Anda di halaman 1dari 12

13

STUDI PADA PROSES PEMBUANGAN KAPUR (DELIMING) KULIT


KAMBING MENGGUNAKAN GAS CO2

Prasetyo Hermawan *, Alfani Risman Nugroho


Staf Pengajar Politeknik ATK Yogyakarta, Program Studi Teknologi Pengolahan Kulit
Jl. Ring Road Selatan,Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
*Penulis korespondensi. Telp. +62 274 383727, Fax. +62 274 383727
e-mail : prasmawan@yahoo.co.id

ABSTRACT

This purpose of this research was to study the use of CO2 gas as an alternative material for deliming
pelt of goat skin. In a glass reactor with a volume of 1 liter flowing with CO2 gas in varied flow, ie;
0, 10, 25 and 50 cc / minute. The float used is 200% based of the weight of the skin, then the data is
taken from the liquid and the skin. The initial pH of lime water is 11.8 and after 30 minutes of CO2
gas flowing with a discharge of 25 cc/ min, the pH of lime water drops to 6.71 and after 60 minutes
it became 6.39. Deliming liquid had an initial pH of 7.17 and a final pH without gas flow is 11.34,
while the CO2 gas discharge was 25 cc/min the pH becomes 6.51. The TDS and conductivity of
deliming liquid decreases when the CO2 gas discharge was raised, the final TDS at the CO2 gas
discharge of 25 cc/min is 4354 ppm, while the final conductivity is 8798 µC/cm. The biggest
compressibility of goat skin was in the flow of CO2 gas with a debit of 10 cc/minute, which was
16,71%. At the end of the deliming with CO2 gas discharged of 25 cc/min, the COD value increased
by 47.1% to 3137 mg/l and the calcium content raised to 1.015%.

Keywords: CO2, deliming agent, goat

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan gas CO2 sebagai bahan alternatif untuk
delimingpelt kulit kambing. Pada reaktor gelas dengan volume dengan 1 liter dengan dialirkan gas
CO2 yang divariasikan debit alirannya, yaitu; 0, 10, 25 dan 50 cc/menit. Cairan (float) yang
digunakan adalah 200 % dari berat kulit, selanjutnya diambil data pada cairan maupun kulitnya. pH
awal air kapur adalah 11,8 dan setelah 30 menit pengaliran gas CO2dengan debit 25 cc/menit maka
pH air kapur turun menjadi 6,71 dan setelah 60 menit menjadi 6,39. Cairan deliming mempunyai
pH awal 7,17 dan pH akhir tanpa pengaliran gas adalah 11,34, sedangkan pada debitgas CO2 sebesar
25 cc/menit pH menjadi 6,51. TDS dan konduktivitas pada cairan deliming semakin kecil ketika
debit gas CO2 ditambah, TDS akhir pada debit gas CO2 sebesar 25 cc/menit adalah 4354 ppm,
sedangkan konduktivitas akhir adalah 8798 μC/cm. Kompresibilitas kulit kambingpaling besar
adalah pada pengaliran gas CO2dengan debit10 cc/menit yaitu sebesar16,71 %.Pada akhir deliming
dengan debit gas CO2sebesar 25 cc/menit, maka nilai COD naik sebesar 47,1% menjadi 3137 mg/l
dan kadar kalsium naik menjadi 1,015%.
Kata kunci: CO2, bahan buang kapur, kambing
14

PENDAHULUAN

Secara umum proses pengolahan kulit dibagi dalam empat tahap, yaitu; beam
house operation, penyamakan (taning), pasca taning dan finishing (Purnomo,
1985). Pada tahap beam house operation atau dalam bahasa Indonesia disebut
proses rumah basah, biasanya meliputi proses; soaking, liming and unhairing,
fleshing, deliming, bating, pickling (Thorstensen, 1993 dan Sarkar, 1995). Pada
akhir proses pengapuran (liming) dan pembuangan bulu (unhairing) yaitu proses-
proses sebelum proses pembuangan buang kapur (deliming) maka pH kulit masih
tinggi (pH=±12), sehingga pH kulit harus diturunkan sebelum memasuki proses
bating maupun pickling, hal ini dilakukan melalui proses antara berupa proses
deliming.
Pada prinsipnya deliming adalah proses penghilangan kapur baik yang terikat
secara fisis maupun secara kimia pada serat kulit dengan membuatnya menjadi
senyawa yang mudah larut (anonim, 2007 dan Bienkiewicz, 1983). Sisa kapur
(Ca(OH)2) yang tidak dihilangkan dalam kulit akan menimbulkan efek negatif pada
penyamakan kulit karena keberadaan kapur menghalangi penetrasi bahan
penyamakan masuk ke dalam kulit. Pada penyamakan krom maka sisa kapur
menghasilkan kulit yang kaku (stiff), sedangkan pada penyamakan nabati sisa kapur
menghasilkan kulit yang berwarna gelap. Tujuan proses deliming antara lain adalah;
menghilangkan sisa kapur dari kulit kapuran, mengatur nilai pH kulit sehingga
sesuai untuk proses pembuangan protein globular (bating) sekaligus sebagai proses
intemediate antara proses liming dan pickling, serta mengurangi kebengkaan kulit
(deswelling / depletion ) (Covington, 2009 dan Thorstensen, 1993)
Penggunaan garam ammonium mempunyai keuntungan karena murah dan
mudah aplikasinya serta membentuk pH Buffer yang sesuai untuk proses bating,
tetapi menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan air karena terjadinya
ledakan alga atau eutrofikasi. Penggunaan asam kuat sebagai bahan deliming
maupun kontrol proses liming yang kurang tepat memungkinkan terjadinya lime
blast pada kulit.
15

Gambar 1. Efek lime blast pada permukaan kulit

Fenomena lime blast adalah gejala tumbuhnya kristal CaCO3 atau kristal tidak
mudah larut lainnya di bawah permukaan grain, hal ini menimbulkan efek kusam
yang akan terlihat pada saat kulit kering atau setelah proses pewarnaan kulit.
Penggunaan gas CO2 sebagai alternatif bahan deliming dapat mengurangi
masalah lingkungan dan lime blast, karena pada deliming terjadi reaksi yang
menghasilkan calsium bicarbonate yang larut di air
CaCO3 + H2O + CO2à Ca(HCO3)2
...........(1)
Apabila dibanding dengan penggunaan garam ammonium maka pengggunaan gas
CO2 sebagai bahan deliming akan mengurangi kandungan sulfida sebesar 75%,
ammonia sebesar 90,7 % dan nitrogen sebesar 73,7% pada limbah cair (Covington,
2009 dan Bienkiewicz, 1983)

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN


Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian deliming menggunakan gas CO2
terdiri dari bahan baku dan bahan pembantu. Bahan baku berupa pelt kulit kambing
kapuran yang telah melalui proses pembuangan bulu (unhairing) menggunakan
bahan Ca(OH)2 dan Na2S. Bahan pembantu antara lain berupa; air, gas CO2,
Ca(OH)2, indikator Phenol Pthalein.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain; reaktor gelas
dilengkapi pengaduk, tabung gas CO2, diffuser, flow controller, pompa, neraca
analitik, gelas beker, pH meter, TDS and electric conductivity meter, pH stick,
beban pemberat dan kaca.
16

3
1

Gambar 2. Skematik rangkaian peralatan penelitian


Keterangan gambar:
1. Tabung gas CO2 4. Pompa
2. Flow meter 5. Reaktor gelas berpengaduk
3. Diffuser 6. Pelt kulit kambing

Pembungan Kapur (Deliming)


