Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua dengan nilai tekanan darah menunjukan sistolik > 140
mmHg dan diastolik > 90 mmHg. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent
killer karena termasuk penyakit yang timbul hampir tanpa adanya gejala awal
namun penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan membunuh secara
diam-diam. Bahkan hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkan resiko
serangan jantung, stroke dan gagal ginjal (Pudiastuti 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya
tekanan darah bertambah secara perlahan dengan seiring bertambahnya umur
(Triyanto, 2014). Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
cukup berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi merupakan faktor risiko
utama yang mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan
jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016
penyakit jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di
dunia (WHO, 2018).
Data World Health Organization (WHO) lanjut usia dibagi menjadi
empat kriteria meliputi usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60-74 tahun, lanjut usia (old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
di atas 90 tahun jumlah penduduk lansia di indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI jumlah lansia di
Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 23,66 juta jiwa. Diprediksi
jumlah lansia akan terus meningkat setiap tahunnya dimana diprediksi pada
tahun 2020 sebanyak 27,08 juta jiwa, tahun 2025 sebanyak 33,69 juta jiwa dan
tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa serta tahun 2035 sebanyak 48,19 juta
jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk
usia >18 tahun sebesar (34,1%) tertinggi di Kalimantan selatan (44,1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus
hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian
di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian (Riskesdas, 2018).
Lansia memiliki masalah yang berbeda-beda terhadap penyakit
hipertensinya, ada lansia yang tidak patuh minum obat dan tidak mengkontrol
tekanan darahnya secara rutin, dan ada juga lansia yang tidak mengontrol
makanan yang tinggi garam sehingga tekanan darah pada lansia meningkat,
dan juga lansia yang tidak membiasakan hidup sehat dengan olahraga dan
kurangnya pengetahuan terhadap cara mengontrol hipertensi. Faktor resiko
hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu faktor resiko yang dapat
diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor resiko yang tidak
dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin dan keturunan. Faktor yang dapat
diubah yaitu obesitas, stress, merokok, kurang olahraga, mengkonsumsi
alkohol, konsumsi garam berlebih dan kelebihan lemak (Widyanto dkk, 2013).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan tanggal 01 Oktober di
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2021 didapatkan data
bahwa lansia yang berada di wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga terdapat
kasus hipertensi dengan jumlah penderita sebanyak 35 orang.
Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan studi
kasus tentang “Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn. Z khususnya Ny. R
dengan Masalah Hipertensi di Dusun Mahakarya II Kecamatan Luhak Nan
Duo Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2021”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan
masalah utama hipertensi pada keluarga Tn. Z khususnya Ny. R di Dusun
Mahakarya II ?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan keluarga dengan masalah utama hipertensi pada Keluarga
Tn. Z khususnya Ny. R dengan Masalah Hipertensi di Dusun
Mahakarya II Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi kasus asuhan keperawatan keluarga dengan masalah
utama hipertensi pada Keluarga Tn. Z khususnya Ny. R
dengan Masalah Hipertensi di Dusun Mahakarya II
Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat
b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga dengan
masalah utama hipertensi pada Keluarga Tn. Z khususnya
Ny. R dengan Masalah Hipertensi di Dusun Mahakarya II
Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat
c. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah
utama hipertensi pada Keluarga Tn. Z khususnya Ny. R
dengan Masalah Hipertensi di Dusun Mahakarya II
Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar keluarga


1. Pengertian keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga
didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam
suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas
anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan
personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi
dukungan yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun
perkawinan (Stuart,2014)
Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan,adopsi,kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan
perkembangan fisik mental,emosional dan social dari tiap anggota
keluarga (Harnilawati,2013).
Menurut Helvie keluarga adalah sekelompok manusia yang
tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan
hubungan yang erat. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang
tergabung karena hubungan darah,hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,berinteraksi
satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,2010).
