Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ANALISIS FARMASI

ANALISIS RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI


PASAR KOTA MANADO

Dosen Pengampu : Sari Defi Okzelia,M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aisyah Rosmaulaya 0432950719009


Amelia Sefianawati 0432950719015
Boki Septiyani Mony 0432950719037
Fathial Hasni Rahayu N 0432950719010
Riska Febriani 0432950719017
Vania Febri Anggita 0432950719002

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH
BEKASI
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................6
2.1 Kosmetik................................................................................................................................6
2.2 Rhodamin B..........................................................................................................................7
2.3 Kromotografi Lapis Tipis.....................................................................................................9
2.4 Spektofotometri....................................................................................................................9
BAB III METODOLOGI......................................................................................................10
3.1 Alat dan Bahan....................................................................................................................10
3.2. Cara Kerja..........................................................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................13
4.1 Hasil......................................................................................................................................13
4.2 Pembahasan.........................................................................................................................14
BAB V PENUTUP..................................................................................................................16
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman maka semakin dituntutnya seseorang untuk
berpenampilan menarik. Penampilan yang menarik dapat membantu seseorang dalam
melakukan perkerjaannya. Banyak wanita akan mengeluarkan biaya yang sangat besar
demi membuat diri mereka menarik dengan melakukan perawatan serta membeli
beberapa macam kosmetik.Semakin banyak kebutuhan akan kosmetik maka
bermunculanlah kosmetik dengan berbagai merk dan harga yang beranekaragam.
Sebuah produk kosmetik yang akan diproduksi dan beredar di pasaran harus memiliki
surat izin produk yang dikeluarkan oleh Badan POM. Badan POM adalah lembaga
pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standarisasi, dan sertifikasi suatu produk
yang mencakup pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan suatu produk. Untuk
sediaan kosmetik termasuk lipstik, suatu produk yang sudah lulus dari Badan POM maka
akan dikeluarkan No. Notivikasinya. Fungsi dari Notivikasi adalah sebagai nomor
identitas sebuah produk sehingga dapat membedakan dengan nomor identitas produk
lainnya. Nomor notivikasi untuk kosmetik terdiri 13 digit yang mana menunjukkan jenis
kosmetik, tahun notivikasi, jenis produk, dan nomor urut notivikasinya (BPOM, 2010).
”Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
220/Men.Kes/PER/IX/76 menyatakan kosmetika : adalah bahan atau campuran bahan
untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada,
dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud
untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak
termasuk golongan obat.”1
Dari pernyataan diatas, dapat kita artikan bahwasanya kosmetik adalah bahan
campuran yang diperuntungkan untuk tubuh bagian luar saja yang memliki beberapa
manfaat yang baik sesuai kandungan kosmetik serta menfaat kosmetik tersebut.
Kosmetik yang paling banyak dan tidak dapat ditinggalkan pemakaiannya adalah
lisptik dan perona pipi atau yang dikenal dengan nama blush-on. Lipstik merupakan
sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengansentuhan artistik
sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah, tetapi tidak boleh
menyebabkan iritasi pada bibir.
Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor
00386/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya
dalam obat, makanan dan kosmetika terdapat beberapa zat warna yang dilarang
penggunaannya; merupakan pewarna untuk tekstil; dalam sediaan kosmetika karena
berpengaruh buruk terhadap kesehatan sang pemakai antara lain:
1. Jingga K1 (C.I Pigment Orange 5, D&C Orange No.17)
2. Merah K3 ( C.I Pigment Red 53, D&C Red No.8)
3. Merah K10 (Rhodamin B, C.I FoodRed 15, D&C Red No.19)
4. Merah K11 ( C.145170:1)
Salah satu pewarna sintetis yang sering digunakan dalam produk kecantikan yaitu
pewarna K10 atau yang dikenal dengan nama Rhodamin B. Rhodamin B sering disalah
gunakan pada produk lipstik, perona pipi serta perona mata (eye shadow). Rhodamin B
merupakan zat warna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak
berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan digunakan
sebagai bahan pewarna tekstil, cat, kertas. Rhodamin B dapat mengiritasi saluran
pernapasan dan juga bersifat karsinogenik jika digunakan terus menerus
Penyebab bahaya dari zat warna Rhodamin B bagi kesehatan dikarenakan kandungan
klorin (Cl) yang dimilikinya. Kandungan klorin (Cl) senidir merupakan senyawa halogen
yang tidak hanya berbahaya tetapi juga reaktif. Tertelannya klorin (Cl) didalam tubuh
akan membuat senyawa tersebut berusaha mendapatkan kestabilan dalam tubuh meski
harus dengan mengikat senyawa lain yang berada di dalam tubuh oleh karena itu
kehadirannya menjadi racun bagi tubuh. Senyawa lain yang terikat tersebut tidak lagi
berfungsi dengan baik sehingga kinerja tubuh tidak lagi optimal.
Kromatografi adalah teknik pemisahan diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau
cair) dan fase gerak (cair atau gas). Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis
kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran Kromatografi Lapis Tipis.
Spektrofotometri UV/Vis Penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh suatu molekul
yang dapat menyebabkan eksitasi electron dalam orbital molekul tersebut dari tingkat
energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Khopkar, S. M., 1990).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan pada penelitian ini yaitu :
1. Apakah terdapat kandungan Rhodamin B pada lipstik yang beredar di pasar kota
manado ?
2. Berapakah kadar kandungan Rhodamin B pada sampel tersebut ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat melakukan analisis rhodamin B pada lipstik dengan metode
KLT
2. Mengetahui kadar Rhodamin B yang terkandung pada sampel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
Kosmetika telah dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu, dan baru pada
abad ke 19 mendapatkan perhatian khusus. Kosmetika selain untuk kecantikan juga
mempunyai fungsi untuk kesehatan. Perkembangan kosmetika dan industri kosmetika
dimulai dalam skala besar pada abad ke 20 dan menjadi salah satu bagian dari dunia
usaha.1 Kosmetik berasal dari bahasa Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan
menghias dan mengatur.
“Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
220/Men.Kes/PER/IX/76 menyatakan kosmetika adalah bahan atau campuran bahan
untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada,
dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud
untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak
termasuk golongan obat.”
Lipstik adalah make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya sedikit berbeda dari
bagian kulit lainnya. Dapat dilihat dari stratum corneum pada bibir yang sangat tipis dan
pada bagian dermis tidak mengandung kelenjar keringat ataupun kelenjar minyak, hal
inilah yang menyebabkan bibir pecah-pecah serta mudah kering khususnya pada udara
yang dingin dan kering (Mukaromah, 2008). Menurut Tranggono dan Latifah (2007),
1. Syarat Lipstik
Adapun syarat yang harus dimiliki oleh lipstik yaitu sebagai berikut :
1) Dapat melapisi bibir secara mencukupi
2) Dapat bertahan dibibir selama mungkin
3) Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket
4) Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
5) Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6) Memberikan warna yang merata pada bibir
7) Penampilannya harus menarik baik warn maupun bentuknya
8) Tidak meneteskan minyak, permukaannya halus tidak bopeng
ataupun berintik-bintik.
2. Bahan Pembuatan Lipstik
Bahan yang harus digunakan dalam pembuatan lipstik haruslah bahan yang
aman, hal ini dikarenakan kita sering menjilati atau melembabkan bibir dengan
menggunakan air liur. Jika menggunakan bahan-bahan yang berbahaya takutnya
bahan-bahan tersebut ikut tertelan ketika kita membasahi bibir kita menggunakan air
liur.
Ada tiga jenis bahan baku utama yang digunakan dalam produk bibir yaitu
minyak, lilindan warna dengan rasio yang bervariasi antara berbagai jenis produk.
3. Penggunaan Zat Pewarna
Penggunaan zat pewarna didalam produk kosmetik berperan besar dalam
memberikan warna-warna yang elok jika diaplikasikan pada bagian wajah. Zat
warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari bebagai kelompok yakni :
a. Zat Warna Alam
Zat ini sudah jarang dipakai pada produk kosmetik hal ini dikarenakan
kekuatan pewarnaan yang lemah, harga yang terlalu mahal serta relatif lemah.
Sebagai contoh carmine zat warna merah yang didapatkan dari tubuh serangga
Coccuscacti yang telah dikeringkan, klorofil daun-daun hijau serta henna yang
diekstrak, ari daun Lawsonia intermis.
b. Zat Warna Sintetsis
Penggunaan zat warna sintetis dapat memberikan dampak negative
terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang dapat memberikan dampak
negatif terjadi apabila :
a. Bahan sintetis yang dimakan dalam jumlah kecil namun berulang-ulang
b. Bahan sintetis yang dimakan dalam jangka waktu yang lama
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang beraneka ragam
tergantung pada umur, jenis kelamin, serta berat badan
d. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.

2.2 Rhodamin B
Penggunaan Rhodamin B pada produk pangan, kosmetik serta obat-obatan telah
dilarang oleh pemerintah. Pewarna Rhodamin B bersifat karsinogenik atau penyebab
terjadinya penyakit kanker. Nama Kimia Rhodamin B adalah N- [9 (carboxyphenyl) –
( dyetilamino) -3H-Xanten-3-ylidene] -N- ethylethanaminium clorida dengan rumus
kimia C28H31Cl N2O3 dengan berat molekul sebesar 479. Rhodamin B dapat
ditemukan dalam bentuk hablur hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, memiliki sifat
yang sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merahkebiru-biruan, jika
diencerkan akan berfluorensi kuat. Rodamin B juga merupakan zat yang larut dalam
alkohol, sukar larut dalam eter dan adalam larutan alkali. Larutan dengan asam yang kuat
akan membentuk senyawa dengan kompleks antimon bewarna merah muda yang larut di
dalam isopropil eter.
Rhodamin B merupakan zat warna dari golongan pewarna kationik (cationic dyes).
Rhodamin B sendiri digunakan sebagai zat waa untuk kertas, tekstil, wol, sutra, dan
sebagai reagensia untuk analisis antimon, kobalt, bismut, dan lain-lain. Rhodamin B
sendiri memiliki beberapa nama antara lain Acid Brilliant Pink, Basic Violet 10,
Calcozine red bx, C.I basic Violet 10, CI Number (No. Index warna) : 45170 serta
Diethyl-m-amino-phenolphthalein hydrochloride.
Penggunaan Rhodamin B pada produk makanan dan kosmetik dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Kandungan klorin (Cl)
pada Rhodamin B merupakan senyawa halogen yang tidak hanya berbahaya tetapi juga
reaktif. Tertelannya klorin (Cl) didalam tubuh akan membuat senyawa tersebut berusaha
mendapatkan kestabilan dalam tubuh meski harus dengan mengikat senyawa lain yang
berada di dalam tubuh sehingga, kehadirannya menjadi racun bagi tubuh. Senyawa lain
yang diikat tersebut tidak lagi berfungsi dengan baik sehingga kinerja tubuh tidak lagi
optimal.51 Rhodamin B sendiri juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang
bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak dan DNA dalam tubuh.
Jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka akan terjadi gejala keracunan
Rhodamin B. Jika Rhodamin B masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan
mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pencernaan dan akan mengakibatkan gejala
keracunan dengan mengeluarkan urin yang bewarna merah maupun merah muda. Jika
Rhodamin B masuk melalui pernapasan maka akan terjadi iritasi pada saluran
pernapasan. Mata yang terkena Rhodmin B akan menimbulkan iritasi yang ditandai
dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Jika Rhodamin B
terpapar pada bibir maka akan menyebabkan bibir menjadi pecah-pecah, kering dan gatal
bahkan dapat menyebabkan kulit bibir terkelupas.
2.3 Kromotografi Lapis Tipis
Kromotografi Lais Tipis (KLT) atau Thin Layer chromotogrphy (TLC) digunkaan
untuk preparatif atau pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah yang kecil.
Kromotografi lapis tipis ini menghasilkan pemisahan yang lebih baik dibandingkan
dengan pemisahan dengan menggunakan kromotografi kolom dan lebih efisiens waktu.
Absorban yang amat umum digunkan adalah silikagel dan alumina dan ditambah dengan
kalsium sufat untuk jadi perekat pada plat kaca atau porselen dengan ukuran 20x20 cm.
Pelaksanaan analisis dengan Kromotografi lapis tipis dimulai dengan menotolkan
alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk
zona permulaan atau awal yang nanntinya sampel tersebut akan dikeringkan. Bagian
ujung fase diam yang terdapat zona permulaan atau awal dicelupkan ke dalam fase gerak
(pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam chamber.
Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran komponen- komponen
sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda-beda selama pergerakan fase gerak
melalui fase diam, hal ini disebut dengan pengembangan kromatogram. Tatkala fase
gerak telah sampai pada jarak yang diinginkan, fase diam diambil, kemudian fase gerak
yang terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara
langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa
penambahan pereaksi penampak noda yang cocok.
2.4 Spektofotometri
Interaksi senyawa organik dengan sinar ultraviolet dan sinar tampak, dapat
digunakan untuk menentukan struktur molekul senyawa organik. Bagian dari molekul
yang paling cepat bereaksi dengan sinar tersebut adalah elektron-elektron ikatan dan
elektron-elektron nonikatan (elektron bebas). Sinar ultralembayung dan sinar tampak
merupakan energi, yang bila mengenai elektron-elektron tersebut, maka elektron akan
tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi, eksitasi elektron-
elektron ini, direkam dalam bentuk spektrum yang dinyatakan sebagai panjang
gelombang dan absorbansi, sesuai dengan jenis elektron-elektron yang terdapat dalam
molekul yang dianalisis. Makin mudah elektron-elektron bereksitasi makin besar panjang
gelombang yang diabsorbsi, makin banyak elektron yang bereksitasi makin tinggi
absorban.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
- Erlemeyer ( pyrex )
- Tabung Reaksi ( pyrex )
- Timbangan Analitik ( preeisa XB 220A )
- Corong
- Labu Takar ( pyrex )
- Gelas Kimia ( pyrex )
- Pipet Tetes
- Pipet Kapiler
- Sendok Tanduk
-Batang Pengaduk ( pyrex )
- Kertas Saring ( whatman no1 )
- Lempeng Kromatografi tipis ( merek )
- Benang Wol
- Hot Plate ( health thermostatic magnetic stirre )
- Oven
- Chamber ( pyrex )
- Spektrofotometer UV – Vis ( PG Intrument T80 UV-Vis )

B. Bahan
- Lipstik
- Aquadest
- Larutan HCL ( merek )
- Larutan Amonia ( merek )
- N-Butanol ( merek )
- Etil Asetat ( merek )
- Asam Asetat ( teknis )
- Etanol 70%
3.2. Cara Kerja
1. Tahap pengambilan dan penyiapan sampel.
Sampel diambil di tiga pasar yang ada di Kota Manado yaitu Pasar
Karombasan, Pasar Bersehati dan Pasar 45, dimana disetiap Pasar diambil pada 3
penjual lipstik.
2. Tahap ekstraksi dan pemurnian
yang dilakukan dengan menggunakan prosedur berdasarkan penelitian dari
Utami dan Suhendi tahun 2009 yang mengambil acuan dari Djalil dkk tahun
2005.
a. Sebanyak 1 gram sampel (lipstik) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
kemudian direndam dalam 10 ml larutan amonia 2% (yang dilarutkan dalam
etanol 70%) selama semalaman.
b. Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring whatman no. 1.
Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian dipanaskan diatas hot
plate. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung
asam (larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam
asetat 10%).
c. Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan ke dalam larutan asam dan
dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol, kemudian
benang wol diangkat dan dicuci dengan aquades. Kemudian benang wol
dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10% (yang dilarutkan
dalam etanol 70%) dan didihkan.
d. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam
larutan basa. Larutan basa yang didapat selanjutnya akan digunakan sebagai
cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.
3. Tahap pembuatan larutan baku untuk pembuatan linieritas kurva kalibrasi.
Larutan baku rhodamin B dibuat dengan konsentrasi 200 ppm. Dari larutan
baku ini dibuat larutan baku dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 5; 6; 7,5 ppm.
Pelarut yang digunakan larutan HCl 0,1 N (Putri, 2009).
4. Tahap identifikasi sampel.
Lempeng KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan
dalam oven pada suhu 1000C selama 30 menit. Sampel ditotolkan pada lempeng
KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat,
jarak antara noda adalah 1,5 cm. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga
mengering. Lempeng KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke
dalam chamber yang lebih terdahulu telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa
nbutanol : etil asetat : amonia (10:4:5). Dibiarkan hingga lempeng terelusi
sempurna, kemudian lempeng KLT diangkat dan dikeringkan. Diamati warna
secara visual dan dibawah sinar UV, jika secara visual noda berwarna merah
jambu dan dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm berfluoresensi kuning atau
orange, hal ini menunjukkan adanya rhodamin B (Ditjen POM, 2001; Djalil et al
dalam Utami dan Suhendi, 2009; Putri, 2009).
5. Penetapan Kadar Zat Warna Rhodamin B.
Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometri cahaya
tampak pada panjang gelombang 400-800 nm. Sedangkan untuk menghitung
kadar rhodamin B dalam sampel 37 dihitung dengan menggunakan kurva
kalibrasi dengan persamaan regresi : y = ax ± b.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Hasil pemeriksaan kualitatif rhodamin B pada sampel

2. Lempeng KLT yang menunjukkan adanya rhodamin B pada sampel

3. Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B dengan berbagai konsentrasi


secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 558
4.2 Pembahasan
Kosmetik yang digunakan yakni perona pipi baik yang memiliki izin edar maupun
yang tidak memiliki izin edar. Kosmetik sendiri merupakan sediaan atau paduan bahan
yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,rambut, kuku, bibir, dan
organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulutuntuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampakan, melindungisupaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan
suatu penyakit (BPOM,2003: 2). Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang
dilarang penggunaannya dalam kosmetik dan dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 376/MenKes/Per/1990 karena dapat
menyebabkan kerusakan hati, ginjal dan limfa yang diikuti perubahan anatomi berupa
pembesaran organ. Namun pada sebagian masyarakat, rhodamin B masih A digunakan
untuk mewarnai suatu produk baik itu produk makanan, minuman,obat-obatan maupun
kosmetik

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif rhodamin B pada sampel diperoleh data,


seperti ditunjukkan pada gambar 1 diatas. Hasil identifikasi pewarna rhodamin B pada
lipstik dengan metode kromatografi lapis tipis, pada larutan baku rhodamin B
menghasilkan warna noda merah jambu secara visual dan di bawah sinar UV 254 nm dan
366 nm berfluoresensi kuning atau orange, dengan tinggi bercak pada lempeng yaitu 16
cm dan tinggi eluen 17 cm dan nilai Rf 0,94. Untuk ke 9 sampel lipstik tidak
menunjukkan bercak yang sama dengan bercak baku rhodamin B serta tidak
menunjukkan adanya noda pada lempeng KLT.
Kromatografi Lapis Tipis bekerja dengan cara pemisahan senyawa berdasarkan
adsorbsi dan koefisien partisi. Pelarut yang digunakan bersifat polar yang akan berikatan
dengan senyawa yang juga bersifat polar begitu jugasebaliknya. Maka apabila semakin
dekat kepolaran antar senyawa dengan eluenmaka senyawa akan semakin terbawa oleh
fase gerak.

Penetapan Kadar

1. Panjang Gelomabang Maksimum Larutan Rhodamin B Penentuan panjang


gelombang maksimum larutan baku rhodamin B dengan konsentrasi 3 ppm
diperoleh panjang gelombang 558 nm.

2. Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B Dari hasil perhitungan persamaan regresi


kurva kalibrasi diatas diperoleh persamaan garis y = 0.1275x + 0.0081 dengan
koefisien korelasi (r) sebesar 0,981.

Meskipun tidak teridentifikasi adanya zat pewarna rhodamin B pada 9 sampel


lipstik, namun diperlukan sikap kehati-hatian dalam pemakaian lipstik yang berwarna
merah pekat yang dijual bebas dipasaran. Menurut Cahyadi (2008) bahan pewarna
sintetis yang dilarang di Indonesia yang didasarkan pada Permenkes RI No.722 /Menkes/
Per/ IX/ 1988 tentang bahan pewarna, tidak diizinkan menggunakan zat warna rhodamin
B karena pewarna ini hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil seperti kain, kertas
dan cat. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan
senyawa anorganik yang reaktif dan berbahaya. Senyawa ini akan berusaha mencapai
kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang
bersifat racun bagi tubuh (Depkes, 1999).

Dari 9 sampel yang dianalisis tidak teridentifikasi adanya zat warna rhodamin B
untuk sampel 3 dari pasar karombasan, sampel 2 dan sampel 3 dari pasar bersehati telah
mencantumkan nomor batch sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM Republik
Indonesia No. HK. 00. 05. 4. 1745 tentang Kosmetik dan Kode kosmetik. Untuk 6
sampel yang lain tidak mencantumkan nomor batch pada kemasan produk tersebut.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada 9 sampel
lipstik yang beredar di pasar Kota Manado tidak teridentifikasi adanya zat warna
Rhodamin B yang diidentifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
Spektrofotometri UV-Vis
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2006. Kajian dan Analisis Bahan Tambahan Pangan.Edisi Pertama. Bumi
Aksara, Jakarta

Ditjen POM RI. 2001. Metode Analisis PPOMN. Ditjen POM, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Direktorat Pengawasan Obat dan


Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, Tentang
Bahan Tambahan Makanan. Edisi II, Jilid II 1992. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press

Mukaromah A. H., Maharani E. T. 2008. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B Pada Lipstik
Berwarna Merah. Universitas Muhamrnadiyah, Semarang.

Tranggono, R. I., dan F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. PT.
Gramedia, Jakarta.

Utami, W dan Suhendi, A. 2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains dan Toksikologi, Vol.10, No.2,
halaman 148-155, Surakarta.

http://repository.radenintan.ac.id/8241/1/SKRIPSI%20NOVIANA.pdf

https://www.academia.edu/42359771/ANALISIS_RHODAMIN_B_DALAM_KOSMETIK_
SECARA_IN_VITRO

Anda mungkin juga menyukai