Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al Wahid Kabupaten Sidenreng


Rappang
1. Sejarah Singkat Kabupaten Sidenreng Rappang
Sidenreng Rappang adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi
Sulawesi Selatan. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak diantara 3043’ – 4009’
Lintang Selatan dari 119041’ – 120010’ Bujur Timur kira-kira 183 Km di sebelah
utara kota Makassar (Ibu kota provinsi Sulawesi Selatan). Kabupaten ini terletak
diantara 3043’ – 4009’ Lintang Selatan dari 119041’ – 120010’ Bujur timur.
Letak kabupaten Sidenreng Rappang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
Sebelah Timur : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo
Sebelah Selatan : Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng
Selah Barat : Kabuteng Pinrang dan Kota Parepare
Wilayah administrasi kabupaten Sidenreng Rappang dengan luas 1.883,25
Km2, terbagi dalam 11 kecamatan dan 106 Desa/Kelurahan.
Kecamatan yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang

Kecamatan Luas Wilayah (Km2)


Panca Lautang 15.393 Km2
Tellu Limpoe 10.320 Km2
Watang Pulu 15.131 Km2
Baranti 5.389 Km2
Panca Rijang 3.402 Km2
Kulo 7.500 Km2
Maritengngae 6.590 Km2
Watang Sidenreng 12.081 Km2
Pitu Riawa 21.043 km2
Dua Pitue 6.999 Km2

31
32

Pitu Riase 84.477 Km2


Tabel 4.1
Kecamatan di kabupaten Sidrap

2. Sejarah dan Kondisi pondok pesantren Al-Wahid Sidenreng Rappang


Pendiri pondok pesantren Al-Wahid, bapak Dr. Muh. Ali Rahim S.Ag.,
M.Ag., merupakan tokoh agama yang aktif di kabupaten Sidenreng Rappang.
Tepat pada tahun 2011 beliau memutuskan mendirikan pondok pesantren dengan
dukungan ddngan bantuan dari berbagai pihak.
Latar belakang berdirinya pondok pesantren Al-Wahid adalah karena
kondisi masyarakat yang memperhatinkan khususnya di kecamatan panca lautang
desa wanio dan sekitarnya. Melihat kondisi seperti ini serta kecintaan terhadap
akan bekembangnya penerus-penerus agama dan bangsa maka timbullah inisiatif
dari pendiri bersama rekan-rekannya untuk mendirikan pondok pesantren Al-
Wahid.
Berangkat dari niat dan tekat, keadaan awal yang sangat sederhana serta
santri pada saat itu hanya beberapa orang saja yang bertempatkan dekat lokasi
pondok pesantren, kini pondok pesantren Al-Wahid sudah dikenal di berbagai
daerah di kabupaten Sidenreng Rappang dan di kabupaten lainnya. Dalam
perkembangannya pondok pesantren Al-Wahid tidak hanya fokus kepada
penghafalan Al-Qur’an namun juga menyelenggarakan pendidikan formal, dengan
didirikannya madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Hingga saat ini jumlah
santriwan santriwati di pondok pesantren Al-Wahid sebanyak 791.
3. Profil Pondok Pesantren Al Wahid Sidenreng Rappang
Lokasi penelitian penulis di pondok pesantren Al Wahid terletak di Desa
Wanio Kecamatan Pancalautang Kabupaten Sidereng Rappang Provinsi Sulawesi
Selatan. Pondok pesantren Al Wahid merupakan Lembaga Pendidikan yang
didirikan sejak tahun 2011.
Identitas Pondok Pesantren

1. Nama Lembaga Pondok Pesantren Al Wahid


2. Berdiri di/Tanggal Wanio, Sidereng Rappang 5 juli
33

2011
3. Nama Pendiri Dr. Ali Rahim, S.Ag., M.Ag
4. Badan Hukum Pondok Pesantren Al Wahid
Akta No. 5 tanggal 5 April 2011
Notaris Lia Trizza Firgita Adhilia, SH
5. Alamat Jl. Poros Soppeng (Pape)
Desa Wanio
Kecamatan Panca Lautang
Kabupaten Sidenreng Rappang
Provinsi Sulawesi Selatan
Kode Pos 91672
6. No. Telepon 081 241 367 32 / 085 241 774 586
7. Nama Direktur Dr. Ali Rahim, S.Ag., M.ag
8. Nomor Izin Oprasional Kd.21.16/V/PP.007.1744/2011
Tabel 4.2
Identitas pondok pesantren

4. Fasilititas Pondok Pesantren


Sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang berada di pondok
pesantren Al-Wahid terdiri dari ruangan pondok dan fasilitas lainnya.
No. Nama Fasilitas Jumlah Kondisi
1 Kantor 1 Baik

2 Asrama 11 Baik

3 Perumahan Ustadz 5 Baik

4 Kamar mandi / WC 10 Baik

5 Masjid 1 Baik

6 Koperasi 1 Baik
34

7 Dapur umum 2 Baik

8 Kebun buah-buahan 1 Baik

9 Kolam ikan 1 Baik

10 Lapangan olahraga 1 Baik

11 Perpustakaan 1 Baik

12 Area parkir 1
Tabel 4.3
Fasilitas Pondok Pesantren

5. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al Wahid


VISI:
Mencetak insan religious yang cerdas, bermoral, mandiri dan kompetitif
MISI:
1) Mendidik santri agar memiliki kemantaban akidah, kedalam spiritual,
keluasan ilmu, dan keterampilan serta keluhuran budi pekerti.
2) Pengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian yang
bernafaskan islami.
3) Memberikan pelayanan terbaik dan keteladanan atas dasar nilai-nilai islam
yang insklusif dan humanis.
4) Mengembangkan kemitraan dengan institusi lain baik regional maupun
internasional.
TUJUAN:
1) Menceradaskan kehidupan masyarakat melalui pembinaan dan pendidikan
keterpaduan
2) Mendidik dan mebina masyarakat untuk menjadi manusia yang beriman,
betaqwa, berbudi pekerti luhur dengan berbekal keterampilan dan
pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu mengemban
amanat dan kewajibannya dalam menjalankan ajaran agama untuk
kepentingan membangun bangsa dan negara.
35

6. Aktivitas Santri Pondok Pesantren Al Wahid


No. WAKTU KEGIATAN HARIAN
1. 03:40 – 06:10 Sahur (puasa senin dan kamis),
sholat qiyamullail, shalat subuh
secara berjamaah, dan menyetor
hafalan)
2. 06:10 – 07:15 Bersih-bersih, mandi, sarapan
dan persiapan masuk sekolah
3. 07:20 – 12:10 Apel pagi, belajar di sekolah dan
sholah dzuhur berjamaah
4. 13:20 – 14:30 Makan siang, muroja’ah hafalan
5. 15:35 – 17:00 Shalat ashar, muroja’ah hafalan
6. 17:00 – 18:05 Olah raga, Mandi sore siap-siap
ke masjid
7. 18:05 – 19:30 Sholat magrib berjamaah dan
mengjai mempersiapkan setoran
hafalan
8. 19:30 – 21:00 Sholat isya berjaam, makan
malam, pembacaan pelanggaran
dan mengulang pelajaran di
sekolah
9. 22:00 – 03:30 Istirahat
4.4 aktivitas Santri
7. Program Kegiatan Santri
1) Kajian kitab-kitab kuning
2) Pembinaan Tahfidz dan Tiwalatil Qur’an
3) Latihan berpidato dalam empat Bahasa (Indonesia, Inggris, Arab dan
Bahasa Bugis)
4) Tahfidzul Qur’an
5) Pengembangan seni Qasidah dan Hadrah
36

Kitab yng dikaji

1) Tajwid,
2) Bahasa arab dasar (Nahwu Shorof)
3) Fiqih dasar
4) Akidah
5) Adab-adab menghafal Al-Qur’an

Pesantren mempunyai peran penting sebagai pelaku yang harus


menyebarkan dan menumbuhkan benih-benih amal ma’ruf itu di tengah-
tengan perkembangan pergaulan masyarakat pada saat ini. Usaha untuk
menyebarluaskan ajaran agama islam serta merealisasikannya di tengah-
tengah masyarakat adalah sebagaian dari usaha dakwah yang dilaksanakan.
Pondok pesantren Al-Wahid di bangun di atas tanah seluas 4,5 hektar,
berada tepat di sisi jalan poros sidenreng rappang – soppeng sehingga muda
dijangkau masyarakat luas.

B. Penerapan Pola Komunikasi Pembina Terhadap Santri dalam pembinaan


kedisiplinan hafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al Wahid Sidenreng
Rappang
Adapun tahapan dalam menganalisis data yang dilakukan peneliti,
penerapan pola komunikasi pembina terhadap santri dalam pembinaan
kedisiplinan hafal Al-Qur’an yaitu dengan melakukan observasi langsung ke
tempat yang dijadikan tempat penelitian yaitu di pondok pesantren Al-Wahid
Sidenreng Rappang. Peneliti mengamati bagaimana pola komunikasi yang
digunakan atau diterapkan pembina terhadap santri agar kegiatan menghafal Al-
Qur’an akan berjalan dengan baik dan lancar.
Sesuai dengan fokus penelitan yaitu pola komunikasi pembina terhadap
santri dalam pembinaan kedisiplinan hafalan Al-Qur’an khusus santri dalam
program akselerasi atau percepatan di pondok pesantren Al-Wahid Pape
37

Kabupaten Sidenreng Rappang. Yang bertanggung jawab dalam proses


pembinaan kedisiplinan hafan Al-Qur’an khususnya santri kelas akselerasi atau
santri yang fokus pada percepatan hafalan 30 juz yaitu ustadz Abdul Hamid.
Pembina asrama yang bertanggung jawab dalam proses pembinaan kedisiplinan
hafal Al-Qur’an ini sudah di tunjuk langsung oleh pimpinan pondok pesantren
sesuai standar yang dibutuhkan. Oleh sebab itu pembina inilah yang sangat
berpengaruh dan berperan sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan yang
akan disampaikan kepada santri agar santri dapat menerima dan memahami
dengan baik makna serta isi pesan yang sampaikan oleh pembina. Maka dari itu
pola komunikasi pembina sangatlah penting dalam proses pembinaan kedisiplanan
hafal Al-Qur’an di pondok pesantren Al-Wahid. Sebagaimana dijelaskan oleh
Bapak Ustadz. Muh Ali Rahim selaku kepala yayasan pondok pesantren Al-
Wahid, yang mengemukakan kepada peneliti dalam proses wawancara sebagai
berikut:
“di pondok pesantren Al-Wahid ini kita punya beberapa program, dan
setiap program sudah memiliki pembinanya masing-masing disetiap
asrama sesuai standar yang dibutuhkan. Mengenai program yang akan
diikuti, itu tergantung dari calon santri hendak memilih yang mana yang
ia minati”.1
Dari pernyataan kepala yayasan yang mengumukakan bahwa ada beberapa
program yang ada di pondok pesantren Al-Wahid, peneliti hanya fokus kepada
program hafal Al-Qur’an kelas akselaerasi percepatan 30 juz.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu dari observasi, wawancara
dan dokumentasi langsung di lokasi yang menjadi tempat penelitian. Pelaksanaan
wawancara dilakukan dengan informan yang dianggap representatif terhadap
objek masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Informan tersebut merupakan
kepala yayasan pondok pesantren Al-Wahid, salah satu pembina tahfidz serta lima
orang santri. Adapun penelitian yang dilakukan mengenai bagaimana penerapan
pola komunikasi pembina terhadap santri dalam pembinaan kedisiplinan hafal Al-
Qur’an di pondok pesantren Al-Wahid Kabupaten Sidenreng Rappang.

1
Muh. Ali Rahim (53) Ketua Yayasan Ponpes Al Wahid, Wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
38

Komunikasi merupakan proses interaksi yang akan membangun hubungan


dari pembina ke santri sehingga terjalin proses komunikasi yang baik sehingga
pembina dapat menyampaikan pesan terhadap santri, begitu pula dengan santri
dapat menerima pesan yang disampaikan oleh pembina.
Adapun pola komunikasi yang digunakan pembina terhadap santri dalam
pembinaan kedisiplinan hafal Al-Qur’an yaitu dengan menggunakan teori yang
dijelaskan oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss ”komunikasi dikatakan efektif
apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudnya atau komunikasi
dinilai efektif apabila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh
pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap. Dalam
perspektif Islam pola komunikasi adalah proses penyampaian pesan-pesan
keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam
menekankan pada unsur pesan yakni nilai-nilai dalam Islam. Dalam hal ini gaya
bicara dan penggunaan bahasa. Dalam QS. Taha/20: 44, Allah swt berfirman:
‫َف ُقواَل لَهُۥ قَ ۡوال لَّيِّنا لَّ َعلَّهُۥ َيتَ َذ َّك ُر أَ ۡو خَي َۡشخ ٰى‬

Terjemahnya:
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".
Maksud dari ayat di atas bahwa seorang pembina tentunya harus
berkomunikasi langsung dengan cara menyampaikan arahan-arahan kepada santri
dengan cara lemah lembut, supaya dalam proses pembinaan kedisplinan santri
tetap mengikuti arahan dari pembina dan santri akan tetap meningat dan takut atau
segan kepada pembina.
Adapun pola komunikasi yang digunakan pembina dalam membina
kedisiplinan hafal Al-Qur’an sebagai berikut:

Pola Komunikasi Pembina Santri


Pola Komunikasi Linear
1. Pola Komunikasi Menyampaikan hal- Komitmen dan
Antarpribadi hal yang disiapkan konsisten dalam
sebelum menghafal menghafal Al-Qur’an
Al-Qur’an
39

Mengumpulkan
2. Pola Komunikasi semua santri khusus -
Kelompok program akselerasi
30 juz
Pola Komunikasi Sirkular Memberikan Berbagi pengalaman
motivasi kepada dalam proses
santri, menambah menghafal dengan
ilmu serta wawasan teman dan pembina

1. Pola Komunikasi Linear


Pola komunikasi linear merupakan proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi ini dilakukan
dengan cara tatap muka baik secara pribadi maupun kelompok.
a. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang melibatkan dua orang atau
lebih yaitu antara komunikator dan komunikan. Seperti yang dijelaskan dalam
proses wawancara yang dilakukan peneliti dengan ustadz Abdul Hamid selaku
pembina:
”tidak jauh berbeda dengan pembinaan yang dilakukan oleh pondok
pesantren pada umumnya, saya selaku pembina akan menyampaikan
kepada santri apa saja yang dibutuhkan dalam proses menghafal Al-
Qur’an supaya tidak ada hal yang dapat menghabat proses hafal santri.”2
Dalam proses hafal Al-Qur’an pembina tentunya sangat memperhatikan
seluruh santri mulai dari kebutuhan yang akan digunakan saat menghafal dan juga
tetap memeberikan semangat, dorongan dan motivasi kepada santri. Komitmen
dan konsisten adalah dua hal yang harus dipegang oleh santri penghafal Al-
Qur’an.
Adapun hasil wawancara peneliti kepada pembina tahfidz di pondok
pesantren Al-Wahid yaitu dengan ustadz Abdul Hamid yang mengatakan bahwa:
“yang saya tekankan kepada santri adalah agar tetap komitmen dan
konsisten dalam hafalannya. salah satunya dengan bemberi motivasi

2
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
40

santri agar tetap konsisten dengan tujuan awal mereka, yakni menghafal
Al-Qur’an sampai dengan 30 juz. Saya sebagai pembina akan
memberikan hadiah kepada santri setiap perpidahan juz, supaya mereka
tetap semangat menghafal Al-Qur’an”3
Pernyataan ustadz Abdul Hamid juga ditambahkan oleh salah satu
santrinya yang bernama Muhammad Nizar Mahendra:

“pemberian hadiah bukan hanya dari pembina kami saja, kami juga para
santri juga mengumpulkan uang untuk membeli hadiah dan
memberikannya kepada santri yang tetap konsisten bahkan bisa
menyelesaikan sebelum dari target yang ditentukan, agar semangat kami
juga bertambah untuk cepat-cepat menyelesaikan target hafalan. Kita
juga kumpul uangnya tidak seberapa, yang berharga disini momentumnya
saja dan saling memberi support.”4
Dari hasil wawancara peneliti di atas bagaimana pola komunikasi yang
digunakan pembina dalam membina kedisiplinan santri dengan menggunakan
komunikasi antarpribadi yaitu berkomunikasi dengan melibatkan pembina dan
santri secara pribadi. Pembina tetap memberikan dukungan dan peringatan kepada
santri agar tetap komitmen dan konsisten dalam hafalan mereka dengan memberi
hadiah kepada santri yang tepat waktu menyetor hafalan.
Hasil analisis peneliti tentang pola komunikasi antar pribadi yang
digunakan pembina dalam membina kedisiplinan hafal Al-Qur’an menurut
peneliti tidak semua santri bisa menerima dengan baik karena santri masing-
masing santri memiliki karakter yang berbeda-beda. Seperti dalam halnya
memberikan hadiah kepada santri yang menyetor hafalan tepat waktu dan naik juz
sesuai target, ada beberapa santri yang memang semangat dan menjadikan ini
sebagai motivasi untuk dirinya dan adapula santri yang beranggapan bahwa ia
telah mendapatkan hadiah tersebut dan tidak merasa tertantang lagi untuk
menyetor hafalan tepat waktu.
b. Komunikasi Kelompok

3
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
4
Muhammad Nizar Mahendra (20) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April
2021
41

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara


seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua
orang. Seperti yang dijelaskan oleh ustadz Abdul Hamid selaku pembina:
“setiap hari saya akan mengumpulkan santri di masjid untuk
mengingatkan hafalan mereka apakah sudah siap untuk diperhadapkan
sesuai dengan kesepakatan awal yakni minimal 1 halaman setiap hari.
Dan untuk jadwal menyetor hafalan mulai dari pukul 10.00 sampai
dengan pukul 21.00”.5
Pernyataan ustadz Abdul Hamid yang mengatakan bahwa setiap hari ia
mengingatkan kepada santri untuk menyetor hafalan juga diperkuat oleh
pernyataan ketua yasasan Bapak ustadz Muh. Ali Rahim yang mengatakan bahwa:
“setiap pekan saya akan mengumpulkan seluruh santri penghafal Al-
Qur’an di Masjid untuk mengetahui bagaimana perkembangan hafalan
mereka dan tidak lupa saya juga akan memberikan motivasi dan semangat
untuk tetap konsisten dan taat dalam proses menghafalnya. 6
Dari hasil wawancara di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
komunikasi kelompok yang digunakan pembina yaitu dengan bekerja sama
dengan kepala yayasan dan pembina meperhatikan perkembangan hafalan dari
semua santri. Kepala yayasan dan pembina juga memberikan motivasi dan
dorongan semangat menghafal kepada santri dengan memberikan batasan waktu
penyetoran hafalan sehingga santri tidak lalai dengan tangung jawab mereka yaitu
wajib menyetor hafalan minimal satu halaman setiap hari.
Hasil analisis terhadap pola komunikasi yang digunakan pembina terhadap
santri menggunakan komunikasi kelompok menurut peneliti sudah baik dan
efektif karena menyetor hafalan itu sudah tugas wajib bagi santri dan pembina
tetap mengingatkan agar santri tetap fokus dan semangat untuk menyelesaikan
target hafalan mereka. Dengan bantuan dan kerja sama dari kepala yayasan,
pembina dan kepala yayasan juga bisa melihat langsung bagaiman perkembangan
santri dalam proses hafal Al-Qur’an.
2. Pola Komunikasi Sirkular
Pola komunikasi sirkular adalah terjadinya feedback atau umpan balik
antara komunikan kepada komunikator, begitupun sebaliknya, dan saling
5
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
6
Muh. Ali Rahim (53) Ketua Yayasan Ponpes Al Wahid, Wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
42

memberikan tanggapan antara komunikator dan komunikan tersebut terhadap


pesan yang disampaikan dari komunikan terhadap komunikator.
Seperti halnya yang disampaikan oleh ustadz Abdul Hamid dalam proses
wawancara yang dilakukan peneliti:
”setiap hari jum’at biasanya saya akan mengumpulkan santri khusus
program 30 juz untuk berbicara tentang pengalaman-pengalaman atau
memberikan motivasi kepada santri. Saya juga akan memeberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada santri agar menambah wawasan
mereka.”7
Dari hasil wawancara peneliti di atas pembina menggunakan pola
komunikasi sirkular yaitu terjadinya feedback atau umpan balik atau pembina dan
santri berdiskusi baik itu bebagi pengalaman pembina maupun pengalaman santri
saat menghafal dan juga memebrikan pertanyaan kepada santri agar dapat
menambah wawasan mereka.
Hasil analisis peneliti terhadap pola komunikasi sirkular yang digunakan
pembina dalam membina kedisiplinan hafal Al-Qur’an santri menurut peneliti
sudah efketif. Karena selain fokus dengan target hafalan, pembina juga
meluangkan waktu satu hari setiap pekan untuk berumpul dengan santri dan
mengajak santri untuk saling berbagi pengalaman baik dalam proses menghafal
maupun yang lainnya. Pembina juga memberikan motivasi kepada santri serta
menambah wawasan dan memeberikan pertanyaan kepada santri agar melatih otak
dan cara berpikir mereka. Dengan pola komunikasi sirkular ini santri tidak merasa
monoton menghafal terus setiap hari. Tapi juga ada hari dimana mereka bisa
berbagi dan bercerita baik itu keluh dan kesah selama menghafal.
C. Tantangan Pembina dalam Membina Kedisiplinan Santri dalam
Pembinaan Kedisiplinan hafal Al-Qur’an
Adapun tahapan dalam menganalisis data yang dilakukan peneliti tentang
tantangan pembina dalam pembina kedisiplinan santri dalam pembinaan hafal Al-
Qur’an yaitu dengan melakukan observasi langsung ke tempat yang dijadikan
tempat penelitian yaitu di pondok pesantren Al-Wahid Sidenreng Rappang.

7
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
43

Peneliti mengamati bagaimana tantangan yang temukan peneliti dalam proses


pembinaan kedisiplinan hafal Al-Qur’an.
Menjadi seorang penghafal Al-Qur’an memang tentunya sangat tidak
mudah, santri-santri penghafal Al-Qur’an harus berjuang dengan penuh semangat
dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk bisa menyelesaikan target hafalannya.
Tentu tidak banyak orang yang mampu dan sanggup berjuang dalam menghafal
Al-Qur’an. Sehingga hanya orang-orang yang terpilih saja yang siap mental lahir
dan batin untuk menghafal Al-Qur’an 30 juz. Dalam proses menghafal Al-Qur’an
tentunya harus dengan bantuan dan arahan dari pembina agar tetap terkontrol dan
pembina diharapkan memberikan contoh figure yang memberikan teladan
terhadap santri dengan mengajakanya tetap disiplin dan konsisten. Begitu halnya
dengan pembina tahfidz di pondok pesantren Al-Wahid tentunya memiliki kendala
atau tantangan dalam membina kedisiplinan santri.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di pondok
pesantren Al-Wahid. Tantangan pembina dalam membina kedisiplinan santri
dalam menghafal Al-Qur’an peneliti kaitkan dengan teori Siswanto “2001”
memandang bahwa disiplin ialah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh,
dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis serta sanggup menjalakannya dan tidak mengelak untuk menerima
sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan
kepadanya. Dalam persektif islam disiplin telah menjadi satu ilmu yang diajarkan
agama islam. Disiplin sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terkhusus
bagi santri di pondok pesantren Al-Wahid dalam menghafal Al-Qur’an. Disiplin
biasanya dapat di kaitkan dengan pemenuhan aturan dan pemanfaatan waktu.
Seorang dapat disebut disiplin apabila mengerjakan tugas dan pekerjaanya dengan
tepat waktu. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Ashr/103: 1-3
‫اص ۡو ْا بِٱلص َّۡب ِر‬ ِّ ‫ص ۡو ْا بِ ۡٱل َح‬
َ ‫ق َوتَ َو‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬
َ ‫ت َوتَ َوا‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬ ۡ ‫َو ۡٱل َع‬
ْ ُ‫ص ِر إِ َّن ٱإۡل ِ ن ٰ َسنَ لَفِي ُخ ۡس ٍر إِاَّل ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
Terjemahnya:
Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.
44

Pada rumusan masalah ini peneliti membagi menjadi 2 bagian, yaitu:


Tantangan Pembina Santri
Kedisiplinan Menyetor Memperhatikan target Menyetor hafalan sesuai
Hafalan hafalan santri target
Kedisiplinan Menjaga Selain tetap fokus Muroja’ah dan tetap
Hafalan dengan target hafalan, mengejar target hafalan
juga harus fokus dengan
terjaganya hafal yang
telah dihafalkan

1. Kedisiplinan menyetor hafalan Al-Qur’an


Kedisiplinan dalam waktu menyetor menghafal Al-Qur’an adalah hal yang
sangat penting dalam proses menghafal santri, karena waktu menyetor menghafal
ini harus sangat diperhatikan oleh santri, apabila santri telah lalai dari tanggung
jawabnya maka santripun harus bentanggung jawab. Seperti halnya yang
dijelaskan oleh pembina ustadz Abdul Hamid yang mengatakan bahwa:
“dalam kelas ini saya sebagai pembina telah menentukan berapa halaman
yang akan disetor oleh santri untuk setiap harinya, yaitu minimal 1
halaman. Jadi apabila ada santri yang tidak menyetor hafalannya maka
akan diberikan hukuman.”8
Pernyataan ustadz Abdul Hamid juga dikuatkan oleh hasil wawancara
peneliti terhadap santri yang bernama Muhammad Iqbal:
“kalau kita tidak menyetor minimal 1 halaman dalam satu hari, akan
dikenakan denda, maksudnya kami santri harus menyetor 2 halaman
besok harinya. Dan tentunya juga mendapat hukuman karena tidak
menyelesaikan target harian.”9
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa tantangan pembina
dalam membina kedisiplinan dalam proses menghafal Al-Qur’an sangat terlihat,
dimana pembina harus betul-betul mengotrol santri agar tetap dapat
menyelesaikan dan menyetor target hafalannya. Tentunya sebagai santri harus
pandai dalam mengatur waktu menghafal agar tetap bisa menyetor hafalan sesui
target. Kedisiplinan santri merupakan poin utama dalam keberhasilan santri dalam

8
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
9
Muhammad Iqbal (19) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
45

proses menghafal Al-Qur’an. Namun sesuai dengan hasil wawancara peneliti


tantangan pembina sangat berat, dibuktikan dari masih ada beberapa santri yang
lalai dengan tanggung jawabnya, maka dari itu pembina sangat berperan penting
dalam proses ini agar dapat membimbing serta memotovasi santri agar tetap
disiplin dalam menghafal Al-Qur’an.
Hasil analisis peneliti terkait tantangan pembina dalam membina
kedisplinan santri dalam menghafal Al-Qur’an masih kurang karena dalam kelas
ini hanya ada satu pembina, jadi menurut peneliti pembina akan kewalahan untuk
memperhatikan semua santri sehingga besar peluang untuk santri bermalas-
malasan dan lalai dalam tanggung mereka. Akan tetapi pemeberian hukuman
kepada santri yang tidak tepat waktu menyetor hafalan dengan memakai sistem
denda dan tetap dikenakan sanksi menurut peneliti sudah efektif karena secara
tidak langsung santri akan sangat berusaha untuk menyelesaikan hafalan. Jika
tidak bisa menyelesaikan hafalan pada hari itu makan akan lebih sulit
menyelesaikan hafalan besok harinya apalagi dengan harus menjalankan hukuman
dari pembina.

2. Kedisiplinan menjaga hafalan Al-Qur’an


Kedisiplinan menjaga hafalan Al-Qur’an adalah tugas yang harus
dilaksanakan santri setiap hari di pondok pesantren Al Wahid dengan bantuan dari
pembina. Meningkatkan kualitas hafalan adalah kewajiban setiap santri tanpa
terkecuali selama dalam masa mondok atau tidak libur.
Sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan pembina tahfidz ustadz
Abdul Hamid yang mengatakan bahwa:
“salah satu tantangan terberat saya sebagai pembina yaitu tetap
memperhatikan hafalan santri, tidak hanya fokus kepada target harian
tapi juga tetap menjaga hafalan yang telah disetor agar tidak terlupakan.
Karena percuma kan dek kalau setiap hari menyetor hafalan 1 halaman
tapi 1 halaman kemarin terlupakan. Jadi sebisa mungkin saya akan tetap
mengingatkan kepada santri agar tetap muroja’ah hafalan mereka.”10

10
Abdul hamid (25) pembina Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021
46

Pernyataan pembina tahfidz ustadz Abdul Hamid diperkuat oleh salah


santri Muhammad Fikar yang mengatakan bahwa:

“salah satu cara agar hafalan kita tetap terjaga yaitu dengan cara
muroja’ah sebelum menambah hafalan terlebih dahulu kita mengulang
hafalan sebelumnya kemudian melanjutkan. Muroja’ah hafalan bisa kita
lakukan sendiri tapi akan lebih baik jika diperdegarkan dengan teman
sesama tahfidz atau dengan pembina kita.” 11
Dari hasil wawancara peneliti di atas terkait tantangan pembina dalam
membina kedisiplinan santri dalam hafal Al-Qur’an. Menjaga hafalan adalah hal
sangat sulit dibandingkan dengan menambah hafalan, ini merupakan tugas yang
sangat sulit dan harus diperhatikan sebagai pembina. Bagaimana cara yang akan
dilakukan agar santri tetap bisa menjaga hafalan mereka.
Hasil analisis peneliti terhadap tantangan pembina dalam membina
kedisiplinan santri dalam hafal Al-Qur’an tidak semua santri bisa dengan mudah
menghafal kemudian muroja’ah dan menambah lagi hafalan mereka, karena
menurut peneliti santri tidak memiliki banyak waktu disamping kewajibannya
menyetor hafalan satu halaman setiap hari santri juga harus tetap muroja’ah
hafalan agar tidak terlupakan. Jadi menurut peneliti waktu santri hanya untuk
menghafal dan muroja’ah setiap harinya waktu untuk istirahat dan bermain sangat
kurang. Akan tetapi usaha pembina dalam meminimalisir tantangan ini dengan
tetap mengingatkan kepada santri menurut peneliti sudah cukup efektif karena
pembina tetap bertanggung jawab. Selain bertanggung jawab dengan target
hafalan harian santri juga bertanggung jawab dengan terjaganya hafalan Al-
Qur’an santri.

11
Muhammad Fikar (19) Santri Ponpes Al Wahid, wawancara di Sidrap, tgl 3 April 2021

Anda mungkin juga menyukai