Anda di halaman 1dari 8

TRANSKRIP VERBATIM

P : Peneliti

R1 : Responden 1

Nama : Nn D. Y. L

Umur : 21 thn

“Mama... Ini kan kasusnya human trafficking, boleh tau alasan melakukan
P ini awalnya apa?”
R3 “Aaa... Pertama itu bergabung di perusahaan. Waktu itu saya masuk di
perusahaan awalnya tahun 2004, saya bergabung dengan PT.H. pertama
mulai dari nol belajar, coba-coba, terus dibayar fee. Saya berpikir bahwa
kami kerja ini memang memanusiakan manusia. Kita bantu bina mereka
untuk bekerja menghasilkan uang. Tapi kami bekerja ini yah itu di
perusahaan yang resmi dengan segala yah dunia uanglah, boleh dikata
itu. Tapi kami tidak pernah bayangkan akan terjadi seperti ini imbasnya.
Akan seperti ini ni. Dari perjalanan itu dari PT resmi, dibuat surat tugas
dari perusahaan, ijin dari Nakertrans, terus apa semua kami bekerja.
Terus perusahaan itu dia.. yah namanya perusahaan yah dia tidak akan
bertahan sampai lama, ada masanya dia harus naik dan turun. Terus ganti
lagi perusahaan berikutnya. Saya lepas beberapa perusahaan terus.
Kemudian tahun 2006 itu saya pegang PT di Sumba. Di Sumba saya
pegang beberapa PT, itu dipercayakan sama agen langsung. Saya salah
satu aaa... tuan tanah kalau boleh dibilang di Sumba sana. Saya bekerja
dengan bebas karena faktor orang tua, nenek, ba’i yang orang bilang yah
orang besar di sana jadi saya kerja enaklah semua bagus. Itu yang
membuat saya ini yah sudah lancar-lancar saja. Jadi bekerja itu dari satu
perusahaan ke perusahaan lain. Terus kemudian saya harus balik ke
Kupang karena anak semakin besar, dia juga waktu saya pegang kerja itu
kan anak masih kecil jadi belum terlalu... biarlah nanti ada yang urus. Tapi
kemudian anak semakin besar, dia SMP saya tidak bisa kasih tinggal lagi.
Dia mungkin sudah remaja, jadi saya tidak bisa kasih tinggal. Sudah saya
kembali ke Kupang, saya berkeluarga di sini. Sudah, saya bekerja di sini,
masih dengan perusahaan resmi. Terus suatu ketika, kalau setiap ada
agen yang datang dari Jakarta, dari luar Negeri saya selalu dicari. Boleh
dibilang saya termasuk koordinator yang.. boleh bilang saya perekrut
terbanyak. Ha’ah. Saya diperhitungkan juga sama agen yang datang itu.
Jadi mereka tawarkan fee sekian. Kami kerja bagus. Suatu ketika saya
ketemu dengan ada dengan teman yang sekarang ada trafficking juga.
Beliau seorang Polisi. Dia itu waktu masih jabat Kasat Intel. Itu jadi.. waktu
itu saya pikir okelah dia polisi jadi tidak mungkin macam-macam, bagus
kerjanya. Cukup lama saya kerja deng beliau 3 tahun juga. Tetapi berada
dengan PT-PT resmi, jadi aman-aman. Terus saya berpikir kalau saya
mau lari dari beliau mau kerja ke lain dia selalu mengancam dengan
jabatan dia begini selalu mengancam. Saya diteror-teror. Nah saya cari
keamanan. Saya cari amanlah, ya sudah saya tetap dengan beliau
kembali. Tapi perjalanannya waktu yah anak-anak saya tidak tau, memang
PTnya resmi tapi di dalamnya yah ini seperti ini. Ternyata berakhirnya
bahwa mereka resmi hanya jadi tameng saja. Hanya berjalan langsung
begitu, tapi surat-surat discan. Baru saya tau kejadian seperti ini waktu
salah satu dari anak kami yang kami kirim itu gantung diri di luar negeri.
Gantung diri di Malaysia. Begitu. Dia gantung diri di Malaysia eee... ada
surat wasiatnya sebelum dia gantung diri. Surat wasiatnya itu saya sempat
baca tapi bukan baca di ini, saya baca di pak Polisi kasih tunjuk ke saya
yang pake HP IPad itu. Saya baca bunyinya.. “Mama dan bapa maafkan
saya.. eh mam dan tuan” dia tulis untuk masjikannya “saya tidak bisa lagi
melanjutkan pekerjaan ini karena satu dua hari saya harus mati. Tolong
kalau ini saya dibawah ke alamat saya” nomornya sekian, alamat tempat
orang tuanya tinggal itu. Jadi dari surat wasiat itu tidak ada... dia itu..
“mam dan tuan sangat baik. Tapi maafkan saya, saya harus mati”.
Rupanya anak ini direkrut sama.. ee... jadi perekrutnya juga sudah
ditangkap waktu itu. Jadi dia mungkin dijanjikan pacaran, mereka pacaran,
anak yang baru nae-nae badan ke jatuh cinta, yang laki-laki yang sudah
berpengalaman jadi dia termakan itu. Jadi diperjalanan itu dia masih di
sana itu beberapa bulan dia masih komunikasi, sayang-sayang, cinta-
cinta. Nah laki-laki ganti nomor itu yang membuat dia anak itu stres
gantung diri. Dia di sana kurang lebih 9 bulan dan akhirnya gantung diri.”
P “Jadi memang awalnya mama bekerja di agen resmi e?”
“Iya.. Kalau saya tau dia kerja seperti begini saya tidak akan mau. Saya
pikir pertama ada di bawah naungan perusahaan dan jasa raharja
tentunya resmi. Tapi saya tidak tau kalau salah satu dari staf itu kan anak
mantu dia, nah itu yang scan surat-surat itu. Nah, pertama itu kan
perusahaannya resmi, kedua dia seorang anggota Polri dia Polisi ee jadi
tidak mungkinlah dia mau bikin yang macam macam ha’ah, ketiga
beberapa kasus yang... kan bukan saja kasus ini, ada beberapa anak
R3
yang bermasalah di Polisi itu tapi terus beliau handle itu. Jadi kami
merasanya oh ini nanti aman, aman yah kerja terus saja. Ketika saya mau
lepas beliau banyak dapat banyak anak-anak dari saya juga. Jadi dia pikir
mau lepas saya yah susah juga. Jadi kalau saya mau berusaha untuk
tinggalkan beliau juga memang susah, karena dia selalu ancam dengan
kekuasaan yang ada, dia selalu begini begitu, itu yang saya juga ini. Yah
pada akhirnya sudah sampai di sini yah seperti itu.”
P “Perasaan mama waktu melakukan itu bagaimana?”
“Perasaan.. yah biasa-biasa saja. Saya memang tidak salah seperti apa.
R3
Saya ketika ditangkap baru ada penyesalan.”
P “Penyesalah seperti apa?”
R3 “Penyesalannya... Kok bisa masuk penjara? Tinggalkan suami, tinggalkan
anak. Ada setiap hari kami dikasih kekuatan dari luar, dari Gereja, untuk
kasih kekuatan iman. Iya, betul, memaafkan, mengampuni orang yang
membuat betul itu manusiawi, itu betul itu mengampuni iya (penuh
penekanan). Tetapi sakit itu masih terasa. Waktu di pengadilan dia
mengajar semua sopir, staf untuk mengaku saya yang hak paspor, saya
yang kirim, saya yang proses, tidak boleh mengaku kalau itu dia, yang atur
perusahaan, anak mantunya beberapa di situ. Loh kok saya yang jadi... itu
yang kecewa talalu begitu. Seharusnya dia seorang pimpinan dia pasang
dada saya yang kirim, saya yang ini. Saya mau bilang, kalau Tuhan ada,
saya mau bilang Tuhan benar jari saya 10 ini tidak pernah yang namanya
urus paspor. Saya sampai detik ini nih Imigrasi juga bersaksi tidak kenal
saya. Saya sampai detik ini tiketnya dari sini ke Surabayapun saya tidak
tau, benar. Saya omong ni saya bertanggung jawab dengan Tuhan. Jadi
bukan saya menyangkal bahwa saya tidak cuci tangan dari itu, tidak. Betul
saya makan dari uang-uang PJTKI benar.. tetapi kan kita bicara kasus ini.
Saya mau itu okelah mari kita tidak usah saling.. Kalau dia pimpinan saya
mau dia pasang badan. Seperti kau dulu, kemarin-kemarin kau hebatnya
dengan pangkatmu silahkan, saya polisi saya yang kirim saya yang urus
paspor. Silahkan. Saya mau dia jangan cuci tangan. Baru di Polisi, di
Pengadilan saya yang harus jadi korban, seperti itu.”
P “Sampai ketahuan kasus ini, tertangkapnya bagaimana mama?”
R3 “Ketahuan kasus ini... Pertama dulu, saya cerita dulu. Kasus ini... Saya
kan tidak tau anak ini di Malaysia. Saya tau saja anak ini karena dia
datang, dia 18 tahun berapa bulan gitu. Dia tidak mau dia ke luar negeri,
kalau dalam neger saya mau, oke. Ibu mau ke Surabaya? Iya dia bilang.
Saya tau anak ini di dalam negeri, saya tidak tau ke luar negeri. Waktu
kejadian itu, beta bilang, yang beliau ini telpon, padahal dia tidak biasa
telpon saya malam. Sekitar Juli tanggal 11 kalau saya tidak salah itu
sekitar itu dia telpon ‘mama di mana?’ Malam jam 9. Beta kaget. Beta di
rumah bapa. ‘Mama beta ada perlu mama’. Oh iya mau perlu apa? ‘Sudah
b pi, mama diam-diam di rumah’. Kurang lebih 5 menit su ada mobil di
depan rumah. Datang di kita, suami duduk sini, saya sini, dia di depan situ
(sambil memperagakan posisi duduk). Terus dia bilang ‘mama beta ada
kasus’ Kasus apa bapa? ‘Beta ada masalah’ Masalah apa bapa? ‘Ada
anak gantung diri’ Hah? Gantung dir? itu anaknya sapa? Kan anak yang
ini datanya Y. S, yang meninggal kan M.S kan? Anak ini yang
meninggalkan Y.S, datanya yang sudah meninggal M.S. ‘Coba mama
ambil register’ Saya ambil register, cari saya M.S. Buka-buka tidak ada
M.S. Setiap anak-anak yang berangkat lewat saya itu saya punya
registrasinya. Ada foto, alamat lengkap, apa-apa, yang bawa siapa ada
lengkap semua, datang di saya tanggal berapa, dia keluar dari Kupang
tanggal berapa, itu ada di register itu. Saya buka-buka tidak ada M.S.
Bapa ini bukan. Oh bae... Ada foto di situ? ‘Ada.’ Dia buka. Lihat ini anak...
oh tunggu dulu bapa. Saya buka lagi register. Saya lihat foto ini, saya lihat
register ini aaa... itu anak. Hah? Tapi ini Y.S kok bisa M.S? Ceritanya
bagaimana? Beta bilang. Ini alamat mana? Hah ini alamatnya Desa
Tupan, RT sekian-sekian. Saya tes buka surat wasiat, cocok alamat ini.
Oh sudah. Malam itu dia bingung, dia bilang suruh saya ‘ma nanti bilang
mama tidak kasih ke kita ee. Tidak kasih ke beta.’ Kasih ke sapa? Kasih
ke ibu sapa PT yang sudah tutup itu. Eh bapa beta sonde kenal itu PT.
Beta sonde tau, beta sonde ini.. ‘Sonde begini sa... Mama mengaku mama
yang kirim apa semua’ Anak saya kan 1 nama Yessi. ‘Nanti yessi saya
biaya sampai selesai.’ Beta bilang eh bapa beta takut.. ‘Sudah sonde apa-
apa. Nanti kita handle.’ Oh iya. Saya diam-diam saja. Dia bilang mengaku
begini-begitu. Sudah.. malam itu dia berdoa. Dia berdoa habis ini dia
pamit, dia pamit pulang. Besoknya saya telpon dia pagi-pagi, bapa cek
dulu itu anak ee.. Gimana kabarnya itu anak? ‘Mama dia su meninggal..’
dia bilang. Hah meninggal? Terus karmana su? ‘Sudah.. tenang-tenang..
katong su handle habis. Tenang-tenang, diam-diam sa. Beta su bel di
sana ko kas tau supaya bilang ini anak datang sendiri.’ Na sudah.
Besoknya lagi dia telpon ‘mama di mana? Beta mau ketemu.’ Na sudah pi
ketemu dia di ruko Oebobo situ, pi ketemu dia kasih baca surat wasiat itu.
Ada nomor yang 2 hari sebelum dia gantung diri dia komunikasi. ‘Mama
ambil ini iya.’ Saya ambil ini nomor. Saya ambil saya taro di HP saya.
Sudah. ‘Ini HP saya mau buang, saya mau hilangkan, jadi mama simpan
nomor’ dia bilang begitu. ‘Ini terakhir kita ketemu. Tidak ada lagi. Mama
tidak boleh sebut saya pu nama.’ B bilang iya bapa, b bilang begitu. Hilang
komunikasi sudah. Setelah itu b telpon dia, dia bilang ‘sudah su aman... su
aman.’ B pulang rumah, yang dia kasih nomor ini, b ambil nomor baru,
karena waktu itu kan masih gampang-gampang beli nomor baru. Saya
pake nomor baru saya telpon di nomor pertama tidak aktif. Saya telpon
nomor ke dua suara perempuan. Saya pikir sapa ini? Aduh mama maaf ini
dengan siapa? Dia jawab ‘ini beta di desa tupan mama’. Aduh saya ingat
itu alamat yang kemarin, beta ingat. Iya maaf deng ibu siapa? ‘Deng ibu
Linda’ Oh maaf mama, itu ada anak menangis. ‘Iya ini beta pu cucu ibu.’
Oh.. Mama pu anak berapa orang? ‘ada 3. Yang besar dia di Malaysia tapi
su pulang ibu.’ Terus nomor 2? ‘Nomor 2 ini perempuan tau dia di mana
ibu sekarang. Biar su ibu nanti kalau memang dong itu nanti dia kembali.’
Nama siapa mama pu ana nomor 2? ‘Nama Y.S’ Aduh. Oh... Rupanya dia
telpon mamanya waktu itu, entah diangkat atau tidak. Sudah. Sambil
baomong begitu ada suara mobil masuk. ‘Ibu tunggu dulu e te ada tamu’.
Rupanya waktu itu BP3 yang pi kasih kabar. Kan nama di paspor, alamat
beda. Jadi BP3 pergi ke tempat lain. Jadi mereka dapat itu di surat wasiat
itu, itu sudah yang BP3 pergi lagi. Itu yang sudah dapat berita. Setelah itu
saya telpon lagi beliau yang di sini tanya kapan mayat turun? ‘Ini su mau
turun deng Garuda.’ Jam berapa bapa? ‘Turun deng jam 9 ‘. Oh iya.. Jam
9 tu saya sempat mau ke bandara, hujan. Saya pengen liat ini anak
Tuhan. Kasihan, kok bisa? Tapi takut ju separoh. Sudah itu kasus su ilang.
Yah maklumlah dia Polisi ya sudah. Tau cerita bikin karmana-karmana
selesai ceritanya. Terus.. Itu Juli. Tapi sepanjang itu mereka masih kirim
lagi. Mereka kirim-kirim.. akhirnya tanggal 11 Agustus itu 2016, 11 Agustus
1 bulan setelah kasus itu ada anak-anak 17 orang mereka su berangkat.
Anak-anak berangkat masuk lewat tanjung bale, ana masuk Malaysia. 10
di kasih turun, 7 kapal tendang pulang bale kirim pulang karena kurang
uang bayar, uang urus di jalan karmana, mereka dikirim pulang. Terus
ini... Sudah dikirim pulang, anak-anak dijemput sama teman-teman itu
bawa ke penampungan, ada rumah mereka kontrak itu. Terus besok
paginya lagi beta antar kembali anaknya ke dermaga. Pas anak mau naik
ke kapan very, Mabes tangkap. Mabes tangkap itu ada anak-anak
berangkat ilegal begitu. Ditangkap itu bawalah turun bale bawa ke
penampungan itu. Terus di penampungan tanya sapa yang jemput?
Yusak... bawa ke katornya Yusak. Di situ dapat register. Buka register ada
anak yang meninggal ini 1 bulan yang lalu. Di register tulis anaknya E.L,
dikirim ke E.L buka situ. Nah itu sudah mabes turun. Ketahuannya dari itu
su..”
P “Perasaan mama waktu ditangkap bagaimana?”
R3 “Ditangkap itu... Maaf, dari anak-anak yang 17 itu ada 1 anak yang tamat
SMA, punya KTP elektrik, mamanya 4 tahun yang lalu sebelum dia itu, dia
saya berangkatkan, jadi dia ada luar negeri. Jadi mamanya bilang kau
harus... anaknya bilang saya tidak mau kuliah, saya mau ikut mama ke
Malaysia. Nah kalau lu mau ke Malaysia, lu ke Ibu M. Jadi anak itu, salah
satu dari anak yang 17 yang ditangkap itu ada anak saya itu. Jadi dia itu
ee apa, dia umurnya pas, punya ijasah, dia lahir juga di KTP elektrik itu
pas, sa su ijin semua itu tapi dia fisiknya agak kecil. Jadi dia datang saya
bawa ke PT, PT tolak fisik kecil. Jadi saya bilang sudah lu istirahat tahan
lu cari kerja di Kupang, tahun depan saja baru berangkat. Malamnya dia
telpon mamanya lagi, mamanya bilang sonde, pigi urus ke Ibu M nanti
mau karmana-karmana lu harus datang. Jadi saya bilang sonde, nanti sa
baru beta usaha lagi. Jadi waktu Mabes datang itu kurang lebih jam 1-2
sekitar itu, mobil 3 datang di muka rumah. Tetangga di depan rumah kan
ada anaknya nikah, jadi saya di depan saya lihat mobil 3. Heh kok 3?
Saya pulang dulu, tunggu ada tamu. Saya pulang rumah begini ada 1 pak
su ketuk pintu. Saya bilang pak cari sapa? ‘Ibu M’ Oh saya ini Ibu M. Oh
iya... Weh turun lagi, turun dengan rante yang panjang-panjang lambang
Polisi punya itu. Awiii... pu besar-besar lae dari mana ni? Polisi sini saya
kenal, saya bisa tau, antisipasi, saya bisa siap alasan apa begitu. Tapi ini
awiii... dia bilang ‘Ibu M, kami dari Mabes.’ Awiii... Sa mau kincing celana
hahaha (tertawa). Gemetar... Bilang dari Mabes, Mabes! (Penekanan).
Kalau Polda, Polres saya masih yah... sehari-hari kami su berhadapan
dengan mereka. Mabes ini Tuhan eee! Ini kelas Ibu M Mabes yang datang
ini. Waktu itu aduh mau kencing celana, gemetar, mau jawab apa bingung
saya. Oh iya masuk-masuk pak. Masuk... yang lain ikut samping rumah,
yang lain ikut ini.. Eee.. saya sendiri di rumah, anak sonde ada, suami ada
keluar. Eh saya mau omong deng sapa? Gemetar semua, tapi sudah
masuk mereka. Ada yang bisa saya bantu bapa? ‘Ibu anda kenal anak
begini... Ibu lihat dulu.’ Dia kasih tunjuk HP yang lebar-lebar ke batu
batako. Oh iya pak. Mereka buka, saya lihat. Buka anak-anak yang 17
orang. Saya lihat satu-satu saya tidak kenal sampai yang terakhir itu oh ini
saya kenal. ‘Ibu kenal?’ Iya saya kenal. Itu anak saya. Saya kasih sama
pak E. L yang polisi ini. Sedikit saya jelaskan pak, saya minta waktu. Anak
ini dia datang pertama di saya, dia datang bawa KTP elektrik, saya
jelaskan semua. Terus mereka video call sama anaknya ini di Jakarta
entah di Mabes atau di mana saya kurang tau. Mereka tanya-tanya ke
anaknya. Setelah itu mereka berunding-berunding di luar, ‘Oh ibu ikut kami
ke Polda’. Saya pergi. Terus sampai di Polda diambil keterangan, apa-apa
begini-begini. Kan tanya anak yang hidup eh tanya anak yang meninggal.
Saya tidak kenal. Kan memang saya tidak kenal.. ini dia punya nama Y.S.
saya tidak mau, saya tetap saya tidak kenal. Sudah. Itu hari sabtu. Hari
minggu pagi-pagi Polisi antar pulang. ‘Ibu tidak punya cukup bukti untuk
kami tahan. Nanti kalau kami perlu lagi, kami panggil.’ Oke saya pulang.
Tidur juga tidak nyenyak, seperti dikejar-kejar bahayangan. Saya pergi
ada orang Polda 1 tetangga ada itu yang bapa saksi saya, waktu nikah
beliau yang jadi saksi, orang Polda. Saya pergi malam itu jam 9, saya
bilang bapa orang Mabes ada panggil beta. Beta jelaskan semua di beliau.
Besok pagi b pergi di Polda. B pergi ini orang dong yang penyidik di Polda
bilang ‘Mama kenapa ke sini?’ Pak saya mau cari orang Mabes. Kan ibu
kemarin di suruh wajib lapor. Iya saya memang wajib lapor di Polres sana,
tapi saya ke sini mau cari orang Mabes. ‘Masalah apa?’ Masalah anak
gantung diri. ‘Ibu tau?’ Iya saya tau. ‘Ibu jangan permainkan kami.’ Benar
saya tau. Pak sonde percaya, ambil kertas saya duduk di sini saya kasih
keterangan.”
“Kenapa tiba-tiba mama bisa ambil keputusan untuk mau terbuka tentang
P
ini? Karena takut atau?”
“Tidak. Bukan karena ketakutan karena takut Polisi tangkap. Pada intinya
begini.. anak ini sudah meninggal. Benar dia meninggal. Tapi kan
nyawanya ada. Hari ini saya selamat, benar. Tapi nanti besok-besok anak
R3
saya, kemudian yang namanya ini tidak pernah akan ini...Hukum karma itu
pasti berlaku. Kok saya juga tidur tidak tenang. Orang mati masalahnya.
Saya tidak bisa. Saya tidak tenang. Jadi begitu sudah sampai tertangkap.”
P “Mama bisa ceritakan pengalaman ketika menjalani hukuman di sini?”
“Awal mulanya, sebelum kami masuk di tempat ini, yang namanya penjara
yang kami liat di TV-TV, penjara itu menyeramkan, kalau masuk dipukul
sama napi, sama senior, takut yang namanya neraka dalam dunia ini.
Neraka akhiratkan kita kan belum tau. Jadi masuk di tempat ini rasanya..
wow.. mau masuk itu pikir bayang-bayang seperti apa di luar sana penjara
ini. Tapi ketika kami masuk, dan hari-hari kami di sini biasa.. penjara ini
R3 tidak ada apa-apanya. Mereka membimbing kami juga dengan luar biasa,
ada hak-hak kami, telpon, besuk, titip, itu yang membuat kami berpikir
meskipun mereka di luar kami di dalam tapi seperti mereka ada. Ada
waktu untuk berkunjung, ada telpon, ada rasa enaklah begitu. Kan di
dalam pelayanan.. jam makan kami makan, jam mandi kami mandi, tidak
ada kekurangan. Makan lae 3X sehari. Kalau di luar belum tentu kami
makan kan 3X sehari.”
P “Tanggapan keluarga ketika ibu masuk ke sini bagaimana?”
“Yah... tanggapan suami ah.. sampai sekarang masih ini sekali ee..
R3 tertekan. Istri tinggalkan anak sendiri, yah pasti ada rasa bercampur
aduklah, campur aduk. Begitu.”
P “Apa yang ibu rasakan? Yang ibu pikirkan ketika berada di dalam sini?”
“Saya.. kuatir tentang anak saya yang anak tunggal, anak perempuan 1
biji saja. Saya berpikir masa depannya seperti apa, pergaulan hidupnya di
luar seperti apa? Saya seorang ibu kan di masa seperti ini seharusnya
ada, dengan keadaan yang semakin canggih dengan segala macam cara
hidup di luar sana. Itu kekuatiran ada e.. Tuhan.. anak saya di luar ini
bagaimana? Saya sudah salah mendidik anak. Apa yang saya harus
R3 nasehatkan? Sementara saya sudah di tempat yang seperti ini. Saya
hanya kasih dia kekuatan bahwa ini penjara, ini bui. Saya tidak lihat
persoalan ini. Tapi saya berpikir di kali lalu banyak dosa dosa, kesalahan
yang sudah saya lakukan. Mungkin ini cara Tuhan untuk merubah saya
lebih baik lagi. Begitu. Yang menguatkan kami di tempat ini karena ada PA
yang masuk konseling, kami dikasih kekuatan Firman Tuhan, itu yang buat
kami ini kuat, masih tetap yah Puji Tuhan sehat sampai dengan saat ini.”
P “Tetap semangat e mama?”
“Harus tetap semangat. Ada suami, ada anak, ada keluarga yang menanti
kita di luar sana. Ini bagian dari hidup yang harus saya lewati.
Bagaimanapun, badai pasti berlalu. Semua Tuhan buat indah pada
waktunya. Apapun resikonya saya harus lewati, karena ini yah itu tadi
R3 saya bilang bagian dari hidup, saya harus lewati. Saya hanya minta Tuhan
kasih saya kemampuan untuk melewati hari-hari ini. Dengan cara apa?
Yah kami di sini harus bersikap baik, taat sama petugas, jalani aturan
yang ada, supaya yah hak-hak kami telpon, keluarga besuk bisa
terpenuhi. Tingkah laku dan sikap kami aja begitu.”
“Hubungan interaksi dengan teman-teman narapidana dan sipir
P
bagaimana mama?”
“Aman... Yah kalau kami aman yah aman. Dibuat baik tingkah laku, sikap
baik, yah pasti baik. Tapi kalau mau ini yah.. dorang juga manusia. Orang
NTT apalagi tensi yang begini tinggi ni hahahaha (Tertawa). Darah cepat
R3 naik. Di sini hebat ndak ada bu. Hebat di luar sana. Di sini ndak ada. Di
sini mengajarkan kami... penjara mengajarkan kami banyak hal untuk
sabar, rendah hati, harus kuat, mengahadapi persoalan, harus tetap
semangat, harus tetap enjoy.”
P “Jadi ada hikmah yang didapatkan e mama?”
“Ada hikmah. Banyak hal.. Kami di sini ini bukan bui, ini bukan penjara, ini
sekolah iman. Kami dibentuk. Sementara kami tunggu waktu Tuhan untuk
kami. Kalau saya kan tidak pernah tau rencana Tuhan ke depan. Mujisat
R3
Tuhan seperti apa. Sekarang tunggu sa waktu Tuhan. Kami hanya terus
jalani masa hukuman, menghitung hari-hari kami terus di sini, jadi biarkan
Tuhan bekerja. Tugas kami yah jalani apa yang ada di sini.”
P “Harapan mama setelah keluar nanti apa mama?”
“Harapan untuk lebih baik lagi. Dan saya sudah berjanji, orang Kupang
bilang titi batu. Ha’ah. Kalau orang luar bilang sumpah, orang Kupang
bilang titi batu untuk tidak mau kerja begitu lagi. Mau tawar berapa M ju
cukup su. Saya pu ana su cukup terlantar di luar sana, suami, janji kita di
altar sampe maut memisahkan, mana janjimu? Iya kan? Suami bilang.
Jadi sudah keluar dari sini hidup lebih baik. Jadi kalau sekian lama kami
ditempa begitu rupa untuk jadi emas yang 24 karat itu, kita harus ada
R3 gunanya di luar. Tekun menjalani itu. Jadi kalau saya lihat teman-teman
masuk keluar lagi masuk lagi keluar, kok enak sekali e? Senang sekali di
bui e? Mereka berpikir eh di bui tidak pikir cari makan, tidak pikir bayar
listrik, tidak beli sayur, itu yang memang otak orang.. penjara dong bilang
enak itu gila. Itu orang su stres itu. Penjara enaknya apa? Jauh dari
keluarga, itu.. tidak ada enaknya bui itu. Yah enak tidak enak ya harus
jalani. Orang Kupang bilang bae sonde bae Kota Kupang lebe bae, bae
lah... hehehehe (Tertawa). Bikin bae.”
“Tadi ibu bilang kalau keluar nanti ingin lebih baik lagi, mungkin ada
P
keinginan yang ingin dicapai?”
“Ya sudah urus anak. Usaha lihat usaha yang bermanfaat untuk keluarga,
untuk anak, suami. Dari sekarang kita kan sudah punya rencana, pasti
semua napi di sini sudah punya rencana. Keluarga nanti seperti ini. Kita
R3 sudah memilah oh ternyata sudah ada undang-undang IT berarti berhati-
hati untuk pake HP, lebih hati-hati lagi intinya. Banyak pelajaran ma yang
katong dapat di sini. Jadi harus tutur kata, sikap, tingkah laku, semua
harus dijaga. Ini lihat gedung ma talalu. Trauma.”
P “Trauma dalam artian?”
“Trauma ma e... aduh... bui... bui ni... adooo... Jangan..jangan.. saya jaga
R3
diri. Ucapan anak cucu saya ke depan tidak boleh sembarangan.”
P “Mengganggu pikiran?”
“Mengganggu sekali. Stres pikiran sampe rambut dong su tipis rontok-
rontok, rontok pikiran to ma. (Kepala tertunduk, tangan kiri memegang
kepala dan rambut, menunjukkan rambutnya pada peneliti). Banyak
pikiran. Tidak bisa tidur sudah. Pikir anak ma. Itu harta yang paling
berharga dalam hidup itu anak. Sampai kapanpun suami yah, orang bilang
masih ada mantan suami, anak kan tidak pernah ada mantan anak. Satu
sa itu, saya hanya berdoa sama Tuhan kasih saya kemampuan. Saya
R3 bangun pagi masih ada napas, aduh terima kasihTuhan masih ada napas.
Jadi saya pulang, kalau bisa saya mati di samping anak, anak mati di
samping saya. Itu saja yang saya harapkan e.. tidak ada lagi. Su usia
begini mau pikir apa lagi coba? Sama sekali pikir hiiii.. Tuhan cepat apa..
biar cepat pulang. Kesalahan yang lalu sudahlah biar sudahlah. Mau
usaha untuk kasih senang mereka, pikir masa depan memang. Gimana
manusia pikir, eee mama sendiri sa lihat e sampe masuk penjara, pasti
ada bahasa itu.”
P “Pikir itu juga? Tanggapan orang-orang?”
R3 “Pikir...Pikir.. Terutama keluarga. Saya kemarin kan sempat BDH. Saya
sempat BDH 7 bulan saya di luar. Di luar itu yah... saya tidak tau di
belakang-belakang, tapi tanggapan orang, untuk apa lu pikiran? Apa yang
lu mo pikir? Kok lu bukan masuk kasus selingkuh atau mencuri atau ini. Lu
kerja banyak, kenapa tidak angkat? Yang saya mau bilang sama pihak
berwajib, sama kejaksaan, hakim, kenapa lihat sisi jeleknya saja PJTKI
ini? Kenapa tidak angkat anak-anak yang sukses bawa uang banyak, yang
berhasil. Itu kan PJTKI ini tidak selamanya kita ini kan bahwa mereka
penjual manusia, tidak! Justru program pemerintah yang kami jalankan ini.
Begitu. Kalau saya.. di Mabes kan itu saya bilang pak L, pak kenapa saya
ditangkap? ‘Loh ibu kasih berangkat’. saya kasih berangkat salah? ‘Yah
tidak salah, tapi kan surat discan.’ Lho kan bukan saya yang scan surat.
Kan itu kesalahan di administrasi. Jadi kantor yang proses itu, jangan
tanya saya. Jadi begitu sudah. Lanjut sudah. Su salah jadi mau bilang apa
lae. Hehehe (Tertawa).”
“Baik mama. Saya sudah banyak cerita dari mama. Saya juga belajar
banyak dari cerita-cerita dengan mama. Terima kasih banyak. Setiap
P
orang punya kesalahan dan masa lalu, tapi setiap orang juga masih punya
hak untuk masa depan yang lebih baik.”
“Iya ma. Belajar untuk kuat. Asalkan jangan terantuk di kesalahan yang
R3
sama lagi.”
P “Iya mama... Biasa kalau mama stres begitu mama buat apa?”
“Saya berdoa. Saya lari ke Tuhan. Mau lari ke mana lagi? Paling Tuhan
saja yang bisa kasih solusi. Saya cerita di ma belum tentu ma kasih solusi.
R3
Jadi saya hanya berharap di Tuhan saja.” (Tersenyum sambil menunjuk
peneliti)
“Baik mama... Terima kasih banyak sudah berbagi pengalaman dan sudah
P meluangkan waktu untuk bercerita dengan saya. Tetap kuat. Tuhan Yesus
berkati ma...”
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai