LATAR BELAKANG
Novel Coronavirus (COVID-19) menjadi pandemi global yang memengaruhi lebih dari 200
negaradan merenggut ribuan nyawa hingga saat ini. Angka kematian secara keseluruhan rendah,
diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit komorbiditas khas yang terkait dengan keparahan
penyakit, sindrom gangguan pernapasan akut dan peningkatan mortalitas pada pasien COVID-19.
Faktanya, DM menjadi prediktor independen yang berkontribusi diruang ICU atau ventilasi invasif
atau kematian pada pasien dengan COVID-19. Mempertahankan kontrol glikemik yang baik akan
meningkatkan sistem kekebalan dan membantu mencegah konsekuensi yang serius akibat COVID-19.
Namun, sebagai akibat dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali
yang dimulai pada 11 Januari 2021 oleh Pemerintah untuk menekan penyebaran pandemi, perawatan
diabetes yang komprehensif dan pengendalian glikemik telah dikesampingkan. Kondisi ini menjadi
tantangan perawatan diri diabetes di tengah pandemi COVID-19, sebuah studi dari Cha selama
pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa lansia dengan diabetes mellitus tipe 2 mengalami
perburukan kontrol glikemik yang bermanifestasi sebagai glukosa darah puasa yang lebih tinggi.
Dampak social distancing, karantina dan penguncian pada gaya hidup mungkin akan memperburuk
kendali glukosa. Pertama, lockdown dan social distancing yang dimaksudkan untuk penahanan
komunitas akan membatasi aktivitas fisik penderita DM. Kedua, pembatasan pasokan makanan
selama penguncian akan memaksa penderita DM untuk mengubah kebiasaan makan mereka yang
sebelumnya terkait dengan kontrol glikemik yang baik. Ketiga, pengadaan obat antidiabetes dan strip
glukosa akan sulit dilakukan ditengah pembatasan yang sedang berlangsung. Keempat , pandemic
COVID-19 pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki berbagai tingkat emosi negatif,
seperti depresi dan kecemasan, yang secara alami diperburuk selama epidemi. Emosi yang tidak sehat
akan memengaruhi kontrol glikemik pada diabetes mellitus di tengah pandemic COVID- 19 pandemi.
Terakhir, penderita diabetes mellitus tidak akan dapat mengunjungi dokter mereka untuk tindak lanjut
perawatan; oleh karena itu, penyesuaian obat anti-diabetes tidak akan memungkinkan. Hal ini akan
menyebabkan periode hiperglikemia yang berkelanjutan. Permasalahan ini harus kita tanggulangi
dengan cara melakukan pengembangan managemen diri (Diabetes self-management
education:DSME) penderita DM yang berpusat pada klien. Penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto
et al. (2019) merekomendasikan penerapan edukasi dengan metode elektronik pada pasien DM tipe 2
dapat meningkatkan efikasi diri, manajemen diri, dan kontrol terhadap level HbA1c, profil lipid, dan
insulin. Darling-Fisher et al. (2015) menyatakan bahwa intervensi keperawatan saat ini telah berfokus
pada pengelolaan DM. Hal ini menggambarkan bahwa inovasi sangat diperlukan dalam penyediaan
layanan khusus untuk melakukan edukasi pada pasien diabetes meliputi diet, aktivitas fisik, kepatuhan
pengobatan, serta monitoring pencegahan komplikasi DM (Pamungkas & Chamroonsawasdi, 2020).
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa aplikasi elektonik perlu dirancang dalam mendukung
peningkatkan manajemen penyakit kronis termasuk DM beberapa tahun ini banyak pengembangan
aplikasi dalam bidang kesehatan (Eng &Lee, 2013; Higano et al., 2015; Hou et al., 2016; Ye et al.,
2018).=, namun belum ada penelitian model pengembangan manajemen diri DM Post COVID-19
KATA KUNCI SDGS : Good Health and Well-Being; Self Managemen; DM Post
COVID-19
(Keterkaitan penelitian dengan SDGS. Tambahkan minimal 1 kata kunci SGDS)
Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dan peta
jalan (road map) dalam bidang yang diteliti. Bagan dan road map dibuat dalam bentuk
JPG/PNG yang kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer yang
relevan dan dengan mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten yang
terkini. Disarankan penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai
oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (Depkes, 2008). Menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (PERKENI, 2015, 2019). DM adalah gangguan metabolik yang ditandai
oleh adanya hiperglikemia kronik baik autoimun (DM tipe 1), resistensi insulin (DM tipe 2),
kehamilan atau faktor-faktor lain (lingkungan, cacat genetik, infeksi, dan obat-obatan
tertentu) (Baynest, 2018).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi nya antara lain DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan
DM gestasional (Depkes, 2008).
1. DM Tipe 1
Penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi
(kerusakan) sel beta pankreas (kelenjar ludah perut) karena suatu sebab tertentu yang
menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan
bantuan insulin dari luar (Depkes, 2008). DM Tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel beta yang
disebabkan oleh proses autoimun, biasanya menyebabkan kekurangan insulin yang absolut
(Kumar & Clark, 2002). DM tipe 1 biasanya ditandai dengan kehadiran dekarboksilase asam
anti-glutamat, pulau sel atau insulin antibodi yang mengidentifikasi proses autoimun yang
menyebabkan kerusakan sel beta. Akhirnya, semua pasien DM tipe 1 akan membutuhkan
terapi insulin untuk menjaga kadar glukosa tetap normal dalam tubuh (Baynest, 2018);
2. DM Tipe 2
Penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat oleh sel
beta pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2008) . DM tipe 2 meliputi
80% sampai 90% dari semua kasus DM. Kebanyakan individu dengan DM tipe 2
menunjukkan obesitas intra-abdomen (visceral), yang berkaitan erat dengan adanya resistensi
insulin. Selain itu, hipertensi dan dislipidemia (trigliserida tinggi dan kadar HDL-kolesterol
rendah; postprandial hiperlipidemia) sering hadir pada penderita tersebut. Hal tersebut
termasuk bentuk paling umum dari DM dan sangat berhubungan dengan riwayat keluarga
dengan DM, usia tua, obesitas dan kurang olahraga. Hal ini lebih sering terjadi pada wanita,
terutama wanita dengan riwayat DM gestasional, dan suku kulit hitam, suku Hispanik dan
penduduk asli Amerika (Baynest, 2018);
3. DM Tipe Lain
Penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM (Depkes, 2008). DM tipe lain mencakup orang
dengan cacat genetik fungsi sel beta (DM tipe ini sebelumnya disebut Mody atau onset
matang diabetes di masa muda) atau dengan cacat kerja insulin, orang dengan penyakit
pankreas eksokrin seperti pankreatitis atau cystic fibrosis, orang dengan disfungsi terkait
dengan endokrinopati lain (misalnya akromegali), dan orang dengan disfungsi pankreas yang
disebabkan oleh obat-obatan, bahan kimia atau infeksi dan DM tipe ini terdiri kurang dari
10% dari kasus DM (Baynest, 2018);
4. DM Gestasional
Ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi
pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali
normal (Depkes, 2008). Pada kebanyakan wanita yang mengalami DM gestasional, gangguan
tersebut memiliki onset pada trimester ketiga kehamilan (Baynest, 2018).
2.1.3 Gejala Diabetes Melitus
Menurut konsensus PERKENI tahun 2006, diagnosis DM dapat dipastikan jika terdapat
salah satu hasil pemeriksaan (Depkes, 2008) sebagai berikut:
a. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL. Gejala klasik DM
yaitu sering kensing, cepat lapar, sering haus, berat badan (BB) menurun cepat tanpa sebab
yang jelas;
b. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL;
c. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
2 jam > 200 mg/dL sesudah pemberian beban glukosa 75 gr. Gambaran klinis DM tipe 1
adalah terdapat beberapa gejala penurunan berat badan, poliurea, polidipsia, polifagia,
sembelit, kelelahan, kram, penglihatan kabur, dan kandidiasis (Bearse et al., 2004). Pasien
yang memiliki DM tipe 1 dalam waktu yang lama rentan terhadap komplikasi mikrovaskuler
(Hove et al., 2004), dan penyakit kardiovaskular (jantung koroner, jantung, dan penyakit
pembuluh darah perifer) (Pittas, 2009). Gambaran klinis dari DM tipe 2 sebagian besar kasus
didiagnosis karena komplikasi atau kebetulan. Risiko tinggi aterosklerosis umumnya
dihubungkan dengan hipertensi, hiperlipidemia dan obesitas. Kebanyakan pasien dengan DM
tipe 2 meninggal karena komplikasi kardiovaskular dan penyakit ginjal tahap akhir. Variasi
geografis dapat berkontribusi dalam besarnya masalah dan morbiditas serta mortalitas
keseluruhan (Craig et al., 2009).
2.1.4 Faktor Risiko Diabetes Melitus
DM mempunyai faktor risiko bersama dengan lima penyakit tidak menular utama lainnya
yaitu penyakit kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif kronis, dan kanker. Risiko
bersama tersebut dapat dicegah dan mempunyai kontribusi satu sama lainnya dalam
menyebabkan terjadinya PTM (Penyakit Tidak Menular) utama. pengendalian DM dan PTM
akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan terhadap faktor risiko bersama yang dapat
dicegah, dan memberikan manfaat untuk pencegahan dan pengendalian PTM utama lainnya.
Faktor risiko bersama PTM khususnya DM berhubungan dengan gaya hidup masyarakat.
gaya hidup masyarakat berhubungan erat dengan saling terkait antara tingkat pengetahuan,
status sosial sosio ekonomi, budaya/modernisasi masyarakat, faktor lingkungan khususnya
lingkungan sosial antara lain, fasilitas hiburan, perkembangan pasar yang cenderung ke arah
modernisasi, semaraknya iklan dan lain-lain serta kebijakan pemerintah melalui berbagai
sektor terkait kesehatan, perindustrian dan perdagangan, pertanian dan peternakan,
pendidikan, sosial, agama dan lain-lain yang saling terkait satu sama lainnya (Depkes, 2008).
Faktor risiko DM terdiri dari:
1. Faktor risiko yang yang dapat dimodifikasi yaitu berat badan lebih, obesitas
abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan
tidak seimbang (tinggi kalori) riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT 140-199 mg/dL)
atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT < 140 mg/dL), dan merokok;
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu ras dan etnik, umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan dengan bayi berat badan >
4000 gram, riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah atau BBLR yaitu BB < 2500 gram.
Perjalanan penyakit DM dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko:
1. Faktor risiko melekat yang dan mungkin tidak dapat dirubah yaitu umur, jenis kelamin,
keturunan, status sosial seperti suku dan budaya atau adat istiadat;
2. Faktor risiko perilaku yang bisa dirubah yaitu merokok, konsumsi alkohol, kurang aktivitas
fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi lemak tinggi dan konsumsi kalori tinggi;
3. Faktor risiko lingkungan yang kondisi ekonomi daerah, lingkungan sosial seperti
modernisasi, status sosio ekonomi dan lingkungan fisik ;
4. Faktor risiko fisik seperti obesitas, hipetensi dan sindrom polikistik ovarium;
5. Faktor risiko biologis seperti hiperglikemia, toleransi glukosa terganggu, diabetes
gestasional dan dislipidemia (Depkes, 2008).
2.1.5 Patogenensis Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai
patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 belakangan diketahui bahwa kegagalan sel
beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam
gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi
ini memberikan konsep tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja;
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
multipel dari patofisiologi DM tipe 2;
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi
glukosa.
METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R & D). Research and
Development (R & D) merupakan metode ilmiah dalam melakukan penelitian, merancang,
memproduksi dan menguji validitas produk yang telah dihasilkan (Sugiyono, 2016). Desain
penelitian terdiri dari proses yang sistematis ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam penyusunan aplikasi baru dari pengetahuan yang tersedia. R & D
diarahkan pada temuan baru berdasarkan pada konsep dan hipotesis (National Science
Foundation, 2018). Penelitian R & D ini terdiri dari 6 tahapan yaitu: 1) Mengidentifikasi
kemampuan pasien dalam melakukan manajemen diri melalui studi literatur dan studi
lapangan, 2) Mengembangkan model pengembangan manajemen diri DM berpusat pada klien
DM Post COVID-19 melalui Focus Group Discussion (FGD) dan diskusi pakar, 3)
Melakukan uji coba dan evaluasi kelayakan model pasien DM, 4) Melaksanakan sosialisasi
dan pelatihan penggunaan modul 5) Mengevaluasi kemampuan pasien DM dalam
penggunaan modul untuk meningkatkan manajemen diri, 6) Merekomendasikan
pengembangan modul manajemen diri DM berpusat pada klien DM Post COVID-19.
Evaluasi kemampuan Kien DM Post COVID 19
Pengambangan modul Self Managemen melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa
pihak terkait dan diskusi pakar
Desiminasi dan rekomendasi pengembangan modul berfokus pada klien DM post COVID 19
Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan
pengutipan. Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam
Daftar Pustaka.
DAFTAR PUSTAKA