Anda di halaman 1dari 71

AL-USHÛL AL-KHAMSAH PERSPEKTIF ZAMAKHSYARI

(Studi Kritis Penafsiran Ayat-Ayat Terkait Al-Ushûl Al-


Khamsah dalam Tafsîr Al-Kasysyâf)
Tesis Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Agama (M. Ag)

Oleh:

Riza Wahyuni
216410665

Pembimbing:
Prof. Dr. KH. Artani Hasbi
M. Ziyadul Haq MA. Ph.D

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2019 M / 1440 H
LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul “Al-Ushûl Al-Khamsah Perspektif Zamakhsyari (Studi


Kritis Penafsiran Ayat-Ayat Terkait Al-Ushûl Al-Khamsah dalam Tafsîr Al-
Kasysyâf)” yang disusun oleh Riza Wahyuni dengan Nomor Induk
Mahasiswa: 216410665 telah diujikan di sidang Munaqasyah Program
Pascasrajana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ Jakarta) pada tanggal 15 Agustus
2019. Tesis tersebut telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Agama (M.Ag) dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA (……….……….)


Ketua Sidang

Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag (……….……….)


Penguji I

Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA (……….……….)


Penguji II

Prof. Dr. KH. Artani Hasbi (……….……….)


Pembimbing I

M. Ziyadul Haq MA. Ph.D (……….……….)


Pembimbing II

Dr. H. Ahmad Syukron, MA (……….……….)


Sekretaris
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
KATA PENGANTAR
Subhanallah, sungguh tiada satu pun bentuk kata indah yang sanggup
mewakili segala pesona-Nya, menggambarkan setiap keindahan-Nya.
Alhamdulillah ‘Alâ Kulli Hâl wa Ni’mah, syukur alhamdulillah penulis
haturkan ke hadirat Allah Swt., yang dengan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Allahumma Shalli ‘Alâ
Sayyidina Muhammadin wa ‘Alâ Ali Muhammad shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta
keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman.
Dari hati yang paling dalam penulis menyadari sepenuhnya bahwa
tesis ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa pertolongan dan kuasa Allah
Swt. sehingga penulis mampu berfikir, menuangkan ide-idenya dalam masa
penyusunan tesis ini. Dan juga adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak kepada penulis baik dari segi materil, moril maupun doa.
Untuk itu dengan segala hormat dan ta’zhim penulis sampaikan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut
Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA selaku Direktur
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Ahmad Syukron, MA. selaku Kaprodi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir Pascasarjana IIQ Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. KH. Artani Hasbi dan Bapak M. Ziyadul Haq MA. Ph.D
sebagai dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan,
dan kritik demi terselesainya tesis ini.
5. Seluruh Dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta terutama Dosen
Pascasarjana IIQ Jakarta yang telah membagikan ilmunya dan juga telah

v
memberi motivasi semangat dalam belajar sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas-tugas sebagai mahasiswa.
6. Pustakawan IIQ Jakarta, Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Umum
UIN Jakarta, Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Islam Iman Jama
serta pimpinan dan karyawan Pusat Studi Al-Qur’an yang telah
memberikan fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk membaca
dan melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan tesis ini.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta, al-Marhum Bapak Muhammad Yunus dan
Ibu Maryati Sulaiman. Tiada kata yang dapat penulis sampaikan selain
ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas segala kasih sayang,
doa, nasehat, dukungan, bimbingan, pengorbanan, dan dorongan
semangat yang tak pernah henti yang telah diberikan dengan ikhlas dan
kesabaran tak terhingga. Hanya doa yang tak pernah putus yang dapat
penulis persembahkan untuk keduanya. Allahummaghfil lî wa
liwâlidayya warhamhumâ kamâ rabbayânî shaghîrâ.
8. Kakak-kakak tercinta, Kak Yusnawati, Tgk Adnani Hasan, Abang Wan,
Abang Jol, kakak dan adek seperantauan Kak Dini, Dek Pi, juga Kak
Ainul Mardhiyah yang senantiasa membantu dan memberikan suntikan
semangat dalam penyelesaian tesis ini.
9. Teman-teman Pascasarjana IIQ Jakarta angkatan 2016 khususnya Program
Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang senasib dan seperjuangan.
10. Ucapan ribuan terimakasih kepada seluruh pihak yang ikut terlibat baik
secara langsung maupun secara tidak langsung yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, semoga Allah yang akan membalas segala
kebaikan yang mereka berikan kepada penulis.
Dalam penulisan tesis ini berbagai upaya telah penulis lakukan untuk
memaksimalkan tesis ini menjadi karya ilmiah yang baik. Namun, karena
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka tesis ini tentunya masih

vi
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan saran dan kritik konstruktif dari para pembaca demi
karya yang lebih baik lagi.
Akhirnya, semoga jerih payah penulis ini dapat menjadi buah karya
yang bermanfaat dan menjadi amal shalih yang mendapatkan ridha dari Allah
SWT di akhirat kelak. Amin.

Jakarta, 25 Juli 2019 M


22 Dzulqa’dah 1440 H

Penulis

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang


satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis dan disertasi di Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, transliterasi Arab-Latin
mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
‫أ‬ A ‫ط‬ Th
‫ب‬ B ‫ظ‬ Zh
‫ت‬ T ‫ع‬ ‘
‫ث‬ Ts ‫غ‬ Gh
‫ج‬ J ‫ف‬ F
‫ح‬ H ‫ق‬ Q
‫خ‬ Kh ‫ك‬ K
‫د‬ D ‫ل‬ L
‫ذ‬ Dz ‫م‬ M
‫ر‬ R ‫ن‬ N
‫ز‬ Z ‫و‬ W
‫س‬ S ‫ه‬ H
‫ش‬ Sy ‫ء‬ ’
‫ص‬ Sh ‫ي‬ Y
‫ض‬ Dh
2.Vokal
a. Vokal atau bunyi (a), (i), (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut:
Vokal Pendek Panjang
Fathah A Â
Kasrah I Î
Dhammah U Û

viii
b. Vokal Rangkap
fathah + ya' mati Ai
Ditulis
‫بَ ْينَكُم‬ Bainakum
fathah + ya' mati Au
Ditulis
‫قَ ْول‬ Qaulun

c. Vokal Pendek
‫ أأنتم‬Ditulis a'antum
‫ اعدت‬Ditulis U‘iddat
‫ لئن شكرتم‬Ditulis la'insyakartum

2. Kata sandang
a. Bila diikuti Huruf Qamariyyah
‫ القـرآن‬Ditulis Al-Qur`ân
‫ القياس‬Ditulis al-Qiyâs

b. Bila diikuti Huruf Syamsiyyah


‫ السماء‬Ditulis as-Samâ'
‫ الشّمس‬Ditulis asy-Syams

3. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat


‫ ذوي الفروض‬Ditulis zawî al-Furûdh
‫ أهل السنّة‬Ditulis ahl as-Sunnah

a. Syaddah

ix
Syaddah (Tasydîd) untuk alih aksara dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda
Tasydîd. Aturan ini berlaku secara umum, baik Tasydîd yang berada
ditengah kata, diakhir kata ataupun yang terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf –huruf syamsiyah.

Contoh:

‫أمنا با هلل‬: Āmannâbillâhi‫ إن الذين‬: Inna al-ladzîna‫ والركع‬: wa arr-rukka’i

b. Ta Marbûthah
Bila dimatikan ditulis h.

‫ هِـبَّة‬Ditulis Hibbah
‫ ِج ْزيَة‬Ditulis Jizyah

(Ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah


terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya,
kecuali jika dikehendaki lafal aslinya).

Bila diikuti dengan kata sandang al serta bacaan kedua itu terpisah, maka
ditulis dengan h.

‫ ك ََرا َمة ا َ ْْلَ ْو ِليَاء‬Ditulis karâmah al-auliyâ‘

Bila ta marbuthah hidup atau dengan harkat fathah, kasrah, dan


dhammah, ditulis t.

‫ زكـاة الفطر‬Ditulis Zakâtul fithri

x
c. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah di alih aksarakan, maka berlaku ketentuan ejaan yang telah
disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang
berlaku pada (EYD) berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring
(italik) dan cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri
yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah
awal nama diri, bukan kata sandangnya. Khusus untuk penulisan kata Al-
Qur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital.

xi
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing………………………………………. ii

Lembar Pernyataan Penulis……………………………………………... iii

Kata Pengantar………………………………………………………….. iv

Pedoman Transliterasi…………………………………………………... vii

Daftar Isi………………………………………………………………... xi

Abtraksi…………………………………………………………………. xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1
B. Permasalahan………………………………………………… 14
1. Identifikasi Masalah………………………………………. 14
2. Pembatasan Masalah……………………………………… 14
3. Perumusan Masalah………………………………………. 15
C. Tujuan Penelitian…………………………………………..… 16
D. Kegunaan Penelitian…………………………………………. 16
E. Kajian Pustaka……………………………………………...… 16
F. Metodologi Penelitian………………………………………... 19
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian………………………….. 20
2. Sumber Data………………………………………………. 20
3. Teknik Pengumpulan Data……………………………….. 21

xii
4. Metode Analisis Data……………………………………... 21
5. Langkah-Langkah Penelitian……………………………... 22
G. Teknik & Sistematika Penulisan……………………………... 23
BAB II DISKURSUS AL-USHÛL AL-KHAMSAH DALAM IDEOLOGI
MU’TAZILAH
A. Pengertian al-Ushûl al-Khamsah………………………………… 25
1. Pengertian Secara Etimologi………………………………...... 25
2. Pengertian Secara Terminologi……………………………….. 25
B. Urgensi al-Ushûl al-Khamsah dalam Ideologi Mu’tazilah…….. 29
C. Proses Terbentuknya al-Ushûl al-Khamsah…………………..…. 35
D. Al-Ushûl al-Khamsah dalam Al-Qur’an Perspektif Mu’tazilah... 36
1. At-Tauhîd (Mengesakan Tuhan)………………………………. 36
a. Sifat-Sifat Tuhan Perspektif Mu’tazilah…………………. 41
b. Sifat Jasmaniyah Tuhan (Anthropomorphisme)………… 45
c. Melihat Zat Allah (Ru’yatullah)......................................... 49
d. Kalamullah (Al-Qur’an)………………………………… 56
2. Keadilan (Al-‘Adl)…………………………………………... 63
a. Perbuatan Tuhan (Af’âl Allah)…………………………. 64
b. Perbuatan Manusia (Af’âl al-‘Ibâd)……………………… 67
c. Yang Baik dan Yang Terbaik (Ash-Shalâh wa al-
Ashlah)…………………………………………………. 71
d. Pengutusan Rasul (Bi’tsatu ar-Rasûl) …………………… 72
3. Janji dan Ancaman (Al-Wa’du wa Al-Wa’id)………………. 74
4. Tempat diantara Dua Tempat (Al-Manzilah baina Al-
Manzilatain)……………………………………………….... 81
5. Al-Amr bi Al-Ma‘rûf wa An-Nahyu ‘an Al-Munkar………… 85
BAB III BIOGRAFI ZAMAKHSYARI DAN TAFSÎR AL-KASYSYÂF
A. Biografi Hidup Zamakhsyari…………………………………… 93

xiii
1. Riwayat Hidup………………………………………...……. 93
2. Keadaan Politik, Sosial dan Intelektual pada Masa Hidup…. 97
3. Perjalanan Ilmiah dan Karya- Karya Zamakhsyari…………. 100
a. Perjalanan Ilmiyah……………………………………… 100
b. Karya-Karya Zamakhsyari……………………………… 106
c. Ideologi dan Mazhab Zamakhsyari……………………... 111
B. Tafsir al-Kasysyaf……………………………………………… 113
1. Latar Belakang Penulisan Kitab…………………………….. 113
2. Metode dan Corak Penafsiran………………………………. 115
a. Metode Penafsiran.………………………………………... 115
b. Corak Penafsiran………………………………………... 123
3. Sumber dan Sistematika Penulisan…………………………. 127
a. Sumber Penulisan…………………………………... 127
b. Sistematika Penulisan……………………………… 128
4. Peran al-Kasysyâf Serta Pro-Kontra Pandangan Ulama 129
a. Peran Pengaruh al-Kasysysâf………………………. 129
b. Pro-Kontra Ulama Terhadap Tafsirnya…………….. 130
BAB IV ANALISA & STUDI KRITIK PENAFSIRAN AYAT-AYAT
TERKAIT AL-USHUL AL-KHAMSAH DALAM AL-KASYSYÂF
A. At-Tauhîd (Mengesakan Tuhan)………………………………... 136
1. Penafsiran Zamakhsyari Terhadap Ayat-Ayat Terkait
Ru’yatullah………………………………………………….. 136
2. Analisa dan Kritik Terhadap Penafsiran Zamakhsyari
Terkait Ayat-Ayat Ru’yatullah……………………………... 144
B. Al-‘Adl (Keadilan)………………………………………………. 155
1. Penafsiran Zamakhsyari terhadap Ayat-Ayat Terkait
Kebebasan Berkehendak dan Berbuat………………………. 155
2. Analisa dan Kritik Terhadap Penafsiran Zamakhsyari

xiv
Terkait Ayat-Ayat Kebebasan Berkehendak dan Berbuat….. 157
C. Al-Wa’du wa Al-Wa’îd (Janji dan Ancaman)…………………... 160
1. Penafsiran Zamakhsyari terhadap Ayat-Ayat tentang
Syafa’at……………………………………………………... 160
2. Analisa dan Kritik Terhadap Penafsiran Zamakhsyari
Terkait Ayat-Ayat Syafa’at…………………………………. 166
D. Al-Manzilah baina Al-Manzilatain (Kedudukan diantara Dua
Tempat)…………………………………………………………. 172
1. Penafsiran Zamakhsyari terhadap Ayat-Ayat tentang Pelaku
Dosa Besar………………………………………………….. 172
2. Analisa dan Kritik Terhadap Penafsiran Zamakhsyari
Terkait Ayat-Ayat Pelaku Dosa Besar……………………… 177
E. Amr Ma’ruf dan Nahi Munkar………………………………….. 181
1. Penafsiran Zamakhsyari terhadap Ayat-Ayat tentang Amr
Ma’ruf dan Nahi Munkar…………………………………… 181
2. Analisa dan Kritik Terhadap Penafsiran Zamakhsyari
Terkait Ayat-Ayat Amr Ma’ruf dan Nahi Munkar………….. 185
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………... 189
B. Saran…………………………………………………………….. 190
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 191
Curriculum Vitae

xv
Abstraksi

Riza Wahyuni (216410665), Al-Ushûl Al-Khamsah Perspektif Zamakhsyari


(Studi Kritis Penafsiran Ayat-Ayat Terkait Al-Ushûl Al-Khamsah dalam
Tafsîr Al-Kasysyâf).
Kitab al-Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh At-Tanzîl wa ‘Uyûn al-
Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl merupakan sebuah mahakarya yang sangat
monumental, identik dengan mazhab Mu’tazilah yang dikarang pada era
keemasan Islam. Tesis ini berusaha mengulas tentang legalitas anggapan
umum tersebut secara akademik dengan mengkaji penafsiran Zamakhsyari
terhadap al-Ushûl al-Khamsah dalam Tafsîr al-Kasysyâf. Al-Ushûl al-
Khamsah merupakan lima prinsip dasar Mu’tazilah yang menjadi simbol
mazhab tersebut. Al-Ushûl al-Khamsah tersebut meliputi tauhid, keadilan,
janji dan ancaman, tempat diantara dua tempat dan amar ma’ruf nahi munkar.
Permasalahan dalam penelitian ini setidaknya ada dua; Bagaimana
penafsiran Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait dengan al-Ushûl al-
Khamsah? Bagaimana analisis dan kritik terhadap penafsiran Zamakhsyari
atas ayat-ayat yang berkaitan dengan al-Ushûl al-Khamsah? Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah library research, yaitu suatu rangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, dengan
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an terkait tema al-Ushûl al-Khamsah dan
penafsiran Zamakhsyari terhadap ayat-ayat tersebut. Penelitian ini juga
menggunakan metode analisis konten dengan menelusuri berbagai tafsir
lainnya untuk dijadikan pengayaan materi.
Penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan sebagai berikut. Pertama;
Zamakhsyari menggunakan nash-nash Al-Qur’an, sunnah, atsar, serta
pemikirannya dalam menafsirkan ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah.
Kedua; Zamakhsyari dan Mu’tazilah mempunyai pandangan yang sama
terhadap konsep at-Tauhîd, al-‘Adl, al-Aa’d wa al Wa’îd, dan al-Manzilah
bain al-Manzilatain, namun mereka berbeda pandangan perihal al-Amr bi al-
Ma’rûf wa an-Nahy ‘an al-Munkar. Dalam pembahasan ini Zamakhsyari
berpandangan sama dengan Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah.

xvi
‫ا ْل ُملَ َّخ ُ‬
‫ص‬
‫ريزا وحيوني (‪ ،)216410665‬الصول الخمسة عند الزمخشري‪ :‬دراسة‬
‫نقدية في تفسير اليات القرآنية المتعلقة بالصول الخمسة في تفسير‬
‫الكشاف‪.‬‬
‫الكشاف هو كتاب عظيم من أوسع كتب التفسير وكتاب مشهور‬
‫وانتصار مؤلفه لرأي المعتزلة وألفه في زمن ظهور السلم ‪ .‬وهذا‬
‫البحث يبحث عن النقطة أو المسألة التي فسره الزمخشري في‬
‫تفسيره عن الصول الخمسة عند المعتزلة‪ .‬وأما الصول الخمسة‬
‫هي مبادئ وقواعد المذهب التي عليها قام‪ .‬والصول الخمسة التي‬
‫يقوم عليها مذهب العتزال هي‪ :‬التوحيد والعدل والوعد والوعيد‬
‫والمنزلة بين المنزلتين والمر بالمعروف والنهي عن المنكر‪.‬‬
‫هذه الدراسة لها مسألتان‪ :‬كيف يفسر الزمخشري اليات القرآنية‬
‫المتعلقة بالصول الخمسة؟ وكيف يحلل وينقد الباحث على اليات‬
‫القرآنية المتعلقة بالصول الخمسة في تفسير الكشاف؟ والمنهج‬
‫المستخدم في هذه الدراسة هو المنهج المكتبي‪ ،‬وهو عمليات عن‬
‫جمع المعلومات المكتبية حول الموضوع وتفسيرات الزمخشري في‬
‫ذلك‪ .‬وهذه الدراسة تستخدم المنهج التحليلي ببحث عدة التفاسير‬
‫الخرى لزيادة المراجع ‪.‬‬
‫ونتيجة هذه الدراسة تنقسم إلى قسمين‪ :‬أو ًل‪ ،‬استخدام‬
‫الزمخشري النصوص من القرآن والسنة والثار من الصحابة‬
‫والتابعين وآراؤه في تفسير اليات القرآنية المتعلقة بالصول‬
‫الخمسة‪ .‬وثانيًا‪ ،‬اتفق الزمخشري والمعتزلة على أربعة الصول‬
‫وهي التوحيد والعدل والوعد والوعيد والمنزلة بين المنزلتين‪ ،‬بل‬
‫يختلفان في المر بالمعروف والنهي عن المنكر‪ .‬واتفق الزمخشري‬
‫بأهل السنة والجماعة في هذا المبحث‪.‬‬

‫‪xvii‬‬
Abstract

Riza Wahyuni (216410665), Al-Ushûl Al-Khamsah Perspective of


Zamakhsyari (A Critical Study of The Interpretation of Verses Related to Al-
Ushûl Al-Khamsah in the Tafsîr Al-Kasysyâf).
Kitab al-Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh At-Tanzîl wa ‘Uyûn al-
Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl is a monumental masterpiece. It is identical to the
Mu’tazilah school of thought, which was composed in the golden age of
Islam. This thesis attempts academically review the legality of the general
assumption, perceiving Tafsîr al-Kasysyâf entails Mu’tazila concept, by
examining Zamakhsyari’s interpretation of al-Ushûl al-Khamsah in Tafsîr al-
Kasysyâf. Al-Ushûl al-Khamsah is the five basic principles of the Mu’tazilites
which are the symbols of the school. Al-Ushûl al-Khamsah entails ruling out
God (at-Tauhîd), justice (al-‘Adl), promises and threats (al-Wa’d wa al-
Wa’îd), a place between two places (al-Manzilah baina al-Manzilatain) and
upholding the good and preventing the wrong (al-Amr bi al-Ma’rûf wa an-
Nahy ‘an al-Munkar).
There are at least two problem in this study; How Zamakhsyari
interpreted the verses related to al-Ushûl al-Khamsah? What are the analysis
and critism of Zamakhsyari’s interpretation regarding the verses related to al-
Ushûl al-Khamsah? The method used in this research is library research. It is
a series of activities attempting to collect literature resources with the focus
on Qur’anic verses related to al-Ushûl al-Khamsah and Zamakhsyari’s
interpretation to the theme.
This study produces two conclusions as follows: First, Zamakhsyari,
in his interpretations of the Tafsîr Al-Kasysyâf f, used the naqli’s argument of
the Qur’an, sunnah and atsar and the result of his ijtihad. Second,
Zamakhsyari and Mu’tazilah shared a view of the concept of ruling out God
(at-Tauhîd), justice (al-‘Adl), promises and threats (al-Wa’d wa al-Wa’îd), a
place between two places and upholding the good (al-Manzilah baina al-
Manzilatain). However, they are differ in their views regarding al-Amr bi al-
Ma’rûf wa an-Nahy ‘an al-Munkar. In this discussion, Zamakhsyari holds the
same view as Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah.

xviii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Umumnya tafsir Al-Qur’an didasarkan pada penjelasan Rasulullah
SAW melalui sunnahnya (tafsîr bi al-ma'tsûr)1 dan hasil ijtihad pemikiran
para ahli (tafsîr bi al-ma'qûl/ar-ra’yi)2 dan keduanya harus berjalan seiring
dan saling melengkapi.3 Dalam khazanah tafsir banyak sekali mufassir yang
telah menghasilkan karya dengan corak, gaya maupun metode penafsiran
yang satu sama lain tidaklah sama.4 Sebagian ahli tafsir diantaranya adalah
‘Abd al-Hayy al-Farmawi, menyebutkan empat macam metode (manhaj)
penafsiran Al-Qur’an, yaitu: al-manhaj at-tahlîlî (rinci), al-manhaj al-ijmâlî

1
Secara teminologis tafsîr bil ma’tsûr adalah tafsir yang berpegang kepada riwayat
yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau dengan sunnah karena ia
berfungsi menjelaskan kitabullah, atau dengan perkataan para sahabat karena merekalah
yang paling mengetahui kitabullah, atau dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar
tabi’in karena pada umumnya mereka menerima dari para sahabat. Menurut catatan as-
Suyuti, definisi seperti ini berasal dari Ibnu Taimiyah dan dipopulerkan oleh az-Zarqânî yang
termasuk ulama kontemporer. Az-Zarqânî adalah orang yang pertama yang menyebutkan
bahwa tafsîr bil ma’tsûr adalah penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau hadits atau
pendapat sahabat dan tabi’in. Sedangkan sebelum Zarqânî, yang dimaksud dengan tafsîr bil
ma’tsûr adalah kompilasi penafsiran Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ulama yang memahami
bahwa tafsîr bil ma’tsûr bukan penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau hadits atau
pendapat sahabat atau tabi’in adalah as-Suyûti. Dalam muqaddimah tafsirnya, as-Suyûthi
mengatakan bahwa isi dari kitab tafsirnya adalah kompilasi penafsiran-penafsiran Nabi dan
para sahabat. (Lihat Mawardi Abdullah, Ulûmu Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011) h. 154-155
2
Secara terminologis tafsîr bi ar-ra’yi adalah ijtihad yang didasarkan pada dalil-
dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, dapat diakses serta sewajarnya digunakan
oleh orang yang ingin mendalami tafsir Al-Qur’an atau mendalami artinya. (Lihat
Muhammad Ali ash-Shabuni, Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998), h.258
3
Hasbi ash-Shiddieqi, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 227
4
Said Agil Hussein al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 15
2

(global), al-manhaj al-muqâran (perbandingan), dan al-manhaj al-maudhû’i


(tematik).5
Ragam corak, gaya maupun metode menafsirkan Al-Qur’an
sebenarnya berkaitan erat dengan ayat-ayat yang bisa dikaji dari berbagai
macam sisi. Ini senada dengan ungkapan Abdullah Darraz bahwa ayat- ayat
Al-Qur’an bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain.6 Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa di mata dan di tangan mufassir yang berbeda suatu
ayat bisa menunjukkan dan memunculkan banyak sekali penafsiran serta
ditafsiri dengan berbagai macam pendekatan. Terkait ini Muhammad Arkoen
berkomentar bahwa Al-Qur’an memiliki kemungkinan arti dan kesan yang
tidak terbatas, sehingga ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru,
tidak pasti, tidak kaku, pun tidak tertutup dalam interpretasi tunggal.7
Lebih dari itu, penafsiran tentang ayat-ayat suci Al-Qur’an telah
banyak dilakukan oleh para mufassir dari berbagai macam aliran, seperti
aliran Sunni, Syi’ah serta Mu’tazilah dan di dalam berbagai hal terlihat
adanya berbagai perbedaan penafsiran yang mereka lakukan baik yang
berkaitan dengan masalah fikih, filsafat maupun yang berkaitan dengan ayat-
ayat kalam. Perbedaan penafsiran yang dilakukan mereka adalah suatu hal
yang tidak dipertentangkan lagi.8
Perbedaan tersebut menjadi bukti fleksibilitas terhadap penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebabkan khazanah penafsiran Al-Qur’an bisa
bervariasi di setiap zaman. Manusia tidak selamanya harus meniru sesuatu

