Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aurora Gracia Fidian

4
Kelas : VIII

SEJARAH DINASTI FATHIMIYAH

A.      Sejarah Pembentukan Dinasti Fathimiyah


Dinasti Fathimiyah berkuasa tahun 297-567 H/ 909-1171 M di Afrika Utara tepatnya di
Mesir dan Syiria. Dinamakan dinasti Fathimiyah karena dinisbatkan nasabnya kepada
keturunan Ali Fathimiyah, puteri Rasululloh SAW, istri Ali bin Abi Thalib dan Fatimiyah dari
Ismail  anak Ja’far Sidiq keturunan keenam dari Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan
dibentuk menjadi sistem agama dan politik oleh Abdullah Ibn Maimun. Setelah itu berubah
menjadi gerakan kekuatan, dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian sekte ini menyebar
dan menjadi landasan munculnya dinasti Fathimiyah.
Awal munculnya dinsti Fathimiyah dimulai dari seorang pendukung dari Yaman
bernama Abu Abdullah Al-Husein yang berhasil mengibarkan pidato dan mendapatkan
kekuatan di Afrika Utara. Kemudian ia mengangkat Said Ibn Husein sebagai pemimpin atau
imam pertana dengan gelar Ubaidullah Al Mahdi. Said berhasil mengusir Zidatullah, seorang
penguasa Aglabiyah terakhir dari negerinya yang merupakan kekuatan islam di sunni
diwilayah Afrika. Pada mulanya dinasti Fatimiyah berbasis di Ifrikiyah. Kemudian berpusat
di Maroko, dengan alasan keamanan, pemerintahannya dipindahkan ke Mesir setelah dapat
menaklukan dinasti Ikhsyidiyah dan kemudian mendirikn ibukota bari di Qahorah (Qairo).[1]

B.       Kemajuan Yang di Capai Dinasti Fathimiyah


1.    Bidang Politik
Bila dicermati ada sejumlah hal penting yang ditempuh oleh para penguasa awal
khilafah Fathimiyah ini untuk memperlancarkan stabilitas politik, yaitu antara lain Al-Mahdi,
Khalifah pertama, melakukan pembersihan figur-figur yang dicurigai atau dianggap sebagai
penghalang programnya, termasuk tokoh-tokoh penting awal yang juga sama-sama sangat
besar jasanya dalam pembentukan Khilafah Fathimiyah. Selain itu juga dilakukan
pengembangan militer sebagai tulang punggung pemerinthan. Pengembangan kekuatan
militer ini dapat di lihat dari tindakan al-Mahdi dalam membangun kota Mahdiyah, sebelah
selatan kota Qairawan.
Langkah lain yang dilakukan juga adalah pengembangan wilayah kekuasaan.
Pengembangan wilayah kekuasaan ini berkaitan erat dengan kemiliteran. Perluasan wilayah
kekuasaan diarahkan untuk meguasai daerah-daerah strategis, dan upaya antisipasi terhadap
gerakan-gerakan yang membahayakan posisi Khilafah Fathimiyah.  Dengan begitu stabilitas
politik Fathimiyah tetap terjaga.
2.    Bidang Administrasi
Pemerintah dinasti Fathimiyah dipimpin oleh seorang Khalifah. Kemudian untuk
menjalankan pemerintahan, seorang khalifah dibantu oleh seorang wazir.[2] Secara
Administratif posisi wazir dalam kekhalifahan ini menjadi sangat penting karena membantu
khalifah dalam penyelesaian urusan-urusan srategis. Ada wazir yang membawahi urusan
militer dan birokrasi, lembaga keuangan dan lembaga peradilan.
3.    Bidang Ekonomi
Perekonomian pemerintah Fathimiyah dapat dibilang cukup bagus. Kemajuan ini tidak
bisa dilepaskan dari luasnya wilayah yang dikuasai dan stabilitas politik yang mapan. Kondisi
ini berdampak majunya bidang ekonomi, termasuk didalamnya kemajuan bidang perdagangan
dan sektor industri. Tentu faktor ekonomi ini juga menopang lamanya eksistensi dinasti ini
bertahan hingga dua setengah abad.
Salah satu khalifah yang sangat menaruh perhatian terhadap peningkatan perekonomian
rakyat adalah Khalifah al-Mu’iz. Pada masa kekuasaan khalifah al-Mu’iz melakukan usaha-
usaha peningkatan bidang pertanian, ia melakukan pembangunan saluran irigasi baru dalam
meningkatkan hasil pertanian. Ia juga membangun pabrik-pabrik dan industri, sehingga terjadi
meningkatkan volume kegiatan perdagangan di beberapa kota. Demikian juga hubungan
perdagangan dengan negara-negara lain, seperti Eropa dan India juga mengalami peningkatan.
Selain itu penguasa Fathimiyah juga berhasil mengembangkan pelabuhan, seperti
Iskandariyah. Pelabuhan Iskandariyah sangat penting artinya dalam pertumbuhan
perekonomian Fathimiyah. Karena itu, tingkat kemakmuran yang dicapai oleh khalifah
Fathimiyah cukup bagus.
4.    Bidang Pendidikan
Di antara contoh perhatian pemerintah Fathimiyah dalam bidang pendidikan adalah
lahirnya Universitas al-Azhar kairo. Universitas ini berawal dari pembangunan sebuah masjid
yang selanjutnya dikembangkan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Nama Al-
Azhar, dimaksudkan sebagai penghargaan terhadap Fathimiyah al-Zahra, puteri Nabi
Muhammad SAW. Lembaga lain yang lahir pada zaman Fathimiyah adalah darul Hikmah,
lembaga ini merupakan sebuah perpustakaan terkenal yang di dirikan oleh khalifah al-Hakim
sekitar tahun 1004 M.
Diantara bidang keilmuan yang berkembang pada masa khilafah Fathimiyah
diantaranya adalah matematika, astronomi, fisika, optika, kedokteran, dan sebagainya. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini berkembang pula bidang-bidang lain seperti seni
arsitektur, seni sastra, seni musik dan sebagainya.

C.      Kemunduran Dinasti Fathimiyah


Para sejarawan menyimpulkan kemunduran dinasti Fathimiyah ini disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya adalah :
1.    Figur Khalifah Yang Lemah
Dalam sejarah Khilafah Fathimiyah terdapat beberapa khalifah yang dianggap sebagai
figur yang lemah. Kelemahan ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya adalah diangkat
dalam usia yang relatif masih muda.[3] Adapun kelemahan itu karena khalifah terlena dengan
kemewahan istana serta melakukan sikap-sikap yang sewenang-wenang dan cenderung
amoral, yang menyebabkan ketidaksukaan masyarakat terhadap khilafah Fathimiyah
khususnya kepada Khalifahnya. Pengangkatan khalifah dalam usia yang masih muda ini
merupakan konsekuensi logis dari model pergantian khalifah secara garis keturunan.
Sebagai akibat dari pengangkatan khalifah di usia muda itu menjadikan otoritas untuk
menjalankan roda pemerintahan umumnya didominasi oleh para wazir. Karena faktor usia
khalifah masih muda terkadang muncul sikap sewenang-wenang khalifah. Seperti yang
dilakukan oleh khalifah al-Hakim, dia terkenal sebagai khalifah yang keras dan sewenang-
wenang. Sikapnya cenderung dipengaruhi oleh hawa nafsunya.  
Sikap kesewenangan al-Hakim ditunjukan dengan kebenciannya kepada orang-orang
Mesir sendiri, bertindak sewenang-wenang dan merendahkan mereka, harta dan nyawa
dirampas. Hal ini berakibat pada buruknya keamanan pemerintahan, menurunnya ketentraman
di masyarakat, dan timbulnya sikap-sikap yang amoral.
2.    Perebutan Kekuasaan di Tingkat Istana
Sebagai akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda mengakibatkan peranan wazir
menjadi sangat penting  dan kompetetif,  sehingga perebutan kekuasaan antar wazir tak
terhindarkan lagi. Ini terutama terjadi di antara para wazir yang sangat ambisius terhadap
jabatan dan mereka ingin mendapatkan pengaruh di istana, terlebih lagi dengan melihat
kondisi khalifah yang sangat lemah. Antar wazir berlomba saling menjatuhkan di antara para
wazir sendiri. Ada juga wazir yang berusaha mengangkat khalifah padahal khalifah terakhir
sudah menunjuk penggati dirinya.[4] Dan dari pertentangan inilah secara berangsur-angsur
dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran.
3.    Konflik di Tubuh Militer
Pada saat al-Aziz menjabat sebagai khalifah keempat, dia membuat kebijakan untuk
merekrut  orang-orang Turki dan Negro. Kebijakan ini dilakukan untuk mengimbangi
kekuasaan para pegawai istana yang telah terlanjur membesar yang mereka ini sebagian besar
berasal dari suku Barbar yang terkenal keras. Ternyata, rekruitmen ini menimbulkan kemelut
di dalam tubuh militer dan antara mereka terus-menerus terjadi perselisihan yang melemahkan
kekuasaan Fathimiyah. Tentu saja kemelut di kalangan militer ini berdampak pada stabilitas
pemerintahan yang tidak aman lagi.
4.    Bencana Alam Berkepanjangan
Faktor lain yang ikut andil dalam melemahkan eksistensi khilafah Fathimiyahadalah
bencana ala. Pada masa al-Muntashir, selama tujuh tahun (1065-1072 H), Mesir ditimpa
musibah kelaparan akibat kekeringan. Sungai Nil yang merupakan urat nadi wilayah Mesir
saat itu mengalami kekeringan yang menyebabkan pertanian mengalami kegagalan. Demikian
juga penyakit merajalela dimana-mana. Penguasa mengalami kesulitan mengatasi kondisi
yang demikian. Musibah ini, tentu mengganggu kondisi ekonomi di pemerintahan
Fathimiyah.
5.    Keterlibatan Non-Islam dalam Pemerintahan
Di antara sekian banyak khalifah Fathimiyah yang terkenal memiliki andil dalam
memajukan dinasti ini adalah khalifah al-Aziz. Dia memberikan sumbangan yang sangat
besar bagi kemajuan Dinasti Fathimiyah. Di antara kebijakan al-Aziz adalah al-Aziz sering
memberikan pos-pos penting dan strategis kepada orang-orang non-Islam. Tampaknya
kebijakan ini memang turut memajukan Fathimiyah tetapi pada sisi lain ini justru menjadi
salah satu faktor yang mengakibatkan kemunduran dinasti ini, karena kebijakan ini ternyata
menimbulkan kecmburuan, kejengkelan dan bahkan kemarahan di kalangan kaum muslimin.
Benih-benih kejengkelan ini tentu membahayakan kehidupan sosial politik Fathimiyah.    

D.      Kehancuran Dinasti Fathimiyah


Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khilafah Fathimiyah
mengalami kehancurannya. Kehancuran khalifah ini terjadi  pada masa kekhalifahan al-
Adhid.[5]
Diantara faktor yang menyebabkan dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran, antara
Lain :
1.    Perpecahan yang terjadi di kalangan pemimpin.
2.    Kebijakan mengimpor tentara dari Turki dan Negro yang tidak patut aturan dan pertikaian
dengan pasukan suku Berber.
3.    Munculnya perang salib yang disebabkan oleh dirusaknya gereja masa pemerintahan Al-
Manshur.
4.    Al-Adhid (Raja Terakhir Fathimiyah) meminta bantuan Shalahuddin al-Ayyubi untuk
mempertahankan Mesir dari tentara salib, yang kemudian peperangan dimenangkan
Shalahuddin. Maka pemerintahan Mesir berpindah ke tangan bani Ayyubiyah.[6]
5.    Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah yang di bawa oleh
Daulah Fathimiyyah.

Anda mungkin juga menyukai