Anda di halaman 1dari 6

DAFTAR ISI

BAB I PENGANTAR 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Perumusan Butir-Butir Pancasila 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Esensi Nilai Kekeluargaan dalam Butir-Butir Pengamalan Sila Kedua Pancasila 3
BAB III FAKTOR-FAKTOR IMPLEMENTASI NILAI SILA KEDUA
PANCASILA 4
BAB IV PENUTUP 5
4.1 Simpulan 5
4.2 Saran 5
DAFTAR PUSTAKA 5
Nama : Medina Fitri Maulida
NIM : G6401211096
Kelas : ST26

Implementasi dan Pembinaan Nilai Kekeluargaan yang dapat Meningkatkan


Kualitas Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) sudah diperjuangkan oleh orang-orang sejak
dahulu. Hasil perjuangan tersebut antara lain adalah Magna Carta (1215) yang berisi
kompromi pembagian kekuasaan Raja John dengan bangsawannya dan memuat
gagasan HAM yang menjamin adanya perlindungan rakyat dari penangkapan,
penahanan dan pembuangan kecuali ada keputusan pengadilan yang sah. Ada juga
Declaration of Independence 1788 yang disusun Thomas Jefferson yang
mencantumkan bahwa manusia karena kodratnya bebas merdeka serta memiliki hak-
hak yang tidak dapat dipisahkan atau dirampas dengan sifat kemanusiaannya berupa;
hak hidup, hak memiliki, hak mengejar kebahagiaan dan keamanan.
Di Indonesia sendiri, perkembangan perjuangan HAM dimulai sejak lahirnya
organisasi Budi Utomo pada 1908 yang kemudian diikuti lahirnya organisasi-
organisasi lainnya. Sejak saat itu, kesadaran HAM di Indonesia mulai tumbuh dan
berkembang. Rakyat Indonesia sadar akan haknya untuk menjalani hidupnya dengan
merdeka dan tidak dijajah. Indonesia pun akhirnya memproklamasikan dirinya pada
17 Agustus 1945 sebagai bangsa yang merdeka. Sehari setelahnya, Pancasila sebagai
dasar negara yang terkandung dalam pembukaan alinea ke-4 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan. Dalam Pancasila, terdapat sila ke-2
yang berbunyi,“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.”
Sila kedua dari Pancasila menunjukkan bahwa Indonesia menjunjung tinggi
perikemanusiaan dan HAM. Sayangnya, sampai sekarang ini, kasus-kasus
pelanggaran HAM terus bermunculan di Indonesia. Karena itu, kita perlu berhenti
sejenak untuk menelaah kembali makna dan nilai yang terkandung dalam sila tersebut.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah supaya pembaca dapat
1. Memahami esensi nilai kekeluargaan dalam butir-butir pengamalan sila pertama
Pancasila.
2. Memahami faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi nilai kekeluargaan,
baik yang positif maupun negatif.
3. Mengimplementasikan nilai kekeluargaan dalam kehidupan sehari-hari setelah
memahami esensi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3 Perumusan Butir-Butir Sila Kedua Pancasila
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Eka Prasetya
Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan
bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa, yang menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi butir-butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Perumusan butir-butir pengamalan sila pertama Pancasila yang tercantum
dalam Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebagai berikut.
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Esensi Nilai Kekeluargaan dalam Butir-Butir Pengamalan Sila Kedua Pancasila
Jika melihat perumusan butir-butir pengamalan sila kedua Pancasila pada Eka
Prasetya Pancakarsa seperti yang tercantum pada sub-bab 1.3 di makalah ini, secara
garis besar dapat terlihat bahwa pengamalan sila ini sangat menekankan status kita
sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial dan memiliki perbedaan antara satu
dengan yang lainnya.
Sebagai manusia, kita harus mengakui kenyataan bahwa terdapat banyak
pembeda antara satu manusia dengan manusia lainnya, entah itu berkaitan dengan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit,
atau sebagainya. Namun, perbedaan ini bukanlah suatu hal yang buruk dan tidak
menjadi penanda tinggi-rendahnya derajat seorang manusia.
Pada dasarnya, kita adalah sama-sama manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap manusia memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya sejak ia lahir. Hak-hak
tersebut disebut sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Karena kita semua sama-sama
terlahir sebagai manusia, kita juga sama-sama memiliki HAM tersebut, terlepas dari
perbedaan latar belakang kita. Hak asasi manusia mencakup hak sipil dan politik,
seperti hak untuk hidup, kebebasan dan kebebasan berekspresi. Selain itu, ada juga
hak sosial, budaya dan ekonomi, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam
kebudayaan, hak atas pangan, hak untuk bekerja dan hak atas pendidikan.
Setiap manusia harus menghargai hak manusia lainnya sebagai sesama pemilik
HAM. Artinya, kita tidak boleh melanggar hak manusia lain maupun membiarkan
manusia lain melanggar hak kita. Manusia tidak boleh memperlakukan manusia
lainnya semena-mena. Jika seorang manusia melanggar HAM manusia lainnya, bisa
dikatakan bahwa ia berarti telah mengingkari HAM sebagai sesuatu yang melekat
pada setiap diri manusia, termasuk dirinya sendiri. Untuk menghindari pelanggaran
terhadap HAM, keadilan dan kebenaran perlu ditegakkan dan diperjuangkan di
masyarakat.
Lalu, selain terlahir dengan HAM yang melekat pada dirinya, manusia juga
merupakan makhluk sosial. Setiap manusia membutuhkan satu sama lain sehingga
tidak mungkin ada manusia yang bisa bertahan hidup sendiri.

