Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

KELOMPOK 1

Ranti Agustini (21117098)

Ridia Lokarina (21117100)

Rizky Amrin Sidiq (21117102)

Selvi Suci Hayati (21117104)

Sheli Sulistia Ningsih (21117106)

Shindy Prima Dewi (21117108)

Sici Safitri (21117111)

Dosen Pembimbing : Ine Yulisni, S.Kep.,Ns.,M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan sebuah
karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
"Anak Dengan Berkebutuhan Khusus", yang mmenurut kami dapat memberikan
manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari apa saja yang terdapat dalam
anak dengan berkebutuhan khusus.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kami buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT. memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Palembang, 16 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan......................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3

A. Definisi Anak.............................................................................................3
1. Autisme.................................................................................................3
2. Sindroma Hiperaktivitas........................................................................9
3. Down Syndrome..................................................................................12
4. Retardasi Mental.................................................................................16

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI..............................................21

1. Asuhan Keperawatan Down Syndrom..................................................21


2. Asuhan Keperawatan Retardasi Mental................................................27
3. Asuhan Keperawatan Hiperaktivitas.....................................................33
4. Asuhan Keperawatan Autisme..............................................................42

BAB 4 PENUTUP............................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................46

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya,
namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat
beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian
khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ]. Sama halnya
dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan,
pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan
masa depannya.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai
kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk
memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak
yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan
kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak
yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil
di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan
sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah
sebagai berikut :
1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih
dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment : kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.

1
3. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.
Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism,
hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih
terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas
bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konsep gangguan autism ?
2. Apa itu konsep gangguan hiperaktif ?
3. Apa itu konsep gangguan down sindrom ?
4. Apa itu konsep gangguan retardasi mental ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan autism ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan hiperaktif ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan down sindrom ?
8. Bagaimana asuhan keperawatn reterdasi mental ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
2. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
3. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
4. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
5. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
6. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
7. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down sindrom.
8. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down retardasi mental.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus
yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ]. Anak yang memiliki
gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental[
CITATION Don08 \l 1033 ].
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom dan
retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan
lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia
sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member kesempatan pada
anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa
kemampuan seperti halnya anak normal yang lain.[ CITATION Mon06 \l 1033 ]
1. Autisme
a. Konsep Dasar Autisme
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri,
isme‟ orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan
sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya
sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada
tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau
dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-
kanak” . Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan
gejala autism seperti ini. Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan
pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum

3
berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan
perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan
orang lain menjadimterganggu, sehingga keadaan ini akan sangat
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai
bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad - abad yang
lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira
sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu gangguan yang masih
jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi
sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang
15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta
anak, maka jumlah penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan
0,15% yaitu 6900 anak :
b. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu
misteri, oeh karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab
autisme. Salah satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas
adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk
ke dalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin.
Teori ini banyak yang menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri - ciri autisme. Teori tersebut tidak
memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan
yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat
kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir ini telah
menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel
otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan
sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel
otak sedang dibentuk.

4
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam
otak pada daerah apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada
umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering
agresif terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah -olah tidak
mempunyai emosi. Selain itu muncul pula perilaku yang berulang - ulang
(stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua peilaku tersebut erat kaitannya dengan
adanya gangguan pada daerah limbik sistem di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
otak yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan
jamur Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur ,
maka sekresi enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim
menyebabkan makanan tak dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein
jika tidak dicerna secara sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein
biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik,
maka rantai tersebut seluruhnya dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut
akan diserap oleh tubuh. Namun bila pencernaan kurang baik, maka masih ada
beberapa asam amino yang rantainya belum terputus. Rangkaian yang terdiri
dari beberapa asam amino disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran
usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus, masuk ke dalam
aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptide tersebut
ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau morfin.
Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak
menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu
biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana
gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih
terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti
adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang termakan bersama
makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi
penyebab gangguan pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang

5
frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut
dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya dengan
gangguan pada otak.
c. Karakteristik Autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai
muncul sejak bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata
dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini
semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari
individu penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif
normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan
reaksi pada orang lain, tetap kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia
berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata,
berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan
mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan
dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional,
kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat
yang terbatas disertai gerakan - gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut
harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga
aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang
berbeda, dapat disimpulkan bahwa autism sesungguhnya adalah sekumpulan
gejala/ciri yang melatar-belakangi berbagai factor yang sangat bervariasi,
berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing
anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih
dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi gangguan
juga sangat lebar antara yang berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada
individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada individu yang
memiliki sedikit gejala. Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun
menurut Harris (1989) sebagai berikut :
a) Bayi lahir – usia 6 bulan
 Anak “ terlalu tenang atau baik”

6
 Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
ditenangkan
 Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
 Jarang mengoceh
 Jarang menunjukkan senyuman social
 Jarang menunjukkan kontak mata
 Perkembangan gerakan kasar tampak normal
b) Usia 6 bulan-2 tahun
 Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat
 Cuek menghadapi kedua orang tuanya
 Tidak mau ikut permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”
 Tidak berupaya menggunakan kata-kata
 Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
 Bisa sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri
 Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah
c) Usia 2-3 tahun
 Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus, (perlu
dikoreksi untuk usia muda)
 Menganggap orang lain sebagai alat atau benda
 Menunjukkan kontak mata yang terbatas
 Mungkin mencium atau menjilat benda-benda
 Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya tubuh
menjadi lemas
 Relative cuek menghadapi kedua orag tuanya
d) Usia 4-5 tahun
 Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic (megulang-
ngulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa
lama)
 Meunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi da
monoton)

7
 Merasa sangat terganggu bila terjadi perubahan rutin pada kegiatan
sehari-hari
 Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan
 Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur
berkurang
 Melukai diri sediri
 Merangsang diri sendiri
d. Pertimbangan Keperawatan
Intervensi terapeutik untuk anak penderita autism merupaka wilayah
khusus yang melibatkan profesioal terlatih. Meskipun tidak ada
penyembuhan utuk autism, berbagai terapi telah digunakan. Hasil yang
paling menjanjikan adalah melalui program modifikasi perilaku yang
dilakukan secara intensif dan terstruktur. Secara umum, tujuan penanganan
adalah meningkatkan penguatan positif, enigkatkan kesadaran social
terhadap orang lain, mengajari keterampilan komunikasi verbal, dan
mengurangi perilaku yag tidak dapat diterima. Memberikan rutinitas
terstruktur untuk diikuti anak merupakan kunci dalam penatalaksanaan
autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah sakit, orang tua sangat penting
merencanakan asuhan dan idealnya harus tinggal bersama anak sesering
mungkin. Perawat harus memahami bahwa tidak semua anak penderita
autism sama dan bahwa mereka akan memerlukan pengkajian dan
penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi dengan menggunakan
ruang pribadi, menghindari distraksi suara dan visual yang berlebihan, dan
mendorong orag tua untuk membawakan barang-barang yang sangat enting
bagi anak dapat mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karea kontak
fisik sering menjengkelkan anak ini maka menggendong dan kontak mata
perlu dibatasi untuk menghindaari ledakan perilaku. Harus hati-hati saat
melakukan prosedur, member obat, atau member makan anak, karea
mereka susah makan sampai kelaparan sendiri atau melakukan muntah

8
untuk meghidari makan anak atau mengulum makanan, menelan semua
benda yang bisa atau tidak bisa dimakan, seperti thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru secara perlahan,
kunjungan pemberi asuhan dibuat singkat jika mugkin. Karena anak ini
mengalami kesulitan mengatur perilaku dan mengarahkan kembali energy
mereka, maka segala sesuatu yang harus dikerjakan mereka perlu diperintah
secara langsung. Komunikasi harus sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, singkat dan konkret. Hanya satu permintaan diberikan pada satu
kesempatan, seperti “duduk di tempat tidur”.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam riwayat
penyakitnya dan harus dirujuk ke Autism Society of America (ASA). ASA
menyediakan informasi mengenai edukasi, program dan teknik
penanganan, serta fasilitas seperti berkemah dan rumah kelompok. Ada
juga kelompok sibling yang dinamakan SHARE (Siblings Helping
Persons with Autism Through Resources and Energy). Sumber daya
yang sangat membantu lainnya adalah departemen kesehatan mental local
dan nasional serta hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini
menyediakan program penting untuk anak autistic dan program dalam
sekolah seluruh wilayah Amerika Serikat. Ketika anak mendekati masa
dewasa dan orang tua menjadi semakin tua, keluarga mungkin memerlukan
bantuan untuk mencari fasilitas penempatan jangka panjang.
2. Sindroma Hiperaktivitas
a. Konsep Dasar Sindroma Hiperaktivitas
Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan
perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-
anak, yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal.
b. Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat mengenai asal usul,
gambaran-gambaran, bahkan mengenai realitas daraipada gangguan ini masih
berbeda-beda serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang

9
berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat
dari gangguan-gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf
pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh
banyak orang diyakini sebagai ganggua yag utamanya. Sindroma tersebut diduga
disebabkan oleh factor genetic, pembuahan ataupun racun, bahaya-bahaya yang
diakibatkan terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa,
anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentag temperamen sebagai
kemungkinan merupakan factor yang mempermudah timbulnya gangguan
tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak
dan kesulitan emosional di dalam interaksi oranng tua anak yang bersangkutan.
Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa factor peyebab pasti yang dapat
diperlihatkan.
c. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/ gangguan hiperaktivitas ditadai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsive, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang
meyakinkan tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan
biokimiawi. Anak pria yang hiperativ, yang berusia antara 6-9 tahun serta yang
mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik
terhadap pengobatan-pengobatan stimulant, memperlihatkan derajat
perangsangan yang rendah di dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum
pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan
mempergunakan elektroensefalografi, potensial-potensial yang diakibatkan
secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor
tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup
perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobata
serta perawatan, maka angka-angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal
serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memperlihatkan tingkah
laku yang lebih baik.
d. Manifestasi Klinis

10
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena
gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, juka
dibandingkan dengna anak-anak kotrol yang normal, tetapi gerakan-gerakan
yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu
gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah
dialihkan serta bersifat impulsive dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa
mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka
mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara
emosional mereka adalah orang-orang yang labil serta mudah terangsang.
Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan,
mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara social mereka bersikap kaku.
Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negative, tetepi ciri
ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan-permasalahan
psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung
secara berlebih-lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan
merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan
biasanya sekunder terhadap pengaruh social yang negative dari tingkah laku
mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta
guru dan pengasingan social oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka.
Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik
mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup
mampu mengendalikan diri sediri untuk dapat berhasil di dalam bidang
olahraga. Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang
buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami
depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar
membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka
dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesungguhnya
diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.

11
e. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas
dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang
bertambah banyak pada elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan
adanya bukti tentang penyakit neurologic ata epilepsy yang progresif, tetapi
penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis
oleh computer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak itu.
f. Komplikasi
 Diagnosis sekuder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
 Pencapaian akademik kurag, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
 Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kaliakibat perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan)
g. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang
tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social yang terus menurus
karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale conners dapat
digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari
pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak
dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.
3. Down Syndrome
a. Definisi Down Syndrome

12
Kelainan bawaan sejak yang terjadi pada 1 diantara 800-900 bayi.
ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri. merupakan kelainan kromosom
autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak
dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down
merupakan cacat bawaan yang disebabkanoleh adanya kelebihan kromosom x.
Syndromini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang
normal. 95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
b. Etiologi
Penyebab dari Syndrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu
terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
 Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi)
 Translokasi kromosom 21 dan 15
 Prostzygotic non disjunction (mosaicism)
Faktor-faktor yang berperan dalm terjadinya kelainan kromosom (Kejadian
Non Disjunction) adalah :
 Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrome.
 Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang
melahirkan anak dengan syndrome down pernah mengalami radiasi di
daerah sebelum terjadi konsepsi.
 Infeksi dan Kelainan Kehamilan
 Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan
dengan tiroid.
 Umur Ibu

13
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan
terdapatperubahanhormonal yang dapat menyebabkan “non disjunction”
pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi
androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentransi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone
dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama
menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh
 Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi
nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
c. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal. Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom
Down :
 Sutura Sagitalis Yang Terpisah
 Fisura Palpebralis Yang Miring
 Jarak yang lebar antara kaki
 Fontanela Palsu
 “Plantar Crease”
 Hyperfleksibilitas
 Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
 Bentuk Palatum Yang Abnormal
 Hidung Hipoplastik
 Kelainan otot dan hipotonia
 Bercak Brushfield pada Mata
 Mulut terbuka dan lidah terjulur
 Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut
mata sebelah dalam
 Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
 Jarak pupil yang lebar

14
 Oksiput yang datar
 Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
 Bentuk / struktur telinga yang abnormal
 Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
 Mata sipit
d. Patofisiologi
Factor penyebab :

Abnormalitas kromosom

genetic, umur, radiasi, infeksi, toksik (kelebihan kromosom x)

Non disjungtional translokasi


Post zigotik non Kromosom 21& 15 disjungtional

Pembentukan organ yang kurang sempurna

Peningkatan Penyakit Keterlambatan


Pertumbuhan
konsentrasi jantung pertumbuhan
Defisiensi palatum abnormal dan
terhadap kongenital
pengetahuan perkembangan
infeksi