5
Abd al-Hayyi al-Farmawi, Al-Bidâyahh fî at-Tafsîr al-Maudhû’i, (Dirasah
Manhajiyyah Maudhuiyah), h. 7
6
Said Agil Hussein al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, h. 72
7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994) h. 16
8
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur'an, terj. Muzakkir AS, (Jakarta:
PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2000), h. 455
3

yang terdahulu, semakin beragam fenomena yang disaksikan dan dialami


maka semakin memungkinkan seorang mufassir untuk menafsirkan Al-
Qur’an sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Misalnya seorang
tokoh Mu’tazilah, Zamakhsyari (w. 538 H) dalam kitab tafsirnya sangat
condong terhadap aliran yang dianutnya.
Seluruh ajaran Islam termasuk tentang tauhid yang dibahas dalam
ilmu kalam adalah bersumber dari Al-Qur’an dan hadits, baik dari aliran
Khawarij, Murji’ah, Asy’ariyah, Mu’tazilah, kesemuanya melandasi
pandangan mereka dengan dua landasan tersebut. Namun karena terdapat
perbedaan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan oleh masing-masing aliran
tersebut maka timbullah pemahaman-pemahaman teologi yang berbeda-beda
pula.9 Sebut saja salah satu aliran yang eksis melahirkan ulama-ulama
dibidang tafsir Al-Qur’an adalah aliran Mu’tazilah. Kaum Mu’tazilah adalah
golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam
dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum
Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal
sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.10
Telah dikenal sepanjang sejarah bahwa salah satu keistimewaan kaum
Mu’tazilah adalah cara mereka membentuk mazhab yang banyak
mempergunakan dan lebih mengutamakan akal dari pada Al-Qur’an dan
hadits. Dengan demikian ketika mendapatkan suatu permasalahan dan
membutuhkan pemecahannya mereka lebih memuji dan mendahulukan akal
walaupun pertimbangan akal tersebut berlawanan dengan teks-teks suci, baik
Al-Qur’an maupun hadits Nabi.11 Hal ini disebabkan karena mereka sangat

9
Bustami Salami, Pro dan Kontra Penafsiran Zamakhsyari tentang Teologi
Muu’tazilah dalam tafsir al-Kasysyâf, dalam Jurnal al-Ihkam, vol V no. 1 Juni 2010, h. 3
10
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa dan
Perbandingan, (Jakarta: UI Press 1986 ), Cet. V, h. 40
11
Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 209
4

giat dalam mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-


pendapatnya terutama filsafat Plato dan Aristoteles.12
Di dalam kitabnya Ibanat, Imam Abu Hasan al-Asy’ari (w. 324 H)
menyebutkan bahwa aliran Mu’tazilah telah menyimpang dari kebenaran.13
Ditambahkan oleh Âli Mushtafâ al-Ghurâbî bahwa kaum Mu’tazilah telah
memiliki kebebasan berfikir dan berpegang teguh kepada akal dan ia juga
mengatakan bahwa kaum Mu'tazilah tidak terikat dengan nash Al-Qur’an.14
Sebagai contoh adalah tentang mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam yang ditolak kaum Mu’tazilah karena menurut mereka
bertentangan dengan akal, sekalipun ada ayat Al-Qur’an atau hadits shahih
dari Nabi yang menyatakan keberadaannya. Kaum Mu’tazilah juga menolak
adanya kebangkitan di alam kubur dan siksanya. Oleh karena itu kaum
Mu’tazilah dalam kitab-kitab tafsirnya mencoba menafsirkan Al-Qur’an
dengan akal dan memutar ayat-ayat suci itu sesuai dengan kecenderungan
akalnya.15
Pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang demikian itu ditolak oleh
paham Sunni. Penafsiran Al-Qur’an tidak boleh sama sekali menonjolkan
akal pikiran, mengingat hadits Nabi yang menerangkan bahwa barangsiapa
yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat akal pikiran saja, maka
hendaklah menyiapkan tempat dirinya dalam neraka.16

12
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, (Jakrta: Raja Grafindo Persada: 2010), h. 167
13
Abu al-Hasan Ali ibn Isma’il al-Asy'ari, al-Ibanat ‘an Ushul ad-Diyanat, (Beirut:
Dar al-Kitab al-‘Arabi,1985), h. 6
14
Âli Mushthafâ al-Ghurâbî, Târikh al-Firâq al-Islâmiyah (Kairo: Matba'at
Muhammad Ali Sabih, 1995), h. 54
15
Taufik rahman, Tauhid Ilmu Kalam, h. 210
16
Haditsnya berbunyi sebagai berikut:
َّ َ‫عل‬
،‫ي ُمتَعَ ِمدًا‬ َ َ‫ « َم ْن َكذ‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫ب‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ قَال‬،َ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ َ
»‫ار‬ ْ
ِ َّ‫فَ ْليَتَبَ َّوأ َم ْق َعدَهُ ِمنَ الن‬
5

Hal ini banyak dilakukan oleh Zamakhsyari (w. 538 H) dalam tafsirnya
al-Kasysyâf. Dalam hal ini pengarang tafsir al-Qasimi Muhammad Jamaluddin
al-Qasimi (w. 1283 H) menyatakan dalam tafsirnya pada juz 1, halaman 21
sebagai berikut:
“Orang yang bersalah dalam keduanya (dalil dan madlul), mereka
laksana sekelompok ahli bid’ah yang meyakini mazhab yang batil dan
mentakwilkan Al-Qur’an sekehendaknya aja, tidak menurut tafsir
sahabat-sahabat dan tabi’in yang terdahulu. Mereka mengarang tafsir-
tafsir menurut kaidah-kaidah pokok mazhabnya seperti tafsir
Abdurrahman bin Kaisan al-Asham, Jubai, Abdul Jabbar, Rumani,
Zamakhsyari dan lai-lain.”17

Mu’tazilah sendiri merupakan sekte Islam yang muncul pada


permulaan abad kedua hijriyah atau 8 Masehi di kota Bashrah, Irak. Tokoh
kunci yang memegang peranan utama dalam berdirinya sekte ini adalah
Washil bin ‘Atha’ (w. 131 H) yang dilahirkan di Madinah al-Munawwarah
pada tahun 8 Hijriyah/669 M.18 Kelompok tersebut kemudian berkembang
dan memiliki sebuah prinsip dasar dan sekaligus menjadi simbol besar
mazhab yang dikenal dengan al-Ushûl al-Khamsah. Setiap anggota

"Dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang
berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya
di neraka” (HR. Muslim)
Muslim ibn al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusyairi an-Naisaburi, al-Musnad ash-Shahîh
al-Mukhtashar bi Naqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ilâ Rasûlillah Shallallahu ‘alaihi Wasallam/
Shahîh Muslim, Jilid I, (Beirut: Daru Ihya at-Turats al-‘Arabi), Bab Fî Tahdzîr Min al-
Kadzibi ilâ Rasûlillâh, h. 10.
Dalam Kitab Taisîr Mushthalah al-Hadits disebutkan bahwa hadits ini merupakan
hadits mutawatir lafzhi, yang artinya mutawatir lafazh dan maknanya. Diriwayatkan oleh
sekitar 70 orang sahabat bahkan lebih. Hadits ini diriwayatkan oleh banyak perawi yaitu:
Bukhari, dalam kitâb al-‘ilmi, bâb itsmun man kadzaba ‘alâ an-Nabi, juz I, nomor hadits
110. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitâb az-zuhud, bâb at-tatsabbut fî al-hadîts wa hukm
kitâbatu al-‘ilm, juz IV , hadits 72. Dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu
Majah, ad-Darimi dan Ahmad. (Lihat Abu Hafs Mahmud bin Ahmad bin Mahmud Thahhan,
Taisîr Mushthalah Al-Hadits, (Maktabah al-Ma’arif, 2004), hal 25
17
Sirajuddun Abbas, I’tiqâd Ahlu as-Sunnah Wa al-Jamâ’ah (Jakarta: Pustaka
Tarbiyah 2001), h.177-178
18
Masturi Irham, Muhammad Abidun Zuhdi, Khalifurrahman Fath, Ensiklopedia
Aliran dan Mazhab di Dunia Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar 2015), h. 1113
6

Mu’tazilah meyakini kelima prinsip dasar tersebut tanpa terkecuali dan


keyakinan tersebutlah yang bisa membuat seseorang bergelar mu’tazili.19
Seperti yang dikutip Nasir, al-Khayyath, tokoh Mu’tazilah pada abad
III H menegaskan bahwa:20

‫ص ْو ِل‬ ُ ُ‫يَ ْج َم َع اْل َق ْو ُل ِب ْاْل‬ ‫اْل ْعتِزَ ا ِل َحتَّى‬ ِ ْ ‫ْس يَ ْست َ ِح ُّق أ َ َحد ٌ ِم ْن ُه ْم ا ْس َم‬ َ ‫َولَي‬
‫َبيْنَ ْال َم ْن ِزلَتَي ِْن َو ْاْلَ ْم ُر‬ ُ‫ الت َّ ْو ِح ْيدُ َو ْال َع ْد ُل َو ْال َو ِع ْيدُ َو ْال َم ْن ِزلَة‬:‫س ِة‬َ ‫ْالخ َْم‬
‫ِف ْي ِه َه ِذ ِه الخصلة فَ ُه َو‬ ‫ فَإِذَا كملت‬.‫ي َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬ ُ ‫ف َوالنَّ ْه‬ ِ ‫ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
21
‫ُم ْعت َ ِز ِلي‬
“Seseorang tidak berhak dinamakan mu’tazilah sehingga bersatu
padanya lima pokok ajaran. Yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman,
tempat diantara dua tempat dan amar makruf nahi munkar. Apabila
padanya telah sempurna ke lima ajaran ini, dinamakan mu’tazilah.”

Salah satu tokoh Mu’tazilah yang berkecimpung di dunia tafsir adalah


Abu Qasim Mahmud Zamakhsyari (w. 538 H) yang telah melahirkan karya
tafsir yang sangat besar yaitu Tafsîr al-Kasysyâf. Kitab ini merupakan salah
satu kitab tafsir populer yang ditulis di era keemasan Islam (periode
pertengahan) yang menggunakan metode bi ar-ra’yi.22
Melihat latarbelakang perjalanan ilmiah Zamakhsyari (w. 538 H) dalam
menulis al-Kasysyâf maka tidak heran jika al-Kasysyâf menjadi tafsir paling
monumental di zamannya dan bisa bertahan hingga sekarang. Zamakhsyari
melakukan pengembaraan intelektual dengan optimal meski dalam kondisi
tubuh yang tidak normal. Berbagai kota dia kunjungi untuk menemui dan
belajar berbagai macam disiplin ilmu dari guru-gurunya. Disebutkan bahwa

19
Ahmad Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang 2006), h. 21
20
Sahilun A Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, (Jakrta: Raja Grafindo Persada: 2010), h. 168
21
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo: Maktabah Nahdhah al-Mishriyyah), Juz
III, Cet VII, h. 22
22
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran Tafsir
dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer (Yogyakarta: Adab Press,
2014), h. 92
7

Zamakhsyari (w. 538 H) menghabiskan waktu untuk merampungkan karyanya


ini sekitar tiga tahunan, yaitu sama dengan masa kepemimpinan Khalifah Abu
Bakar ash-Shiddiq (w. 13 H.23
Tidak heran jika sebagian ulama memberikan pujian dan pengakuan
serta mengagumi kehebatan bahasa dalam tafsir tersebut, Syaikh Haidar al-
Hiwari misalnya memberi komentar positif untuk Tafsîr al-Kasysyâf sebagai
berikut:
“Kitab al-Kasysyâf mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, tidak ada
bandingannya dengan kitab- kitab terdahulu dan kitab yang dikarang
kemudian. Dalam kitab tersebut terkumpul ungkapan indah dan teratur.
Apabila dibandingkan dengan kitab sesudahnya, rasanya tidak semanis
al-Kasysyâf. Walaupun kitab lain itu memiliki keutamaan lainnya,
kemanisan al-Kasysyâf tetap tidak ditemukan di dalamnya. Karena
terkadang di dalam karangan lain terdapat ungkapan yang menyiratkan
minimnya pengalaman mufassir dengan adanya ungkapan yang salah
dan berbeda dengan apa yang dikemukakan Zamakhsyari. Maka dari itu
kitab Zamakhsyari ini sangatlah cermat lagi terang dan karenanya dia
menjadi masyhur dan terkenal bagaikan terkena matahari di siang
hari.”24

