BLOK XVII
ANAMNESIS
TEKNIK PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan dilakukan sesuai prinsip dasar pemeriksaan klinis ilmu kedokteran yaitu
pemeriksa harus berada di sisi kanan penderita.
2. Pemeriksaan dilakukan sesuai prinsip pemeriksaan neurologi yaitu membandingkan sisi
yang sehat dengan sisi yang sakit.
TUJUAN
TUJUAN UMUM : Mencapai kompetensi dokter umum seperti yang tercantum dalam
kurikulum berbasis kompetensi, khususnya dibidang neurologi.
LEARNING OBJECTIVE
Setelah mengerjakan skill lab neurosensoris ini, mahasiswa mampu :
1. Melakukan anamnesis yang lengkap dan terarah mengenai penyakit saraf.
2. Melakukan pemeriksaan saraf otak I – XII dengan baik.
PROSEDUR:
I. ANAMNESIS
Langkah:
1. Memperkenalkan diri dan melakukan identifikasi penderita
2. Melakukan anamnesis mengenai keluhan utama, berisi gangguan ADL (defisit
neurologis)
3. Melakukan anamnesis insult atau kronologis sesuai dengan keluhan utamanya tiba-tiba
atau perlahan-lahan. Pertanyaan diarahkan kepada kemungkinan topic dan etiologi dari
keluhan utamanya
4. Melakukan anamnesis tentang penyakit yang berhubungan langsung dengan
kemungkinan diagnose topic atau etiologi serta faktor predisposisi
5. Melakukan anamnesis residivitas penyakit yang diderita .
II. PEMERIKSAAN SARAF OTAK
1. Nervus I (Olfaktorius)
a. Persiapan pemeriksaan :
Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan, tidak ada atrofi
mukosa hidung
Yakinkan penderita sadar penuh, kooperatif, tidak ada gangguan berbahasa
Persiapkan bahan-bahan yang tidak menguap (kopi, teh, tembakau dll)
Gunakan bahan-bahan yang telah dikenal penderita sebelumnya.
b. Cara pemeriksaan:
Kedua mata mata ditutup
Satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang tidak diperiksa
ditutup.
Pasien diminta untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk tes (kopi, teh,
tembakau, kulit jeruk, dll)
Terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi dengan baik
c. Interpretasi pemeriksaan klinis:
Anosmia = hilangnya daya pembauan total
Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka
Hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam
Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang dicium
Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing,
bacin, busuk
Fantosmia = persepsi bahwa bau tersebut tidak nyata
Koprosmia = jenis kakosmia dengan interpretasi seperti bau feses
Agnosia olfaktorius = ketidakmampuan mengindentifikasi bau yang tercium
Halusinasi olfaktorius = persepsi terhadap bau yang tidak ada zatnya
2. Nervus II (Optikus)
a. Daya penglihatan
Persiapan pemeriksaan
o Ruang harus cukup terang
o Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis,
uveitis, glaukoma atau korpus alienum
Cara pemeriksaan
o Dengan memakai kartu Snellen: penderita diminta membaca huruf pada kartu
Snellen yang diletakkan pada jarak 6 m.
o Dengan kartu Rosenbaum: penderita diminta menyebutkan angka/karakter
E/simbol-simbol pada kartu Rosenbaum yang diletakkan pada jarak pandang baca
normal (30 cm).
o Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kartu,
yaitu dengan membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapat membaca
hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapat membaca pada
jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60. Bila tidak bisa mengidentifikasi jari
dari jarak 1 m maka dilanjutkan dengan lambaian tangan, bila penderita bisa
melihat gerakan lambaian tangan berarti visusnya 1/300. Bila penderita tidak bisa
mengidentifikasi lambaian tangan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
menggunakan cahaya senter, bila penderita bisa mengidentifikasi cahaya senter
dinyatakan visusnya 1/~, dan bila penderita tidak bisa mengidentifikasi cahaya
senter dinyatakan visusnya NLP (No Light Perception)
o Untuk menentukan gangguan visus terjadi akibat gangguan refraksi digunakan
pin hole.
b. Penglihatan warna
Persiapan pemeriksaan:
o Disiapkan kartu tes Ischihara atau
o Disiapkan benang wol berbagai warna
Cara pemeriksaan:
o Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai dengan perintah
pada kartu tes Ischihara
c. Medan penglihatan
Persiapan pemeriksaan :
o Untuk pemeriksaan medan penglihatan yang sederhana, tanpa menggunakan alat
khusus adalah tes konfrontasi, dengan tangan. Sedangkan yang lainnya
menggunakan alat khusus yaitu perimeter, kampimeter atau Humfrey.
Cara pemeriksaan
o Dalam klinik dikenal 4 metode tes medan penglihatan:
tes dengan perimeter
tes dengan kampimeter
tes dengan Humfrey
tes konfrontasi dengan tangan
- pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di tengah.
- pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan sejajar dengan
jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien sejauh 50 cm.
- satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa, mata kiri
ditutup. Begitu pula sebaliknya.
- pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari terhadap
kedua pihak harus sama) pada empat arah mata angin yaitu timur laut (45º),
barat laut (135º), barat daya (225º) dan tenggara (315º).
- bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medan
penglihatan pasien menyempit.
d. Pemeriksaan fundus okuli
diawali dengan melepaskan kacamata pemeriksa dan pasien, jika ada, keculai pada
gangguan refraksi yang parah
pencahayaan ruangan sedapat mungkin redup
jika pemeriksa memeriksa fundus mata kanan, maka pemeriksa menggunakan mata
kanan dan tangan kanan untuk memegang ofthalmoskopnya, dan begitu pula sebaliknya.
Pada jarak 30 cm, pemeriksa mulai mengidentifikasi fundus dengan cara mengarahkan
ofthalmoskop ke pupil penderita dan melihat adanya red refleks.
Selanjutnya ofthalmoskop didekatkan ke mata pasien dan pemeriksa mulai
mengidentifikasi papil, cup, arteri, vena dan retina
4. Nervus V (trigemius)
Nervus trigeminus mempunyai fungsi motorik dan sensorik, terbagi atas 3 (tiga) cabang.
Pemeriksaan fungsi N.V adalah sebagai berikut:
a. Menggigit:
o Pasien disuruh menggigit sekuat-kuatnya
o Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dan
temporalis untuk memeriksa adakah kontraksi
o Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateral tak
mampu mengontraksikan m. masseter dan temporalis.
b. Membuka mulut:
o Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien: apakah
simetris atau menyimpang.
o Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateral saat
mulut dibuka.
c. Sensibilitas
Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah, karena
masing-masing diinervasi oleh cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus, maksilaris dan
mandibularis.
Alat yang digunakan:
o untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarum
o untuk sensasi halus, gunakan kapas/bulu
o untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin.
Cara pemeriksaan:
o pasien harus kooperatif
o selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup agar pasien tidak tahu
bagian tubuh yang diperiksa
o untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai dari proksimal dan
distal sehingga mudah teridentifikasi daerah dengan defisit sensorik dan daerah yang
normal
o selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yang normal ke
daerah yang defisit dan sebaliknya
o intensitas perangsangan harus diubah-ubah untuk mengetahui ketepatan penilaian
pasien
o mintalah respons yang tegas dari pasien; bila pasien merasa ditusuk/digores maka
pasien harus bilang “ya”
o buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.
d. Refleks bersin:
Alat yang digunakan: kapas yang sudah dipilin
Cara pemeriksaan:
o mukosa hidung dirangsang / digelitik dengan kapas yang sudah tersedia
o positif: bila timbul bersin secara reflektorik
c. Lipatan nasolabial
Lipatan nasolabial pada sisi yang lumpuh tampak mendatar.
d. Sudut mulut
Sudut mulut pada sisi yang lumpuh tampak lebih rendah.
e. Mengerutkan dahi
Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada kelumpuhan n. VII
perifer pasien tidak mampu mengerutkan dahinya unilateral dan bilateral
Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien
masih mampu mengerutkan dahinya. Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan
palpasi antara kanan dan kiri dan bandingkan sisi mana yang terkuat, akan didapatkan
perbedaan tonus.
f. Mengerutkan alis
Cara kerjanya sama dengan mengerutkan dahi.
g. Menutup mata
Pasien disuruh menutup mata
Pada kelumpuhan perifer mata tidak dapat menutup
Pada kelumpuhan sentral unilateral mata masih bisa menutup. Dalam hal ini pasien
disuruh menutup mata kuat-kuat, kemudian pemeriksa mencoba membuka mata
pasien yang sedang dipejamkan tersebut, akan didapatkan perbedaan tonus kanan –
kiri.
h. Meringis
Pasien disuruh meringis. Baik kelumpuhan sentral maupun perifer pada sisi yang
lumpuh tidak dapat diangkat.
i. Bersiul
Pasien disuruh bersiul. Adanya kelumpuhan n. VII baik unilateral maupun bilateral
menyebabkan pasien tidak dapat bersiul.
j. Tik fasialis (spasmus klonik fasialis)
Adanya gerakan involunter di mana sudut mulut terangkat dan kelopak mata terpejam
beberapa kali, berlebihan
k. Lakrimasi
Dapat dinilai dari anamnesis maupun observasi langsung. Adanya paralisis fasialis
perifer menyebabkan hiperlakrimasi.
l. Daya kecap lidah 2/3 depan
Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknya cairan.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa diteteskan
Penyebut tidak boleh menyebut rasa dengan bicara, melainkan dengan memberi kode
berupa tulisan yang sudah disiapkan. Hal ini akan mencegah kacaunya identifikasi.
m. Gerakan fasial reflektorik
Reflek visuopalpebra
o Ancaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman pada kedua
mata
o Hal ini terjadi pada orang normal.
Refleks glabela
o Pada orang normal setiap kali glabela diketuk akan menyebabkan kedua mata
berkedip
o Akan tetapi setelah berturut-turut diketuk (3 – 4 kali) kedipan mata tidak akan
timbul lagi
o Sebaliknya pada orang dengan demensia, mata akan berkedip terus seiring dengan
ketukan berturut-turut pada glabela itu.
Reflek aurikulopalpebra
o Gerak reflek berupa mata, jika terdengar suara keras dan tak terduga
o Dapat dihasilkan melalui tepuk tangan yang keras dan tiba-tiba.
Tanda Myerson
o Pada orang normal ketukan pada pangkal hidung menyebabkan kedipan mata
hanya sekali saja
o Pada penderita Parkinson menyebabkan kedipan yang gencar.
Tanda Chovstek
o Dengan palu atau ujung jari tangan, cabang-cabang n. fasialis di depan lubang
telinga kita ketuk
o Tanda Chovstek positif bila timbul reflek berupa kontraksi otot-otot rasialis
sebagai jawaban atas pengetukan pangkal cabang-cabang n. fasialis
o Tanda Chovstek positif khas untuk tetani.
8. Nervus X (vagus)
a. Denyut nadi
Cara pemeriksaan sama seperti fisik diagnostik biasa, yaitu palpasi a. radialis.
b. Arkus faring
Sama dengan pemeriksaan n. IX.
c. Bersuara (fonasi)
Perhatikan adakah suara serak/lemah
Bila ya, kemungkinan terdapat paralisis laring yang dipersarafi n. X (n. laringeus
superior dan rekuren).
d. Menelan
Gangguan menelan merupakan manifestasi gabungan dari gangguan n. IX, X, dan
VII. Karena mekanisme menelan merupakan hasil kerja integral saraf tersebut.
9. Nervus XI (Aksesorius)
a. Memalingkan kepala
Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahang pasien
untuk menahan gerakan tersebut
Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras
Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol;tampak konsistensi
yang keras dan kontur otot yang menonjol tegas
Tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot pun
lemah, timbul asimetri/tortikolis
Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk).
b. Sikap bahu
Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap bahu dan skapula
Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah skapula terletak lebih
dekat ke garis tengah daripada bagian atasnya.
Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahan elevasi
bahu tersebut; jika gerakan elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidak ada berarti
terdapat paresis
Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak; apakah adan gangguan retraksi bahu dan
elevasi humerus.