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan
perkawinan,darah,adopsi serta tinggal dalam satu rumah.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas :
a. Fungsi Afektif
Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan
pemenuhan kebutuhan psikososial sehingga
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan
orang lain
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu
sebagai hasil dari adanya interaksi sosial dan pembelajaran
peran sosial.. Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi
dengan kehidupan sosial.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan
menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara
ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan.
e. Fungsi Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian,tempat
tinggal, perawatan kesehatan. (Harnilawati,2013)
3. Tipe Keluarga
Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a. Tipe keluarga tradisional
a) Nuclear family atau keluarga inti merupakan
keluarga yang terdiri atas suami,istri dan anak.
b) Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari
suami istri namun tidak memiliki anak
c) Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu
orang tua dengan anak yang terjadi akibat peceraian
atau kematian.
d) Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah
tangga hanya terdiri dari satu orang dewasa yang
tidak menikah
e) Extended family merupakan keluarga yang terdiri
dari keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga
lainnya
f) Middle-aged or erdely couple dimana orang tua
tinggal sendiri dirumah dikarenakan anak-anaknya
telah memiliki rumah tangga sendiri.
g) Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal
bersamaan dan menggunakan pelayanan Bersama.
b. Tipe keluarga non tradisional
a) Unmaried parent and child family yaitu keluarga
yang terdiri dari orang tua dan anak tanpa adanya
ikatan pernikahan.
b) Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang
tinggal bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.
c) Gay and lesbian family merupakan seorang yang
memiliki persamaan jenis kelamin tinggal satu
rumah layaknya suami-istri
d) Nonmarital Hetesexual Cohabiting family,keluarga
yang hidup Bersama tanpa adanyanya pernikahan
dan sering berganti pasangan
e) Faster family, keluarga menerima anak yang tidak
memiliki hubungan darah dalam waktu sementara.
(Widagdo,2016)
4. Bentuk-Bentuk Keluarga
Tipe atau Bentuk Keluarga Beberapa tipe atau bentuk keluarga
menurut Sudiharto (2007), antara adalah sebagai berikut:
a. Keluarga inti (Nuclear Family)
Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang
direncanakan yang terdiri dari suam, istri, dan anak-anak,
baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
b. Keluarga besar (Extended Family)
Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena
hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman,
sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua
tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan
sejanis (guy/lesbian families).
c. Keluarga Campuran (Blended Family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung
dan anak-anak tiri.
d. Keluarga menurut hukum umum (Common Law Family):
Anak-anak yang tinggal bersama.
e. Keluarga orang tua tinggal
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena
telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak
pernah menikah, serta anak-anak mereka yang tinggal
bersama.
f. Keluarga Hidup Bersama (Commune Family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang
tinggal bersama berbagi hak dan tanggung jawab, serta
memiliki kepercayaan bersama.
g. Keluarga Serial (Serial Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah
menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian
bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki
anak-anak dengan pasangannya masing-masing, tetapi
semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
h. Keluarga Gabungan (Composite Family)
Keluarga yang terdiri dari suam dengan beberapa istri dan
anak-anaknya (poligami) atau istri dengan beberapa suami
dan anak-anaknya (poliandri).
i. Hidup bersama dan tinggal bersama (Cohabitation Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup
bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
5. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan
c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota
keluarga yang sakit
d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat
meningkatkan kesehatan
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
terdapat di lingkungan setempat
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi
merupakan peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal
yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg (WHO, 2013; Ferri, 2017).
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu
jenis penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama
terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran penyakit
hipertensi sering dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014),
sedangkan menurut Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis
ketidakseimbangan hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana
penyebab terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor/ multi faktor
sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal
(Setiati, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health
Organization-International Society of Hypertension), dan ESH-ESC
(European Society of Hypertension-European Society of Cardiology),
2014

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan


darah arteri yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak.
Supaya pembuluh darah elastis dan tidak pecah, serta otak tidak
mengalami kekurangan oksigen/ normal, MAP yang dibutuhkan yaitu
70-100 mmHg. Apabila < 70 atau > 100 maka tekanan darah rerata
arteri itu harus diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau
menurunkan tekanan darah pasien tersebut (Wahyuningsih, 2016;
Baird, 2016).
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya,
hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :
1) Hipertensi Primer (Esensial)
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi
dewasa antara 90% - 95%. Hipertensi primer, tidak memiliki
penyebab klinis yang dapat diidentifikasi, dan juga
kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor (Smeltzer, 2013;
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Hipertensi
primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol
dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik
mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi
primer dan bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung
berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun (Bell,
Twiggs, & Olin, 2015).
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan
tekanan darah dan disertai penyebab yang spesifik, seperti
penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi tertentu, dan
penyebab lainnya. Hipertensi sekunder juga bisa bersifat
menjadi akut, yang menandakan bahwa adanya perubahan pada
curah jantung (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).
4. Faktor Risiko
Menurut Fauzi (2014), jika saat ini seseorang sedang perawatan
penyakit hipertensi dan pada saat diperiksa tekanan darah seseorang
tersebut dalam keadaan normal, hal itu tidak menutup kemungkinan
tetap memiliki risiko besar mengalami hipertensi kembali. Lakukan
terus kontrol dengan dokter dan menjaga kesehatan agar tekanan darah
tetap dalam keadaan terkontrol. Hipertensi memiliki beberapa faktor
risiko, diantaranya yaitu :
1) Tidak dapat diubah:
a. Keturunan, faktor ini tidak bisa diubah. Jika di dalam
keluarga pada orangtua atau saudara memiliki tekanan
darah tinggi maka dugaan hipertensi menjadi lebih
besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan
darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik
dibandingkan kembar tidak identik. Selain itu pada
sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen
yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.
b. Usia, faktor ini tidak bisa diubah. Semakin
bertambahnya usia semakin besar pula resiko untuk
menderita tekanan darah tinggi. Hal ini juga
berhubungan dengan regulasi hormon yang berbeda.
2) Dapat diubah:
a. Konsumsi garam, terlalu banyak garam (sodium) dapat
menyebabkan tubuh menahan cairan yang
meningkatkan tekanan darah.
b. Kolesterol, Kandungan lemak yang berlebihan dalam
darah menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding
pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menyempit,
pada akhirnya akan mengakibatkan tekanan darah
menjadi tinggi.
c. Kafein, Kandungan kafein terbukti meningkatkan
tekanan darah. Setiap cangkir kopi mengandung 75-200
mg kafein, yang berpotensi meningkatkan tekanan
darah 5-10 mmHg.
d. Alkohol, alkohol dapat merusak jantung dan juga
pembuluh darah. Ini akan menyebabkan tekanan darah
meningkat.
e. Obesitas, Orang dengan berat badan diatas 30% berat
badan ideal, memiliki peluang lebih besar terkena
hipertensi.
f. Kurang olahraga, Kurang olahraga dan kurang gerak
dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Olahraga
teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi namun
tidak dianjurkan olahraga berat.
g. Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti
cemas, yang cenderung meningkatkan tekanan darah
untuk sementara waktu. Jika stress telah berlalu maka
tekanan darah akan kembali normal.
h. Kebiasaan merokok, Nikotin dalam rokok dapat
merangsang pelepasan katekolamin, katekolamin yang
meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan
vasokonstriksi yang kemudian meningkatkan tekanan
darah.
i. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expansion, Penghentian penggunan kontrasepsi
hormonal, dapat mengembalikan tekanan darah menjadi
normal kembali.
Walaupun hipertensi umum terjadi pada orang dewasa, tapi
anakanak juga berisiko terjadinya hipertensi. Untuk beberapa anak,
hipertensi disebabkan oleh masalah pada jantung dan hati. Namun,
bagi sebagian anak-anak bahwa kebiasaan gaya hidup yang buruk,
seperti diet yang tidak sehat dan kurangnya olahraga, berkonstribusi
pada terjadinya hipertensi (Fauzi, 2014).
5. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total
resistensi/ tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil
Cardiac Output didapatkan melalui perkalian antara stroke volume
(volume darah yang dipompa dari ventrikel jantung) dengan hearth
rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi
untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi
merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang ditandai
dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi perifer yang
juga meningkat (Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi,
teoriteori tersebut antara lain (Kowalak, 2011):
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh
darah arteri yang mengakibatkan retensi perifer
meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik
yang abnormal dan berasal dalam pusat vasomotor,
dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh
disfungsi renal atau hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor
genetik yang disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk
angiotensin II yang menimbulkan konstriksi arteriol dan
meningkatkan volume darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada
pasien hipertensi dapat menyebabkan beban kerja jantung akan
meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kiri. Agar kekuatan kontraksi jantung meningkat,
ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan oksigen dan
beban kerja jantung juga meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung
bisa terjadi, jika hipertrofi tidak dapat mempertahankan curah jantung
yang memadai. Karena hipertensi memicu aterosklerosis arteri
koronaria, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih lanjut akibat
aliran darah yang menurun menuju ke miokardium, sehingga timbul
angina pektoris atau infark miokard. Hipertensi juga mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah yang semakin mempercepat proses
aterosklerosis dan kerusakan organorgan vital seperti stroke, gagal
ginjal, aneurisme dan cedera retina (Kowalak, 2011).
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan
tahanan perifer. Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi
adalah normal. Adanya kelainan terutama pada peninggian tahanan
perifer. Peningkatan tahanan perifer disebabkan karena vasokonstriksi
arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada pembuluh darah tersebut.
Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang akan sering
dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada pembuluh
darah arteriol seperti penebalan pada tunika interna dan terjadi
hipertrofi pada tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi dan
hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi
lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan
adanya sklerosis koroner (Riyadi, 2011).
6. Manifestasi Klinis
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak
memiliki tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk
diamati seperti terjadi pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit
kepala, cemas, wajah tampak kemerahan, tengkuk terasa pegal, cepat
marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di
tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah
di hidung) (Fauzi, 2014; Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).
Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi,
diantaranya adalah (Smeltzer, 2013):
a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada
abnormalitas lain selain tekanan darah tinggi.
b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,
penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots)
(infarksio kecil), dan papiledema bisa terlihat pada penderita
hipertensi berat.
c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang
saling berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh
darah yang terganggu.
d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner
dengan angina atau infark miokardium.
e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi
gagal jantung.
f. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia,
peningkatan BUN, serta kadar kreatinin).
g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan
iskemik transien [TIA] [yaitu perubahan yang terjadi pada
penglihatan atau kemampuan bicara, pening, kelemahan, jatuh
mendadak atau hemiplegia transien atau permanen]).
7. Penatalaksanaan
Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu untuk
mencegah kematian dan komplikasi, dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah arteri pada atau kurang dari 140/90
mmHg (130/80 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau penderita
penyakit ginjal kronis) kapan pun jika memungkinkan (Smeltzer,
2013).
1) Pendekatan nofarmakologis mencakup penurunan berat badan;
pembatasan alkohol dan natrium; olahraga teratur dan relaksasi.
Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) tinggi
buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak telah terbukti
menurunkan tekanan darah tinggi (Smeltzer, 2013).
2) Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek
samping terkecil, dan peluang terbesar untuk diterima pasien.
Dua kelas obat tersedia sebagai terapi lini pertama : diuretik
dan penyekat beta (Smeltzer, 2013).
3) Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang
kompleks (Smeltzer, 2013).
Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah
mengendalikan tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi,
adapun penatalaksanaannya sebagai berikut :

1) Non Medikamentosa
Pengendalian faktor risiko. Promosi kesehatan dalam
rangka pengendalian faktor risiko, yaitu :
a. Turunkan berat badan pada obesitas.
b. Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat
HCT).
c. Hentikan konsumsi alkohol.
d. Hentikan merokok dan olahraga teratur.
e. Pola makan yang sehat.
f. Istirahat cukup dan hindari stress.
g. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan
buah) diet hipertensi.
Penderita atau mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi diharapkan lebih hati-hati terhadap makanan yang dapat
memicu timbulnya hipertensi, antara lain :
a. Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah
dengan menggunakan garam dapur/ soda, biskuit,
daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, ikan asin,
telur pindang, sawi asin, asinan, acar, dan lainnya.
b. Otak, ginjal, lidah, keju, margarin, mentega biasa, dan
lainnya.
c. Bumbu-bumbu; garam dapur, baking powder, soda
kue, vetsin, kecap, terasi, magi, tomat kecap, petis,
taoco, dan lain-lain.
2) Medikamentosa meliputi :
Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi
dengan pengobatan non medikamentosa selama 2-4 minggu.
Medikamentosa hipertensi stage 1 mulai salah satu obat
berikut :
a. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal
pagi hari
b. Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.
c. Methyldopa
d. MgSO4
e. Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
f. Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1
x 20-60 mg
g. Tensigard 3 x 1 tablet 8)
h. Amlodipine 1 x 5-10 mg 9)
i. Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg
sehari.
Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan
evaluasi berkala dinaikkan sampai tercapai respons yang
diinginkan. Lebih tua usia penderita, penggunaan obat harus
lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai berat dapat diobati
dengan kombinasi HCT + propanolol, atau HCT + kaptopril,
bila obat tunggal tidak efektif. Pada hipertensi berat yang tidak
sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa 2 x
125-250 mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial
jangan beri beta blocker. Bila ada penyulit/ hipertensi
emergensi segera rujuk ke rumah sakit.
8. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain
sebagai berikut (Irwan, 2016):
a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia
vaskuler, ensefalopati.
b. Mata : retinopati hipertensif
c. Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau
hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi
baik sistolik maupun diastolik dan berakhir pada gagal jantung
(heart failure).
d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal
kronis.
e. Arteri perifer : klaudikasio intermiten.
9. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit,
juga bukan sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan
obat farmasi, bukan target pengobatan hipertensi, tetapi populasi pre
hipertensi adalah kelompok yang berisiko tinggi untuk menuju
kejadian penyakit kardiovaskular.
Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut CHEP
2011 untuk mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk
menurunkan asupan garam sampai di bawah 1500 mg/hari. Diet yang
sehat ialah bilamana dalam makanan sehari-hari kaya dengan buah-
buahan segar, sayuran, rendah lemak, makanan yang kaya serat
(soluble fibre), protein yang berasal dari tanaman, juga harus tidak
lupa olahraga yang teratur, tidak mengkonsumsi alkohol,
mempertahankan berat badan pada kisaran 18,5 – 24,9 kg/m2 (Setiati,
2015).
Menurut Riyadi (2011), pencegahan hipertensi terbagi atas dua
bagian, yaitu :
1) Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas
rata-rata, adanya riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga, ras
(negro), takikardia, obesitas, dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk :
a. Mengatur diet agar berat badan tetap idel juga untuk
menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus, dan sebagainya.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi
rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2) Pencegahan sekunder.
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah
diketahui menderita hipertensi karena faktor tertentu, tindakan
yang bisa dilakukan berupa :
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan
obat maupun tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat
terkontrol secara normal atau stabil mungkin.
c. Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain
harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
C. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi
Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan
dalam praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota
keluarga pada tatanan komunitas dengan menggunakan proses keperawatan,
berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawab keperawatan (WHO, 2014).
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan
melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan
untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut
(Heniwati, 2008) :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan
keperawatan, agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai
dengan keadaan keluarga. Sumber informasi dari tahapan pengkaajian
dapat menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas
rumah, pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dan data sekunder. Hal-
hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :
1) Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
a. Nama kepala keluarga
b. Alamat dan telepon
c. Pekerjaan kepala keluarga
d. Pendidikan kepala keluarga
e. Komposisi keluarga dan genogram
f. Tipe keluarga
g. Suku bangsa
h. Agama
i. Status sosial ekonomi keluarga
j. Aktifitas rekreasi keluarga
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan
dengan anak tertua dari keluarga inti.
b. Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu
menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang
belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa
tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
c. Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai
riwayat kesehatan pada keluarga inti yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-
masing anggota keluarga, perhatian terhadap
pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan
yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
d. Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan
mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak
suami dan istri.
3) Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan
masyarakat
d. Sistem pendukung keluarga
4) Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai
cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
b. Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota
keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain
untuk merubah perilaku.
c. Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-
masing anggota keluarga baik secara formal maupun
informal.
d. Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai
nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengaan kesehatan.
e. Fungsi keluarga :
a) Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri
anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki
dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lain, bagaimana kehangatan
tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
b) Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana
berinteraksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,
budaya dan perilaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan, yaitu meenjelaskan
sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlu dukungan serta merawat anggota
keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan
keluarga mengenal sehat sakit. Kesanggupan
keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan
dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu
mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan
perawatan kesehatan pada anggota keluarga yang
sakit, menciptakan lingkungan yang dapat
meningkatan kesehatan dan keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat.
d) Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji
adalah sejauh mana kemampuan keluarga dalam
mengenal, mengambil keputusan dalam tindakan,
merawat anggota keluarga yang sakit, menciptakan
lingkungan yang mendukung kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.
f. Stres dan koping keluarga
a) Stressor jaangka pendek dan panjang
- Stressor jangka pendek yaitu stressor yang
dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu kurang dari 5 bulan.
- Stressorr jangka panjang yaitu stressor yang
dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/
stressor
c) Strategi koping yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
d) Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila
menghadapi permasalah
e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua
anggotaa keluarga. Metode yang digunakan pada
pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik di klinik. Harapan keluarga yang dilakukan
pada akhir pengkajian, menanyakan harapan
keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Dari pengkajian asuhan keperawatan keluarga di atas maka
diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah :
1) Manajemen keluarga tidak efektif, yaitu pola penanganan
masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk
memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga.
2) Manajemen kesehatan tidak efektif, yaitu pola pengaturan dan
pengintegrasian penanganan masalah kesehatan ke dalam
kebiasaan hidup sehari-hari tidak memuaskan untuk mencapai
status kesehatan yang diharapkan.
3) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif, yaitu ketidakmampuan
mengidentifikasi, mengelola dan atau menemukan bantuan
untuk mempertahankan kesehatan.
4) Kesiapan peningkatan koping keluarga yaitu pola adaptasi
anggota keluarga dalam mengatasi situasi yang dialami klien
secara efektif dan menunjukkan keinginan serta kesiapan
untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan klien.
5) Penurunan koping keluarga yaitu ketidakefektifan dukungan,
rasa nyaman, bantuan dan motivasi orang terdekat (anggota
keluarga atau orang berarti) yang dibutuhkan klien untuk
mengelola atau mengatasi masalah kesehatan.
6) Ketidakberdayaan, persepsi bahwa tindakan seseorang tidak
akan mempengaruhi hati secara signifikan, persepsi kurang
kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
7) Ketidakmampuan koping keluarga, yaitu perilaku orang
terdekat (anggota keluarga) yang membatasi kemampuan
dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan
yang dihadapi klien.
Yang menjadi etiologi atau penyebab dari masalah
keperawatan yang muncul adalah hasil dari pengkajian tentang tugas
kesehatan keluarga yang meliputi 5 unsur sebagai berikut :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi yang
terjadi pada anggota keluarga
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
untuk mengatasi penyakit hipertensi
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
hipertensi
4) Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau
memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit
hipertensi
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan guna perawatan dan pengobatan hipertensi
3. Membuat Perencanaan
Menurut Suprajitno perencanaan keperawatan mencakup tujuan
umum dan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi
dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya
merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan
standar. Perencanaan yang dapat dilakukan pada asuhan keperawatan
keluarga dengan hipertensi ini adalah sebagai berikut :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi yang
terjadi pada keluarga.
Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat
mengenal dan mengerti tentang penyakit hipertensi.
Tujuan : Keluarga mengenal masalah penyakit hipertensi
setelah tiga kali kunjungan rumah.
Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang
penyakit hipertensi.
Standar : Keluarga dapat menjelaskan pengertian, penyebab,
tanda dan gejala penyakit hipertensi serta pencegahan dan
pengobatan penyakit hipertensi secara lisan.
Intervensi :
a. Jelaskan arti penyakit hipertensi
b. Diskusikan tanda-tanda dan penyebab penyakit
hipertensi
c. Tanyakan kembali apa yang telah didiskusikan.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
untuk mengatasi penyakit hipertensi.
Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat
mengetahui akibat lebih lanjut dari penyakit hipertensi.
Tujuan : Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga dengan hipertensi setelah tiga kali kunjungan
rumah.
Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan dan dapat
mengambil tindakan yang tepat dalam merawat anggota
keluarga yang sakit.
Standar : Keluarga dapat menjelaskan dengan benar bagaimana
akibat hipertensi dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
Intervensi:
a. Diskusikan tentang akibat penyakit hipertensi
b. Tanyakan bagaimana keputusan keluarga untuk
merawat anggota keluarga yang menderita hipertensi.
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
hipertensi
Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi.
Tujuan : Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat
terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensisetelah
tiga kali kunjungan rumah.
Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan cara
pencegahan dan perawatan penyakit hipertensi
Standar : Keluarga dapat melakukan perawatan anggota
keluarga yang menderita penyakit hipertensi secara tepat.
Intervensi:
a. Jelaskan pada keluarga cara-cara pencegahan penyakit
hipertensi.
b. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat istirahat, diet
yang tepat dan olah raga khususnya untuk anggota
keluarga yang menderita hipertensi.
4) Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau
memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit
hipertensi berhubungan.
Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang pengaruh lingkungan terhadap penyakit hipertensi.
Tujuan : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat
menunjang penyembuhan dan pencegahan setelah tiga kali
kunjungan rumah.
Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang
pengaruh lingkungan terhadap proses penyakit hipertensi
Standar : Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyakit hipertensi.
Intervensi :
a. Ajarkan cara memodifikasi lingkungan untuk mencegah
dan mengatasi penyakit hipertensimisalnya :
a) Jaga lingkungan rumah agar bebas dari resiko
kecelakaan misalnya benda yang tajam.
b) Gunakan alat pelindung bila bekerja Misalnya
sarung tangan.
c) Gunakan bahan yang lembut untuk pakaian
untuk mengurangi terjadinya iritasi.
b. Motivasi keluarga untuk melakukan apa yang telah
dijelaskan.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan guna perawatan dan pengobatan hipertensi.
Sasaran : Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.
Tujuan : Keluarga dapat menggunakan tempat pelayanan
kesehatan yang tepat untuk mengatasi penyakit
hipertensisetelah dua kali kunjungan rumah.
Kriteria : Keluarga dapat menjelaskan secara lisan ke mana
mereka harus meminta pertolongan untuk perawatan dan
pengobatan penyakit hipertensi.
Standar : Keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan
secara tepat.
Intervensi : Jelaskan pada keluarga ke mana mereka dapat
meminta pertolongan untuk perawatan dan pengobatan
hipertensi.
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian Keluarga
1) Data Umum
a. Nama kepala keluarga (KK) : Tn. Z
b. Nama Klien : Ny. R
c. Usia : 58 Tahun
d. Pendidikan : SMK
e. Pekerjaan : IRT
f. Alamat : Mahakarya II
g. Komposisi keluarga :
Tabel 2. Komposisi keluarga
No Nama JK Hub Umur Pendidikan
1. Ny.
A
P Anak 34 th SMK
2. Tn.J L Anak 44 SMK
3. An.Z L Cucu 11 SD
h. Genogram
Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. R
i. Tipe keluarga
Tipe Nuclear family atau keluarga inti merupakan
keluarga yang terdiri atas suami,istri dan anak.
j. Suku dan Bangsa
Keluarga klien berasal dari suku Jawa atau Indonesia
kebudayaan yang dianut tidak bertentangan dengan
masalah kesehatan, bahasa sehari-hari yang digunakan
yaitu bahasa Jawa.
k. Agama
Ny. R beragama Islam serta suami dan anak yang sama,
dan setiap hari Jumat Tn.Z ke mesjid untuk
melaksanakan sholat jumat.
l. Status sosial ekonomi keluarga :
Sumber pendapatan keluarga diperoleh dari jasa bekerja
buruh petani.

Penghasilan :
Buruh Tani : 1.500.000,00
Kebutuhan yang dibutuhkan keluarga :
Makan : 1.000.000,00
Listrik : 100.000,00
Lain : 100.000,00 +
1.200.000,00
Barang-barang yang dimiliki : televisi, kipas angin,
kulkas, 1 almari, 1 set kursi tamu.
m. Aktifitas rekreasi keluarga
Rekreasi digunakan untuk mengisi kekosongan waktu
dengan menonton televisi bersama dirumah, rekreasi di
luar rumah kadang-kadang tidak pernah dilakukan.
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan saat ini
Tahap perkembangan keluarga Ny.R merupakan tahap
VIII keluarga usia lanjut.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap perkembangan keluarga Ny.R merupakan tahap
VIII keluarga usia lanjut.
c. Riwayat keluarga inti
a) Tn. Z jarang sekali sakit tidak mempunyai
masalah kesehatan yang serius, tidak ada
masalah istirahat, makan maupun kebutuhan
dasar yang lain, tidak mempunyai keturunan
hipertensi
b) Ny. Z sebagai Ibu Rumah Tangga jarang sakit
mempunyai hipertensi sejak 15 th yang lalu,
rutin kontrol kepuskesmas 1 bulan sekali untuk
cek lab dan mengambil obat rutin, tidak
mempunyai masalah dengan istirahat, makan
maupun kebutuhan dasar lainnya mempunyai
penyakit hipertensi pada saat pengkajian :
TD : 170/96 mmhg S : 36 celcius
BB : 56 Kg N : 82 x/m
R : 20 x/m TB : 162 cm
c) An. F jarang sakit tidak mempunyai masalah
kesehatan. Imunisasi sudah lengkap.
d) An. N jarang sakit tidak mempunyai masalah
kesehatan. Imunisasi sudah lengkap.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Ny. R menderita hipertensi tapi keluarganya dari pihak
Bapak/ Ibu tidak ada yang menderita hipertensi.
3) Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Memiliki sirkulasi udara yang baik, memiliki sistem sanitasi yang
yang baik, dan memiliki sistem penerangan ruang yang baik.
Gambar 2. Denah rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Hubungan antar tetangga saling membantu, bila ada tetangga yang
membangun rumah dikerjakan saling gotong royong.
c. Mobilitas geografis keluarga
Sebagai penduduk Kota Yogyakarta, tidak pernah transmigrasi
maupun imigrasi.
4) Perkumpulan keluarga interaksi dengan masyarakat
Tn.R mengatakan mulai bekerja pukul 08.00-16.00 WIB.
5) Sistem pendukung keluarga
Jumlah anggota keluarga yaitu 4 orang, ke puskesmas datang
sendiri.
4) Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
Anggota keluarga menggunakan bahasa jawa dalam berkomunikasi
sehari-harinya dan mendapatkan informasi kesehatan dari petugas
kesehatan dan televisi.
2) Struktur kekuatan keluarga
Tn.R menderita penyakit hipertensi, anggota keluarga lainnya
dalam keadaan sehat.
3) Struktur peran (formal & informal) :
Formal :
Tn.R sebagai Kepala Keluarga, Ny.A sebagai anak, Tn.j sebagai
menantu, An.Z sebagai cucu
Informal : Tn.R dibantu anaknya juga membantu mencari nafkah.
4) Nilai dan norma keluarga
Keluarga percaya bahwa hidup sudah ada yang mengatur, demikian
pula dengan sehat dan sakit keluarga juga percaya bahwa tiap sakit
ada obatnya, bila ada keluarga yang sakit dibawa ke RS atau
petugas kesehatan yang terdekat.
5) Fungsi Keluarga
1) Keluarga afektif
Hubungan antara keluarga baik, mendukung bila ada yang sakit
langsung dibawa ke petugas kesehatan atau rumah sakit.
2) Fungsi sosial
Setiap hari keluarga selalu berkumpul di rumah, hubungan dalam
keluarga baik dan selalu mentaati norma yang baik.
3) Fungsi perawatan keluarga
Penyediaan makanan selalu dimasak terdiri komposisi, nasi, lauk
pauk, dan sayur dengan frekuensi 3 kali sehari dan bila ada anggota
keluarga yang sakit keluarga merawat dan mengantarkan ke rumah
sakit atau petugas kesehatan. Dalam merawat Tn. R masih
memberikan makanan yang sama dengan anggota keluarga yang
lain.
4) Fungsi reproduksi
Tn.R sudah tidak melakukan hubungan seksual karena merasa
sudah tua tidak mampu lagi dan juga sudah tidak mempunyai istri.
5) Fungsi ekonomi
Keluarga dapat memenuhi kebutuhan makan yang cukup, pakaian
untuk anak dan biaya untuk berobat.
6) Stres dan Koping Keluarga
1) Stresor jangka pendek dan panjang :
Stresor jangka pendek : Tn.R sering mengeluh pusing
Stresor jangka panjang : Tn.R khwatir karena tekanan darahnya
tinggi.
2) Kemampuan keluarga dalam merespon terhadap situasi dan stresor
Keluarga selalu memeriksakan anggota keluarga yang sakit ke
puskesmas dengan petugas kesehatan.
3) Strategi koping yang digunakan
Anggota keluarga selalu bermusyawarah untuk menyelesaikan
masalah yang ada.
4) Strategi adaptasi disfungsional
Tn. R bila sedang sakit pusing maka dibuat tidur atau istirahat.
7) Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 140/85 mmHg
Nadi : 84 x/m
Suhu : 370C
Respirasi : 20 x/m
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 160 cm
Hasil pemeriksaan laboratorium (cholesterol) : 200 mg/dl
Kepala : simetris, berambut bersih berwarna putih, muka
tidak pucat
Mata : konjungtivitis merah muda, sklera putih terdapat
gambaran tipis pembuluh darah.
Hidung : lubang hidung normal simetris, pernafasan
vesikuler.
Mulut : bibir tidak kering, tidak ada stomatitis
Telinga : pendengaran masih normal tidak ada keluar cairan
dari telinga
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan
vena jugularis
Dada : simetris, tidak ada tarikan intercostae vokal
feminus dada kanan dan kiri sama, terdengar suara
sonor pada semua lapanag paru, suara jantung
pekak, suara nafas vesikuler
Perut : simetris, tidak tampak adanya benjolan, terdengar
suara tympani, tidak ada nyeri tekan.
Extremitas : tidak ada oedema, masih dapat gerak aktif.
Eliminasi : BAB biasanya 1 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari
8) Harapan Keluarga
1) Harapan yang diinginkan keluarga
Keluarga berharap pada petugas kesehatan agar meningkatkan
mutu pelayanan dan membantu masalah Tn. R.
2. ANALISIS DATA
B.
http://repository.pkr.ac.id/511/6/Bab%201.pdf
http://eprints.umm.ac.id/41826/3/BAB%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/136/jtptunimus-gdl-ocdhafarok-6754-2-
babii.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1689/4/13%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai