Anda di halaman 1dari 18

Kualitas Pelayanan Publik

dalam Era Globalisasi dengan Pengunaan E-Government

Dosen Pengampu: Oscar Radyan Danar, S.AP., M.AP., Ph.D

GALUH PRADINI OKTAVIANTI


205030107111034

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ADMINISTRASI
ADMINISTRASI PUBLIK
2021
Kualitas Pelayanan Publik
dalam Era Globalisasi dengan Pengunaan E-Government

Dosen Pengampu: Oscar Radyan Danar S.AP., M.AP., Ph.D

Abstract

Pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan yang strategis, karena sebelum
era reformasi, birokrasi pemerintah sangat mendominasi penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik. Kehidupan masyarakat mengalami banyak
perubahan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat. Kondisi pandemic Covid-19 ini memaksa pemerintah membatasi
kegiatan masyarakat agar tidak terjadi peningkatan pasien Covid-19. Salah satu
upaya dengan penggunaan e-government sebagai upaya pemerintah tetap
menyediakan pelaanan masyarakat. Sebelum penggunaan e-government kualitas
pelayanan publik di Indonesia masih kurang tepat sasaran. Untuk itu diharapkan
pelayanan public dengan e-government dapat dilaksanakan secara merata dan adil
untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan demikian dari penulisan makalah
ini bertujuan untuk memahami manajemen kualitas pelayanan publik dengan
menggunakan e-government di Indonesia. Adapun data dan informasi yang
mendukung penulisan ini dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka,
pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data
dan informasi yang digunakan yaitu data dari skripsi, media elektronik, dan
beberapa pustaka yang relevan. Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa,
Pemerintah dapat mengembangkan manajemen pelayanan publik berbasis internet
atau elektronik (e-government) yang mampu menciptakan pelayanan prima.
Selanjutnya, pemerintah dapat menciptakan e-government sebagai solusi terhadap
persoalan-persoalan pelayanan publik yang selama ini terjadi di Indonesia.

Keywords (Kata-Kata Kunci): E-government, Public Service, Quality Public Service


Pendahuluan
Pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan yang strategis, karena
penyelenggaraan pelayanan publik selama ini belum memiliki dampak yang luas
terhadap perubahan aspek–aspek kehidupan masyarakat. Karena sebelum era
reformasi, birokrasi pemerintah sangat mendominasi penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik. Pemerintah lebih dominan bertindak sebagai
aktor dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga keterlibatan warga negara
dalam pemerintahan sangat terbatas. Namun kini pelayanan publik sudah menjadi
kebutuhan dan perhatian di era otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Undang-undang yang mengatur
tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik merupakan fungsi pemerintahan
itu sendiri.
Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan sebagai
akibat dari kemajuan yang telah dicapai dalam proses pembangunan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Perubahan yang dapat
dirasakan sekarang ini adalah seluruh kegiatan pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat melalui internet atau online atau dapat dikatakan e-government. Selain
itu juga, terjadinya perubahan pola pikir masyarakat ke arah yang semakin kritis.
Hal tersebut dimungkinkan karena semakin hari masyarakat semakin cerdas dan
semakin memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kondisi pandemi
Covid-19 ini membuat pemerintah membatasi kegiatan masyarakat untuk saling
bertemu agar tidak terjadi peningkatan pasien Covid-19. Dengan begitu pemerintah
dituntut mampu memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan dalam segala aspek
kehidupan masyarakat, terutama dalam mendapatkan pelayanan yang
sebaikbaiknya dari pemerintah.
Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian bahwa
pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peratuan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara
merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan
badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai
masalah seperti pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit
ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta
terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas
pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai
permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh rakyat.
Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam
pelayanan publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit
mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki "uang", dengan
sangat mudah bisa mendapatkan segala yang diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka
pelayanan yang diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam
kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain kemungkinan terjadinya disintegrasi
bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks
pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat
meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigm pemerintahan
yang masih belum mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan
konvensional. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di
lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, dan
bukannya untuk melayani (to serve). Padahal pemerintah menurut paradigma
pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam era
demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu
menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang
mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang
dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani",
"mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit",
"sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk
segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002)."
Electronic Government adalah penggunaan teknologi informasi dan
telekomunikasi untuk administrasi pemerintahan yang efisien dan efektif, serta
memberikan pelayanan publik yang transparan dan memuaskan kepada
masyarakat. Terintegrasinya sistem teknologi dan informasi dewasa ini
mempengaruhi lembaga publik seperti pemerintah daerah. Sistem pemerintahan
daerah sekarang ini sudah mulai diintegrasikan dalam suatu teknologi yang dapat
dikendalikan dari pusat pemerintahan. Sebagai contoh adalah dengan adanya
penerapan electronic-government (e-Gov) yang mulai diterapkan di Indonesia. Sebagai
gambaran,  e-government tidak membutuhkan penyelenggara negara (aparatur
pemerintah) yang banyak, melainkan sedikit tapi handal, memenuhi prinsip
efektifitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya yang bisa
melahirkan profesionalitas.  Inilah salah satu tantangan pemerintah (daerah) saat ini
dan masa datang. Tentunya, untuk menghadapi perubahan tersebut, idealnya dari
sekarang sudah diupayakan penataan terhadap sumber daya manusianya.
Teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk menunjang
dalam sistem operasional dan manajerial dari berbagai kegiatan institusi yang di
dalamnya termasuk kegiatan pemerintahan dalam hal penyelenggaraan pelayanan
publik kepada masyarakat.
Dari pembahasan diatas tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memahami manajemen kualitas pelayanan publik dengan menggunakan e-
government di Indonesia.

Kajian Pustaka

Definisi Pelayanan Publik


Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang
pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat, daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-
undangan. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik
atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta,
perguruan tinggi swasta, perusahaan pengangkutan milik swasta, dan
lain-lain.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi:
a. Yang bersifat primer, adalah semua penyediaan barang atau jasa
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya
pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan
pengguna/klien/customer mau tidak mau harus memanfaatkannya.
Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan perizinan,
dan pelayanan identitas penduduk.
b. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang atau
jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya
pengguna/klien/customer tidak harus mempergunakannya karena
adanya beberapa penyelenggara pelayanan. Misalnya adalah
pelayanan kesehatan.

Menurut Sianipar bahwa pelayanan adalah cara melayani, membantu


menyiapkan atau mengurus keperluan seseorang atau kelompok orang. Melayani
adalah meladeni/membantu mengurus keperluan atau kebutuhan seseorang sejak
diajukan permintaan sampai penyampaian atau penyerahannya. Menurut Moenir
pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode
tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya
(Sianipar 1998).
Pelayanan publik atau pelayanan umum dalam wikipedia dapat didefinisikan
sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Wikipedia).
Definisi pelayanan publik dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, ditegaskan dalam Pasal 1 butir 1 yaitu “pelayanan publik
adalah kegiatan atau rangkaiang kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang
dielenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.

Manajemen kualitas layanan


Manajemen kualitas layanan dapat digambarkan sebagai proses
meminimalkan kesenjangan kinerja antara aktual dan harapan pelanggan. Untuk
meningkatkan kualitas layanan, pemerintah harus mengadopsi teknik “berorientasi
pelanggan” karena penyedia layanan secara langsung memenuhi kebutuhan
pengguna. Dalam hal ini, model Performance Management tampaknya paling ideal.
Dalam pendekatan pragmatis, beberapa peneliti berusaha untuk
mendefinisikan kualitas layanan dengan mengidentifikasi kesenjangan antara
penyedia layanan dan penerima layanan dalam persepsi masing-masing kualitas
layanan (Ballantine dan Modell, 1998) atau ukuran kinerja yang mereka gunakan
(Fitzgerald dan Moon, 1996). Namun, di setiap entitas ekonomi, manajemen puncak
harus menjadi garis depan dalam mengidentifikasi ``kesenjangan kinerja'' ini dan
menyediakan jalan, kerangka kerja, dan pemberdayaan untuk terapi mereka.
Manajemen kinerja dan kualitas berkaitan dengan memaksimalkan nilai tambah
melalui proses PM sedemikian rupa sehingga ``biaya'' awal dilampaui oleh
``manfaat'' berikutnya yang berasal dari pelepasan (Horton dan Farnham, 1999).

E-government
E-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet dan
perangkat digital lainnya yang dikelola pemerintah untuk keperluan penyampaian
informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha, dan
lembaga-lembaga lainnya secara online.
Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui
pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses
kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi
informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas
yang berkaitan yaitu pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen
dan proses kerja secara elektronis.
Tujuan implementasi e-government antara lain meningkatkan mutu layanan
publik melalui pemanfaatan teknologi informatika dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan, terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu
menjawab tuntutan perubahan secara efektif, perbaikan organisasi, sistem
manajemen, dan proses kerja kepemerintahan, pembentukan jaringan informasi dan
transaksi pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau, pembentukan
hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan dan memperkuat
kemampuan perekonomian menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan
internasional, pembentukan mekanisme komunikasi antar lembaga pemerintah serta
penyediaan fasilitas bagi partisipasi masyarakat dalam proses kepemerintahan,
pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta
memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah. Selanjutnya,
membangun e-government bukan saja membangun infrastruktur komunikasi data
dan informasi, tetapi juga berarti membangun infrastruktur sistem aplikasi,
standarisasi meta data, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan
prosedur, kebijakan dan peraturan.

Fungsi dan Perkembangan E-Government


E-government bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan publik melalui
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses penyelenggaaran
pemerintah daerah agar dapat terbentuk kepemerintahan yang bersih dan
transparan, dan agar dapat menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Selain itu
e-government juga bertujuan untuk mendukung good governance. Penggunaan
teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat
mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
lembaga publik. E-government dapat memperluas partisipasi publik dimana
masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan
keputusan/kebijakan oleh pemerintah.

Di Indonesia, perkembangan e-government masih sebatas pada


mempublikasikan informasi melalui website, interaksi antara masyarakat dan kantor
pemerintahan melaui e-mail, serta masyarakat pengguna dapat melakukan transaksi
dengan kantor pemerintahan secara timbal balik. Indonesia belum mencapai tingkat
integrasi di seluruh kantor pemerintahan, di mana masyarakat dapat
melakukantransaksi dengan seluruh kantor pemerintahan yang telah mempunyai
pemakaian data base bersama. Melihat perkembangan sistem aplikasi e-
government di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan e-government di
Indonesia masih dalam proses. Artinya pengembangan e-government dapat
dikatakan sukses ataupun sebaliknya gagal di masa yang akan datang. Penting
untuk mempersiapkan berbagai sarana dalam pengembangan e-government di
(ndonesia seperti sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi informasi
dan inisiatif serta responsibilitas pihak-pihak yang terlibat langsung agar inisiasi
untuk menciptakan sebuah tata pemerintahan yang baik dan pelayananyang
berkualitas dapat terwujud dengan baik bukan pelaksanaan yang terkesan dituntut
oleh kebijakan pemerintah pusat.

Faktor-faktor yang menimbulkan penerapan e-government


Pada zaman yang serba berhubungan dengan IT perlu adanya penyesuaian
dalam pelaksanaan pemerintahan dalam berbagai sektor, salah satu yang harus
menyesuaikan adalah sektor pelayanan publiknya, karena pelayanan publik
berhubungan langsung dengan masyarakat penerima hasil dari proses
pemerintahan tersebut, maka wajar perlu adanya peningkatan proses pelayanan
kepada masyarakat. Namun masih banyak faktor-faktor yang menghambat
tercapainya tujuan tersebut, faktor internal ataupun faktor eksternal baik makro
ataupun micro yang ada dalam negara Indonesia selaku penyelenggara E-
government.
1. Faktor Internal
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan E-government di negara
Indonesia diantaranya kepemimpinan, SDM, pengelolaan informasi dan
budaya organisasi yang masih belum seperti diharapkan.
2. Faktor Eksternal
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan E-government yakni sejarah,
budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi, kondisi kesehatan
masyarakat seperti pandemic Covid-19 dari negara Indonesia. Faktor-faktor
ini sendiri yang menentukan mampu atau tidak dinegara Indonesia
melaksanakan E-government seperti yang diharapkan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Layanan E-government


Menurut Parasuraman et al., kualitas layanan e-government dipengaruhi oleh
kualitas sistem dan kualitas informasi termasuk sepuluh dimensi rinci: Reliability,
Responsiveness, Competence, Access, Courtesy, Communication, Credibility, Security,
Understanding and Tangibles. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa kualitas
layanan elektronik dipengaruhi oleh dua faktor yang sama, kualitas layanan dan
kualitas informasi.
Untuk mengevaluasi efisiensi dan kualitas layanan, penelitian ini berfokus
pada faktor penting lainnya, yaitu proses internal di dalam organisasi atau yang
dikenal dengan perspektif kualitas organisasi. Sulit untuk mempelajari setiap aspek
layanan e-government dalam lingkup penelitian tunggal. Oleh karena itu, sangat
penting untuk membatasi area yang menjadi fokus penelitian. Beberapa dimensi
tipikal akan dipilih untuk diteliti:
1. Perspektif Kualitas Layanan
Seperti disebutkan dalam definisi, kualitas layanan adalah ukuran seberapa
baik layanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan. Dalam penelitian
ini, teknologi Self-Service dan Service Marketing dipilih untuk mengidentifikasi
persepsi kualitas layanan.
Self-Service Technology (SST) mengacu pada antarmuka teknologi yang
memungkinkan pelanggan untuk menghasilkan layanan independen dari
keterlibatan karyawan layanan langsung. SST berperan penting untuk promosi e-
government, dapat memberikan layanan kepada seluruh warga secara langsung,
misalnya di Singapura, pemerintah telah mendirikan banyak kios dengan internet
untuk memperkenalkan informasi, e-service kepada semua warga, bisnis, dan
pelancong. SST memiliki beberapa keunggulan; itu menekan biaya, akses mudah
penyedia ke informasi, metode dukungan alternatif, dan memberikan kualitas
layanan yang lebih baik.
Pemasaran jasa pertama kali dikembangkan oleh Gronroos [22], dan
kemudian dielaborasi oleh Kotler. Itu didasarkan pada tiga komponen organisasi,
penyedia dan pelanggan. Keterkaitan antara komponen tersebut adalah pemasaran
internal, pemasaran eksternal dan pemasaran interaktif. Parasuraman meningkatkan
segitiga pemasaran layanan asli dengan menambahkan faktor teknologi, dan
menyebutnya piramida pemasaran layanan. Sebuah pertemuan layanan dapat
dilihat sebagai interaksi dinamis antara karyawan, perusahaan, dan pelanggannya.
Dalam promosi e-government, pemasaran jasa menjadi kunci utama bagaimana
menyampaikan e-service. Berdasarkan pentingnya peran teknologi Swalayan dan
pemasaran Layanan, ada tiga dimensi utama yang dipilih untuk dianalisis:
- Keandalan – kemampuan penyedia layanan untuk memberikan layanan yang
akurat dan dapat diandalkan
- Komunikasi-kesadaran pelanggan dan layanan penyedia akses mudah,
membuat pelanggan mendapat informasi melalui berbagai saluran
- Responsiveness – kesediaan perusahaan untuk membantu pelanggannya
dengan memberikan kinerja layanan yang cepat dan efisien.

2. Perspektif Kualitas Informasi


Kualitas informasi dapat didefinisikan dalam banyak perspektif yang
berbeda. Dari perspektif informasi, kualitas informasi didefinisikan sebagai
informasi yang memenuhi spesifikasi atau persyaratan. Dari sudut pandang
pengguna, itu didefinisikan sebagai informasi yang layak untuk digunakan oleh
konsumen informasi. Kualitas informasi mengacu pada karakteristik informasi
sistem informasi (SI), secara langsung mempengaruhi penggunaan SI, merupakan
salah satu faktor terpenting yang mendorong keberhasilan sistem informasi. Dalam
penelitian ini, persepsi kualitas informasi dipertimbangkan dalam aspek sistem
informasi dan penerimaan teknologi.
Banyak penelitian telah difokuskan pada bagaimana TIK meningkatkan
efektivitas efisiensi sistem. Salah satu model paling terkenal yang diusulkan oleh
Davis, yang disebut "Model Penerimaan Teknologi - TAM", TAM berfokus pada
pengaruh persepsi dan emosi terhadap penggunaan teknologi, khususnya perilaku
adopsi teknologi baru pengguna. Dalam penelitian ini, model ini merepresentasikan
aspek penerimaan teknologi. Dua faktor utama dalam model ini adalah: Perceived
usefulness (PU) dan Perceived ease-of-use (PEOU). Model lainnya adalah model
keberhasilan sistem informasi, diusulkan oleh Delone dan McLean, dan juga telah
ditemukan menjadi kerangka kerja yang berguna untuk mengatur pengukuran
keberhasilan SI. Model yang diperbarui pada tahun 2003 memperjelas hubungan
antara kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan.
Berdasarkan model TAM dan model keberhasilan SI, penelitian ini
mengeksplorasi beberapa dimensi terkait kualitas informasi yang secara signifikan
mempengaruhi adopsi kualitas layanan e-government. Tiga dimensi dipilih untuk
analisis:
- Kemudahan penggunaan – dalam konteks kualitas layanan e-government,
kemudahan penggunaan dapat didefinisikan sebagai pemahaman tentang
indeks online, isi situs web serta informasi dan deskripsi produk atau
layanan. Kemudahan penggunaan merupakan dimensi penting dari kualitas
layanan elektronik.
- Isi – termasuk kuantitas, kualitas, akurasi, dan informasi yang disesuaikan.
- Kepercayaan dan Keamanan – ini adalah dimensi yang sangat penting untuk
menggunakan layanan online. Ini mencakup kebijakan untuk melindungi
data, informasi, dan semua proses transaksi.

3. Perspektif Kualitas Organisasi


Organisasi dianggap sebagai salah satu elemen penting dari sistem mutu.
Dalam konteks kualitas layanan, istilah organisasi digunakan untuk menunjukkan
manajemen dan dukungan organisasi. Ini mencakup semua proses internal untuk
memberikan layanan elektronik kepada warga. Berbeda dengan penelitian lain,
penelitian ini menganggap kualitas organisasi sebagai salah satu kunci penting
untuk menganalisis kualitas layanan. Hal ini terkait dengan proses internal dalam
organisasi (back office); oleh karena itu, e-Governance dan Chief Information Officer
(CIO) adalah dua dimensi yang akan menjadi fokus penelitian.
E-Governance - terkait untuk meningkatkan informasi dan pelayanan dengan
menggunakan ICT dan mendorong partisipasi warga dalam proses pengambilan
keputusan. Itu membuat pemerintah lebih akuntabel, transparan dan efektif.
Dimensi ini menyangkut masalah manajemen. Berdasarkan dimensi tersebut maka
penyampaian informasi dan pelayanan kepada pelanggan dapat lebih optimal dan
efektif.
CIO (Chief Information Officer) – CIO adalah salah satu jenis posisi eksekutif
dalam sebuah organisasi. Ada dua jenis CIO yang berbeda, CIO di sektor publik
yang dikenal sebagai Government CIO (GCIO) dan Business CIO (BCIO) mengacu
pada orang yang bekerja di sektor swasta (misalnya perusahaan). Saat ini, peran
GCIO menjadi semakin penting dan inisiatif e-Government memerlukan spesialisasi
dan pengetahuan tingkat tinggi tentang kebutuhan warga dan prosedur pemerintah.
Dalam konteks pengembangan e-government, CIO memainkan peran penting tidak
hanya dalam aspek teknis tetapi juga dalam kemampuan organisasi untuk
memperoleh nilai bisnis dari teknologi informasi (TI). Dari sudut pandang
organisasi, aset strategis CIO lebih mungkin menciptakan nilai bisnis melalui TI dan
dengan demikian mencapai kinerja bisnis yang unggul. Untuk memperjelas peran
CIO dalam evaluasi kualitas layanan dan menjawab pertanyaan, apa pengaruh CIO
terhadap kualitas layanan, penelitian ini memasukkan CIO sebagai variabel kunci
dan skala pengukuran baru untuk penilaian kualitas layanan elektronik.

Dampak penerapan E-government


Adapun dampak-dampak dari penerapan E-government sebagai berikut.
1. Kepedulian terhadap stakeholder
Implementasi e-government telah dinilai oleh pengusaha meningkatkan
kepedulian pemerintah terhadap stakeholder, dalam hal ini dunia bisnis. Peningkatan
kualitas ini maujud dalam pemahaman prosedur layanan yang lebih baik oleh
petugas, citra petugas yang lebih baik dalam melayani, dan perbaikan lingkungan
pelayanan. Selain penggunaan sistem informasi yang memudahkan dalam
melayani, Pemerintah Kota Jambi juga memberikan informasi terkait prosedur
layanan baik di situs web maupun di kantor pelayanan dalam bentuk poster yang
ditempel pada dinding. Lingkungan pelayanan juga ditingkatkan kenyamanannya
dengan berbagai tambahan fasilitas.

2. Efektifitas dan efisien


Efektivitas dan efisiensi layanan ini dapat dilihat dari layanan yang tepat
waktu, cepat, sama untuk semua pengguna layanan, termasuk penerbitan peraturan
yang memudahkan pengusaha. Beberapa contoh yang dapat menunjukkan
peningkatan kualitas layanan e-Government untuk dunia bisnis yang diberikan
Pemerintah berdasarkan efektifitas dan edisiensi kinerja pemerintah adalah:
a. Adanya keadilan untuk mendapatkan layanan, ini ditunjukkan dengan
budaya antri, di mana setiap pelaku bisnis yang datang diwajibkan
mengambil kartu antrian sehingga tidak ada perbedaan pemberian layanan.
b. Petugas mempunyai kemampuan dalam memberikan layanan, hal ini
ditunjukkan dengan adanya pelatihan kepada pemberi layanan yang
diberikan oleh pemerintah.
c. Layanan yang diberikan sudah cepat karena pada kantor pelayanan telah
dilengkapi dengan perangkat komputer dan petugas tidak perlu lagi
menjelaskan prosedur pelayanan karena prosedur layanan telah
diberitahukan melalui Internet dan ditempelkan di dinding loket pelayanan.
d. Kedisiplinan petugas dan pemberian layanan tepat waktu meningkat karena
Pemerintahan mempunyai aplikasi sistem informasi yang cukup baik.

3. Partisipasi masyarakat
Seperti halnya kepedulian kepada staksholder, efektivitas dan efisiensi,
partisipasi masyarakat juga terbukti meningkat secara signifikan setelah
implementasi e-government. Pada pegusaha menilai bahwa setelah implementasi e-
government, pemerintah merasa memerlukan partisipasi masyarakat yang lebih baik
dengan memberikan kesempatan dalam memberikan saran dalam pengambilan
keputusan. Kanal komunikasi pun telah dipermudah. Contoh inisitiatif e-government
untuk dunia bisnis yang diberikan Pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat adalah: SMS center dan forum diskusi online. Kedua hal ini
memungkinkan masyarakat memberikan kritis dan saran kepada pemerintah.

4. Akuntabilitas
Para pengusaha menilai bahwa Pemerintah setelah implementasi e-
government, menjadi lebih akuntabel. Akuntabilitas ini ditandai dengan berbagai
indikator, termasuk respon terhadap keluhan, kejelasan program pemerintah untuk
dunia bisnis, standarisasi proses layanan, pembuatan kebijakan yang relevan, dan
perbaikan kualitas layanan secara berkesinambungan. Pemerintah memperbaiki
layanan dengan berbagai usaha seperti penambahan aplikasi/sistem informasi. Selain
itu pengusaha menerima laporan tindak lanjut atas keluhan yang dimasukkan
kepada pemerintah.

5. Transparansi
Transparansi juga dinilai meningkat secara signifikan setelah implementasi e-
government. Pengusaha menilai bahwa informasi tentang hak dan kewajiban,
peraturan, persyaratan dan biaya layanan untuk dunia bisnis dalam diperoleh
dengan mudah.juga dinilai aktif menyebarluaskan informasi. Melalui situs web,
Pemerintah memberikan beragam informasi yang terkait dengan dunis bisnis,
seperti peluang investasi dan prosedur layanan. Selain menggunakan Internet,
penyebarluasan informasi juga dilakukan dilakukan dengan aktif dengan bantuan
media elektronik.

Kendala- Kendala Mengoptimalkan e-government

Penelitian juga mengidentifikasi beberapa kendala yang dihadapi oleh


Pemerintahan dalam pengembangan e-government:

1. Dari segi kelembagaan, pengawal e-government masih berupa kantor


sehingga sulit untuk melakukan koordinasi dengan SKPD lain.
2. Pendanaan yang masih kurang
3. Tingkat pendidikan dan budaya teknologi informasi yang masih rendah

Methode Penulisan
Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan
melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan
pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari
skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi
pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan
untuk penulis mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang
tercakup dalam penulisan.
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang
diperoleh, diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan,
dimana data tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan
materi sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

Pengolahan Data dan Informasi


Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan jurnal,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.

Analisis dan Sintesis


Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu pengunaan e-governance di Indonesia
dengan permasalahan lingkungan akibat dari pengembangan IT.

Results and Discussion


Dalam pelaksanaanya e-government sudah mulai bekembang di Indonesia
khususnya pada bidang pelayanan masyarakat yang bersifat terbuka dan
transparan. E-Gov di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak
munculnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang
Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa
aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung
good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya
inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap
pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai dengan pemanfaatan teknologi
informasi yang belum maksimal.
Berdasarkan data yang ada, pelaksanaan e-government di Indonesia sebagian
besar barulah pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap
pemberian informasi, dalam tahapan Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing.
Data Maret 2002 menunjukkan terdapat 369 pemerintahan telah membuka situs
mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan
kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs
yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003).
Indikator lainnya adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau
7,6 persen dari total populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002
dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer
dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah.
(Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemerintah
mengeluarkan suatu kebijakan yang lebih fokus terhadap pelaksanaan e-government,
melalui Instruksi Presiden yaitu Inpres Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi
tentang Strategi Pengembangan E-goverment yang juga sudah dilengkapi dengan
berbagai Panduan tentang e-government seperti: Panduan Pembangunan
Infrastruktur; Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik
Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain - lain.
Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada
tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-
government di pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan tegas
memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk
membangun e-government dengan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi &
Informasi.
Prinsipnya, penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak lepas dari adanya
peran desentralisasi yang merupakan bentuk dari penyerahan segala urusan, baik
pengaturan dalam arti pembuatan peraturan perundang–undangan, maupun
penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri, dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan rumah tangga pemerintah
daerah tersebut. Dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar
menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi, murah, tidak
diskriminatif, dan transparan, namun, upaya-upaya yang telah ditempuh oleh
pemerintah nampaknya belum optimal sehingga seolah-olah seperti
memperlihatkan adanya dampak negatif dalam pelaksanaan otonomi daerah
terhadap pelayanan publik yang diberikan pemerintah, salah satu indikator yang
dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada fungsi pelayanan publik yang banyak
dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat
karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya, karena
itu, dengan membandingkan upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah
dengan kondisi pelayanan publik yang dituntut dalam era desentralisasi,
tampaknya apa yang telah dilakukan pemerintah masih belum banyak memberikan
kontribusi bagi perbaikan kualitas pelayanan publik itu sendiri, bahkan birokrasi
pelayanan publik masih belum mampu menyelenggarakan pelayanan yang adil dan
nonpartisan (Rdewia).
Tolok ukur pencapaian kinerja sangat penting untuk disertakan, agar masing-
masing unit organisasi pelaksana dari kewenangan/fungsi dalam bidang tertentu
dapat mengukur dirinya sendiri apakah sudah berhasil melaksanakan tugasnya atau
belum. Di sisi lain, dengan ukuran kinerja yang jelas, publik atau masyarakat juga
bisa memantau kinerja unit organisasi tersebut, karena dengan transparansi
pengukuran juga menggambarkan akuntabilitas unit organisasi tersebut pada
publik.
Bentuk akuntabilitas dalam aspek pelayanan publik harus memuat beberapa
hal seperti:
a. Adanya rumusan standar kualitas yang jelas dan disosialisasikan kepada
masyarakat.
b. Adanya sistem penanganan keluhan yang responsive.
c. Adanya ganti rugi yang diberikan kepada klien atau pengguna jasa
apabila mereka tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah.
d. Adanya lembaga banding apabila terjadi konflik antara klien dengan
aparat pelaksana pelayanan publik.

Menerapkan sistem akuntabilitas di dalam pelayanan publik, maka sekali lagi


pemerintah daerah akan ditempatkan pada posisi yang setiap saat dapat dievaluasi
kinerjanya, dikoreksi dan disempurnakan, dan dipertanggungjawabkan tidak saja ke
dalam organisasi pemerintah daerah tetapi juga ke publik (Kushandajani 2009).
Konsep kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi
pelayanan, pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat (pelanggan) dan memberdayakan (empowerment) staf penyelenggara
pelayanan dan masyarakat, karena itu, bobot orientasi pelayanan publik, seharusnya
untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang kurang mampu atau miskin,
Apapun alasannya, tidak seharusnya pelayanan mengutamakan hak-hak atau
kepentingan kalangan yang berkemampuan atau pengusaha. Diperlukan
keseimbangan pola pikir dari para penyelenggara pelayanan di dalam menyikapi
kondisi nyata di daerah (Diklat Lembaga Administrasi Negara 2007).
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka adapun langkah-langkah strategis
meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain :
a. Membangun budaya melayani di kalangan birokrasi (lihat semangat yang
terkandung di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 maupun UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
b. Membangun kesadaran bahwa fungsi utama pemerintah daerah ialah
memberikan pelayanan pada masyarakat, bukan lagi sebagai promotor
pembangunan seperti pada era UU Nomor 5 Tahun 1974.
c. Memperkuat unit-unit organisasi yang berhadapan langsung dengan
masyarakat (dinas, kecamatan, kelurahan).
d. Memperkuat dan meningkatkan kualitas orang-orang yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat (front line officer).
e. Mengembangkan unit-unit organisasi pelayanan agar dekat dengan
konsumen (konsep “close to the customers”).
f. Mengembangkan sistem pelayanan “one stop service” dan atau “one roof
service” yang sesungguhnya.
g. Mengadakan survey kepuasan pelanggan secara periodic (lihat
KepMenpan 25.M.Pan/2004 tentang Indeks Kepuasaan Masyarakat).
h. Mengadakan lomba diantara unit-unit pemberian pelayanan yang sejenis
dengan penilai dari masyarakat yang dilayani.
i. Mengembangkan pendekatan “public choice” sehingga kebutuhan dan
keinginan masyarakat yang beraneka ragam dapat terpenuhi dengan tetap
mempertimbangkan aspek keadilan.
j. Mengembangkan sistem insentif yang menarik bagi unit-unit yang
berhasil memuaskan pelanggan. (Wasistiono 2010)

Pelayanan Publik Melalui Penerapan Electronik


Government Teknologi merupakan bentuk perkembangan jaman. Seluruh
manusia di muka bumi dipaksa untuk membuka mata pada perubahan teknologi
yang sedemikian cepat dan mempengarhi segala aspek kehidupan. Tak dipungkiri,
kemajuan teknologi mempercepat segalanya, termasuk pelayanan publik. Sudah
bukan rahasia umum jika pelayanan publik di negeri ini dapat dikatakan jauh
panggang dari api. Cepat hanya untuk pihak-pihak tertentu. Keberadaan teknologi
diharapkan menjadi jawaban untuk menyamaratakan kecepatan pelayanan.
Pelayanan Negara terhadap warga negaranya merupakan amanat yang tercantum
dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) dan diperjelas kembali dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). UU Pelayanan Publik mengatur
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik agar fungsi-fungsi pemerintahan berjalan
efektif. Pelayanan publik dilakukan oleh instansi pemerintahan atau koporasi untuk
dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan
perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam,
memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik
(Purnamasari).
Tujuan besar penerapan e-government system yaitu untuk menciptakan tata
kelola pemerintahan yang baik, dimana layanan pemerintahan bersifat transparan,
akuntabel, dan bebas korupsi. E-government system pada hakikatnya merupakan
proses pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi sebagai alat untuk
membantu jalannya sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih efektif
dan efisien, dalam penyelenggaraannya, e-government system mengacu pada dua hal,
yaitu penggunaan teknologi informasi yang memanfaatkan jaringan internet dan
terbangunnya sebuah sistem baru dalam tata kelola pemerintahan, namun
sayangnya, selama ini penafsiran penggunaan teknologi elektronik hanya sebatas
alat manual dengan komputer sebagai sarana pelayanan di lembaga penyedia
layanan publik (Sosiawan 2008). Ada permasalahan kompleks yang dihadapi dalam
penerapan penerapan egovernment system untuk perbaikan tata kelola
pemerintahan. Masalah utamanya ialah resistensi dan kebimbangan saat menyikapi
adanya inovasi baru untuk mendobrak kebiasaan lama.
Kumorotomo (2008) merangkum dalam tiga aspek besar permasalahan dalam
penerapan e-government system, yaitu :
a. Aspek Budaya. Resistensi dan penolakan dari masyarakat dan jajaran aparat
pemerintah terhadap e-government system. Kurangnya kesadaran pada
manfaat dan penghargaan terhadap teknologi yang dipergunakan dalam e-
government system, serta keengganan berbagi data dan informasi, agar
terintegrasi secara nasional di seluruh lembaga penyedia layanan publik.
b. Aspek Kepemimpinan. Terjadi konflik kepentingan di tingkat pemerintah
pusat dan daerah. Peraturan yang belum tersosialisasikan dan penerapannya
belum merata, serta pengalokasian anggaran untuk pembangunan
infrastruktur pelayanan publik yang memanfaatkan e-government system
dalam APBN/APBD belum menjadi prioritas.
c. Aspek Infrastruktur. Adanya ketimpangan digital yang mengakibatkan
belum meratanya ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan
komunikasi, mengingat secara geografis wilayah Indonesia tersebar di
berbagai kepulauan. Tenaga ahli di daerah terpencil pun masih sangat jarang,
jika tidak mau dikatakan tidak ada, serta sistem layanan publik di Indonesia
tidak memiliki standar yang baku. (Irwanto&Saputro 2010)

Penutup
Penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak lepas dari adanya peran
desentralisasi yang merupakan bentuk dari penyerahan segala urusan, baik
pengaturan dalam arti pembuatan peraturan perundang–undangan, maupun
penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri, dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan rumah tangga pemerintah
daerah tersebut. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi saat ini menuntut
masyarakat untuk lebih maju dan sadar akan kebutuhan teknologi informasi.
Teknologi informasi yang dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses
segala informasi yang diinginkan. Hal ini juga menuntut pemerintah dalam
memberikan informasi kepada masyarakat, termasuk informasi mengenai
pemerintahan suatu negara dan kemudahan dalam setiap prosedur yang ada dalam
suatu pemerintahan.
Pemerintah daerah dapat mengembangkan manajemen pelayanan publik
berbasis internet atau elektronik (e-government) yang mampu menciptakan
pelayanan prima. Selanjutnya, pemerintah dapat menciptakan e-government sebagai
solusi terhadap persoalan-persoalan pelayanan publik yang selama ini terjadi di
Indonesia. E-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet
dan perangkat digital lainnya yang dikelola pemerintah untuk keperluan
penyampaian informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai,
badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya secara online. E-government bertujuan
untuk meningkatkan mutu layanan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi dalam proses penyelenggaaran pemerintah daerah agar dapat
terbentuk kepemerintahan yang bersih dan transparan, dan agar dapat menjawab
tuntutan perubahan secara efektif.
Tuntutan pemerintah dalam memberikan informasi data dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang ada saat ini pemerintah telah berusaha
untuk mewujudkannya agar terciptanya pemerintahan yang efektif dan efisien.
Dalam penggunaannya pemerintah telah menggunakan beberapa aplikasi dalam
pelaksaan proses pemerintahaan dalam mengelola data dalam intansi maupun
dalam mengelola.

Referensi

Aesong, Yurisal D. (2013), “Penerapan Electronic Government dalam Pelayanan


Publik di Era Otonomi Daerah.
http://jdih.sumselprov.go.id/userfiles/makalah/Makalah%20Penerapan
%20Electronic%20Good%20Government%20dalam%20Pelayanan
%20Publik.pdf
https://blog.ub.ac.id/amaliapspt/electronic-government/makalah-electronic-
government/
Isaac Mwita, John. (2000), “Performance management model: A systems-based
approach to public service quality”, International Journal of Public Sector
Management, Vol. 13 No. 1, pp. 19-37.
https://doi.org//10.1108/09513550010335561
Manh Hien, Nguyen. (2007), “A Study on Evaluation of E-Government Service
Quality”, World Academy of Science, Engineering and Technology International
Journal of Humanities and Social Sciences, Vol. 8, No. 1, 2014.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1336168
Saputra Pawang, Sinarto. (2014), Pelaksanaan Pelayanan Publik Berbasis E
government di Indonesia.
https://www.academia.edu/9484738/makalah_pelayan_E_goverment_di_I
ndonesia
Widodo, Nurjati et al. (2016). “Implementasi E-government di Indonesia”,
Universitas Brawiaya. https://adoc.pub/implementasi-e-government-di-
indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai