d. Faktor Lingkungan
1) Ansietas
(Perry & Potter, 2009)
5. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO2 85-100
mmHg, SaO2 95%). Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi,
pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia,
tubuh akanmelakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi.
Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya sesak nafpas, frekunsi napas dapat mencapai
35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau
meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Tanda dan gejala hipoksia
diantaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing
finger).
c. Gagal Napas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen
karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi
kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai dengan
peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat
disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan,
kelemahan neuromuskular, keracunan obat,
dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan
keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan (Rohman
dan Wahid, 2016).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru
kronik)
3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Jari dan kuku
a) Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik)
5) Dada dan Thoraks
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak aray
pada saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk
mengamati adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis, maupun
lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat
(pernapasan dada, diafragma, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada, mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikassi keadaan
kulit, dan mengetahui taktil fermitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti:
masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien
mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran pada dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara).
c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks klien dengan bagian
palmar jaritengan keempatujung jari tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat yang
disebut pleksimeter pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut
pleskor untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.
Suara perkusi pada klien tuberkulosis paru biasanya hipersonor yaitu
bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian
paru yang berisi udara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan
daerah mana didapatkan adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB paru dengan
gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru.
F. Penurunan cadangan Faktor risiko Subjektif : Dispnea Subjektif : - Penyakit paru obstruktif
energi 1. Gangguan metabolisme Objektif : Pengunaan Objektif : Gelisah dan kronis (PPOK), asma,
yangmengakibatkan 2. Kelelahan otot pernapasan otot bantu napas takikardia cedera kepala, gagal
individu tidak mampu meningkat, napas, bedah jantung dan
bernapas secara volue tidal menurun, infeksi saluran napas.
adekuat. PCO2 meningkat, PCO2
menurun, SaO2
menurun
b. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(2018).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif Latihan Batuk Efektif - Dukungan kepatuhan program
Tujuan: Observasi: pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien - Identifikasi kemampuan batuk - Edukasi fisioterapi dada
menunjukkan jalan napas yang bersih ditandai dengan kriteria - Monitor adanya retensi sputum - Edukasi pengukuran respirasi
hasil sebagai berikut: - Moniyor tanda dan gejala infeksi saluran - Fisioterapi dada
Status pernapasan: kepatenan jalan napas napas - Konsultasi via telepon
- Tidak ada sekret - Monitor input dan output cairan (misal - Manajemen asma
Pertukaran gas jumlah dan karakteristik) - Manajemen alergi
- Pasien mampu mengeluarkan sekret Terapeuntik: - Manajemen anafiklasis
Ventilasi - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Manajemen isolasi
- RR dalam batas normal - Pasang perlak dan bengkok - Manajemen ventilasi mekanik
- Buang sekret pada tempat sputum - Manajemen jalan napas buatan
Edukasi: - Pemberian obat inhalasi
- Jelasjan tujuan dan prosedur batuk - Pemberian obat interpleura
efektif - Pemberian obat intradermal
- Anjurkan tarik napas dalam melalui - Pemberian obat nasal
- Pencegahan aspirasi
hidung selama 4 detik, dan ditahan
- Pengaturan posisi
selama 2 detik, kemudian keluarkan
- Penghisapan jalan napas
dari mulut dengan bibir mencucu
- Penyapihan ventilasi mekanik
(dibulatkan) selama 8 detik
- Perawatan trakeostomi
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam - Skrining tuberkulosis
hingga 3 kali - Stabilisasi jalan napas
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung - Terapi oksigen
setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi:
- Kolaborassi pemberian mukolitik atau
ekspetoran, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuandan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi - Dukungan berhenti merokok
Tujuan: Observasi: - Dukungan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, - Edukasi berhenti merokok
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang dan upaya napas - Edukasi pengukuran respirasi
adekuat ditandai dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti bradipnea, - Edukasi fisioterapi dada
Status pernapasan takipnea, hiperventilasi, kussmaul, - Fisioterapi dada
- Klien mampu mengeluarkan sekret chyne-stokes, biot, ataksik) - Observasi jalan napas buatan
Ventilasi - Monitor kemampuan batuk efektif - Konsultasi via telepon
- RR batas normal - Monitor adanya produksi sputum - Manajemen ventilasi mekanik
- Monitor adanya sumbatan jalan napas - Pemberian obat
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Pemberian obat inhalasi
- Auskultasi bunyi napas - Pemberian obat intrapleura
- Monitor saturasi oksigen - Pemberian obat intradermal
- Monitor nilai AGD - Pemberian obat intramuskular
Terapeutik: Pemberian obat intravena
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan danprosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitasterapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Pola napas tidak efektif Manajemen Jalan Napas - Dukungan emosional
Tujuan: Observasi: - Dukungan kepatuhan program
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola - Monitor pola napas (frekuensi, pengobatan
napas klien teratur ditandai dengan kriteria hasil sebagai kedalaman, usaha napas) - Dekungan ventilasi
berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Edukasi pengukuran respirasi
Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Konsultasi via telepon
- Irama napas irreguler Kering - Manajemen energi
Ventilasi - Monitor sputum (jumlah, warna, - Manajemen jalan napas buatan
- RR dalam batas normal aroma) - Manajemen medikasi
Terapeutik: - Pemberian obat inhalasi
Tanda-tanda vital
- TTV dalam batas normal - Pertahankan kepatenan jalan napas - Pemberian obat interpleura
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- - Pemberian obat intradermal
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat intravena
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat oral
- Berikan minum hangat - Pencegahan aspirasi
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Pengaturan posisi
- Lakukan penghisapan lendir kurang - Prawatan selang dada
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi seelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observas
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman,dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Resiko aspirasi Manajemen Jalan Napas - Dukungan perawatan diri, makan dan
Tujuan: Observasi: minum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor pola napas (frekuensi, - Insersi selang nasogastrik
pasien tidak menunjukkan risiko aspirasi dengan kriteria kedalaman usaha napas) - Manajemen jalan napas buatan
hasil sebagai berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Manajemen kejang
- Irama dan frekuensi pernapasan normal - Manajemen muntah
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Jalan napas paten, mudah bernapas, tidak ada suara - Manajemen sedasi
kering)
- Manajemen ventilasi mekanik
napas abnormal - Monitor sputum (jumlah, warna, - Pemantauan respirasi
aroma) - Pemberian makanan
Terapeutik:
- Pemberian makanan enternal
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pemberian obat
dengan head-tilt danchift lift (jaw-
- Pemberian obat inhalasi
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat interpleura
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat intravena
- Berikan minum hangat
- Pengaturan posisi
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Penghisapan jalan napas
- Lakukan penghisapan lendir kurang
- Perawatan pasca anastesi
dari 15 detik
- Perawatan selang gastrointestinal
- Lakukan hiperoksigenasisebelum
- Resusitasi neonatus
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatam benda padat
dengan forsep McGill - Terapi menelan
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pencegahan Aspirasi
Observasi:
- Monitor tingkat kesadaran, batuk,
muntah, dan kemampuan menelan
- Monitor status pernapasan
- Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan dan minum
- Periksa residu gaster sebelum memberi
memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
Terapeutik:
- Posisikan semi-fowler (30-45 derajat)
30 menit sebelum memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi fowler (30-45
derajat) pada pasien tidak sadar
- Pertahankan kepatenan jalan napas
(misal teknik head-tilt chin-lift, jaw-
thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan balon
endrotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika
produksi sekret meningkat
- Sediakan suction di ruangan
- Hindari memberi makan melalui
selang gastrointenstinal, jika residu
banyak
- Berikan makanan dengan ukuran kecil
atau lunak
- Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi:
- Anjurkan makanan secara berlebihan
- Anjurkan strategi mencegah aspirasi
Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika
perlu
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat
berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat nencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,
2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam implementasi
asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat akan terus melakukan
pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien (Nursalam, 2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam
mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan
lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter,
psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini sangat penting
untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien. Mengambil
tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi
bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Hasil yang
diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat untuk melihat apakah tujuan
telah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).