3
Manusia tidak hanya ada di Indonesia saja, tetapi tersebar luas di seluruh
penjuru bumi ini. Kita memang harus mengutamakan gotong-royong dengan bangsa
kita sendiri supaya Indonesia bisa maju, namun kita tidak boleh melupakan bahwa
bangsa-bangsa dari luar negara Indonesia adalah juga manusia yang sama seperti kita.
Sebagai sesama umat manusia, kita harus mau saling tolong menolong dan bekerja
sama dalam menjalani hidup di Bumi ini.

BAB III
FAKTOR-FAKTOR IMPLEMENTASI
NILAI SILA KEDUA PANCASILA

Dalam implementasi nilai kekeluargaan, terdapat faktor-faktor yang dapat


mendorong maupun menghambat jalannya implementasi ini. Faktor-faktor pendorong
tersebut bisa juga disebut sebagai faktor positif, lalu faktor-faktor penghambatnya sebagai
faktor negatif.
Faktor positif implementasi nilai pada sila kedua ini antara lain adalah ditanamkan
nilai moral dan dilatihnya empati sejak dini pada setiap individu di masyarakat. Empati
adalah kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat dari sudut
pandang orang tersebut, dan juga membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang
tersebut. Jika seseorang memiliki empati yang tinggi pada dirinya, ia akan memiliki
kepedulian dan tenggang rasa yang tinggi pada orang lain.
Faktor negatif implementasi nilai pada sila kedua ini antara lain adalah rendahnya
moral, etika, dan kesadaran masyarakat terhadap isu HAM juga menjadi salah satu faktor
negatif implementasi nilai sila ini. Di masyarakat, terkadang masih banyak orang yang
memiliki empati rendah terhadap orang lain sehingga mereka memiliki sikap intoleransi
dan keegoisan tinggi. Bentuk intoleransi dan keegoisan ini pun diwujudkan mereka dengan
pelanggaran HAM.
Hal di atas juga diperparah dengan lemahnya kewenangan lembaga-lembaga yang
memperjuangkan HAM seperti Komnas HAM. Berdasarkan Pasal 89 Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kewenangan Komnas HAM hanya
sebatas penyelidikan. Hasil penyelidikan komnas HAM terkait kasus pelanggaran HAM
pada masa lalu terbentur di Kejaksaan Agung karena alasan seperti berkas yang kurang
lengkap. Selain itu, tidak jarang penyelesaian kasus HAM terbentur dengan negosiasi

4
dalam level elit politik. Kedua hal ini menyebabkan terhambatnya kasus-kasus
penyelesaian pelanggaran HAM.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Esensi dari nilai kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam sila kedua
Pancasila mencakup hubungan kita sebagai manusia kepada sesama manusia lainnya
yang sama-sama memiliki hak yang harus dihormati dan sama-sama makhluk sosial
yang saling membutuhkan sehingga harus peduli dan menolong satu sama lainnya.
Faktor positif dalam implementasi nilai kekeluargaan antara lain ditanamkannya
nilai moral dan dilatihnya empati sejak dini. Faktor negatif dalam implementasi nilai
kekaluargaan antara lain rendahnya moral, etika, dan kesadaran masyarakat terhadap isu
HAM dan lemahnya kewenangan lembaga-lembaga yang memperjuangkan HAM.

4.2 Saran
Dalam implementasi nilai kekeluargaan, menurut saya, baik pemerintah dan
masyarakat harus bekerja sama untuk menegakkan HAM. Pemerintah seharusnya
memberi kewenangan yang lebih luas untuk lembaga yang memperjuangkan HAM
agar dapat lebih mudah menyelesaikan kasus-kasus penyelenggaraan HAM. Lalu, kita
sebagai anggota masyarakat harus memiliki empati dan sikap kepedulian yang tinggi
terhadap sesama manusia supaya kita tidak melanggar HAM orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/
https://online-journal.unja.ac.id/jimih/article/view/536
https://nasional.kompas.com/read/2016/12/09/22261581/direktur.imparsial.ada.5.faktor.pe
nghambat.penegakan.ham.di.indonesia?page=all
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5694190/12-penyebab-pelanggaran-ham-di-
indonesia-apa-saja

Anda mungkin juga menyukai