LP CF Femur 27-10-2021 Untuk Gabung
LP CF Femur 27-10-2021 Untuk Gabung
OLEH :
DANDUNG SETIADI
NIM: 2021.01.14901.011
i
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Dandung Setiadi
NIM : 2021.01.14901.011
Program Studi : Profesi Ners
Judul :Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
keperawatan pada pada Pasien Ny. I dengan Diagnosa
medis Close Fraktur Femur di Ruang ROE RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya.
LEMBAR PENGESAHAN
ii
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Dandung Setiadi
NIM : 2021.01.14901.011
Program Studi : Profesi Ners
Judul :Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
keperawatan pada pada Pasien Ny. I dengan Diagnosa
medis Close Fraktur Femur di Ruang ROE RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya.
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
KATA PENGANTAR
iii
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan keperawatan pada pada Pasien
Ny. I dengan Diagnosa medis Close Fraktur Femur di Ruang ROE RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya”.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan pendahuluan
ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan sekaligus selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan ini.
3. Ibu Isna Wiranti S.Kep.,Ners. Selaku Koordinator PPK.
4. Ibu Katharina, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing lahan yang telah memberikan
bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada keluarga Ny.I yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai kelolaan
dalam asuhan keperawatan.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan studi
kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi kasus ini. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan studi kasus ini bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR ISI
iv
SAMPUL DEPAN i
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN i
1.1 Latar Belakang 4
1.1 Rumusan Masalah 4
1.1 Tujuan Penulisan 4
1.1 Manfaat Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 4
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi 4
2.1.3 Etiologi 6
2.1.4 Klasifikasi 6
2.1.5 Patofisiologi 7
2.1.6 Manifestasi Klinis 10
2.1.7 Komplikasi 10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 10
2.1.9 Penatalaksanaan Medis 11
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 13
2.2.1 Pengkajian 13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 14
2.2.3 Intervensi 16
2.2.4 Implementasi 18
2.2.5 Evaluasi 18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa19
3.2 Pemeriksaan Fisik 20
3.3 Analisa Data 24
3.4 Prioritas Masalah 26
3.5 Rencana Keperawatan 27
3.6 Implentasi dan Evaluasi 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Akibat dari fraktur femur ini dapat berdampak terhadap fisik dan psikologis,
sosial, spiritual. Dampak pada fisik nya yaitu terjadi perubahan pada bagian
tubuhnya yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada ekstermitas bahkan
kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi. Dampak terhadap
psikologis seperti pasien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri
dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat, takutnya terjadi kecacatan pada dirinya dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri). Dampak sosial dari
fraktur femur pasien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar
dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan memenuhi
kebutuhannya sendiri seperti biasanya sedangakan dampak spiritual pada fraktur
femur pasien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan
karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya (Mutaqqin, 2012).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012 terdapat
5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita Fraktur akibat
kecelakaan lalulintas. Sedangkan pada tahun 2018 angka kematian fraktur akibat
cedera lalulintas terjadi paling tinggi di Venezuela (45.1%), Indonesia pada urutan
ke 8 di Asia dengan angka sebanyak (15.3%) setelah itu Timur Leste dan India
masing-masing (16,6%).
Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) cedera dijalan raya pada
tahun 2013 sebanyak 42,8% mengala mi penurunan jika dibandingkan pada tahun
2018 yaitu sebanyak 31, 4%. Sedangkan kejadian kecelakaan lalu lintas di
Indonesia terjadi sebanyak 2,2 %, yang mana kecelakaan lalu lintas yang tinggi
terjadi di Sulawesi Utara sebanyak 3,5 % di Sulawesi Selatan sebanyak 3,4 %
Sulawesi Tengah sebanyak 3,3% di Sumatera Barat sebanyak 2,5 % dan paling
rendah terjadi di Jambi sebanyak 1,1% (Riskesdas, 2018).
Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses dalam praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk memenuhi
kebutuhan pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya
dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarakan kaidah-kaidah ilmu
3
5
6
Tulang femur atau tulang paha pada ujung proksimalnya terdapat kaput
femoris yang bulat sesuai dengan mangkok sendi (asetabulum). Kolumna femoris
menghubungkan kaput femoris dengan korpus femoris. Di tengah kaput femoris
terdapat lekuk kecil yang dinamakan fovea kapitalis tempat melekat ligamentum teres
femoralis yang menghubungkan kaput femoris dengan fosa asetbulum. Bagian lateral
dari kolumna femoris terdapat trokhanter mayor dan bagian medial trokhanter minor
keduanya dihubungkan oleh krista interokhanterika. Antara trokhanter mayor dan
kolumna femoris terdapat lekuk yang agak dalam disebut fosa trokhanterika. Pada
dataran belakang tengah os femur terdapat line aspera. Ujung distal femur mempunyai
dua bongkol sendi, kondilus lateralis dan kondilus medialis. Diantara keduanya bagian
belakang terdapat lekukan fosa interkondiloid. Bagian medial dari kondilus medialis
terdapat tonjolan kecil epikondilus medialis femoralis dan sebelah lateral
epikondilus lateralis (Syarifuddin, 2011: 105)
7
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel- selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensek- resikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan, asam poli sakarida,
dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral
anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remodeling tulang.
2.1.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar
daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadilah
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi
menjadi edema lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vaskonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena adanya cedera,
8
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-
katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syhok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokinin-sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume
darah didalam sistem venasistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan
kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme airobik
normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi konpensasi dengan
berpindah ke etabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembangnya asidosis metabolik bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan retikulum endokplasmik merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan di ikuti cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga
terjadi penumpukan kalsium intra- seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
cidera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel.
Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai
jala-jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
9
baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direbsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluhuh darah
atau penekanan tersebut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan
yang mengakibat kan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot (wijaya,
2013).
10
11
2.1.5
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep
penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat
menembus kulit pada saat terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia kembali
hampir pada posisi semula.
2.1.6 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
13
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur
femur :
1. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
2. Rotasi pemendekan tulang
3. Penekanan tulang
4. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
5. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
6. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
7. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan
persendian lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera.
2.1.7 Komplikasi
1. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah sebagai
berikut:
1) Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
3) Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
4) Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi
dan oklusi atau terpotong sama sekali.
14
5) Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai aksono
temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada
cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
6) Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
7) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi
dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2008).
2.1.8 Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin,
pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
1. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang
tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan
15
1. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnostik medis (muttaqin, 2008).
2) Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
(1) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
(4) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka yang lain (muttaqin, 2008).
4) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan
formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur
ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan
kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(muttaqin, 2008).
17
(5)Pola aktivitas
18
2. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya
yang dicatat merupakan tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal
(2) Secara sistemik
Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada pendengaran.
Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut
20
yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape au lait itu bisa berbentuk
seperti oval dan di dalamnya bewarna coklat. Ada juga berbentuk daun dan
warna coklatnya lebih coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-
bintik dan warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya ditemukan di
badan, pantat, dan kaki.
Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau hipergigmentasi.
Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
Posisi jalan
(2) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult. Capillary refill
time Normal 2 detik.
Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat
dipermukaan atu melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurevaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan tehadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di catat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau dalam
22
Manajemen obat :
Aktifita-aktifitas :
Aktifitas-aktifitas :
Manajemen energi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Kaji stats fisiologis pasien
yang
29
menyebabkan kelelahan
Tentukan persepsi psien
mengenai penyebab kelelahan
Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan baik
secara farmakologis maupun
non farmakologis
Monitori intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui sumber
energi
2) Monitor waktu dan lama
istirahat pasien
3) Batasi jumlah dan gangguan
pengunjung
4) Monitor respon oksigen pasien
(misalnya tekanan darah, nadi,
repirasi) saat perawatan
maupun melakukan perawatan
secara mandiri
Bantuan perawatan diri :
Aktifitas-aktifitas :
1) pertimbangkan budaya
pasien ketika meningkatkan
aktivitas perawatan diri
2) pertimbangkan usia pasien
ketika meningkatkan
kativitas perawatan diri
3) monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
4) monitor kebutuhan pasien
terkait dengan lat-alat
kebersihan diri
5) berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
30
Aktifitas-aktifits :
Aktifitas-aktifitas :
Aktifitas-aktifitas :
1) Inspeksi terhadap
kebersihan kulit yang
buruk
2) Inspeksi warna, suhu,
tekstur, pecah-pecah
atau luka pada kulit
3) Dapatkan data mengenai
adanya peruabahn pada
kaki dan riwayat ulser kaki
sebelumnya maupun saat
ini
4) Tentukan status
mobilisasi
5) Kajin adanya klaudikasi
yang berselang-seling,
nyeri saat istirahat atau
nhyeri saat malam
6) Tentukam ambang batas
persepsi vibrasi
7) Kaji refleks tendon
35
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
4) Anjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan
dengan
36
tepat
5) Anjurkan pengunjung untuk
menvuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
7) Lakukan tindakan- tindakan
pencegahan yang bersifat
universal
8) Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
9) cukur dan siapkan daerah
untuk persiapan prosedur
invasive
10)jaga sistem yang tertutup saat
melakukan monitor
hemodinamik invasive
11)berikan penaganan aseptic dari
semua saluran IV
12)tingkatka intake nutrisi yang
tepat
13)dorong intake cairan yang
sesuai
14)dorong untuk bersitirahat
15)berikan terapi antibiotik yang
sesuai
16)anjurkan pasien meminum
antibiotic seperti yang
diresepkan
17)ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi
18)ajarkan pasien dan keluarga
mengeai bagaimana
menghindari infeksi.
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
38
kesehatan
4) Anjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan dengan
tepat
5) Anjurkan pengunjung untuk
menvuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
7) Lakukan tindakan- tindakan
pencegahan yang bersifat
universal
8) Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
9) cukur dan siapkan daerah
untuk persiapan prosedur
invasive
10) jaga sistem yang tertutup
saat melakukan monitor
hemodinamik invasive
11) berikan penaganan
aseptic dari semua saluran IV
12) tingkatka intake nutrisi
yang tepat
13) dorong intake cairan yang
sesuai
14) dorong untuk bersitirahat
15) berikan terapi antibiotik
yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic seperti
yang diresepkan
17) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi
18) ajarkan pasien dan
keluarga mengeai bagaimana
menghindari
infeksi
39
Pengecekan kulit :
Aktifitas-aktifitas :
1) Periksa kulit dan selaput
lendir terkait dengan
adanya kemerahan,
kehangatn ekstrim, edema
dan drainage
2) Amati warna, kehangatan,
bengkak, pulsasi, tekstur,
edema dan ulserasi pada
ekstremitas
3) Periksa kondisi luka
operasi
4) Monitor warna dan suhu
kulit
5) Monitor kulit dan selaput
lendir terhadap area
perubahan warna, memar,
dan pecah
6) Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
7) Monito sumber tekanan
dan gesekan
8) Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
9) Lakukan langakh-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda- tanda
kerusakan kulit
Aktifitas-aktifitas :
2.3.2 Klasifikasi
1. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan
kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
(1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
(2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya terjadinya hemiplegi
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
42
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil
selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
2. Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal,
misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat
menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
2.4.5.8 Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta
nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan
kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
2.4.5.9 Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urine berkurang.
2.4.5.10 Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan
menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan
dampk imobilitas karena selama proses imobilitas seseorang akan mengalami
perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain (Widuri, 2010).
2.4.6 Komplikasi
Komplikasi Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016)
gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus,
orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu,
komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk pada
kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan. Kemudian,
juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu
arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus. Bagian yang biasa
mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak
50
dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi juga menjadi salah satu
komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak
dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intra
cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).
2.4.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan
mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak
yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM)
yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range
of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun
otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat
melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan
latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan
atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang
sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas
fisik, antara lain :
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti memiringkan
pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg, posisi genupectoral, posisi
dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
2. .Ambulasi dini. Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
mingkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
51
tempat tidur, hambatan mobilitas berkursi roda, hambatan duduk, hambatan berdiri,
hambatan kemampuan berpindah, dan hambatan berjalan. Selanjutnya, hambatan
mobilitas fisik memiliki 18 etiologi, yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan intoleran aktivitas, ansietas, indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai
usia, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat, penurunan kekuatan otot,
penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan ketahanan tubuh, dengan
depresi, dengan disuse, kurang dukungan lingkungan, kurang pengetahuan tentang
nilai aktivitas fisik, kaku sendi, malnutrisi, nyeri, fisik tidak bugar, keengganan
memulai pergerakan, gaya hidup kurang gerak.
2.5.3 Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil ) Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah diberikan tindakan SIKI, I.05173, Hal, 30 1. Mengetahui keluhan sehingga mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 terganggu
berhubungan dengan jam diharapkan mobilitas Dukungan Mobilisasi: 2. Mengetahui seberapa jauh toleransi
Keenggan melakukan fisik meningkat SLKI, 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan pergerakan
pergerakan dibuktikan L.05042 dengan kriteria hasil fisik 3. Menilai keadaan umum selama melakukan
dengan Gerakan terbatas : 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan mobilisasi
dan enggan melakukan 1. Kekuataan otot pergerakan 4. Melatih keluarga dalam membantu mobilisasi
pergerakan. meningkat dengan skor 3) Monitor keadaan umum selama pasien
SDKI.D.0054, HAL.124 5 melakukan mobilisasi 5. Memberikan pemahaman tentang mobilisasi
2. Rentang gerak (ROM) 4) Libatkan keluarga untuk membantu pada pasien dan keluarga dan membantu
meningkat dengan skor pasien dalam peningkatkan Mobilisasi proses penyembuhan
5 5) Jelaskan tujuan dari prosedur mobilisasi 6. Melatih mobilisasi sederhana
3. Pergerakan ekstermitas 6) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
miningkat dengan skor dilakukan (duduk di tempat tidur, mika
5 miki)
4. Gerakan terbatas
menuruun dengan skor
5
54
2.5.3.1 Intervensi
Observasi :
1. Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya saat melakukan aktivitas.
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan,jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) (SIKI
I.05173, 2018)
2.5.4 Implementasi
Lakukan, informasikan, dan tuliskan, adalah frase tindakan implementasi.
Melakukan asuhan keperawatan dengan dan untuk klien. Menginformasikan hasil
dengan cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan kesehatan lain,
secara individual atau dalam konferensi perencanaan. Menuliskan informasi
dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia layanan kesehatan
selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan pemahaman. Selalu
ingat bahwa komunikasi dan dokumentasi yang adekuat akan memfasilitasi
kontinuitas asuhan (Rosdahl dan Kowalski, 2017)
2.5.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis, perencanaan,
dan implementasi. Klien adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah dalam
mengevaluasi asuhan keperawatan adalah, menganalisis respon klien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau kegagalan,
dan perencanaan untuk asuhan di masa depan.
55