Resiko Ketidakseimbang
infeksi an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
e. Diagnosa yang lazim muncul
 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Resiko infeksi

15
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan pemberian makanankarena lidah yang menjulur dan palatum yang
tinggi
 Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
f. Discharge Planning
 Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan yangdicurigaiakan
sangat membantu mengurangi angka kejadian syndrome down
 Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang dikenal
sebagai “homologous recombination” sebuah gen yang dapat di nonaktifkan
 Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis
bagiibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu hamil pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil diatas usia 40 tahun harus
dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
 Fisioterapi pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways).
[ CITATION NAN13 \l 1033 ]
4. Retardasi Mental
a. Konsep Dasar Retardasi Mental
Retardasi Mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertara
subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang
berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri
proses pendewasaan individu tersebut atau kedua –duanya (Nelson,2000). Angka
kejadian pada retardasi mental ini cukup banyak terutama di Negara yang sedang
berkembang dan merupakan dilemma atau penyebab kecemasan keluarga,
masyarakat, dan Negara. Diperkirakan kejadian retardasi mental berat di Negara
yang sedang berkembangsekitar 0,3% dari seluruh populasi dan dan hamper 3%
mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya tentunya mereka tidak bisa
dimanfaatkan karena 0,1 % dari kelompok anak ini memerlukan perawatan,
bimbingan, serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman dalam Tumbang
Anak, Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008).

16
Hasil penelitian Triman Prasedio (1980) mengemukakan angka prevalensi
retardasi mental di Indonesia adalah 3 % hasil penelitian ini diperkirakan suatu
angka yang tinggi. Sebagai perbandingan di Prancis angka Prevalensinya adalah
1,5-8,6% dan di Inggris 1-8% (laporan WHOyang dikutip Triman Prasedio).
Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10-30 dari 1000 penderita
yang mengalami tuna grahita, terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa menderita tuna
grahita. Melalui data demologi dilaporkan bahwa 34,39% pengunjung Pukesmas
berusia 5-15 tahun menunjukkan gangguan mental emosional.
Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi
yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakatatas kemampuan yang dianggap normal
(Soetjiningsih, 1994) dalam (Muttaqin,2008).
Anak tidak mampu belajardan beradaptasi karena intelegensinya rendah,
biasanya IQ di bawah 70. Retardasi mental memiliki kriteria sebagai berikut :
 Fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya dibawah 70)
 Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial.
 Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18 tahun
b. Etiologi
Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008):
1) Faktor genetic
 Akibat kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi 21 atau dikenal
dengan syndrome down.
 Kelainan bentuk kromosom
2) Faktor Prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada
sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya.
3) Faktor Perinatal
a) Proses kelahiran yang lama misalnya placenta previa, rupture tali
umbilicus

17
b) Posisi janin abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomaly
uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
c) Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal
d) Faktor pascanatal
a) Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoencefalitis, dan infeksi).
b) Trauma kapitis dan tumor otak.
c) Kelainan tulang tengkorak
d) Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor
sosio- budaya.[ CITATION Ari081 \l 1033 ]

Tabel klasifikasi retardasi mental (Muttaqin,2008)

18
Tabel Intelegensi menurut nilai IQ (Swaiman, 1989)

c. Gambaran Klinis
Anak yang retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagi berikut :
1. Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu
kecil, mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk.
2. Kecerdasan terbatas
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
4. Arah minat sangat terbatas pada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja

19
5. Perkembangan bahasa / bicara lambat
6. Tidak ada perhatian terhadap lingkungannya (pandangan kosong) dan
perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
7. Koordinasi gerakan kurang , gerakan kurang terkendali.
8. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh tak
acuh terhadap sekitarnya.
9. Sering kali ngiler.

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROM

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili,
polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan
antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah
diminum serta kebiasaan selama hamil.

21
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong,
cara persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria,
dan gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital.
Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup, kurang, lebih)bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna
kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji
adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga
yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat
berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat
memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan
anak. Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan,
sandang, dan papan.
7. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian
serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi
atau masalah makanan yang lainnya.
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji
BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana
tingkat toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.

22
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal
yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah
mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata
atau sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok)
yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor
pada perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG

23
3. Pemeriksaan CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
6. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
10. Intervensi
1. Tujuan : Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana
komunitas, status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari

24
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan : klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses
penularan penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi,
jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat
3. Tujuan : adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan ,
mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
Rencana :
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula

25
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.
4. Tujuan : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki, dengan
cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

26
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara
yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberik perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
11. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan
keadaan pasien.
12. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RETARDASI MENTAL

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal

27
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi ataukelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih)bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan
dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna
kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya
asfiksia, trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkarkepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga
yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat
berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal eksternalyang dapat
memengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan anak.
Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan bahan pangan, sandang,
dan papan.
7. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan frekuensi pemberian

28
serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi atau
masalah makanan yang lainnya.
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di kaji
BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta bau). Bagaimana
tingkat toilet training sesuai dengan tingkatperkembangan anak.
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada usia
sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur, hal-hal
yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah sudah
mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain atau orang tua.
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok)
yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor
pada perempuan.

29
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
10. Diagnosis keperawatan
a. Gangguan tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa, dan kognitif) yang
berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak).
b. Hambatan mobilitas fisik dan ketergantungan sekunder yang berhubungan
dengan disfungsi otak.
c. Hambatan interaksi sosial (Keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan sosial,
bahasa, bermain, dan pendidikan sekunder) yang berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Kecemasan orang tua yang berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terlambat.[ CITATION Ari081 \l 1033 ]
11. Rencana Intervensi
a. Tujuan : Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana
komunitas, status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana :
 Peningkatan perkembangan anak dan remaja
 Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.

30
 Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
 Berikan instruksiberulang dan sederhana
 Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
 Doronganak melakukan perawatan sendiri
 Manajemen perilakuanak yang sulit
 Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
 Ciptakan lingkungan yang aman
 Manajemen nutrisi
 Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
 Tentukan makanan yang disukai anak
 Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
 Nutrition theraphy
 Menyelesaikan penilaian gizi
 memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
 kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
 pilih suplemen yang sesuai
 dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
b. Tujuan : klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Rencana :
a. Exercise therapy
a) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saatberjalan dan cegah
terhadap cidera
d) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

31
e) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pasien saat
ADLs
h) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
i) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
c. Tujuan : lingkungan yang supportif yang bercirikan hubungan dan tujuan
anggota keluarga, menggunakan aktivitas yang menyenangkan, menarik, dan
menenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial dengan orang,
kelompok, atau organisasi, mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan
orang lain.
Rencana :
 Socialization enchancement
a) Buat interaksi terjadwal
b) Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilaninterpersonal
yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi
atau sosialisasi
c) Identifikasikan perubahan perilaku tertentu
d) Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain
e) Fasilitas pasien dalam memberi masukan pada orang lain
f) Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan
orang lain
g) Anjurkan menghargai orang lain
h) Gunakan teknik bermainperan dan berkomunikasi
d. Tujuan : klien mampu mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukan teknik
untuk mengontrol cemas, vital sign dalam batas normal, postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Rencana :
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan

32
b) Nyatakan dengan jelas harapan pada pelaku pasien
c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d) Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
e) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f) Dorong keluarga untuk menemani anak
g) Lakukan back/neckrub
h) Dengarkan dengan penuh perhatian
i) Identifikasi tingkat kecemasan
j) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan[ CITATION NAN131 \l 1033 ]
e. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan
keadaan pasien.
f. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERAKTIVITAS

A. Pengkajian
1. Pengkajian anak yang mengalami  Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD)
antara lain :
a. Pengkajian riwayat penyakit
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami
masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak
berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif
atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.

33
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan
anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak
berhasil.
b. Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik
yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
c. Mood dan afek
a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.
d. Proses dan isi pikir
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat
perkembangan.
1) Sensorium dan proses intelektual
a) Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau
persepsi seperti halusinasi.Kemampuan anak untuk memberikan perhatian
atau berkonsentrasi tergangguan secara nyata.

34
b) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau
3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
c) Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya
tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau
tidak dapat berhenti memikirkan sesuati.
d) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas.
2) Penilaian dan daya tilik diri
a) Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk
dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif,
seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c) Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama
sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.
3) Konsep diri
a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi secara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman,
dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka
biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri
sebagai orang yang buruk dan bodoh
4) Peran dan hubungan
a) Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial.

35
b) Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan
perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c) Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
d) Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan
yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara
fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki
keluarga.
e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh
atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
5) Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan
waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama
makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan
masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko,
mungkin juga ada riwayat cedera fisik.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif
mencakup :
1. Rambut yang halus
2. Telinga yang salah bentuk
3. Lipatan-lipatan epikantus
4. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
5. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
6. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.

36
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis
gangguan hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram (EEG).
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention.
Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
3. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan,
sering terlihat kesulitan meniru rancangan.
E. Diagnosa
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan
(hiperaktivitas).
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit mental
(hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
F. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan
(hiperaktivitas).
NOC : Ketrampilan interaksi social
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi
social

37
2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya:
kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
4) Indicator skala :
1. Tidak ada
2. Terbatas
3. Sedang
4. Banyak

NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :

1. Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain


2. Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain dan
menghargai hak orang lain.
3. Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
5. Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang
lain.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
NOC : Konsentrasi
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
2) Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3) Berespon dengan baik terhadap stimulus.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering

38
5. Konsisten

NIC : Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan :

1) Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian


2) Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/bebda-benda disekitarnya.
3) Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4) Bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti,
memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi.
5) Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan
gangguan pusat konsentrasi.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
NOC : Menjadi orang tua
Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi  terhadap
anak dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
1) Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis
2) Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi
orang tua yang tidak efektif.
3) Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak.
4) Indikator skala :
1. Tidak sama sekali
2. Sedikit
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total

NIC : Peningkatan Perkembangan, aktivitas keperawatan :

39
1. Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi perilaku
anak yang hiperaktif
2. Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan
perilaku anak.
3. Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang
positif.
4. Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat
menurunkan perilaku negative anak.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera
Kriteria Hasil :
1) Mengubah gaya hidup untuk mengurangii resiko.
2) Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap cedera.
3) Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social
lingkungannya dengan baik.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Mencegah Jatuh, aktivitas keperawatan :
1) Identifikasikan factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya:
perubahan status mental, keletihan setelah beraktivitas, dll.
2) Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan
untuk mencegah cedera.
3) Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya
(misalnya : naik tangga, kolam renang jalan raya, dll )

40
4) Hindarkan benda-benda disekitar pasien yang dapat membahayakan dan
menyebabkan cidera.
5) Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan
intruksikan kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak
menimbulkan cedera.
5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan. penyakit mental
(hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
NOC: Child Development
Tujuan: Pasien tidak mengalami keterlambatan perkembangan
Kriteria Hasil:
1) Anak akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak mengalami
keterlambatan 25 % atau lebih area sosial/perilaku pengaturan diri atau kognitif ,
bahasa, keterampilan motorik halus dan motorik kasar.
2) Indikator skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC: Meningkatan Perkembangan
1. Lakukan pengkajian kesehatan yang seksama (misalnya, riwayat anak,
temperamen, budaya, lingkungan keluarga, skrining perkembangan) untuk
menentukan tingkat fungsional.
2. Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung beraktivitas dengan anak lain.
3. Kaji adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal.
4. Berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan tingkat kognitif pada
perkembangannya.
5. Berikan penguatan yang positif/umpan balik terhadap usaha-usaha
mengekspresikan diri.
6. Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.

41
G. Evaluasi
1) Kemampuan interaksi social
2) Proses piker
3) Fokus terhadap sesuatu
4) Respon terhadap stimulus
5) Harapan peran orang tua
6) Mengungkapkan dengan kata sifat positif
7) Gaya hidup untuk mengurangi resiko

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISME

A. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan fisik
a. Tidak ada kontak mata pada anak.
b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat Ekolalia.
d. Tidak ada ekspresi non verbal.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.

42
g. Peka terhadap bau.
C. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya
pada orang lain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
D. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan
sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang
lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.

43
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan
kecemasan.
3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik
serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang
spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis,
seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara
konsisten dan kontinue.

44
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik
mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan
fungsi pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh
(tunadaksa). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut sangat
beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat
dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Klafifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan
mental intelektual dan emosional mencakup anak-anak yang mengalami kelainan
keterbelakangan mental (tunagrahita), dan anak-anak yang mengalami kelainan
perilaku sosial (tunalaras). Derajat kelainan masing- masing jenis ketunaan
tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun
secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara
khusus.
Anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami berkelainan akademik
dalam konteks ini mencakup anak-anak berbakat dan anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar khusus. Derajat kelainan masing-masing jenis anak
berkebutuhan khusus tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai
yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun
klasifikasi secara khusus.

45
DAFTAR PUSTAKA

Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka


Anggrek.

Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak


Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional.


jakarta: mediaction.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.


Jakarta: Mediaction.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta:


EGC.

Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:


Salemba Medika.

46

Anda mungkin juga menyukai