Anda di halaman 1dari 5

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM ALAM SEMESTA

A.  Potensi yang dimiliki manusia


Apapun yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman
manusia adalah suatu rangkaian anthropological constanst. Yaitu dorongan-
dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia (M. Sastraprateja, 1982).
Sekurang-kurangnya ada enam (6) anthropological constans yang dapat
ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia, yaitu (1) relasi manusia
dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis; (2) keterlibatan dengan
sesama; (3) keterikatan dengan struktur sosial dan institusional; (4)
ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat; (5)
hubungan timbal balik antara teori dan praktis; (6) kesadaran religius dan para
religius.
Pendapat tersebut terkesan memberikan gambaran tentang manusia dari
sudut empiris, yaitu dari sudut di mana manusia itu hidup dan bereksistensi
dalam kehidupannya.
Hal ini akan membantu untuk menjelaskan proses perjalanan yang
harus ditempuh manusia pada umumya.
Keenam masalah tersebut nampak merupakan rangkaian kegiatan yang
tidak bisa ditinggalkan oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan
bahwa dalam beresksistensinya manusia tidak bisa melepaskan dari
ketergantungannya pada orang lain.
Dari kalangan pemikiran abad modern, pembahasan manusia juga dapat
dijumpai pada Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar¬dasar humaniora di
Barat).
Dia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena
derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan
perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya.
Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia
secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai
memahami dari satu aspek tentang manusia, maka muncul pula aspek yang
lainnya yang belum ia bahas.
Mengenai potret manusia, al¬Qur'an memperkenalkan dua kata kunci
untuk memahami manusia secara komprehensif. Kedua kata kunci tersebut
adalah kata al-insan dan al-basyar. Kata insan yang bentuk jamaknya al-nas
dari segi semantik (ilmu tentang akar kata), dapat dilihat dari asal kata anasa
yang mempunyai arti melihat, mengetahui dan minta izin.
Atas dasar ini, kata tersebut mengandung kata petunjuk adanya kaitan
substansial antara manusia dengan kaitan penalarannya itu manusia dapat
mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula mengetahui apa
yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin
menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Pengertian ini menunjukkan dengan jelas adanya potensi untuk dididik
pada diri manusia. Dengan informasi ini dapat dikatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang dapat diberi pelajaran atau pendidikan.
Selanjutnya kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa,
menunjukkan adanwa kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran
dirirnya.
Sedangkan kata insan jika dilihat dari asalnya al-uns atau anisa dapat
berarti jinak. Atas dasar ini, binatang jinak seperti kucing, dapat disebut
binatang yang anis. Kata al-insan dan kata al-insi keduanya dapat berasal dari
kata anisa. Akan tetapi dalam al-Qur'an kata al-insi selamanya dipakai dalam
kaitan dengan kata al jinni yang dapat diartikan sebagai lawan dari kata anisa
(jinak). oleh karena itu, makhluk jin dapat dikatakan sebagai makhluk yang
buas.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diperoleh pengertian,
bahwa manusia pada dasarnya adalah jinak, dapat menyesuaikan diri dengan
realitas hidup dan hngkungan yang ada. Manusia memiliki kemampuan yang
tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya,
baik perubahan sosial maupun perubahan alamiah. Manusia menghargai tata
aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya. Manusia
tidak liar, baik secara sosial maupun alamiah.
Dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam.
Pertumbuhan dan perkembangan fisiknya bergantung kepada apa yang
dimakan dan diminumnya. Sedangkan manusia dalam pengertian insan
mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung
kepada kebudayaan, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Kematangan penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya tergantung
kepada pendidikannya yang berlangsung di tengah masyarakat yang selalu
berubah. Dengan demikian pemakaian kedua kata tersebut, insan dan basyar
satu dan lainnya berbeda. Kata insan digunakan untuk menunjuk kepada
kualtas pemikiran dan kesadaran, sedangkan kata basyar digunakan untuk
menunjuk kepada dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok pada
umumnya, seperti makan, minum dan kemudian mati.

B.  Kesimpulan Potensi yang Dimiliki Manusia


1. Manusia itu merupakan perpaduan antara unsur jasmani dan rohani, unsur
fisik dan jiwa yang antara satu dan yang lainnya saling berhubungan.
2. Khusus mengenai unsur jiwa atau roh vang dimiliki manusia banyak dikaji
di kalangan para filosof muslim yang mengkajinya. Al-Farabi (870-950 M),
misalnva mencoba merinci masalah jiwa. Usaha perincian ini lebih lanjut
dikembangkan oleh Ibnu Sina (980¬1037 M) yang mencoba memilah-
milahkan jiwa menjadi tiga hal, jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa binatang, dan
jiwa manusia.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani dan rohani.
Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya
yang memerlukan dukungan fisik, dan dengan kelengkapan rohaninya ia
dapat melaksanakan tugas-tugas yang dapat berfungsi dengan baik dan
produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan. Dalam hubungan ini
pendidikan amat memegang peranan yang amat penting.
C.  Hubungan Manusia dan Alam
1. Menurut sebagian dari ahli antropologi, manusia itu digolongkan pada
kelompok hewan karena cara peninjauan mereka dari segi jasad, dari segi
badaniah atau jasmaniah.
2. Pendapat Itu memang benar, tetapi tidak seluruhnya benar sebab
konstruksi organ tubuh manusia jika dibandingkan dengan konstruksi
organ tubuh hewan menyusui (mamalia) hampir tidak ada perbedaan asasi,
apalagi kalau ditinjau dari segi anatomi perbandingan.
3. Demikian pula bila ditinjau dari iimu fisiologi (ilmu tubuh) yang
mempelajari segala macam alat yang mempunyai tugas-tugas tertentu
dalam kerja sama tubuh, dan juga bagaimana caranya fungsi-fungsi yang
beraneka ragam itu diatur dihubung-hubungkan.
4. Berdasarkan atas dimilikinya berbagai potensi-potensi kodrati manusia
yang dapat berkembang dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan
hidupnya dan untuk menguasai serta mengelola alarn sekitarnya, para ahli
pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai dengan
kemampuan yang dapat dilakukan manusia di dunia ini, yaitu:
a. Manusia adalah Homo Sapiens artinya makhluk yang mempunyai
budi.
b. Manusia adalah Animal Rational artinya binatang yang berpikir.
c. Manusia adalah Homo Laquen yaitu makhluk yang pandai
menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan
dalam kata-kata yang tersusun.
d. Manusia adalah Homo Faber artinya makhluk yang terampil. Dia
pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal
yaitu binatana yang pandai membuat alat.
e. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerja
sama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
f. Manusia adalah Homo Economicus artinya makhluk yang tunduk
pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g. Manusia adalah Homo Religious yaitu makhluk yang beragama. Dr.
M.J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda
memandang manusia sebagai Animal Educandum dan Animal
Educable. yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan
dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat
mutlak terlaksananya prograrn-program pendidikan

Anda mungkin juga menyukai