Reaksi deliming antara gas CO2 yang telah terdifusi dengan senyawa kimia
dalam fasa cairan terjadi pada reaktor gelas berpengaduk. Komposisi cairan yang
digunakan adalah 200% dari berat pelt kulit. Data deliming diambil setiap interval
15 menit (diakhiri setelah 60 menit) dengan melakukan variasi debit aliran gas CO2,
yaitu; 0, 10, 25 dan 50 cc/menit. Penelitian ini didahului dengan pengambilan data
penurunan pH air kapur (pH awal 11,8) dan juga dilakukan pengujian nilai COD
dan kandungan kalsium pada akhir deliming.
Pengujian
Pengujian yang dilakukan meliputi; pH air kapur, pH cairan deliming, TDS
(Total Dissolved Solid), konduktivitas elektrik, kompresibitas pelt, COD
(Chemichal Oxygen Demand) dan kandungan kalsium. Kompresi pelt kulit
kambing dilakukan dengan memberikan beban pemberat 1 kg pada pelt kulit
kambing yang berukuran 5 cm x 5 cm selama 30 detik. Perhitungan kompresibilitas
menggunakan formula perhitungan;
17

kompresibilitas (%) =
tebal kulit akhir −tebal kulit setelah kompresi
tebal kulit akhir
x 100 ...........(2)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian pH Air Kapur
Pengukuran pH air kapur dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
pengaliran gas CO2 terhadap Ca(OH)2 dalam air kapur dalam kondisi tanpa
ditambahkan pelt kulit dalam reaktor yang dilengkapi pengaduk, hasil pengujian
disajikan pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Pengaruh debit aliran gas CO2 terhadap pH air kapur

Berdasar gambar 3 dapat dilihat bahwa gas CO2 yang terdifusi dalam air
kapur mampu menurunkan pH air kapur, semakin lama waktu pengaliran gas maka
pH air kapur semakin turun. Kecepatan penurunan pH terlihat semakin besar
dengan bertambahnya debit alir gas CO2. Penurunan pH pada debit aliran gas CO2
sebesar 25 cc/menit dan 50 cc/menit terlihat tidak berbeda secara signifikan, hal ini
dikarenakan kelarutan (solubility) maksimum gas CO2 pada kondisi temperatur 32
0
C dan 1 atmosfer adalah 2 g/l (Covington, 2009). pH awal air kapur adalah 11,8,
setelah 30 menit pengaliran gas CO2 dengan debit 25 cc/menit maka pH air kapur
18

turun menjadi 6,71 dan setelah 60 menit menjadi 6,39. Sedangkan pH air kapur
pada 30 menit deliming menggunakan gas dengan debit 10 cc/menit adalah 8,25.
Reaksi antara gas CO2(g) dengan air dan reaksi ionisasi Ca(OH)2 adalah
sebagai berikut;
CO2(g) + H2O à H2CO3 à HCO3- + H+
...........(3)
Ca(OH)2 à Ca2+ + 2OH-
...........(4)
H+ + OH- à H2O
...........(5)
Reaksi (3) dan (4) menghasikan ion H+ dan OH -, sehingga terjadi reaksi netralisasi
(5) dan pH air kapur akan turun (Covington, 2009 dan Shriver, et al. 1999)

Hasil Uji pH Cairan Deliming


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pengaliran gas CO2
terhadap bahan kimia yang digunakan pada proses buang bulu (unhairing) kulit
kambing terhadap pH cairan deliming, hasil uji disajikan pada gambar 4;

Gambar 4. Pengaruh debit aliran gas CO2 terhadap pH cairan deliming

Berdasar gambar 4 diketahui bahwa gas CO2 yang terdifusi sangat


mempengaruhi pH cairan deliming maupun pH kulitnya. Pada lima menit proses
deliming maka pH cairan akan naik karena keluarnya bahan deliming dan cairan
19

dari dalam kulit karena terjadinya deplesi atau penipisan ketebalan kulit. Setelah
lima menit maska terjadi penurunan pH Penggunaan karena mulai bereaksinya
H2CO3 hasil difusi gas CO2 dengan cairan deliming. pH akhir cairan deliming tanpa
pengaliran gas CO2 adalah 11,34, sedangkan pada debit pengaliran 25 cc/menit gas
CO2 mampu menurunkan pH cairan deliming menjadi 6,51.
Ca(OH)2 yang terikat secara fisik maupun kimia pada pelt kulit kambing serta
sisa Na2S yang keluar dari pelt kulit kambing akan bereaksi dengan bahan deliming
(anonim, 2007). Ion H+ dari H2CO3 akan menurunkan pH dan merubah spesies
Na2S dalam cairan deliming, sedangkan hidrolisis Na2S adalah sebagai berikut;
Na2S + H2O à NaOH + NaHS
...........(6)
NaOH à Na+ + OH-
...........(7)
NaHS à Na+ + HS-
...........(8)
HS - à H+ + S2-
...........(9)
HS - + H+ à H2S(g)
...........(10)

Spesies sulfida tergantung pada pH cairan, spesies yang dominan pada pH


cairan diatas 12 adalah S 2- dan pada pH 6 sd 12 adalah HS - dan pada pH kurang dari
6 adalah H2S. Pengaliran CO2 yang semakin lama menghasikan ion H+ semakin
banyak dan mengubah spesies sulfida, sehingga pH cairan yang semula naik akan
mengalami penurunan.
20

Nilai TDS Dan Konduktivitas Listrik Cairan Deliming

Gambar 5. Pengaruh debit aliran gas CO2 terhadap nilai TDS


dan konduktivitas cairan

Berdasar gambar 5 diketahui bahwa TDS dan konduktivitas listrik cairan


deliming naik selama dilakukan pengaliran gas CO2. Konduktivitas listrik adalah
ukuran kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Arus listrik di
dalam larutan dihantarkan oleh ion yang terkandung di dalamnya dan nilai
konduktivitas listrik hanya menunjukkan konsentrasi ion total dalam larutan.
Banyaknya ion dalam cairan dipengaruhi oleh padatan terlarut di dalamnya.
Semakin besar jumlah padatan terlarut di dalam larutan maka jumlah ion dalam
larutan juga akan semakin besar, sehingga nilai konduktivitas listrik juga akan
semakin besar (Irwan, dkk, 2016). Nilai TDS dan konduktivitas yang semakin
tinggi berkaitan dengan keluarnya Ca(OH)2 dan protein hasil degradasi saat
unhairing serta bertambahnya spesies sulfida dan pada saat terjadinya deplesi
(deswelling) kulit karena penurunan pH.
TDS dan konduktivitas cairan deliming semakin besar dengan penambahan
debit gas CO2, hal ini karena pH akhir cairan deliming yang semakin kecil sehingga
menyebabkan konsentrasi kalsium dan spesies sulfida juga semakin banyak dalam
cairan deliming. TDS awal cairan deliming akhir adalah 462 ppm dan TDS akhir
pada debit gas CO2 sebesar 25 cc/menit adalah 4354 ppm, sedangkan konduktivitas
21

awal cairan deliming adalah 916 μS/cm dan konduktivitas akhir menjadi adalah
8798 μS/cm.
Hasil Uji Kompresibilitas Kulit Hasil Deliming

Gambar 6. Pengaruh debit aliran gas CO2 terhadap kompresibilitas kulit

Berdasar gambar 6 dapat diketahui bahwa kompresibilitas kulit cenderung


naik pada penambahan debit gas CO2. Kompresibilitas kulit kambing yang paling
tinggi adalah pada pengaliran gas CO2 dengan debit 10 cc/menit yaitu sebesar 16,71
%, hal ini disebabkan semakin dekat kulit dengan titik iso elektrik /TIE (iso electric
point/IEP) maka kulit semakin mudah untuk mengalami kompresi. Pelt kulit
kambing kapuran mempunyai nilai TIE 4,7 dan semakin tinggi nilai kompresibilitas
maka kulit akan mempunyai karakter kelembutan (softness) yang baik. kulit yang
semakin baik (Sharpouse, 1983 dan Daniels et al., 2013).
22

Nilai COD dan Kadar Kalsium (Ca)

Gambar 7. Pengaruh debit aliran gas CO2 terhadap nilai COD


dan kadar kalsium.

Berdasar gambar 7 dapat diambil kesimpulan bahwa nilai COD dan kadar
kalsium meningkat dengan bertambahnya debit gas CO2. Hal ini sesuai dengan hasil
pada gambar 5 dimana nilai TDS dan konduktivitas listrik naik dengan
bertambahnya debit gas CO2 yang dialirkan. COD (Chemical Oxygen Demand)
adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang
terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada dioksidasi secara
kimia dengan menggunakan oksidator kuat, yaitu kalium bikromat pada kondisi
asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Metcalf et al., 1991). Pada debit
gas CO2 sebesar 25 cc/menit, maka nilai COD naik 47,1% menjadi 3137 mg/l dan
kadar kalsium naik dari 0,73 % menjadi 1,015% .

KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari penggunaan gas CO2 sebagai
bahan deliming ramah lingkungan yang diaplikasikan pada pelt kulit kambing.
Berdasar hasil penelitian maka diambil beberapa kesimpulan;
1. Gas CO2 potensial digunakan sebagai bahan pembuang kapur (deliming
agent) pada pelt kulit kambing
23

2. pH awal air kapur adalah 11,8, setelah 30 menit pengaliran gas CO2 dengan
debit 25 cc/menit pH air kapur turun menjadi 6,71 dan setelah 60 menit
menjadi 6,39
3. pH awal cairan deliming adalah 7,17, pH akhir tanpa pengaliran gas adalah
11,34, sedangkan pada debit 25 cc/menit pH menjadi 6,51.
4. TDS dan konduktivitas cairan deliming semakin kecil ketika debit gas CO2
ditambah. TDS awal cairan deliming akhir adalah 462 ppm dan TDS akhir
pada debit gas CO2 sebesar 25 cc/menit adalah 4354 ppm, sedangkan
konduktivitas awal cairan deliming adalah 916 μS/cm dan konduktivitas
akhir menjadi adalah 8798 μC/cm.
5. Kompresibilitas kulit kambing yang paling tinggi adalah pada pengaliran
gas CO2 dengan debit 10 cc/menit yaitu sebesar 16,71 %.
6. Pada akhir deliming pada debit gas CO2 sebesar 25 cc/menit, maka nilai
COD naik 47,1% menjadi 3137 mg/l dan kadar kalsium naik menjadi
1,015%.

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Direktur Politeknik ATK
Yogyakarta yang telah memberikan stimulan dana dan dukungan pada penelitian
ini dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini
dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Pocket Book for the Leather Technologist. Fourth edition. BASF
Aktiengesellschaft 67056. Ludwigshafen. Germany

Bienkiewicz, K., 1983, Physical Chemistry of Leather Making, Robert E. Krieger


Publishing Company Malabar, Florida

Covington, A.D., 2009, Tanning Chemistry, The Science of Leather, Royal Society
of Chemistry, Cambridge CB4 0WF, UK

Daniels, R. And Landmann, W., 2013, The framework for leather manufacture,
Word Trades Publishshing Company
24

Hermawan, P., Abdullah, S.S. dan Purnomo, E., 2014, Teknologi Pengolahan Kulit,
Puspita Komunikasi, Yogyakarta

Irwan, F. dan Afdal, 2016, Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total
Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air, Jurnal
Fisika Unand Vol. 5, No. 1, ISSN 2302-8491 85

Metcalf and Eddy, 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse. 3rd
ed. McGraw-Hill, Inc. New York, Singapore

O’Flaherty, F., Roddy, W.T. and Lollar, R.M., 1978, The Chemistry and
Technology of Leather, v ol. I. Robert E. Krieger. Publishing Co. Malabar
Florida.

Purnomo, E.,1985, Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi


Teknologi Kulit. Yogyakarta
Sarkar, K.T., 1995, Theory and Practice of Leather Manufacture, 5 ed, The CLS
Press, Madras India

Sharphouse, J.H., 1983, Leather Technician’s Hand Book,Leather Producers


Association, King Park Road, Moultn Park, Northampton.

Shriver, D.F dan Atkin, P.W., 1999, Inorganic Chemistry, 3 ed Oxford University
Press

Thortensen, T.C., 1993, Practical Leather Technologist, 4 ed, Robert E. Krieger


Publishing Co Inc. Huntington New York

Anda mungkin juga menyukai