1. Adapun desain pembelajaran IPA secara rinci yang bisa mengembangkan dan mencapai
suatu simtem yang komprehensif dalam tiga tujuan harus mencangkup
1. Kognitif
a. Pengetahuan (mengingat, menghafal)
b. Pemahaman (menginterpretasikan)
c. Aplikasi (menggunakan konsep, memecahkan masalah)
d. Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e. Sintesis (menggabungkan nilai, metode, ide dll)
f. Evaluasi (membagikan nilai, ide, metode dll)
2. Afektif
a. Pengenalan (ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu)
b. Meresepon (aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai)
d. Pengorganisasian (menghubung-hungkan nilai-nilai yang dipercayai)
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)
3. Psikomotorik
a. Peniruan (menirukan gerak)
b. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c. Ketapatan (melakaukan gerak dengan benar)
d. Perangkaian (melakaukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
e. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
2. Dalam perkembangan teknologi dan informasi di era sekarang, mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi peserta
didik karena dalam pembelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran mata pelajaran IPA diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta melihat masa depan dengan pengembangan lebih lanjut menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar memahami alam
sekitar secara ilmiah.
a ) Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik
dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
b ) Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah,
melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari
lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam belajar.
c ) Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral
menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
d ) Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan
analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
4. Alice Thomas dan Glenda Thorne mendefinisikan istilah HOTS dalam artikel yang
berjudul How to Increase Higher Order Thinking (2009) sebagai cara berpikir pada
tingkat yang lebih tinggi daripada menghafal, atau menceritakan kembali sesuatu yang
diceritakan orang lain.
Bloom (1956) mempublikasikan taksonomi berpikir, dari berpikir tingkat rendah hingga
tingkat tinggi, yaitu:
(a) pengetahuan
(knowledge),
(b) pemahaman (comprehension),
(c) penerapan(application),
(d) analisis (analysis),
(e) sintesis (syntetis), dan
(f) evaluasi (evaluation).
Berpikir tingkat tinggi menurut Bloom (1956) meliputi kemampuan analisis, sintesi, dan
evaluasi. Kemampuan analisis memiliki beberapa indikator, yaitu peserta didik dapat
menganalisis bagian dari satu kesatuan, mengetahui hubungan yang terjadi antar
bagian tersebut, dan menyusun struktur yang terbentuk dari bagian-bagian tersebut.
Kemampuan mensintesis mempunyai indikator dapat menyusun serangkaian rencana
untuk menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu yang telah ada sebelumnya.
Sedangkan kemampuan mengevaluasi memiliki indikator dapat mengevaluasi atau
memberikan umpan balik terhadap keteranngan atau fakta-fakta berdasarkan kriteria
tertentu (Bloom 1956).
Resnick (1987) menganggap bahwa higher order thinking skills (kemampuan berpikir
tingkat tinggi) tidak dapat didefinisikan secara tepat, namun dapat diidentifikasi ketika
hal tersebut terjadi. Beberapa indikator HOTS menurut Resnick (1987) yaitu:
(1) bersifat nonalgoritmik, merupakan bagian dari langkah tindakan,
(2) berpikir secara kompleks,
(3) memiliki banyak pemecahan masalah,
(4) melibatkan interpretasi yang berbeda,
(5) melibatkan berbagai kriteria aplikasi yang melibatkan perdebatan,
(6) sering melibatkan ketidakpastian, tidak semua yang diajarkan dapat dikuasai,
(7) melibatkan pengaturan diri dalam proses berpikir,
(8) dapat menemukan struktur dalam permasalahan,
(9) melibatkan elaborasi dan penilaian yang diperlukan. Secara garis besar
Resnick (1987) mengutarakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
suatu pemikiran yang kompleks dengan melibatkan berbagai sumber dan kriteria
sehingga dapat menyelesaikan masalah.
A. 2 – 4 – 3 – 5 – 1
B. 4 – 2 – 3 – 5 – 1
C. 2 – 3 – 4 – 5 – 1
D. 1 – 2 – 4 – 3 – 5