Anda di halaman 1dari 2

Nama : Medina Fitri Maulida

NIM : G6401211096
Nama Kelompok Anausa : 6 Dararsa
Nama Kelompok Mentoring : Mentorship 56

Berpikir Kritis dalam Pencegahan Paham Radikalisme


untuk Menghasilkan Inovasi

Radikal berasal dari kata “radix” dalam bahasa Latin yang artinya ‘akar’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai ‘secara
menyeluruh’, ‘habis-habisan’, ‘amat keras menuntut perubahan’, dan ‘maju dalam
berpikir atau bertindak’. Bagaikan koin yang memiliki dua sisi, konsep radikal
memiliki artian yang positif di satu sisi dan di sisi lainnya negatif. Konsep radikal
ini bisa kita terapkan ke cara berpikir kita.
Ketika diterapkan secara positif, berpikir radikal berarti berpikir secara
mendalam ke akar permasalahan supaya dapat melakukan perubahan atau
perombakan drastis yang membawa kepada kemajuan. Penerapan berpikir radikal
ini erat kaitannya dengan peran mahasiswa sebagai Agent of Change. Sebagai
Agent of Change, mahasiswa sebagai anggota masyarakat yang menempuh jejak
pendidikan tinggi dituntut untuk menggerakkan perubahan di masyarakat ke arah
progresif melalui aksi nyata dan tidak mengabaikan realita di sekitarnya.
Ketika berpikir radikal ini diterapkan secara negatif dan ekstrem, lahirlah
radikalisme. Radikalisme adalah paham atau aliran yang juga menginginkan
perubahan, khususnya di bidang sosial dan politik, namun melalui cara kekerasan
dan tindakan anarkis. Penganut paham ini akan memaksakan pandangannya
kepada orang lain dan bersikap intoleran terhadap selain apa yang dipercayainya.
Paham ini berbahaya karena daripada membawa perubahan yang baik, paham ini
justru bisa merusak tatanan sosial, stabilitas bangsa, dan ideologi negara.
Di zaman kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini, arus
informasi kian tak terbendung dan datang dengan kecepatan yang tak
terbayangkan sebelumnya. Penyebaran paham radikalisme pun menjadi jauh lebih
mudah. Dikutip dari Kompas.com, Badan Intelijen Nasional (BIN) pernah
menyebut bahwa masyarakat yang berusia 17 – 24 tahun merupakan target utama
penyebaran paham radikalisme. Alasannya adalah karena masyarakat pada
rentang usia tersebut merupakan para anak muda yang masih energik, masih
mencari jati diri, dan memiliki semangat yang tinggi. Rentang usia mahasiswa
berkisar pada rentang usia tersebut sehingga lingkungan kampus pun berpotensi
menjadi tempat berkembangnya paham radikalisme.
Bagaimana cara kita mencegah penyebaran paham radikalisme ini? BIN
juga menambahkan bahwa tanpa kemampuan berpikir kritis, mereka yang berada
pada rentang usia yang disebutkan di atas akan mudah menyerap paham
radikalisme. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai kemampuan menganalisis,
mengevaluasi, dan mempertanyakan validitas dari informasi yang didapat secara
objektif dan rasional. Dengan berpikir kritis, kita tidak akan menelan mentah-
mentah omongan orang sehingga tidak mudah terhasut. Selain dengan berpikir
kritis, kita juga bisa membantu mencegah penyebaran paham ini di lingkungan
kampus dengan mengedukasi mahasiswa-mahasiswa lainnya mengenai bahaya
radikalisme, misalnya dengan mengadakan seminar atau melakukan kampanye di
media sosial.
Berpikir radikal dapat menghasilkan inovasi radikal, yaitu inovasi yang
melibatkan perubahan keseluruhan dari konsep atau sistem yang sudah ada.
Melalui inovasi radikal ini, ide-ide dan konsep baru yang sama sekali belum
pernah ada sebelumnya akan dikembangkan sehingga dapat menjadi solusi atas
suatu masalah yang kompleks dan berkepanjangan. Jika dalam penerapan berpikir
radikal kita juga menyertainya dengan sikap berpikir kritis, kita dapat
menghasilkan inovasi radikal ini tanpa terjerumus radikalisme.

Anda mungkin juga menyukai