dapat dilakukan dengan maksimal, hal ini juga untuk mencegah
terjadinya aspirasi dan regurgitasi. Pasien diberikan cairan maintenance untuk menjaga
keadaan umum pasien tetap baik sebelum dilakukan tindakan curettage. Dalam hal ini
pemasangan infus pada pasien dimaksudkan untuk rehidrasi atau terapi suportif. Karena
tidak adanya perdarahan maka diberikan cairan maintenance dengan jumlah cairan 40– 50
ml/kgBB, kebutuhan cairan pasien juga dapat ditambahkan melalui intake cairan peoral post
curettage.
untuk merangsang jalan lahir dan rahim terbuka sempurna. Pemasangan laminaria bertujuan
mempermudah alat untuk membersihkan rahim masuk ke dalam tanpa harus membuat luka
pada jalan lahir. Pemberian drip oksitosin dalam NS bertujuan untuk mengurangi resiko
perdarahan, pemberian oksitosin harus dimulai pada awal prosedur atau setelah sejumlah
jaringan disingkirkan. Pemberian antibiotik amoxcicilin pada pasien berperan baik sebagai
profilaksis maupun terapi post kuretase. Hal ini digunakan untuk mencegah infeksi
nosokomial dari tindakan. Pemberian asam mefenamat yang merupakan golongan analgesic
atau anti nyeri bertujuan untuk menurangi rasa nyeri pada pasien post curettage.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Mola hidatidosa merupakan bagian dari. Gestational Thropoblatic Disease (GTD)
terjadi pada kehamilan dengan potensi keganasan yang ditandai dengan proliferasi
abnormal trofoblas. Trofoblas sendiri merupakan bagian dari tepi sel-sel telur yang
kelak terbentuk menjadi ari-ari janin atau merupakan suatu hasil yang gagal. Mola
hidatidosa dibagi menjadi 2 jenis yaitu: komplit dan parsialis. Mola hidatidosa
komplit merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang
tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidrofobik.
Sedangkan mola hidatidosa parsialis merupakan pertumbuhan dan perkembangan vili
korialis yang sebagian berjalan normal sehingga janin dapat tumuh dan berkembang
bahkan sampai aterm. Faktor yang diduga sebagai penyebabnya yaitu faktor nutrisi,
genetic, ataupun kualitas sperma, atau gangguan ovum, defisiensi vitamin A.
hipertensi dan faktor gizi buruk. Usia kehamilan terlalu muda atau terlalu tua juga
diduga memengaruhi. Gejala klinis mola di antaranya tanda-tanda kehamilan muda
disertai dengan perdarahan, hyperemesis, tidak ditemukan tanda-tanda Gerakan janin,
ukuran uterus melebihi usia kehamilan, dan kleuar gelembung mola Bersama
perdarahan. Gambaran laboratorium β-Hcg urin >100.000 mIU/ml, sedangkan β-Hcg
serum >40.000 mIU/ml, gambaran USG berupa swiss cheese appearance pada mola
parsial, dan snow storm appearance pada mola komplit. Tatalaksana mola dilakukan
dengan memperbaiki keadaan umum penderita, kemudian koreksi jika ada
hipertiroid, lalu pengeluaran jaringan mola dengan kuretase. Pada kasus ini pasien
tidak mengalami perdarahan, diagnosa mola ditegakkan dengan USG Ketika ANC
yang didapatkan gambaran snow storm appearance. Tatalaksana dilakukan kuretase
dengan sonde, dan dilakukan pemantauan keadan umum pasien. Keadaan umum
pasien baik, kemudian pasien dipulangkan satu hari setelah kuretase.
5.2 Saran
Melakukan pemeriksaan kadar β-hCG secara berkala untuk evaluasi dan
menentukan prognosis serta indikasi penggunaan kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Alazzam, M., et al., 2010. Gestational trophoblastic neoplasia, an ancient disease:
new light and potential therapeutic targets. Anticancer Agents Med Chem., 10,
hal.176- 85
Berkowitz, R., 2002. Gestational trophoblastic disease. In: Berek J, editor. Novak's
gynecology. 13 ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Fisher, R.A., et al., 2000. Repetitive complete hydatidiform mole can be biparental in
origin and either male or female. Human Reproduction, 15, hal.594–598.
Harahap, Ida L., Tirthaningsih., 2021. Mola Hidatidosa. Surabaya: FKUA/ RSUD Dr.
Soetomo
Ghassemzadeh S, Kang M. 2021. Hydatidiform Mole. [Updated 2021 Jan 16]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Abadi, A., Abdullah, M., Nadir, D., Gumiar, E., (2008). Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Surabaya: Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo, hal. 49-52.
Berek JS, Novak E. (2007). Berek and Novak’s Gynecology 14th ed. Lippincott
Williams & Wilkins. USA. pp.1581-1589.
Berkowitz RS, Goldstein DP. (2009). Molar Pregnancy. The new England Journal of
medicine, 360;16, pp.1639-1643.
Edmonds, D. K. (2012). Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynaecology (8th
Edition ed.). UK: Wiley-Blackwell.
Saleh ZA. (2005). Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan Praktis
ed 3. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/RSMH. Palembang
Sudiono J. (2001). Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. EGC. Jakarta. pp. 9-10.