Bahkan Zamakhsyari (w. 538 H) sendiri memuji karyanya tersebut


dengan mengibaratkannya seperti obat. Dia berkomentar demikian:
“Kitab-kitab tafsir di dunia ini sangat banyak. Semuanya tidak ada
yang seumpama al-Kasysyâf. Bila kamu ingin petunjuk maka bacalah
kitab itu. Karena kebodohan bagaikan penyakit dan al-Kasysyâf
penyembuhnya.”25

Di sisi lain, Zamakhsyari (w. 538 H) juga menggunakan corak


teologis yang mengedepankan paham (aliran) dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Penafsiran dengan corak ini mendapat tanggapan negatif dari ulama-ulama
23
Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad az-Zamakhsyari, al-
Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl, (Kairo:
Maktabah Mishr, 2010), h. 13
24
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodelogi Tafsir, Kajian Komprehensif Metode
Para Ahli Tafsir, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2006), h. 227-228
25
Mani’ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode
Para Ahli Tafsir, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 227
8

tafsir Ahlu as-Sunnah karena keberpihakannya terhadap aliran Mu’tazilah


dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an. Hal ini menjadikan penafsirannya
seakan-akan bersifat subjektif dan melegistimasi pahamnya.26
Diantara para ulama yang mengkritisi al-Kasysyâf adalah Mushtafa
as-Sawi al-Juwaini yang mengungkapkan bahwa Zamakhsyari (w. 538 H)
sangatlah fanatik membela ajaran Mu’tazilah sehingga penafsirannya sangat
dipengaruhi oleh ajaran Mu’tazilah bahkan menjadi semacam pembelaan
terhadap doktrin-doktrin dalam Mu’tazilah.27
Menurut Husein adz-Dzahabi (w. 1977 M) golongan yang
melontarkan kritik terhadap tafsir tersebut pada umumnya sangat keberatan
dengan pembelaan Zamakhsyari (w. 538 H) terhadap doktrin Mu’tazilah
yang dianggap berlebihan. Zamakhsyari (w. 538 H) juga beberapa kali
mencela ulama lain yang berseberangan paham dengannya menggunakan
kata-kata yang tidak pantas. Karena kecenderungan inilah, sisi lain dalam al-
Kasysyâf, seperti pengungkapan kemukjizatan bahasa dalam ayat-ayat Al-
Qur’an menjadi terlupakan dan tidak diperhitungkan.28
Meskipun demikian ulama-ulama Ahlu as-Sunnah banyak mengambil
manfaat keilmuan dari tafsir ini karena kepandaian Zamakhsyari (w. 538 H)
dalam mengungkapkan sisi balaghah dari suatu ayat. Namun tidak bisa
dipungkiri bahwa pro dan kontra terhadap kitab tafsir ini akan selalu ada.
Melihat latar belakang beliau sebagai penganut mazhab Mu’tazilah maka
tidak heran jika dalam penafsirannya banyak mendukung pemahaman ajaran-
ajaran tersebut. Namun untuk alasan efisiensi, subjek penelitian di sini
dibatasi pada penafsiran Zamakhsyari (w. 538 H) mengenai ayat-ayat terkait

26
Dara Humaira, Khairun Nisa, Unsur I’tizali dalam Tafsir al-Kasysyaf (Kajian
Kritis Metodologi Zamakhsyari), dalam Jurnal Maghza, vol 1 no. 1 Januari-Juni 2016, h. 1
27
Mustafa as-Sawi al-Juwaini, Manhaj az-Zamakhsyari fî Tafsîr Al-Qur’an, (Mesir:
Dar al-Ma’arif) h. 149.
28
Husain adz-Dzahabi, at-Tafsîr Wa al-Mufassirûn, (Beirut: Dar al-Fikr 1976), h.
444
9

al-Ushûl al-Khamsah saja yang mendukung paham Mu’tazilah. Tentunya


akan banyak unsur-unsur i’tizali yang dapat kita temukan dalam
penafsirannya, yang berkisar pada ayat-ayat al-Ushûl al-Khamsah.
Al-Ushûl al-Khamsah sendiri merupakan asas dari sebuah mazhab
yang dibentuk, dengannya mereka dapat memahami dan mengetahui urusan-
urusan dalam agama mereka terutama dalam hal akidah dan keyakinan.29
Adapun kelima asas tersebut adalah: 1). At-Tauhîd 2). Al-‘Adl 3). Al-Wa’du
wa Al-Wa’îd 4) Al-Manzilah bain Al-Manzilatain 5). Al-Amr bi Al-Ma’rûf wa
An-Nahyu ‘an Al-Munkar.30
Berbicara mengenai ilmu kalam yang terlintas dibenak adalah
Mu’tazilah, maka begitu juga jika berbicara masalah al-Ushûl al-Khamsah,
point yang sangat penting bagi ajaran mereka adalah tauhid. Mereka
memiliki penafsiran yang khas dan pembahasan filosofis yang mendalam
tentang masalah ini. Karena penjelasan-penjelasan yang dipaparkan
argumentative, logis serta filosofis. Mereka dijuluki “ahlu at-Tauhid”,
walaupun sebenarnya semua kaum muslimin sama-sama mengkaji masalah
ketauhidan dan mengakui bahwa Lâ Ilâha illâ Allâh Wahdahû lâ syarîka
lahû.31
Dimensi ajaran tauhid itu sendiri yaitu kepercayaan kepada Tuhan
sebagai satu-satunya pencipta alam semesta raya yang merupakan prinsip
fundamental dari agama monoteisme. Prinsip ini dalam Islam disebut dengan
prinsip tauhid, yakni ajaran tentang Keesaan Allah. Oleh sebab itu menurut

29
Mahmud Muhammad Mazru’ah, Târîkh al-Farqu al-Islâmiyyah, (Mesir: Dâr al-
Manâr, 1991) Cet. I, h. 108
30
Abdul Hakim Balba’, Adab al-Mu’tazilah ilâ Nihâyah al-Qarni ar-Râbi’ al-Hijri,
(Mesir: Dâr Nahdhad), Cet. III, H. 122
31
Ris’an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-Tokohnya,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 49
10

Islam, agama yang benar adalah agama monoteistik dan nabi-nabi adalah
monoteis.32
Islam mengajarkan dengan jelas dan simpel tentang Keesaan Allah
dan mempersembahkan suatu konsepsi tentang Tuhan yang terjauh dari
kegemaran antropomorpisme (penyerupaan Tuhan dengan manusia) dan
mitologisme (ajaran tentang mitos/dewa kayangan). Pemberitaan Al-Qur’an
tentang Allah beranjak dari dasar pemahaman bahwa Allah itu benar-benar
ada dan Dia adalah Maha Esa. Kemahaesaan Allah itu adalah kemahaesaan
yang mutlak dan absolut, tanpa sekutu dan tanpa konsep melahirkan dan
dilahirkan.33 Allah berfirman dalam surat al-Ikhlâsh ayat 1-4:
    
   
    
    
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.” (QS. al-Ikhlâsh [142]: 1-4)

Ajaran dasar inilah yang diyakini dan dipegang teguh oleh semua
aliran teologi Islam, hanya saja masing-masing mereka memiliki pandangan
beragam perihal persoalan-persoalan khusus namun juga mendasar. Terutama
bagi Mu’tazilah yang memiliki beberapa contradiction dengan paham Ahlu
as-Sunnah semisal mengenai beberapa persoalan yang terdapat di dalam
point al-Ushûl al-Khamsah.
At-Tauhîd (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti dari
ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya setiap mazhab teologis dalam Islam
memegang doktrin ini. Akan tetapi bagi Mu’tazilah tauhid memiliki arti yang

32
Yunan Yusuf, Alam Pemikiran Islam, Pemikiran Kalam, (Jakarta: Prenadamedia
Group,2016), Cet. II, h. 15
33
Yunan Yusuf, Alam Pemikiran Islam, Pemikiran Kalam, Cet. II, h. 15
11

spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi
arti kemahaesaan-Nya.34 Maka untuk memurnikan Keesaan Tuhan (tanzîh),
Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik
Tuhan (antropomorfisme/tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala.35 Beberapa hal tersebut memicu Mu’tazilah untuk meyakini bahwa
Al-Qur’an adalah makhluk.
Untuk lebih jelas, akan penulis paparkan salah satu contoh penafsiran
Zamakhsyari di dalam Kitab Tafsîr al-Kasysyâf yang mendukung paham
Mu’tazilah. Penolakan Mu’tazilah terhadap pendapat bahwa Tuhan dapat
dilihat oleh mata kepala merupakan konsekuensi logis dari penolakannya
terhadap antropormofisme. Tuhan adalah immateri, tidak tersusun dari unsur,
tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan tidak berbentuk. Yang dapat dilihat
hanyalah yang berbentuk dan memiliki ruang. Andai Tuhan dapat dilihat
dengan mata kepala di akhirat, tentu di duniapun dapat dilihat oleh mata
kepala.36
Berkenaan dengan pemahaman ini, mereka berpijak pada firman
Allah dalam QS. asy-Syûrâ ayat 11 sebagai berikut:
  …
…
“… Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia…” (QS. asy-Syûrâ [42]:
11)

Dan dalam QS. Al-An’âm ayat 103 berikut ini:


  
   
 
 

34
Abdul Jabbar bin Ahmad, Syarh Al-Ushûl al-Khamsah, (Kairo: Maktab Wahbah,
1965), h. 196
35
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), Cet.
V, h. 101
36
Abdul Jabbar bin Ahmad, Syarh Al-Ushûl Al-Khamsah, h. 253
12

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat
melihat segala yang kelihatan. Dan Dia-lah yang Maha halus lagi
Maha Mengetahui.”. (QS. al-An’âm [6]: 103)

Zamakhsyari menegaskan bahwa Allah tidak dapat dicapai oleh


penglihatan mata manusia. Tuhan tidak dapat dilihat karena kata al-idrâk
disertai dengan penyebutan kata al-bashâr, yang dimaksudkan adalah melihat
dengan penglihatan mata.37
Dapat dilihat bahwa ketika Zamakhsyari (w. 538 H) menafsirkan QS.
al-An’âm ayat 103 di atas dipengaruhi oleh rasionalitas paham Mu’tazilah
sehingga penafsirannya diwarnai dengan corak i’tizâli. Penafsirannya sangat
bertolak belakang dengan pendapat para jumhur mufassirin yang mengatakan
bahwa orang-orang yang beriman akan dapat melihat Allah di hari akhirat
kelak sebagai nikmat tambahan bagi mereka, berdasarkan surat al-Qiyâmah
ayat 22-23, surat Qâf ayat 35, surat al- A’râf ayat 143 dan surat Yûnus ayat
26.
Dalam menafsirkan QS. al-Qiyâmah ayat 22-23, Zamakhsyari (w. 538
H) menakwilkan makna kalimat nâzhirah karena tidak sesuai dengan mazhab
yang dianutnya. Zamakhsyari (w. 538 H) di dalam kitabnya menafsirkan ayat
ini berbeda dengan para mufassir pada umunya, beliau menafsirkan lafaz
nâzhirah dengan memalingkan makna zahir kata tersebut kepada makna at-
tawaqqu’ wa ar-rajâ’ (berharap).38 Sehingga jika lafaz nâzhirah dimaknai
sebagai “melihat”, tentu penafsiran semacam ini akan menyalahi dan
merusak paham tauhid yang ia yakini. Karena itulah, kata nâzhirah yang
bermakna melihat, ia palingkan maknanya kepada makna lain, yaitu ar-rajâ’

37
Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad az-Zamakhsyari, al-
Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl, Jilid II,
Cet I, h. 382-383
38
Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad az-Zamakhsyari, al-
Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl, Jilid VI,
Cet I, h. 270
13

(mengharap). Dengan penafsiran seperti ini, ia telah menafsirkan ayat Al-


Qur’an tanpa menyalahi prinsip dasar mazhab Mu’tazilah. Jelaslah
penafsirkan ayat-ayat semacam ini dimaksudkan untuk melegitimasi paham
Mu’tazilah.
Ath-Thabari (w. 310 H) dalam kitab tafsirnya, Jamî’ al-Bayân
memaparkan bahwa para mufassir berbeda dalam menafsirkan kata nâzhirah.
Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah melihat Allah. Sedangkan
sebagian yang lain berpendapat bahwa makna lafaz nâzhirah adalah
menunggu pahala dari Allah SWT.39 Pendapat ini tentu menandakan bahwa
ath-Thabari (w. 310 H) dalam menafsirkan kata nâzhirah tidak terpaku pada
satu pendapat. Sedangkan Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitabnya
mengatakan bahwa makna lafaz nâzhirah dalam ayat tersebut adalah melihat
Allah dengan mata telanjang yang diperkuat oleh hadis mutawatir 40 yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari (w. 256 H).41
Dalam penafsirannya, selain mendukung beberapa hal mendasar
terkait masalah tauhid seperti contoh di atas, al-Kasysyâf juga berbeda dalam
menyikapi perihal keadilan Allah Ta’ala yang melebar ke masalah lain
seperti, perbuatan Allah, perbuatan manusia, qadha’ dan qadar, konsep ash-
Shalâh wa al-Ashlâh, serta bi’tsatu ar-Rasûl. Terkait juga masalah janji dan
ancaman (al-Wa’du wa al-Wa’id) yang menyangkut persoalan syafaat Nabi
bagi pelaku dosa besar di hari akhirat serta kedudukan posisi pelaku dosa
besar (al-Manzilah baina al-Manzilatain).
Bertolak dari problem di atas penulis merasa penting melakukan
kajian kritik terhadap Kitab al-Kasysyâf serta mencari unsur i’tizali
39
Ath-Thabari, Jamî’ al-Bayan ‘an Ta’wîl Al-Qur’an, (Beirut: Muassah ar-Risalah,
1994) , jilid IX, Cet. I, hlm. 414
40
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi yang
mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. ( Lihat Abu Hafs Mahmud bin Ahmad bin
Mahmud Thahhan, Taisîr Mushthalah Al-Hadits, (Maktabah al-Ma’arif, 2004), hal 23
41
Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsîr al-Qur’an al-Azhîm, (Riyadh:
Dar at-Thayyibah, 1999), jilid VIII, Cet. VIII, hlm. 279
14

khususnya di dalam ayat- ayat yang dipakai Zamakhsyari (w. 538 H) untuk
mendukung lima pokok ajaran Mu’tazilah (al-Ushûl al-Khamsah). Selain
daripada itu juga, diharapkan agar metodologi yang digunakan Zamakhsyari
dapat diketahui dengan jelas dan ketika merujuk ke kitab tafsir tersebut
penulis dapat bersikap objektif dalam memberikan penilaian. Untuk itu,
penulis akan mengajukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul “Al-
Ushûl Al-Khamsah Perspektif Zamakhsyari (Studi Kritis Penafsiran
Ayat-Ayat Terkait Al-Ushûl Al-Khamsah dalam Tafsîr Al-Kasysyâf)”
Dalam tesis ini, akan dipaparkan konsep-konsep penafsiran
Zamakhsyari yang dipengaruhi oleh paham Mu’tazilah, dan argumentasi-
argumentasi yang dibangun dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan
dengan al-Ushûl al-Khamsah untuk melegitimasi paham yang dianutnya.
Selanjutnya penulis akan memaparkan pendapat para jumhur mufassirin
berkenaan dengan ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah sebagai argumen
dalil yang dipakai dalam mengkritisi penafsiran Zamakhsyari.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merasa perlu memberikan batasan dan rumusan masalah yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini.
1. Identifikasi Masalah
Dari judul yang telah dipaparkan oleh penulis dapat ditemukan
beberapa masalah yang patut dibahas, yaitu:
a. Tinjauan umum tentang al-Ushûl al-Khamsah.
b. Tinjauan umum tentang Zamakhsyari dan Tafsîr al-Kasysyâf
c. Unsur-unsur i’tizali yang terkandung dalam al-Kasysyâf terkait ayat-
ayat al-Ushûl al-Khamsah.
d. Analisis penafsiran dan metode Zamakhsyari dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Ushûl al-Khamsah.
15

e. Kritik terhadap penafsiran Zamakhsyari mengenai ayat-ayat al-Ushûl


al-Khamsah melalui penafsiran jumhur mufassir lain.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan alasan di atas, maka penulis
akan fokus pada kajian kritik terhadap ayat-ayat yang dipakai Zamakhsyari
untuk mendukung lima pokok ajaran Mu’tazilah (al-Ushûl al-Khamsah)
dalam Tafsîr al-Kasysyâf serta metodologi yang digunakan oleh Zamakhsyari
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya corak i’tizali yang
terkandung di dalam kitabnya.
Setiap point-point dalam al-Ushûl al-Khamsah terdapat beberapa
pembahasan yang berbeda-beda, misalnya dalam bab tauhid terdapat subbab
yang membahas tentang sifat-sifat Allah, Antropomorpisme, ru’yatullah fil
akhirat dan kalamullah (Al-Qur’an). Begitu juga dengan pembahasan
tentang keadilan (al-‘Adl) dan seterusnya sampai al-Amr bi al-Ma’rûf wa an-
Nahy ‘an al-Munkar. Tidak semua subbab yang terdapat dalam lima point al-
Ushûl al-Khamsah akan penulis kaji, hanya mengkaji pembahasan-
pembahasan yang mendapat dukungan dari Zamakhsyari di dalam al-
Kasysyâf.
3. Perumusan Masalah
Untuk membuat masalah menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan
titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus.
Hal tersebut dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian tidak melebar
dari apa yang dikehendaki. Dari latar belakang yang telah diuraikan
sebelumnya, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah:
a. Bagaimana penafsiran Zamakhsyari terhadap ayat-ayat yang
berhubungan dengan al-Ushûl al-Khamsah?
b. Bagaimana analisis dan kritik terhadap penafsiran Zamakhsyari atas
ayat-ayat yang berkaitan dengan al-Ushûl al-Khamsah?
16

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan tesis yang akan dilakukan penulis adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penafsiran Zamakhsyari terkait ayat-ayat al-
Ushûl al-Khamsah
2. Untuk mengetahui hasil analisa dan pemaparan kritik terhadap
penafsiran Zamakhsyari dalam Tafsîr al-Kasysyâf terkait ayat-ayat
al-Ushûl al-Khamsah
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat akademik; diharapkan agar dapat menambah dan
memperkaya khazanah keislaman dibidang tafsir Al-Qur’an serta
dapat memberikan tambahan informasi tentang perkembangan kajian
kritik tafsir khususnya mengenai pengaruh ideology/madzhab dalam
suatu tafsir.
2. Manfaat praktis; penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam mengkaji penafsiran Zamakhsyari tentang ayat-ayat
terkait al-Ushûl al-Khamsah serta kritik para jumhur ulama tafsir
terhadap penafsirannya. Harapan penulis agar nantinya dapat
dikembangkan dan dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
E. Kajian Pustaka
Telah banyak dilakukan penelitian terhadap karya fenomenal
Zamakhsyari. Namun penelitian maupun karya tulis mengenai kajian studi
kritik terhadap aya-ayat al-Ushûl al-Khamsah dalam Tafsîr al-Kasysyâf
sejauh pengamatan penulis masih belum ditemukan. Adapun penelitian-
penelitian yang berkaitan adalah sebagai berikut:
1. Tesis Arfian Darmansyah yang berjudul ad-Dâkhil dalam Tafsîr az-
Zamakhsyari. Karya ini membahas unsur-unsur ad-Dakhil dalam
17

Kitab al-Kasysyâf yang terdapat dalam pembahasan mengenai akidah,


ibadah, akhlak dan muamalah.42
2. Tesis Penafsiran Zamakhsyari tentang Ayat-Ayat Kalam dalam Tafsîr
al-Kasysyâf karya Bustomi Saladin Institut Ilmu Qur’an Jakarta 2003.
Dalam kajian ini Bustomi menulis tentang pandangan Zamakhsyari
terhadap ayat-ayat kalam dalam Tafsîr al-Kasysyâf yang menyangkut
tentang ayat-ayat mutasyâbih, sifat-sifat Tuhan, keadilan Tuhan,
perbuatan manusia, serta konsep iman dan kufur. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskritif analitik, dengan metode tahlili
(analisa).43
3. Tesis Iin Tri Yuli Elvina Institut Ilmu Qur’an Jakarta 2016 dengan
judul Konsep Perbuatan Manusia dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif
Tafsîr al-Kasysyâf dengan Tafsîr Mafâtih al-Ghaib) mengkaji
penafsiran Zamakhsyari dan ar-Razi terkait ayat-ayat tentang
perbuatan manusia kemudian mencari persamaan dan perbedaan
penafsiran antara keduanya (Zamakhsyari dan ar-Razi) terhadap ayat-
ayat terkait. Penelitian ini menggunakan metode analisis tematik,
analisis komparatif dan analisis isi.44
4. Tesis dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Ketuhanan dalam Tafsîr al-
Kasysyâf karya Yayah Fajriyah Afandi mahasiswi Institut Ilmu
Qur’an Jakarta 2012 mengkaji penafsiran dan pemahaman
Zamakhsyari terhadap ayat-ayat ketuhanan yaitu tentang keberadaan

42
Arfian Darmansyah, ad-Dakhil dalam Tafsir az-Zamakhsyari, Tesis, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2016, tidak diterbitkan.
43
Bustomi Saladin, Penafsiran Zamakhsyari tentang Ayat-Ayat Kalam dalam Tafsîr
al-Kasysyâf, Tesis, Institut Ilmu Qur’an Jakarta, 2003, tidak diterbitkan.
44
Iin Tri Yuli Elvina, Konsep Perbuatan Manusia dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif Tafsîr al-Kasysyâf dengan Tafsir Mafatih al-Ghaib, Tesis, Institut Ilmu Qur’an
Jakarta, 2016, tidak diterbitkan.
18

Allah, keesaan Allah, serta sifat dan nama Allah dalam Tafsîr al-
Kasysyâf.45
5. Tesis dengan judul Aspek Paham Mu’tazilah dalam Tafsîr al-
Kasysyâf tentang Ayat-Ayat Teologi (Studi Pemikiran az-
Zamakhsyari) karya Ermita Zakiyah mahaisiswi Program
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel tahun 2013.
Dalam kajian ini Ermita mengkaji prinsip-prinsip yang digunakan
Zamakhshary dalam menafsirkan ayat-ayat teologi Mu’tazilah.
6. Tesis yang di tulis oleh Salimudin tahun 2016 dengan judul Qira’at
dalam Kitab Tafsir (Kajian atas Ayat-Ayat Teologis dalam al-
Kasysyâf dan Mafâtih al-Ghaib). Karya tersebut membahas ragam
qira’at yang terdapat dalam kedua Tafsîr al-Kasysyâf dan Mafâtih al-
Ghaib dan pengaruh qira’at dalam ayat-ayat teologis serta kelebihan
dan kekurangan penafsiran keduanya.46
Dalam karya-karya yang telah disebutkan di atas, penulis sangat
meyakini bahwa tidak menemukan kajian yang mengkritisi penafsiran
Zamakhasyari terkait ayat-ayat al-Ushûl al-Khamsah dengan menggunakan
penafsiran jumhur mufassirin lainnya. Maka menurut penulis, penelitian ini
patut untuk dilakukan guna menambah wawasan dan khazanah keilmuan,
khususnya di bidang penafsiran Al-Qur’an.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dari
sebuah penelitian. Bahkan keberadaan metode tersebut akan membentuk
karakter keilmiahan dari penelitian, tentunya sesudah keberadaan objek,
45
Yayah Fajriyah Afandi, Penafsiran Ayat-Ayat Ketuhanan dalam Tafsîr al-
Kasysyâf karya Yayah Fajriyah Afandi, Tesis, Institut Ilmu Qur’an Jakarta, 2012, tidak
diterbitkan.
46
Salimudin, Qira’at dalam Kitab Tafsir (Kajian atas Ayat-Ayat Teologis dalam al-
Kasysyaf dan Mafatih Al-Ghaib, tesis, (Yogyakarta: 2016, Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga)
19

karena eksistensi metode dalam penelitian ini berfungsi sebagai jalan


bagaimana penelitian ini diselesaikan.47 Dalam melakukan penelitian
terhadap permasalahan di atas, penulis menggunakan metode penelitian
sebagai berikut:
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam jenis penelitian library
research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu rangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengkaji bahan penelitian.48 Dalam hal ini literatur yang menjadi kajian
utama adalah kitab al-Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzîl wa ‘Uyûn
al-Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl karya Zamakhsyari.
Sedangkan sifat penelitian ini adalah kualitatif karena tidak
menggunakan mekanisme statistika dan matematis untuk mengolah data.
Penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
subjek yang bersifat alamiah, deskriptif, dinamis dan berkembang. 49 Data
dihadapi dengan jalan menguraikan dan menganalisisnya dengan mekanisme
verstehen (memahami), dan bukan erlebnis (menjelaskan).
Metode yang penulis gunakan dalam mengkaji permasalahan ini
adalah analisis-kritis, yaitu dengan memaparkan data-data yang berkenaan
dengan ayat-ayat al-Ushûl al-Khamsah di dalam Kitab Tafsîr al-Kasysyâf
kemudian menganalisa dan mengkritisi penafsiran Zamakhsyari yang
dianggap melegitimasi pahamnya.

47
M. Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Untuk Pengembangan Studi Islam:
Perspektif Delapan Poin Sudut Telaah, Makalah dalam Workshop Metodologi Penelitian
Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah Metodologi Penelitian , diselenggarakan Pusat
Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 19 Februari 2004, hlm. 3
48
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), cet.I, h. 3
49
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta: Erlangga, 2009),
h. 24
20

Selanjutnya penulis juga menggunakan pendekatan penelitian studi


tokoh, yaitu dengan mengkaji riwayat hidup individu tokoh yang akan
dibahas, mengkaji pemikirannya, metode dan pandangannya, serta
kontribusinya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.50
2. Sumber Data
Untuk menghasilkan suatu karya ilmiah yang bisa
dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan sumber-sumber yang relevan
terkait penelitian ini. Sumber data tersebut terbagi dua, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Yang merupakan sumber data primer dari
penulisan tesis ini adalah Kitab al-Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-
Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh at-Ta’wîl karya Abu Qasim Mahmud bin
Umar bin Muhammad bin Ahmad az-Zamakhsyari yang akan penulis teliti.
Sedangkan untuk menunjang penulisan ini, digunakan beberapa
sumber sekunder. Karena pembahasan dalam penulisan adalah mengenai
Mu’tazilah, ilmu kalam dan al-Ushûl al-Khamsah, maka penulis juga akan
merujuk kepada kitab-kitab yang bermuatan ilmu kalam, Mu’tazilah, kitab-
kitab mengenai biografi Zamakhsyari, dan al-Ushûl al-Khamsah, seperti
Syarh al-Ushûl al-Khamsah karya Abdul Jabbar bin Ahmad, al-Mu’tazilah
wa Ushûluhum wa Mauqifu Ahlu as-Sunnah Minhâ karya ‘Awwâd bin
Abdullâh al-Mu’tiq, Târîkh al-Farqu al-Islâmiyyah karya Mahmud
Muhammad Mazru’ah, Adab al-Mu’tazilah ila Nihâyah al-Qarni ar-Râbi’ al-
Hijri karya Abdul Hakim Balba’, dan lain sebagainya. Selain itu untuk
mendukung serta menguatkan pendapat penulis tentang kritik, digunakan
juga kitab-kitab tafsir klasik dan tafsir kontemporer seperti Tafsîr Jamî’ al-
Bayân fî Ta’wîli Al-Qur’an karya Ibn Jarir ath-Thabari, Tafsîr Al-Qur’an al-

50
Abdul Mustaqim, Model Penelitian Tokoh (Dalam Teori dan Aplikasi), Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, No. 2, 2014, hlm. 263
21

‘Azhîm karya Ibnu Katsir, Tafsîr al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha
dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan tesis ini menggunakan
metode yang disebut dengan metode dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal atau variabel yang berupa tulisan atau karya monumental dari
seseorang, transkip, jurnal, buku, surat kabar, dan lain sebagainya. 51 Teknik
ini merupakan penelaahan dari referensi-referensi yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
4. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis isi (content
analysis). Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat referensi
datayang valid dan dapat diulang ke konteks aslinya. Peneliti
mengidentifikasi struktur dan pola umum teks, kemudian menyimpulkan
berdasarkan pola umum tersebut.52 Metode analisis ini merupakan suatu
teknik sistematik untuk menganalisis data secara objektif berdasarkan fakta-
fakta yang ditemukan oleh penulis dalam materi suatu buku.53 Selain itu,
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskripsi yang meliputi analisis
data pada masing-masing variabel dengan menggambarkan apa yang ada,
pendapat yang sedang tumbuh, prosedur yang ada yang sedang
berlangsung.54
Dalam membahas permasalahan, penelitian ini menggunakan teknis
analisis tematik (maudhu’i) dengan cara menghimpun ayat-ayat yang

51
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 329
52
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT. Indeks, 2012),
Cet. I, h. 70
53
Bagong Suyanto, dkk, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2005), h. 126
54
Sumarsih Anwar, Sikap Profesional Peneliti Agama, (Jakarta: Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama, 2008), h. 76
22

memiliki suatu makna dan tujuan dalam suatu tema tertentuuntuk kemudian
melakukan analisis terhadap isi kandungannya serta menjelaskan makna-
maknanya.55
Analisis data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan lalu
mencermati kemudian mengomentari dan mengkritisi penafsiran
Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat-ayat terkait dengan lima pokok doktrin
Mu’tazilah (al-Ushûl al-Khamsah). Penulis akan membandingkan pendapat
Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait dengan beberapa pendapat mufassirin
lain di dalam tafsirnya.
5. Langkah-Langkah Penelitian
Adapun dalam melakukan penelitian, penulis menentukan langkah-
langkahnya secara teoritis sebagai berikut:
a. Menentukan sub topik pembahasan.
b. Menyajikan point-point al-Ushûl al-Khamsah berdasarkan paham
Mu’tazilah
c. Mengumpulkan ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah
d. Menganalisis penafsiran Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait
e. Mengumpulkan penafsiran para jumhur mufassir terkait pembahasan,
f. Membandingkan penafsiran Zamakhsyari dengan penafsiran jumhur
mufassir, lalu mengkritik penafsiran Zamakhsyari yang bertolak
belakang dengan pendapat jumhur.
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
Mengenai teknik penulisan tesis, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Proposal, Tesis, dan Disertasi yang dikeluarkan oleh
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta tahun 2017.
Secara keseluruhan, tesis ini memuat lima bab yang saling berkaitan
dengan perincian dan sistematika sebagai berikut:

55
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), h. 114
23

Bab I berisi pendahuluan. Di dalamnya diuraikan pembahasan terkait


arah dan tujuan penulisan tesis yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kajian pustaka, dan metodologi penelitian yang
mencakup jenis dan pendekatan penelitian, sumber penelitian, metode
pengumpulan data, metode analisis data, dan langkah-langkah penelitian.
Dan poin terakhir bab ini dipaparkan tentang teknik dan sistematika
penulisannya. Bab ini sangat penting untuk mengetahui kerangka penulisan
dan akan menjadi acuan dalam penulisan bab selanjutnya.
Sementara itu, bab II membahas Diskursus al-Ushûl al-Khamsah
dalam Ideologi Mu’tazilah. Sub bab pertama mengkaji tentang Pengertian
al-Ushûl al-Khamsah menurut etimologi dan terminologi. Sub bab kedua
membahas Urgensi al-Ushûl al-Khamsah dalam Ideologi Mu’tazilah. Sub
bab III akan dipaparkan mengenai Proses terbentuknya al-Ushûl al-
Khamsah. Sementara sub bab terakhir akan dibahas tentang al-Ushûl al-
Khamsah dalam Al-Qur’an Perspektif Mu’tazilah. Ini dimaksudkan untuk
memberi pemahaman singkat sehingga membantu penulis untuk melakukan
kerja analisis di pembahasan selanjutnya.
Selanjutnya bab III, dalam bab ini disajikan biografi hidup
Zamakhsyari dan karyanya yaitu Tafsîr al-Kasysyâf. Sub bab pertama
membahas kehidupan Zamakhsyari dan karya-karyanya. Sedangkan sub bab
kedua memaparkan latar belakang penulisan kitab tafsirnya, corak dan
metode penafsiran serta penilaian ulama terhadap Zamakhsyari dan Tafsîr
al-Kasysyâf.
Adapun bab IV berisi tentang ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah,
penafsiran Zamakhsyari, analisis serta kritik dengan menggunakan
argument-argument dari para ulama tafsir. Selanjutnya untuk mempermudah
kerja analisis, terlebih dahulu menampilkan data dari beberapa tafsir-tafsir
24

lain kemudian akan dikomparasikan dengan penafsiran Zamakhsyari


sehingga akan nampak perbedaan-perbedaan pendapat antara Zamakhsyari
dan jumhur ulama dalam ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah. Untuk
mempermudah pembahasan, akan dibagi menjadi lima subbab berdasarkan
urutan al-Ushûl al-Khamsah. Subbab pertama mengkaji tentang masalah
tauhid, yaitu mengenai ru’yatullah, penafsiran Zamakhsyari terhadap ayat-
ayat terkait ru’yatullah serta argumentasi dan kritik dari para jumhur
mufassir. Begitu seterusnya hingga sub bab akhir sampai selesai lima point
al-Ushûl al-Khamsah berdasarkan urutannya.
Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan. Kesimpulan
tersebut merupakan hasil akhir dari penelitian yang dilakukan terhadap
masalah-masalah yang telah diuraikan di bab sebelumnya. Selain itu, ditulis
juga saran-saran sebagai pijakan sementara untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dan mendalam terkait objek masalah yang dikaji. Di akhir penulisan,
dicantumkan pula daftar pustaka yang memuat referensi-referensi yang
penulis gunakan dalam melakukan penelitian sebagai bukti kevalidan
pembahasan yang dikaji.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan serta analisis berbagai data pada bab-bab


sebelumnya, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam menafsirkan ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah Zamakhsyari
menggunakan dalil-dalil naqli, baik yang bersumber dari ayat Al-Qur’an,
hadits Nabi, perkataan para sahabat, pendapat para ulama dan riwayat-
riwayat lain. Selain itu, ia juga menggunakan ijtihadnya dalam
menafsirkan ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah, baik perihal konten
ayat maupun analisis bahasa.
2. Dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat terkait al-Ushûl al-Khamsah,
Zamakhsyari memperlihatkan unsur i’tizali di dalamnya. Misalnya dalam
penafsiran terhadap ayat-ayat ru’yatullah, keadilan, syafaat Nabi dan
pelaku dosa besar. Zamakhsyari tidak sepenuhnya menuangkan ide-ide
Mu’tazilah di dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat terkait al-Ushûl al-
Khamsah, sebab ada beberapa bagian dimana al-Kasysyâf dan Mu’tazilah
berbeda pendapat mengenai beberapa hal tertentu misalnya dalam
masalah tata cara melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Dalam
persoalan ini, Zamakhsyari nampak bersikap lembut sebagaimana sikap
Ahlu as-Sunnah, sementara Mu’tazilah sendiri meskipun ingin berusaha
bersikap sama, namun sejarah Mu’tazilah pernah mencatat tragedi buruk
dalam praktik amar makruf dan nahi mungkar dengan terjadinya peristiwa
al-Mihnah pada masa kekhalifahan al-Ma’mun.

135
136

B. Saran

Penelitian ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan


dikarenakan minimnya pengetahuan penulis sehingga sangat perlu
dikembangkan kembali. Beberapa penelitian yang masih mungkin dilakukan
terkait penelitian ini yaitu memfokuskan kajian pada satu diantara lima
pembahasan dalam al-Ushûl al-Khamsah. Hal ini untuk memberi pemaparan
lebih mendalam dan lebar dari berbagai sudut pandang mengenai sebuah
tema baik dari dalam maupun luar Mu’tazilah.
Banyaknya analisis bahasa yang dituangkan Zamakhsyari dalam al-
Kasysyâf juga bisa menjadi bahan pengkajian. Selain itu, kajian terhadap
fikih atau qira’at juga sangat memungkinkan untuk dikembangkan
mengingat di beberapa tempat dalam tafsirnya Zamakhsyari menyinggung
perihal dua persoalan tersebut. Demikian pula, para pembaca juga dapat
melakukan studi kritik lainnya baik itu tentang metode kritik sejarah, kritik
sastra, hermeneutika, kritik al-inhirâf dan kritik ad-Dakhil.
Atas banyaknya kekurangan, terakhir penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk kebaikan di masa berikutnya.
137

Lampiran Tabel Ayat-Ayat Terkait Al-Ushûl Al-Khamsah

No Topik Masalah Nama Surat & Ayat


1. At-Tauhîd Ru’yatullah a. Al-Baqarah: 55
(Mengesakan  
 
Tuhan)  
 
 



 
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata:
“Hai Musa, kami tidak akan beriman
kepadamu sebelum kami melihat Allah
dengan terang, karena itu kamu disambar
halilintar, sedang kamu
menyaksikannya.”

b. An-Nisâ’:153


 


 
 
 

 


 



138

 
 
 
 


 
 



 
“Ahli kitab meminta kepadamu agar kamu
menurunkan kepada mereka sebuah Kitab
dari langit. Maka sesungguhnya mereka
telah meminta kepada Musa yang lebih
besar dari itu. mereka berkata:
"Perlihatkanlah Allah kepada Kami
dengan nyata". Maka mereka disambar
petir karena kezalimannya, dan mereka
menyembah anak sapi, sesudah datang
kepada mereka bukti-bukti yang nyata,
lalu Kami ma'afkan (mereka) dari yang
demikian. dan telah Kami berikan kepada
Musa keterangan yang nyata”

c. Al-A’râf: 143
 



 
 
 
  


139

 

 

 
  


 
 
 
 
 
 
 


“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat
dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman
(langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri
Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". Tuhan berfirman:
"Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-
Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia
tetap di tempatnya (sebagai sediakala)
niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala
Tuhannya menampakkan diri kepada
gunung itu, dijadikannya gunung itu
hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.
Maka setelah Musa sadar kembali, Dia
berkata: "Maha suci Engkau, aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang
yang pertama-tama beriman".

d. Al-An’âm: 103
 

140

 
 




“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan. Dan Dialah yang Maha
Halus lagi Maha Mengetahui.”

e. Al-Qiyâmah: 22-23


 
 
 
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin)
pada hari itu berseri-seri.”

f. Asy-Syûrâ: 51
 
 
 
  
 
 
 

 
 
 
 
“Dan tidak mungkin bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan Dia kecuali dengan perantaraan
wahyu atau dibelakang tabir atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
141

apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya


Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

g. Al-Kahf: 110
 
 

 


  
 




 
 


 
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini
manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa
Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya.”

h. Yûnus: 26



 
 
142


   


 
 
 
“Bagi orang-orang yang berbuat baik,
ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya. Dan muka mereka tidak
ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga,
mereka kekal di dalamnya.”

2. Al-‘Adl Kebebasan a. Âli Imrân: 8


(Keadilan) Berkehend
  
ak dan 
Berbuat  

  

  



“(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan hati kami
condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau, karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”

b. Al-Mâ’idah: 41
 
 

143


 
 




 
 
 
 




 
 

 

 
 

 
 

 
 
 
 
  
 

 
  

 
144

 

  
 
 

“Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu
disedihkan oleh orang-orang yang
bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang
yang mengatakan dengan mulut
mereka:"Kami telah beriman", Padahal
hati mereka belum beriman; dan (juga) di
antara orang-orang Yahudi. (orang-orang
Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-
berita) bohong dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang
belum pernah datang kepadamu. Mereka
merubah perkataan-perkataan (Taurat)
dari tempat-tempatnya. Mereka
mengatakan: "Jika diberikan ini (yang
sudah di robah-robah oleh mereka)
kepada kamu, maka terimalah, dan jika
kamu diberi yang bukan ini maka hati-
hatilah". Barangsiapa yang Allah
menghendaki kesesatannya, maka sekali-
kali kamu tidak akan mampu menolak
sesuatupun (yang datang) daripada Allah.
Mereka itu adalah orang-orang yang
Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. mereka beroleh kehinaan di
dunia dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar.”

c. Al-An’âm: 39



  
 
145

  


 
 
 
 
“Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan
berada dalam gelap gulita. Barangsiapa
yang dikehendaki Allah (kesesatannya),
niscaya disesatkan-Nya. Dan Barangsiapa
yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya
petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya
berada di atas jalan yang lurus.”

3. Al-Wa’du wa Syafa’at a. Al-Zalzalah: 7-8


Al-Wa’îd  
 
(Janji dan  
Ancaman)  
 
 
 
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya pula.”

b. Az-Zumar: 53
 




 
 
  
 
146



 
 

 
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku
yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus
asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

c. Âli Imrân: 90-91


 





 





 



 
  

 
 

 
147


 
 
 
 
“Sesungguhnya orang-orang kafir
sesudah beriman, kemudian bertambah
kekafirannya, sekali-kali tidak akan
diterima taubatnya; dan mereka Itulah
orang-orang yang sesat. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan mati sedang
mereka tetap dalam kekafirannya, maka
tidaklah akan diterima dari seseorang
diantara mereka emas sepenuh bumi,
walaupun Dia menebus diri dengan emas
(yang sebanyak) itu. bagi mereka Itulah
siksa yang pedih dan sekali-kali mereka
tidak memperoleh penolong.”

d. An-Nisâ’: 10
 



 
 

 

 
“Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api
sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka).”

e. Yûnus: 7-8
  

148







 
 
 


 

 
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak
mengharapkan (tidak percaya akan)
pertemuan dengan Kami, dan merasa
puas dengan kehidupan dunia serta
merasa tenteram dengan kehidupan itu
dan orang-orang yang melalaikan ayat-
ayat Kami. Mereka itu tempatnya ialah
neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan.”

f. Al-Baqarah: 25





 
 
 
 


 

 
149

 

 
 


 
 

 
 
 
“Dan sampaikanlah berita gembira
kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan
surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki
buah-buahan dalam surga-surga itu,
mereka mengatakan : "Inilah yang pernah
diberikan kepada Kami dahulu." mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri
yang suci dan mereka kekal di
dalamnya.”

4. Al- Pelaku a. An-Nisâ’: 31


Manzilah Dosa Besar 

baina Al-  
Manzilatai  
n  

(Keduduka 
n diantara 
Dua  
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di
Tempat) antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu
150

yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke


tempat yang mulia (surga).”

b. An-Nisa’: 93
 




 
 


 

 
“Dan barangsiapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah jahannam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya,
dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya.”

c. An-Nisâ’: 48
  
 
 
 
 
  
 
 

 

“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-
151

Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan


Allah, Maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar.

d. Asy-Syûrâ: 37





  
 
 
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-
perbuatan keji, dan apabila mereka marah
mereka memberi maaf.

e. An-Najm: 31-32
  

 




 




 




   
 

152


  
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa
yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi supaya Dia memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat jahat
terhadap apa yang telah mereka kerjakan
dan memberi balasan kepada orang-
orang yang berbuat baik dengan pahala
yang lebih baik (syurga). (Yaitu) orang-
orang yang menjauhi dosa-dosa besar
dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan
Dia lebih mengetahui (tentang
keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu
dari tanah dan ketika kamu masih janin
dalam perut ibumu. Maka janganlah
kamu mengatakan dirimu suci. Dialah
yang paling mengetahui tentang orang
yang bertakwa.”

f. Al-Anfâl: 38
 
 

 
  
 
153

 



“Katakanlah kepada orang-orang yang
kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan
mengampuni mereka tentang dosa-dosa
mereka yang sudah lalu; dan jika mereka
kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku
(kepada mereka) sunnah (Allah terhadap)
orang-orang dahulu .”

5. Amr Ma’ruf Amr a. Âli Imrân: 104


dan Nahi Ma’ruf dan  
 
Munkar Nahi  
Munkar 

 
 
 



“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung.”

b. Âli Imrân: 110


 





 
154

 

  
 

 
  




“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”

c. Luqmân: 17
 



  


 
 
  
 

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
155

hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

d. An-Nisâ’: 114
  
 
 
 
 
 
 
  
 

 
 

 
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di
antara manusia. dan Barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari
keredhaan Allah, Maka kelak Kami
memberi kepadanya pahala yang besar.”
e. Al-Mâ’idah: 78-79


 


 

 
  
 

156

 
 

 
 
 



“Telah dilaknati orang-orang kafir dari
Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putera Maryam. Yang demikian itu,
disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. Mereka satu sama lain
selalu tidak melarang tindakan munkar
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat
itu.”
157

DAFTAR PUSTAKA

A. Ilyas, dan Edward E. Ilyas, Kamus Ilyas al-‘Ashri Arab- Inggris, Beirut:
Darul Jiil, 1982

Abbas, Sirajuddun, I’tiqâd Ahlussunnah Wal Jamâ’ah, Jakarta: Pustaka


Tarbiyah 2001

Abduh, Muhammad, Risalah Tauhid, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1997

Abdullah, M. Amin, Metodologi Penelitian Untuk Pengembangan Studi


Islam: Perspektif Delapan Poin Sudut Telaah, Makalah dalam
Workshop Metodologi Penelitian Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah
Metodologi Penelitian , diselenggarakan Pusat Penelitian IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 19 Februari 2004

Abdullah, Mawardi, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Abu Musa, Muhammad, al-Balâghah al-Qur’âniyah fi Tafsir az-Zamakhsyari


wa Atsaruhâ fi ad-Dirâsat al-Balaghiyah, Kairo: Maktabah Wahbah,
1988, cet. II

Abu Syahbah, Muhammad Ibn Muhammad, Israiliyyat & Hadis-Hadis Palsu


Tafsir Al-Qur’an, terj.Mujahidin Muhayan dkk. Jawa Barat: Keira
Publishing, 2014

Abu Zahrah, Muhammad, Târikh al-Madzâhib al-Islâmiyah, Kairo: Dar al-


Fikr al-Araby, 2009

Ad-Darimi, Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin fadhl, Sunan ad-
Dârimi, Arab Saudi: Darul Mughni, 2000

Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, at-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Dar al-


Hadits, 2005

Afandi, Akhmad Jazuli, Implementasi Konsep Amar Ma’ruf Nahy Munkar


Qadi ‘Abd al-Jabbar al-Hamdani dalam Kitab Syarh al-Ushul Al-
Khamsah, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 4, No.
1, Juni 2014
158

Afandi, Yayah Fajriyah, Penafsiran Ayat-Ayat Ketuhanan dalam Tafsir al-


Kasysyâf karya Yayah Fajriyah Afandi, Tesis, Institut Ilmu Qur’an
Jakarta, 2012

Ahmad Abi al-Husain bin Faris bin Zakariyya, Mu’jam Maqâyis al-Lughah,
(al-Arabiyah: Dae al-Fikr, 1979)

Ahmad, Abdul Jabbar, Syarh al-Ushûl al-Khamsah, Kairo: Maktab Wahbah,


1965

Ahmad bin Nashir Muhammad Ali Hamid, Ru’yatullah wa Tahqiq al-Kalâm


fihâ, (al-Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qurâ’, 1991)

Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006

Al-Ajurri, Abu Bakr Muhammad bin Husein, asy-Syarî’ah li al-Ajurri,


Riyadh: Dar al-Wathan, 1999

Al-Alusi, Syihabuddin Mahmud bin Abdullah, Ruhul Ma’âni fî Tafsîr Al-


Qur’an al-Azhîm wa as-Sab’i al-Matsâni, Beirut: Dar Kutub, 1415 H

Al-Asfarayini, Abi al-Muzaffar, at-Tabshîr fi ad-Dîn, Mesir: Maktabah al-


Khaniji, 1955 M

Al-Asy’ari, Abul Hasan Isma’il, Maqâlat Islamiyyîn Wa Ikhtilâf al-Mushallîn,


Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Araby

Al-Asy'ari, Abu Al-Hasan Ali ibn Isma’il, al-Ibânât ‘an Ushul ad-Diyanat,
Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi,1985

Al-Awary, Abdul Fatah Abdul Ghani Muhammad Ibrahim, Raudhatu at-


Thâlibîn fî Manâhij al-Mufassirîn, Kairo: Maktabah al-Iman, 2015

Al-Baghawi, Abu Muhammad Husein bin Mas’ud, Syarhu Sunnah,

Al-Baghdâdi, Abdul Qâhir bin Thâhir, al-Farqu bain al-Firâq, Mesir, 1037 H

Al-Bukhari, Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il, Shahih al-Bukhari,


Damsyik: Darun Najah, 1422

Al-Fairuz Abadi, Muhammad bin Ya’qub, Kamus al-Muhith, Beirut:


Mu’assah ar-Risalah, 2003, Cet ke VII
159

Al-Farmawi, Abd Al-Hayyi, al-Bidâyahh fî at-Tafsîr al-Maudh’i, Dirasah


Manhajiyyah Maudhuiyah

Al-Ghurabi, Ali Musthafa, Târîkh al-Firaq al-Islamiyah Kairo: Matba'at


Muhammad Ali Sabih, 1995

Al-Hifzi, Abdul Latif bin Abdul Qadir, Ta’tsîr Mu’tazilah fi al-Khawârij wa


asy-Syi’ah, Jeddah: Dâr al-Andalus al-Khadhra’, 2000 M, Cet. I

Al-Hufi, Ahmad Muhammad, az-Zamakhsyari, Cairo: Daar al-Fikr al-Arabi,


1966

Ali, Atabik dan Mudhor, Ahmad Zuhdi, Kamus al-‘Ashri, Yogyakarta:


Multikarya Grafika, 1998

Al-Jauzi, Muhammad, Zâdu al-Masîr fi ‘Ilmi at-Tafsîr, Beirut: Dar al-Kitab,


1422 H

Al-Juwaini, Mushthafa As-Sawi, Manhaj az-Zamakhsyari fî Tafsîr Al-Qur’an


al-Karim wa Bayan I’jâzihi, Mesir: Dar al-Ma’arif, Cet. Ke 2

Al-Khaluti, Musthafa bin Ismail, Rûhul Bayân, Beirut: Darul Fikr

Al-Mu’tiq, ‘Awwâd bin Abdullâh, al-Mu’tazilah wa Ushûluhum wa Mauqifu


ahlu as-Sunnah Minhâ, Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 1995), Cet. II

Al-Munawwar, Said Agil Hussein, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan


Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002

Al-Munir, Ibnu, al-Masâil al-I’tizâliyyah fi Tafsir al-Kasysyâf li az-


Zamakhsyari fi Dhau’i mâ Warada fi Kitâb al-Intishâf, Arab Saudi:
Darul Andalus 1998

Al-Qasimi, Jamaluddin, Târikh al-Jahmiyyah wa al-Mu’tazilah, Beirut:


Mu’assasah ar-Risalah, 1979

Al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur'an, terj. Muzakkir AS,


Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2000

Al-Qurthubi, Ahmad Abu Abdillah Muhammad, al-Jamî’u li Ahkâmi Al-


Qur’an, Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1964
160

Amin, Ahmad, Dhuha Al-Islam, Kairo: Maktabah Nahdhah al-Mishriyyah

Anis, Ibrahim, dkk, al-Mu‘jam al-Wasîth, (Kairo: 1960), Vol. 1

An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj Abu Hasan al-Qusyairi, Shahîh Muslim,


Beirut: Dar Ihya at-Turâts

An-Nasyr, ‘Ali Sami, Nasy’at al-Fikr al-Falsafi, Kairo: Daral Ma‘arif, 1981

Anshori, Studi Kritis Tafsir al-Kasysyâf, dalam Sosio-Religia, Vol. 8, No. 3,


Mei 2009

Anwar, Sumarsih, Sikap Profesional Peneliti Agama, Jakarta: Balai Penelitian


dan Pengembangan Agama, 2008

Arfian Darmansyah, ad-Dakhil dalam Tafsir az-Zamakhsyari, Tesis, UIN


Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016

Ar-Razi, Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Hasan, at-Tafsîr al-Kabîr,
Beirut: Dar Ihya At-Turats, 1420 H

Ash-Shabuni, Ali, Muhammad, Studi Ilmu Al-Qur’an, ter. Aminuddin,


Bandung: Pustaka Setia, 1998

Ash-Shiddieqi, Hasbi, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000

As-Salafi, Abdul Halim bin Muhammad Nashashar, Pesona Surga Jakarta:


Pustka Imam Asy-Syafi’I, 2010

As-Suyuthi, Jalaluddin, Thabaqât al-Mufassirin, Kairo:Dar Al-Kutub Al-


Ilmiyyah

Asy-Syirazi, Murtadha Ayatullah Zadah, az-Zamakhsyari Lughawiyyan wa


Mufassiran, Kairo: Daar al-Tsaqafah, 1977

Ath-Thabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir ath-Thabari, Kairo:


Darussalam

At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa, Sunan at-Tirmidzi,
Beirut: Darul Ghurabi Al-Islami, 1998
161

At-Tusi, Syeikh, tt-Tibyân fî Tafsir Al-Qur’an, Teheran: Dar al-Malik

Aziz Haji, Abdul, Tafsir Ayat Aqidah: Isti’rad Syamil li Madzhabil Mufassirin
fi Al-Aqidah,
Az-Zamakhsyari, Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad,
al-Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqâwil fi
Wujuh at-Ta’wil, Kairo: Maktabah Mishr, 2010

Az-Zawi, At-Tahir Ahmad, Tartîb al-Qâmûs al-Muhîth ‘ala Tarîqat al-


Misbâh al-Munîr wa Asâs al-Balâghah, (Riyad: Dâr Alam al-Kutub,
1996), Vol. 1

Az-Zurqany, Muhammad Abdul Adzim, Manâhil al-Irfân fi Ulum Al-Quran,


Kairo: Darussalam, 2015

Badan Litbang dan Kementerian RI, Vol. I, No. I Jakarta: Suhuf, Jurnal Kajian
Al-Qur’an dan Kebudayaan, 2011

Badir’un,Faishal, ‘Ilm al-Kalam wa Madarisuhu, Mesir: Maktabah al-


Mishriyyah al-Haditsah, 1982

Balba, ’Abdul Hakim, Adab al-Mu’tazilah ila Nihâyah al-Qarni ar-Râbi’ al-
Hijri, Mesir: Dâr Nahdhad, Cet. III

Choiron, A. Marzuki, Kiamat Surga dan Neraka, Ygyakarta: Mitra Pustaka,


1997

Daud, Abu Sulaiman bin Asy’ats bin Ishaq, Sunan Abi Daud, Beirut: al-
Maktabah Al-‘Ashriyyah, 2000

Dayyab, Abdul Majid, Rabi’ al-Abrâr liz-Zamakhsyari, Cairo: Al-Hay’ah al-


Mishriyyah li al-Kuttab, Markaz Tahqiq at-Turast, 1992

Effendi, Satria MZ., Arbitrase dalam Islam: Mimbar Hukum No. 16 Tahun V,
Jakarta: al-Hikmah, 1994

Elvina, Iin Tri Yuli, Konsep Perbuatan Manusia dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif Tafsir Al-Kasysyaf dengan Tafsir Mafatih Al-Ghaib,
Tesis, Institut Ilmu Qur’an Jakarta, 2016
162

Gharib, Fathi, Raudhah al-Bahitsin fi Manahij al-Mufassirin, Kairo: Azhar


Press, 2002

Gibb, H.A.R. dan Shorter, JH. Kramers, Encyclopaedia of Islam, Leiden: Ej.
Brill

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2003

Hanafi, Ahmad, Teologi Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang 2006

Hanbali, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad, Musnad al-Imam Ahmad bin
Hanbal, Muassah Ar-Risalah, 2001

Hatta, Mawardy, Aliran-Aliran Kalam/Teologi Dalam Sejarah Pemikiran


Islam, Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2016

Hijazi, Mushthafa, Mu’jam al-Wajîz, Beirut: Majma’ al-Lughah al-Arabiyah

Humaira, Dara, Nisa, Khairun, Unsur I’tizali dalam Tafsir al-Kasysyaf


(Kajian Kritis Metodologi Zamakhsyari), dalam Jurnal Maghza, vol 1
no. 1 Januari-Juni 2016

Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta: Erlangga,


2009

Irham, Masturi, Zuhdi, Muhammad Abidun, Fath, Khalifurrahman,


Ensiklopedia Aliran dan Mazhab di Dunia Islam, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar 2015

Izzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2011

Karim, Abi Al-Fath Muhammad Abdul, Milal wa Nihal, Beirut: dar fikr, 2005

Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim, Kairo: Dar Al-Hadits

Khallikan, Ibn, Wafayat al-A’yun wa Anba’ Abnauz Zaman, Dar ats-Tsaqafah,


681 H

Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Al-Qur’an: Realitas Sosial dan Limbo Sejarah


(Sebuah Refleksi), Bandung: Pustaka Press, 1995
163

Mahmud, Mani’ Abdul Halim, Metodelogi Tafsir, Kajian Komprehensif


Metode Para Ahli Tafsir, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2006

Majah, Ibnu Abu Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Beirut:
Darul Ihya

Matondang, A. Ya’kub, Tafsir Ayat-Ayat Kalam Menurut al-Qadhi Abdul


Jabbar, Jakarta: Bulan Bintang, 1989

Mazru’ah, Mahmud Muhammad, Târîkh al-Farqu Al-Islâmiyyah, Mesir: Dârul


Manâr, 1991, Cet. I

Muhammad, Abû al-Fadl Jamal Ad-Din, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Fikr,
1990

Muhibbin, Zainul, Amr Ma’rûf Nahy Munkar Mu’tazilah dalam Perspektif


Zamakhsarî, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 2,
No. 1 Juni 2012

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Penerbit Pustaka


Progresif, 2002

Muniron, Ilmu Kalam: Sejarah, Metode, Ajaran dan Analisis Perbandingan


Jember: STAIN Jember Press, 2015

Muntohar, Ahmad, Teologi Islam: Konsep Iman antara Mu’tazilah dan


Asy’ariyah, Yogyakarta: Teras Press, 2008

Musa, Yusuf Muhammad, al-Quran dan Filsafat, terj. M. Thalib,


(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991)

Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran


Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-
Kontemporer, Yogyakarta: Adab Press, 2014

─────────, Model Penelitian Tokoh (Dalam Teori dan Aplikasi), Jurnal


Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, No. 2, 2014
Nasir, Sahilun A., Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, Jakrta: Raja Grafindo Persada: 2010

Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Pers, 1986
164

─────────, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa dan


Perbandingan, Jakarta: UI Press 1986

Patton, Walter M., Ahmad ibn Hanbal and al-Mihnah, Leiden: Ej. Brill,

Rahman, Taufik, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013

Rasyid Ridha, Muhammad, Tafsir al-Manâr, Kairo: Maktabah Taufiqiyyah

Rozak, Abdul, Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2016,
Cet. V

Rusli, Ris’an, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-Tokohnya,


Jakarta: Prenadamedia Group, 2015

Sabiq, Sayyid, Al-‘Aqâid al-Islamiyyah, Beirut: Darul Kitab al-‘Araby

Saladin, Bustami, Pro dan Kontra Penafsiran Zamakhsyari tentang Teologi


Mu’tazilah dalam Tafsir al-Kasysyaf, dalam al-Ihkam, Vol.V No.1
Jun i 2010

─────────, Penafsiran Zamakhsyari tentang Ayat-Ayat Kalam dalam


Tafsir al-Kasysyâf, Tesis, Institut Ilmu Qur’an Jakarta, 2003
Salimudin, Qira’at dalam Kitab Tafsir (Kajian atas Ayat-Ayat Teologis dalam
al-Kasysyâf dan Mafâtih al-Ghaib, tesis, Yogyakarta: 2016, Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, Jakarta: PT. Indeks,


2012, Cet. I

Shihab, M. Quraish Vol. XIII, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, Ciputat: Lentera Hati, 2012

─────────, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan,


Bandung: Mizan Press, 2008
─────────, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994
165

─────────, Study Kritis Tafsir al-Manar, Bandung: Pustaka Hidayah,


1994
Subhi, Ahmad Mahmud, Fi ‘Ilm al-Kalam: Dirasah Falsafiyah li Ara’ al-
Firâq al-Islâmiyah fi Ushul ad-Din, Kairo: Mu’assasah ats-Tsaqafah
al-Jami‘ah, 1982
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2014

Supriyadi, Dedi, Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru, Bandung:


CV. Pustaka Setia, 2008

Suyanto, Bagong, dkk, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif


Pendekatan, Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2005

Taimiyah, Ibnu, Majmu’ al-Fatawa, Arab Saudi: Maktabah al-Ubaikan

Thahhan, Abu Hafs Mahmud bin Ahmad bin Mahmud, Taisir Mushthalah al-
Hadits, Maktabah al-Ma’arif, 2004

Tim Kashiko, Kamus al-Munir Arab-Indonesia, Surabaya: Kashiko, 2000

Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, Ensiklopedi Aliran dan Mazhab

Yahya bin Murtadha, Ahmad, al-Maniyyah wa al-Amalu, Beirut: Haidar


Abadi 1902 M

Yusuf, Muhammad dkk, Studi Kitab Tafsir: Menyuarakan Teks yang Bisu,
Yogyakarta: Penerbit Teras 2004

Yusuf, Yunan, Alam Pemikiran Islam, Pemikiran Kalam, Jakarta:


Prenadamedia Group,2016, Cet. II

Zarkasyi, Amal Fathullah, Dhat dan Sifat Tuhan Dalam Konsep Tauhid
Mu’tazilah, dalam Jurnal Islamica, Vol. 5, No. 1, September 2010

Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 2008, Cet.I

Anda mungkin juga menyukai