Anda di halaman 1dari 134

SKRIPSI

RISIKO PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT


(KUR) PERTANIAN DI BANK BRI KABUPATEN
SOPPENG

Disusun dan diajukan oleh


ANDI ANGGERENI
B111 16 003

PEMINATAN HUKUM EKONOMI DAN BISNIS


DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN JUDUL

RISIKO PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PERTANIAN


DI BANK BRI KABUPATEN SOPPENG

OLEH

ANDI ANGGERENI

B11116003

SKRIPSI

Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Pada


Depertemen Hukum Keperdataan Program Studi Ilmu Hukum

PEMINATAN HUKUM EKONOMI DAN BISNIS


DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

RISIKO PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PERTANIAN

DI BANK BRI KABUPATEN SOPPENG

Disusun dan diajukan oleh

ANDI ANGGERENI
B111 16 003

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian yang dibentuk dalam rangka


Penyelesaian Studi Program Sarjana Departemen Hukum Keperdataan
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
pada tanggal 2 September 2021.
dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.Hum., M.Si. Dr. Marwah, S.H., M.H.
NIP.19600621 198601 2 001 NIP.19830423 200801 2 006

Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Hukum

Dr. Maskun, S.H., LL. M.


NIP. 19761129 199903 1 005

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa Skripsi mahasiswa:

Nama : Andi Anggereni

Nomor Induk Mahasiswa : B111 16 003

Peminatan : Hukum Ekonomi dan Bisnis

Departemen : Hukum Keperdataan

Judul : Risiko Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)


Pertanian Di Bank BRI Kabupaten Soppeng.

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan pada ujian skripsi.

Makassar, 23 Agustus 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.Hum., M.Si. Dr. Marwah, S.H., M.H.
NIP.19600621 198601 2 001 NIP.19830423 200801 2 006

iii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,
RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS HUKUM
Jln. Perintis Kemerdekaan KM.10 Kota Makassar 90245, Propinsi Sulawesi Selatan
Telp : (0411) 587219,546686, Website: https://lawfaculty.unhas.ac.id

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI


Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : ANDI ANGGERENI


NIM : B11116003
Program Studi : Ilmu Hukum
Departemen : Hukum Keperdataan
Judul Skripsi : Risiko Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank
BRI Kabupaten Soppeng

Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.

Makassar, Agustus 2021

iv
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Andi Anggereni

NIM : B111 16 003

Program Studi : Ilmu Hukum

Jenjang : S1

Menyatakan dengan ini bahwa Skripsi dengan judul Risiko Penyaluran

Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng

adalah karya saya sendiri dan tidak melanggar hak cipta pihak lain. Apabila

dikemudian hari Skripsi karya saya ini terbukti bahwa sebagian atau

keseluruhannya adalah hasil karya orang lain yang saya pergunakan

dengan cara melanggar hak cipta pihak lain, maka saya bersedia menerima

sanksi.

Makassar, September 2021


Yang Menyatakan

Andi Anggereni

v
ABSTRAK

ANDI ANGGERENI (B111 16 003) dengan judul “Risiko Penyaluran


Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian Di Bank BRI Kabupaten
Soppeng”. Dibawah bimbingan Nurfaidah Said sebagai (Pembimbing
Utama) dan Marwah sebagai (Pembimbing Pendamping).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian
dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI
Kabupaten Soppeng dan untuk mengetahui prosedur upaya hukum
penyelesaian kredit macet Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank
BRI Kabupaten Soppeng.
Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan menggunakan teknik
pengumpulan data melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu Manajer
Marketing Bank BRI Kabupaten Soppeng dan Petani yang berada di lokasi
Bank BRI Unit Pajalesan, Unit Ompo, Unit Lalabata Rilau, Unit Takalala,
dan Unit Batu-Batu. Data yang diperoleh dari hasil wawancara kemudian
dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif.
Adapun hasil penelitian ini yaitu, 1) Pelaksanaan prinsip kehati-hatian di
Bank BRI Kabupaten Soppeng dilakukan dengan menggunakan prinsip 5C
dan prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer). Pada proses
pemberian KUR Pertanian, bank terlebih dahulu akan memeriksa data
debitor melalui SLIK, kemudian, memeriksa letak dan lokasi lahan debitor
untuk dijadikan bahan pertimbangan oleh pimpinan cabang. Selanjutnya,
pemberian dana untuk KUR Pertanian tergantung dari hasil survei petugas,
sehingga tidak semua debitor mendapatkan jumlah yang sama. 2) Prosedur
upaya penyelesaian kredit macet yang dilakukan bank sebelum berlanjut
pada lembaga pengadilan adalah pertama, mendatangi rumah debitor
untuk mencari solusi. Kedua, memberikan solusi kredit 3R dengan melihat
character debitor terlebih dahulu. Ketiga, memberikan keringanan bunga.
Keempat, memberikan modal kembali. Setelah melakukan upaya tersebut
namun debitor tetap tidak mau membayar maka selanjutnya bank
memberikan peringatan. Berikutnya apabila debitor tidak mempunya iktikad
baik maka bank akan melakukan gugatan sederhana ke pengadilan negeri.

Kata Kunci: KUR Pertanian, Prinsip Kehati-hatian, Kredit Macet, Prosedur


Penyelesaian.

vi
KATA PENGATAR

Bismillahirahmanirahim.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat

Allah SWT karena atas limpahan karunia, hidayah serta petunjuknya

sehingga penulis bisa sampai pada tahap sekarang ini. Tidak lupa pula

shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Baginda Rasulullah

Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi ummat di alam semesta. Pada

kesempatan ini, penulis tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur dan

alhamdulillah karena atas kerja keras, kegigihan dan semangat pantang

menyerah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Risiko Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI

Kabupaten Soppeng” yang merupakan tugas akhir atau syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya tekad yang bulat dan

dorongan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan tugas

akhir ini dengan rasa semangat dan percaya diri. Selain itu, penulis juga

ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini,

karena tanpa adanya dukungan, baik dalam bentuk motivasi, saran, dan

vii
kritikan untuk penulis sehingga penulis tidak akan bisa melewati tahap ini,

untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M. A., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Muh. Restu, MP., selaku Wakil Rektor Bidang

Akademik Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Sumbangan Baja, M. Phil,

Ph. D., selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan

Infrastruktur Universitas Hasanuddin, dan Prof. Dr. drg. A. Arsunan

Arsin, M. Kes., selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni

Universitas Hasanuddin, serta Prof. dr. Muh. Nasrum Massi, Ph. D.,

selaku Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kemitraan Universitas

Hasanuddin.

2. Prof. Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., Wakil

Dekan Bidang Akademik, Riset dan Inovasi Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin, dan Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., selaku Wakil

Dekan Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sumber Daya Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, serta Dr. Muh. Hasrul, S.H., M.H.,

selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Dr. Maskun, S.H., LL. M., selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

4. Dr. Winner Sitorus, S.H., LL. M., selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

viii
5. Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H., selaku Penasehat Akademik (PA)

penulis pada masa perkuliahan.

6. Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.Hum., M.Si., selaku Pembimbing Utama dan

Dr. Marwah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Pendamping yang dengan

sabar dan ikhlas membimbing, memberikan arahan serta saran kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga

ketulusan hati dalam menjalankan kewajiban mulia Ibu, senantiasa

bernilai pahala dan ibadah serta selalu berada dalam lindungan Allah

SWT.

7. Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., dan Dr. Aulia Rifai, S.H., M.H.,

selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran serta kritikan

untuk penulis dalam upaya penyempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin, selaku pihak yang berperang penting dalam memberi ilmu

selama proses perkuliahan.

9. Seluruh Staf Akademik, dan Pegawai Perpustakaan Fakultas dan Pusat

yang memberikan banyak bantuan dan kemudahan untuk penulis

selama masa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

10. Pimpinan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang

Soppeng beserta jajarannya yang telah memberikan izin kepada Penulis

dalam melakukan penelitian.

11. Petani Penerima KUR Pertanian atas keterbukaannya dalam

memberikan informasi kepada penulis.

ix
12. Kedua orang tua tercinta yakni Andi Gustan dan Wahida, terima kasih

yang tak terhingga untuk segala cinta, kasih sayang dan ketulusan hati

dalam membesarkan, mendidik, dan memberikan pendidikan yang

layak sehingga penulis bisa sampai pada tahap sekarang ini. Beribu

maaf penulis ucapkan apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan yang

penulis perbuat semasa kecil hingga usia dewasa ini. penulis menyadari

tanpa adanya doa dan ridho dari kedua orang tua setiap jalan yang

penulis lalui akan terasa berat dan berliku. Untuk itu, penulis sangat

merasa bersyukur memiliki kedua orang tua yang hebat dan luar biasa.

Kedua, teruntuk saudara kandung satu-satunya yakni Andi

Chaerunnisa, terima kasih telah menjadi adik dan saudara yang baik.

Tumbuhlah menjadi wanita yang cerdas, cantik, rendah hati dan

tentunya membanggakan kedua orang tua. Jadilah wanita yang tangguh

dan pantang menyerah dalam mengejar cita-citamu. Kelak, penulis pun

akan menantikan sosok terbarumu di masa mendatang. Serta seluruh

keluarga inti yakni kakek dan nenek beserta buyut (Petta Sebbang dan

Hj. Ummul Chair, A. Petanjengi dan Hj. A. Pessa, serta A. Massagoni),

Om dan Tante (Muliati, IDIL, SH., MH dan Bungawati, SH, Andi Syamsul

Bahri, S. Ag dan Syamsuriani S. Pi, Andi Burhanuddin dan Iin Fitriani),

serta sepupu tercinta (Muhammad Haniffaezyah, Muhammad Hadif

Zhafran, Muhammad Hafis Raffasyah, Muhammad Hanan Ramadhan,

dan Andi Muhammad Ikram).

x
13. Dr. Anwar Marsuki, S.KM., M. Kes., Ir. Hasnawati dan Tante Endang

S.H., selaku pihak yang banyak membantu dan memberikan motivasi

bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Sahabat Hans Kelsen yang senantiasa mendorong dan memberikan

banyak motivasi serta semangat untuk penulis. Teruntuk kalian sahabat

yang luar biasa Agus Mansur, Surya Yudistira Ramadan, Andi Farid

Yusuf, Abd Rahim, Moenadjad Tahrij Samandi, Muhammad Al Hidayat,

Muhajir, Muhammad Eky Jaya Pratama, Andi Dara Melda, Clara Aurelia

Frandji, dan Armawahda terima kasih atas kehangatan, kekeluargaan

serta rasa solidaritas yang erat. Semoga drama perskripsian ini dapat

dilewati bersama, tetap tegar, sabar dan semangat insya allah akan

berbuah sukses.

15. Sahabat Wanitaku yang terkasih Sri Wildan Ainun Mardiah, Fildanasari,

Sumarni Hasanuddin, dan Audina Dahniar terima kasih atas

kebersamaan dan waktu berharga semasa kuliah. Semoga masih bisa

berkumpul dan bertemu dalam keadaan sehat untuk menceritakan

kisah-kisah menarik.

16. Teman-teman Diktum 2016, terkhusus untuk teman seperjuangan di

Peminatan Hukum Ekonomi dan Bisnis terima kasih atas

kebersamaannya selama proses perkuliahan.

17. Semua teman seperjuangan Penulis di Kelompok Hukum A tanpa

terkecuali.

xi
18. Keluarga Besar Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah

(LP2KI) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, lembaga yang

memberikan suasana kekeluargaan pada penulis. Serta ucapan banyak

terima kasih kepada kakanda senior LP2KI, teman-teman seangkatan

LP2KI serta adik-adik LP2KI selama penulis berorganisasi.

19. Teman-Teman KKN Gel. 102 Kabupaten Sinjai, Kacamatan Sinjai

Utara, Kelurahan Bongki yakni Muh. Farham, Muhammad Zulkarnaen,

Surya Cahyadi, Haerul Abidin, Supirman, Sri Wildan Ainun Mardiah,

Hasnah, Nurliah Safa, Andi Yumna Yusria, Arma Sari, Nurfadhila, dan

Alma Claudia Pando T, terima kasih untuk cerita, pengalaman, canda

tawa, dan kebersamaannya selama 40 hari. Semoga Allah senantiasa

melindungi dan mempermudah setiap langkah dan tujuan selanjutnya.

20. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Pelajar Soppeng (IMPS) dengan

kompak dan semangat kekeluargaan telah membersamai penulis dari

MABA hingga saat ini.

21. Sahabat TBF khususnya Ilham, Irfan C, Muhammad Hidayatunnaim,

Reri Anggraini, Ayu Meifrianti Ilham, Fitrini, dan Aisyah Nur Azizah

terima kasih untuk hubungan yang terjalin selama ini. Meskipun tak

sedarah, namun, semua layak untuk disebut sebagai saudara. Kisah

yang berawal dari bangku SMP berlanjut hingga masa sekarang. Klasik

dan penuh canda, Penulis berharap semoga persahabatan ini terjalin

hingga ke surga. Tetap fokus, semangat, bertanggung jawab, dan sabar

xii
dalam berproses terutama dalam mendapatkan gelar Sarjana masing-

masing.

Pada akhir kata, penulis mengucapkan rasa syukur dan banyak terima

kasih dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung

membantu menyusun, memberikan saran, dan motivasi sehingga penulis

dapat menyelesaikan skrpsi ini dengan baik. Semoga dengan selesainya

skripsi ini, dapat memberi manfaat untuk semua pihak terlebih kepada

penulis sendiri.

Makassar, September 2021

Andi Anggereni

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ..................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 8
E. Orisinalitas Penelitian .............................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 12
A. Perjanjian Kredit Perbankan.................................................. 12
1. Perjanjian Secara Umum .................................................. 12
2. Bank dan Jenis-Jenis Usaha Perbankan .......................... 23
B. Kredit Perbankan .................................................................. 28
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR) ............................................ 40
2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian ............................. 45
3. Proses Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Pertanian ......................................................................... 51
C. Risiko Perbankan .................................................................. 59
BAB III METODE PENULISAN ............................................................... 66
A. Lokasi Penelitian ................................................................... 66

xiv
B. Jenis Dan Sumber Data ........................................................ 66
C. Populasi Dan Sampel ............................................................ 69
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 70
E. Analisis Data ......................................................................... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ........................................ 72
A. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian pada Bank BRI
Kabupaten Soppeng ............................................................. 72
B. Upaya hukum penyelesaian kredit macet Kredit Usaha
Rakyat (KUR) Pertanian Bank BRI Kabupaten
Soppeng kepada petani ....................................................... 91
BAB V PENUTUP.................................................................................. 108
A. Kesimpulan ......................................................................... 108
B. Saran ................................................................................. 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Realisasi KUR di Kabupaten Sopppeng..................................... 78

Tabel 2. Bank Penyalur KUR di Kabupaten Soppeng ............................. 78

Tabel 3. Sektor Usaha KUR Bank BRI Kabupaten Soppeng ................... 79

Tabel 4. Hasil Wawancara Debitor KUR Pertanian ................................. 81

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Langsung dari Bank Pelaksana ke UMKMK ....................... 52

Gambar 2.2. Melalui Lembaga Linkage dengan Pola Executing ............. 53

Gambar 2.3. Melalui Lembaga Linkage dengan Pola Channeling ........... 54

Gambar 4.1. Cara Pengajuan KUR Online .............................................. 83

Gambar 4.2. Tahap Permohonan Kredit ................................................. 88

Gambar 4.3. Pemeriksaan Berkas dan Lokasi ......................................... 89

Gambar 4.4. Proses Pelayanan KUR BRI ............................................... 93

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Secara

kosmologis, tanah merupakan tempat manusia tinggal, tempat darimana

mereka berasal dan akan kemana mereka pergi. Mengingat bahwa tanah

mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, dan politik sehingga tidak

heran jika kepemilikan tanah merupakan sebuah hak asasi manusia yang

dilindungi oleh hukum internasional mapun hukum nasional yang di atur

dalam DUHAM (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia) Pasal 17 ayat (1),

Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 30, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B,

28D ayat (1), 28G ayat (1), 28H ayat (4), dan 28I ayat (3), TAP-MPR No.

IX Tahun 2001 serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia.1

Tanah selain mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, tanah juga

digunakan sebagai lahan untuk bercocok tanam. Khusus untuk para petani,

tanah biasanya digunakan sebagai lahan untuk pertanian. Selain, lahan

untuk pertanian, yang tak kalah penting adalah modal dalam proses

pengolahan lahan. Modal merupakan salah satu faktor produksi dalam

pertanian disamping tanah, tenaga kerja dan manajemen. Berbicara

tentang modal, maka tidak lepas dari masalah kredit. Kredit merupakan

1 Bernhard Limbong, 2011, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Regulasi,


Kompensasi, dan Penegakan Hukum), Margaretha Pustaka, Jakarta, hlm. 1.

1
sumber utama penghasilan bagi bank dan sumber operasi terbesar, karena

sebagian besar dana di dalamnya disalurkan dalam bentuk kredit.

Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank

kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan

jaminan kredit dari debitor (peminjam) terhadap kreditor (penerima

pinjaman) terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan.2 Pada

dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitor berpedoman

kepada 3 (tiga) prinsip yaitu, prinsip kepercayaan, prinsip kehati-hatian, dan

prinsip kerahasian. Ketiga prinsip inilah yang menjadi acuan perbankan

dalam memberikan atau menyalurkan kredit kepada nasabah. Selanjutnya,

dalam pemberian kredit timbul hubungan hukum antara bank dan kreditor.

Hubungan hukum tersebut diatur dalam suatu perjanjian, yaitu perjanjian

kredit yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Sebelum membuat suatu perjanjian kredit, perlu diketahui bahwa

dalam perbankan terdapat dua jenis kredit yakni kredit dengan jaminan

(Secured Loan) dan kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan). Adapun contoh

kredit dengan jaminan yakni jaminan kebendaan maupun perorangan

sedangkan kredit tanpa jaminan yakni Kredit Usaha Rakyat Pertanian atau

disingkat KUR Pertanian.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia selaku

Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan

2M. Bahsan, 2008, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta, hlm 70.

2
Menengah menerbitkan Peraturan Nomor 8 Tahun 2019 sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Nomor 15 Tahun 2020 Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit

Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat dengan KUR. Adapun pengertian

KUR dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Kredit Usaha Rakyat adalah “kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau

investasi kepada debitor individu/perseorangan, badan usaha dan/atau

kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memilki agunan

tambahan atau agunan tambahan belum cukup”. Tujuan dari program KUR

adalah untuk mempercepat perkembangan sektor-sektor primer dan

pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksebilitas terhadap

kredit dan lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat kemiskinan,

dan memperluas kesempatan kerja.

Perguliran KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet

Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 bertempat di

Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Petani oleh Presiden RI. KUR

kemudian diluncurkan Presiden RI pada tanggal 5 November 2007.

Kemudian didukung oleh instrumen Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang

fokus Program Ekonomi untuk menjamin percepatan pelaksanaan

penyaluran KUR.3 Adapun penerima KUR adalah individu/ perseorangan

3Sari Febriani, 2019, “Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dan Upaya
Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing
Padang”, Diploma Thesis, Keuangan Perbankan, Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas,
Padang, hlm. 2.

3
baik sendiri-sendiri maupun dalam kelompok usaha atau badan usaha yang

produktif.4

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian tanpa jaminan

disalurkan oleh bank yang ditunjuk pemerintah yakni Bank Rakyat

Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara

(BTN), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin. Adapun

bidang yang difokuskan seperti bidang perikanan dan kelautan, koperasi,

kehutanan, perindustrian, perdagangan dan pertanian. Selain itu, program

KUR juga melibatkan OJK, dan BPKP sebagai lembaga pengawas.5

KUR Pertanian diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik

Indonesia Nomor 32/Permentan/SR.230/6/2016 Tentang Petunjuk Teknis

Kredit Usaha Rakyat Di Sektor Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Kredit Usaha

Rakyat Sektor Pertanian. Adapun usaha produktif di sektor pertanian

adalah seluruh usaha di sektor pertanian, meliputi tanaman pangan,

tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan.

Salah satu cara pemerintah menjaga ketahanan pangan Indonesia

adalah terus berupaya meningkatkan serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

di kalangan petani. Hal tersebut karena para petani indonesia memberikan

4 Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun


2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat.
5 Aswin Dewantoro, 2020, “Daftar Bank Penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terbaru”,

Gopinjo.com, https://gopinjol.com/kur/bank-penyalur-kur/. Diakses pada tanggal 15 Juli


2020.

4
jaminan pangan kepada warga negara, sehingga Menteri Pertanian

berpendapat, bahwa KUR Pertanian sangat produktif, terutama untuk

komoditi tanaman pangan, hortikultural, perkebunan dan peternakan.6

Meski begitu, KUR Pertanian bukanlah bantuan atau subsidi dari

pemerintah sehingga nasabah diminta untuk tetap membayar pinjaman

kepada bank. Akan tetapi, terdapat berbagai masalah yang timbul dalam

proses penyaluran KUR Pertanian karena komoditas pertanian yang

tahunan sehingga pendapatan yang diperoleh petani tergantung dari hasil

panen, sedangkan pembayaran kredit dilakukan tergantung dari

kesepakatan antara penyalur dan petani. Berdasarkan hasil pra penelitian

di bank BRI Kabupaten Soppeng, pembayaran tersebut bisa perbulan, dan

pada saat panen atau disesuaikan dengan kemampuan petani.7 Risiko

pada bidang pertanian juga relatif tinggi karena cuaca yang tidak menentu,

dan hama tanaman sering mengakibatkan tanaman rusak sehingga petani

mengalami gagal panen.8

Pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020, realisasi Kredit Usaha

Rakyat (KUR) Kabupaten Soppeng berdasarkan Aplikasi Sistem Informasi

Kredit Program (SIKP) mencapai sebesar Rp 385,80 miliar dengan jumlah

6 “Kementerian Berupaya Tingkatkan Serapan KUR Pertanian”,


https://m.liputan6.com/bisnis/read/4197683/kementan-berupaya-tingkatkan-serapan-kur-
pertanian?utm_source=Mobile&utm_medium=whatsaap&utm=Shere_Top. Diakses pada
tanggal 17 Juli 2020.
7 Hasil Pra Penelitian di Bank BRI Unit Pejalesang tanggal 28 Mei 2020.
8 Agustina dalam Afriyeni, Yosef Eka Putra, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) PT. BANK BRI Unit Talang Cabang
Solok”, hlm 2.

5
13.819 debitor.9 Apabila dibandingkan dengan periode yang sama yakni

tahun 2019, realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 210,27 miliar

dengan jumlah 9.216 debitor.10

Selain itu, di Kabupaten Soppeng perkembangan program KUR

Pertanian pada tahun 2020 mampu tumbuh sebesar 3,10% dengan jumlah

realisasi penyaluran sebesar Rp 189,97 miliar atau 49,24%. Kabupaten

Soppeng merupakan salah satu daerah penghasil beras di Sulawesi

Selatan dengan mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani. Dengan luas

lahan yang dimiliki, membuka peluang bagi bank dalam menyalurkan kredit

khususnya KUR Pertanian.11

Namun, KUR Pertanian termasuk salah satu kredit yang memiliki

risiko yang tinggi, selain karena sangat mudah dan tanpa jaminan juga

sifatnya tahunan sehingga menyebabkan kredit macet. Secara umum,

kasus kredit macet KUR Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng pada

tahun 2020 sebesar 1,9%. Jadi, meskipun kredit yang disalurkan

mempunyai nominal rendah namun tetap saja risiko kredit macet tidak

dapat dihindari oleh pihak Bank BRI.

Kemudian berdasarkan hasil pra penelitian di salah satu unit,

penyebab kredit macet hingga saat ini adalah karena KUR Pertanian

9 Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik


Indonesia, “Realisasi KUR Soppeng Tahun 2020 Sebesar Rp. 385,80 M”, Berita - KPPN
Watampone| Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara - DJPb Kemenkeu RI
Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI. Diakses pada tanggal 2 Juni 2021.
10 Soufyan, 2020, “Realisasi KUR di Bosowa Sebesar Rp 1,17 T Tumbuh 8,14% Pada

Bulan Agustus, https://soppengkab.go.id/realisasi-kur-di-bosowa-sebesar-rp-117-t-


tumbuh-814-pada-bulan-agustus/. Diakses pada tanggal 3 Juni 2021.
11 Kabartujuhsatu.com, https://soppengkab.go.id/ditengah-pandemi-covid-19-realisasi-kur-

di-soppeng-tumbuh-310/. Diakses pada tanggal 17 Juli 2020.

6
sifatnya tahunan di mana petani hanya biasa panen dua kali dalam setahun.

Selain itu, ada pula petani yang mengalami gagal panen sehingga

menyebabkan petani tidak maksimal dalam membayar kredit. Kemudian,

terdapat pula penerima KUR Pertanian yang keberadaannya tidak diketahui

pada saat proses penagihan, penyalahgunaan kredit, serta adapula

nasabah yang telah meninggal.12

Setelah melihat uraian kasus kredit macet tersebut maka penulis

tertarik untuk meneliti tentang Risiko Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

Khususnya KUR Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran

Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian pada Bank BRI Kabupaten

Soppeng?

2. Bagaimanakah upaya hukum penyelesaian kredit macet Kredit

Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng?

12 Hasil Pra Penelitian di Bank Bri Unit Pajalesang tanggal 28 Mei 2020.

7
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI

Kabupaten Soppeng.

2. Untuk mengetahui upaya hukum penyelesaian kredit macet Kredit

Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi ilmu keperdataan, khususnya mengenai penyaluran

Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian pada Bank BRI Kabupaten

Soppeng.

2. Dari aspek praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa pada umumnya

yang sedang mencari refrensi mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Pertanian.

E. Orisinalitas Penelitian

Setelah peneliti melakukan penelusuran terhadap judul dan

permasalahan yang sama di Perpustakaan Universitas Hasanuddin dan

repository online beberapa perguruan tinggi di Indonesia, diperoleh hasil

8
bahwa terdapat penelitian dengan topik yang berhubungan erat dengan

penelitian ini, yaitu mengenai penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk

sektor Pertanian. Adapun penelitian tersebut, antara lain:

1. Kajian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian Pada Bank

BRI Kantor Cabang Tondano oleh Praiselia Amanda, Skripsi, 2015,

Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado.

Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme penyaluran dan pemberian

KUR, perkembangan penyaluran KUR pada sektor Pertanian, dan

realisasi penyaluran KUR pada sektor pertanian. Dari hasil penelitian

yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mekanisme penyaluran dan

pemberian KUR dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung

kepada UMKM, selain itu perkembangan penyaluran KUR pada sektor

Pertanian di BRI Kantor Cabang Tondano mengalami peningkatan. Hal

tersebut karena petani memilih menggunakan KUR dengan suku bunga

rendah, agunan ringan, persyaratan mudah sehingga kebutuhan yang

mendesak dapat teratasi.

2. Pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pendapatan Pelaku

Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Pada Sektor Pertanian di Kacamatan

Kepung Kabupaten Kediri oleh Anis Ayu Purwaningsih, Skripsi, 2015,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusantara PGRI

Kediri.

Penelitian ini mengkaji tentang faktor apa yang paling mendorong

pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kacamatan

9
Kepung Kabupaten Kediri dalam mengambil Kredit Usaha Rakyat (KUR)

dan pengaruh pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap

pengembangan pada usaha dan modal pengusaha Usaha Mikro dan

Kecil (UMK) pada saat ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa penulis lebih banyak menggunakan rumus dan

angka untuk mengetahui jumlah pendapatan dan pengembangan usaha

pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

3. Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat

Indonesia Unit Kuwarasan Cabang Gombong oleh Nurul Wardhani,

Skripsi, 2010, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini mengkaji prosedur pelaksanaan pemberian kredit usaha

rakyat pada Bank Rakyat Indonesia Unit Kuwarasan Cabang Gombong

dan permasalahan hukum yang timbul dari pelaksanaan pemberian

kredit usaha rakyat dan bagaimana upaya yang dilakukan dalam

mengatasinya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa Proses pemberian kredit usaha rakyat (KUR) dilakukan melalui

beberapa tahap yaitu tahap permohonan kredit, tahap peninjauan dan

analisis kredit (tahap pemeriksaan), tahap pemberian putusan, serta

tahap pencairan kredit/ akad kredit. Kemudian, Permasalahan yang

timbul dalam pelaksanaan pemberian kredit usaha rakyat ini pada BRI

Unit Kuwarasan adalah pertama kredit bermasalah. Faktor terjadinya

kredit bermasalah pada pelaksanaan pemberian kredit usaha rakyat ini

adalah kekurangtelitian pihak bank dalam melakukan peninjauan atau

10
analisis kredit serta faktor menurunnya usaha debitur kredit usaha

rakyat. Upaya yang dilakukan pihak BRI Unit Kuwarasan Cabang

Gombong dalam mengatasi kredit bermasalah terutama dalam kredit

dalam kategori kurang lancar adalah dengan dilakukan penagihan

secara terus menerus yang bersifat persuasif.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas, diketahui bahwa penelitian

tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang

berjudul Risiko Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian di

Bank BRI Kabupaten Soppeng. Penelitian penulis mengkaji tentang

pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran Kredit Usaha

Rakyat (KUR) Pertanian di Bank BRI Kabupaten Soppeng dan upaya

hukum penyelesaian kredit macet Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Pertanian.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Kredit Perbankan

1. Perjanjian Secara Umum

Di dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak peristiwa yang sering

dilakukan. Salah satu peristiwa tersebut adalah membuat janji dengan

orang lain. Janji tersebut merupakan suatu pengikatan diri seseorang

dengan orang yang diberi janji. Contoh lain adalah dalam dunia perbankan.

Pada bank, perjanjian sering digunakan antara kreditor dan debitor.

Perjanjian inilah yang memuat hak dan kewajiban yang mengikat kedua

belah pihak yang harus dipenuhi.

Perjanjian dalam Burgerljk Wetboek yang selanjutnya disebut BW

diatur dalam Buku III tentang perikatan, Bab Kedua, Bagian Pertama

sampai dengan Bagian Keempat. Adapun pengertian perjanjian dalam

Pasal 1313 BW adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap suatu orang lain atau lebih.”

Selain Pasal 1313 BW, pengertian perjanjian juga dikemukakan oleh

Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.13 Sedangkan menurut Salim HS, perjanjian

adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain

dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas

13 Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hlm. 36.

12
prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk

melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.14

Istilah kontrak atau perjanjian dalam sistem hukum nasional memiliki

pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara

pengertian contract dan overeenkomst.15 Selain dari pengertian perjanjian

di atas, di dalam BW dikenal pula asas-asas dalam perjanjian. Adapun

asas-asas perjanjian yang dimaksud adalah sebagai berkut:

a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti

sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Menurut Subekti

asas consensus itu dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.16

Dengan kata lain perjanjian itu mempunyai akibat hukum sejak saat

tercapainya kata sepakat dari para pihak yang bersangkutan.

Asas konsensualisme ini diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 ayat

(1) BW. Konsensus antara pihak dapat diketahui dari kata “dibuat secara

sah”, sedangkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat

yang tercantum di dalam Pasal 1320 BW yang salah satunya memuat

“sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya” (Pasal 1320 ayat (1) BW).

Kata sepakat timbul apabila ada pernyataan kehendak dari satu pihak dan

pihak lain menyatakan menerima atau menyetujuinya. Oleh karena itu

14 Salim HS, 2008, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 27.
15 Budiono Kusumohamidjojo, 2001, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Grasindo,

Jakarta, hlm. 6.
16 Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 1.

13
unsur kehendak dan pernyataan merupakan unsur-unsur pokok disamping

unsur lain yang menentukan lahirnya perjanjian. Berlakunya asas

konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan

adanya asas kebebasan berkontrak.

Asas konsensualisme merupakan roh dari suatu perjanjian. Hal ini

tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada situasi

tertentu terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan wujud kesepakatan

yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya cacat kehendak

(wilsgebreke) yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam Pasal 1321

BW, cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu:17

1. Kekhilafan atau dwaling;

2. Penipuan atau bedrog;

3. Paksaan atau dwang;

Selain 3 (tiga) hal tersebut, masih terdapat 1 (satu) cacat kehendak

lainnya yaitu penyalahgunaan keadaan atau misbruk van omstandigheden

atau undue influence. Hal ini berdasarkan pada ketentuan undang-undang

Belanda, khususnya dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (selanjutnya

disingkat NBW), penyalahgunaan keadaan di atur dalam Buku 3 Pasal 44

ayat (1) NBW.18 Berdasarkan buku Henry. P. Panggabean, di dalam Pasal

17 Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Kencana, Jakarta, hlm. 122.
18 Fani Martiawan Kumara Putra, “Paksaan Ekonomi Dan Penyalagunaan Keadaan

Sebagai Bentuk Cacat Kehendak Dalam Perkebangan Hukum Kontrak”, YURIDIKA,


Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, Vol. 30, Nomor 2, Mei-Agustus 2015,
hlm. 6.

14
44 ayat (1) Buku 3 NBW, terdapat 4 (empat) syarat yang dapat dijadikan

dasar pembatalan perjanjian diantara lain sebagai berikut:19

a. Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere onstandigheden), seperti

keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang

waras dan tidak berpengalaman;

b. Suatu hal yang nyata, (kenbaarheid), diisyaratkan bahwa salah

satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak

lain dalam keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup

suatu akta perjanjian;

c. Penyalahgunaan (misbruik), adalah jika salah satu pihak telah

melaksanakan suatu perjanjian itu walaupun dia mengetahui

seharusnya tidak melakukannya;

d. Hubungan kausal (causal verband). Adalah penting bahwa tanpa

adanya penyalahgunaan itu maka perjanjian tidak ditutup.

Perkembangan penyalagunaan keadaan di Indonesia hanya sebatas

doktrin dan yurisprundensi. Hal tersebut dikarenakan penyalahgunaan

keadaan belum dirumuskan dalam bentuk undang-undang.

b. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW,

yang memuat aturan bahwa:

19 Henry. P. Panggabean, 2001, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van


Omstandigheden) Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Jogyakarta,
hlm. 43.

15
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada

para pihak untuk:20

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaannya dibatasi oleh 3

(tiga) hal seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 BW, yaitu “perjanjian

tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan

dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum”. Selain dibatasi oleh

Pasal 1337 BW, asas kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh:21

1. Adanya standarisasi dalam perjanjian. Hal ini disebabkan adanya

perkembangan ekonomi yang menghendaki segala sesuatunya

dengan cepat. Di sini biasanya salah satu pihak berkedudukan

membuat perjanjian baku (standard), baik dalam hal bentuk dan

isinya. Dalam perjanjian standar, terdapat klausula eksonerasi,

yaitu yang mensyaratkan salah satu pihak harus melakukan atau

tidak melakukan atau mengurangi atau mengalihkan kewajiban

atau tanggung jawabnya. Apabila klausula eksonerasi yang dibuat

20 Muhtaron, “Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak”,


SUHUF, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Vol. 26, Nomor 1,
Mei 2014, hlm. 4.
21 Agus Yudha Hernoko, Loc.cit.,

16
oleh pihak lawan, maka pihak lain ini dianggap menyetujui klausula

tersebut meskipun klausula tersebut menjadi beban baginya.

2. Tidak bertentangan dengan moral, adat kebiasaan dan ketertiban

umum. Maksud dari pernyataan di atas adalah perjanjian yang di

buat telah mempertimbangkan nilai dan norma yang ada di dalam

masyarakat.

c. Asas Iktikad Baik (Good Faith)

Asas iktikad baik dimuat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (3) BW.

Bagi para pihak dalam perjanjian, terdapat suatu kewajiban untuk

mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak

lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus

menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan

dengan iktikad baik.22

Ruang lingkup iktikad baik yang diatur dalam BW di beberapa negara

seperti di Indonesia masih diletakkan pada pelaksanaan kontrak saja. Hal

itu terlihat dari bunyi Pasal 1338 ayat (3) BW Indonesia yang memuat

bahwa “perjanjian harus dilaksanakan dengan Iktikad baik”.23 Padahal

sesungguhnya iktikad baik juga diperlukan dalam proses negosiasi dan

penyusunan kontrak. Dengan demikian, iktikad baik tersebut sebenarnya

sudah harus ada sejak saat proses negosiasi dan penyusunan kontrak

hingga pelaksanaan kontrak. Kewajiban iktikad baik pada masa pra kontrak

22 Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 5.
23 Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca

Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 13.

17
meliputi kewajiban untuk meneliti (onderzoekplicht) dan kewajiban untuk

memberitahukan dan menjelaskan (mededelingsplicht).24

Iktikad baik pra kontrak tetap mengacu kepada iktikad baik yang

bersifat subjektif. Iktikad yang bersifat subjektif ini didasarkan pada

kejujuran para pihak. Pada proses negosiasi dan penyusunan kontrak,

pihak kreditor memiliki kewajiban untuk menjelaskan fakta material yang

berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan sedangkan debitor memiliki

kewajiban untuk meneliti fakta material tersebut.25

d. Asas Personalia

Asas personalia artinya asas kepribadian. Asas kepribadian adalah

asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau

membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perorangan saja.26

Asas kepribadian dalam Pasal 1340 BW pada dasarnya memuat

bahwa “suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang

membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-

pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya,

selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 BW”.27

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1315 BW, bahwa umumnya

seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk

24 Ridwan Khairandy, Ibid., hlm. 252.


25 Ibid., hlm. 347.
26 Marbun B.N, 2009, Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum, Puspa Swara,

Jakarta, hlm. 6.
27 Niru Anita Sinaga, “Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan

Perjanjian”, Jurnal Binamulia, Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal


Suryadarma, Jakarta, Vol. 7, No. 2, Desember 2018, hlm, 11.

18
dirinya sendiri. Namun demikian, ketentuan tersebut mendapat

pengecualian sebagaimana pengantar dalam Pasal 1317 BW yang memuat

“bahwa suatu perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila

suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian

kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Sedangkan di

dalam Pasal 1318 BW, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri,

melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang

yang memperoleh hak dari padanya, kecuali dengan tegas ditetapkan atau

telah nyata dan sifat persetujuan tersebut bukan maksudnya.28

Setelah membahas mengenai asas-asas dalam perjanjian,

selanjutnya penulis akan membahas tentang unsur-unsur yang terdapat

dalam suatu perjanjian. Adapun 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam

perjanjian adalah sebagai berikut:29

a. Unsur Esensialia

Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam suatu kontrak,

karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur tersebut, maka tidak akan

ada kontrak. Contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan

mengenai barang dan harga. Tanpa adanya kesepakatan mengenai barang

dan harga dalam kontrak jual beli, maka kontrak batal demi hukum karena

tidak adanya hal tertentu yang diperjanjikan oleh para pihak.

28Niru Anita Sinaga, Ibid.,


29Ahmadi Miru, 2011, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 31-32.

19
b. Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang selalu dianggap ada dalam suatu

kontrak. Contohnya dalam perjanjian jual-beli, apabila tidak diperjanjikan

tentang cacat tersembunyi, maka secara otomatis berlaku penjual harus

menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur yang nanti ada atau mengikat para

pihak jika para pihak memperjanjikannya. Misalnya dalam kontrak jual beli

dengan angsuran telah diperjanjikan. Apabila debitor lalai membayar

utangnya secara berturut-turut, maka kreditor dapat menarik kembali

barang yang sudah dibeli tanpa melalui pengadilan.30

Selanjutnya syarat sah suatu perjanjian secara umum di atur dalam

Pasal 1320 BW. Terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk

sahnya perjanjian yang dibuat yaitu:

a. Adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian;

b. Adanya kecakapan para pihak untuk mengadakan perjanjian;

c. Adanya suatu hal tertentu;

d. Adanya sebab (causa) yang halal.

Dari 4 (empat) syarat tersebut, syarat pertama dan kedua merupakan

syarat yang harus dipenuhi oleh subjek suatu perjanjian karena disebut

syarat subjektif sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang

30 Qiron Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian dan


Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, hlm. 97.

20
harus dipenuhi oleh objek perjanjian yang disebut syarat objektif. Tidak

dipenuhinya syarat objektif ini berakibat perjanjian tersebut batal demi

hukum. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat subjektif maka perjanjian

dapat dibatalkan.31

Apabila syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 BW telah dipenuhi, maka selanjutnya berdasarkan Pasal 1338

ayat (1) BW, bahwa “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan ketentuan

diatas, maka ketentuan-ketentuan dalam Buku III BW menganut sistem

terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada para pihak untuk

menentukan isi, bentuk, dan macam perjanjian yang isinya tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan

ketertiban umum, serta memuat syarat sahnya perjanjian.32

Ketentuan yang terdapat dalam hukum perjanjian merupakan kaidah

hukum yang mengatur artinya kaidah–kaidah hukum yang dalam

kenyataanya dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan membuat

ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan khusus di dalam perjanjian yang

mereka adakan sendiri. Kaidah-kaidah hukum seperti ini, ada yang

menyebutnya dengan istilah hukum pelengkap atau hukum penambah. Hal

31 Hukum Online. com, 2011, “Pembatalan Perjanjian yang Batal Demi Hukum”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4141/pembatalan-perjanjian/. Diakses
pada tanggal 7 Juni 2021.
32 Linggar Pamungkas, 2020, “Wanprestasi Kilen Terhadap Advokat Mengenai Perjanjian

Pemberian Biaya Keberhasilan Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 187 K/PDT/2019
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat”, Skripsi,
Fakultas Hukum, Universitas Langlabuana, Bandung, hlm. 17.

21
ini ditegaskan oleh Subekti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan

manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian.33

Suatu perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang

menjadi isi perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantara

para pihak menjadi berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya

perjanjian telah tercapai oleh para pihak. Berakhirnya perjanjian harus

dibedakan dengan berakhirnya perikatan, karena perjanjian berakhir

apabila seluruh perikatan yang timbul karenanya telah terlaksana. Suatu

perjanjian dapat berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut:34

a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian;

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian;

c. Para pihak dan/atau undang-undang dapat menentukan bahwa

dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu maka perjanjian akan

berakhir;

d. Adanya pernyataan untuk menghentikan perjanjian;

e. Adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap;

f. Tujuan perjanjian telah tercapai;

g. Adanya persetujuan para pihak.

33Subekti, Op.cit., hlm. 13.


34Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, hlm.
30.

22
2. Bank dan Jenis-Jenis Usaha Perbankan

Pada pembuatan suatu perjanjian, adapun lembaga yang memiliki

peran dan kedudukan yang penting adalah bank. Kata bank berasal dari

bahasa Italia banque atau Italia banca yang berarti bangku tempat

penukaran uang. Para bankir Florence pada masa Renaisans melakukan

transaksi mereka dengan duduk di belakang meja penukaran uang. Hal ini

berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak memungkinkan

mereka untuk duduk sambil bekerja.35

Bank adalah Lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang

perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,

bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang

dimilikinya.36

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di

bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat,

terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang. Sedangkan G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank

Politik, berpendapat bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk

memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya

sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun

dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang giral.

35 Thamrin Abdullah, “Lembaga Keuangan”, http://repository.ut.ac.id/4060/1/PKOP4318-


M1.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juni 2020.
36 Hermansyah, 2012, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenadamedia Group,

Jakarta, hlm. 7.

23
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menyimpan dana baik dari

orang perorangan, badan usaha swasta, badan usaha milik negara, dan

lembaga pemerintah, kemudian menyalurkannya kembali kepada yang

membutuhkan.

Pengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan untuk selanjutnya ditulis

sebagai Undang-Undang Perbankan, bahwa “bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dalam perkembangannya, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu

jenis pranata financial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup

beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata

uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai

tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-

usaha perusahaan. 37

Mengenai asas perbankan pertama yang dianut di Indonesia dapat

diketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan yang mengemukakan, bahwa “Perbankan Indonesia

dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

37 Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 13.

24
menggunakan prinsip kehati-hatian”. Demokrasi ekonomi dalam kalimat di

atas adalah berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan memuat “bahwa bank wajib memelihara tingkat

kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,

kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha

sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Asas perbankan yang kedua yakni kepercayaan (fiduciary Principle).

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank

dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank

terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya

atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga

kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan

kepercayaan masyarakat padanya.38 Sutan Remy Sjahdeini

mengemukakan bahwa, hubungan antara bank dan nasabah penyimpan

dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang yakni antara debitor (bank)

dan kreditor (nasabah penyimpan dana) yang dilandasi asas kepercayaan.

Dengan kata lain, bahwa berdasarkan Undang-Undang Perbankan

hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana bukan sekedar yang

hubungan kontraktual biasa antara debitor dan kreditor yang diliputi oleh

38Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 16-17.

25
asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan

yang diliputi asas kepercayaan.39

Asas perbankan ketiga yakni kerahasiaan (Confidential Principle).

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan

lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan

(wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan sendiri adalah untuk kepentingan bank

sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang

menyimpan uangnya di bank. Masyarakat akan memercayakan uangnya

pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa

tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya.

Dengan demikian, bank harus memegang teguh rahasia bank.40

Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan bahwa,

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat”. Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank

sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of

funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks

of funds). Dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan, adapun jenis-jenis dana yang dihimpun dari bank

antara lain:

39 Rachmadi Usman, Ibid.,


40 Ibid.,

26
a. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan.
b. Deposito, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpanan dengan bank
c. Sertifikat Deposito, yaitu simpanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
d. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu.

Adapun tujuan perbankan secara lengkap diatur dalam ketentuan

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

bahwa:

“Perbankan Indonesia menunjang pelaksanaan pembangunan


nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak”.

Perbankan Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak

semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal

yang nonekonomis seperti masalah yang menyangkut stabilitas nasional

yang menyangkut stabilitas politik dan stabilitas sosial.41

Selain itu, dikenal pula 2 (dua) jenis bank yakni Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pengertian Bank Umum dalam Pasal

1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

adalah “bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional

dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan

41 Hermansyah, Op.cit., hlm. 20.

27
jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Sedangkan yang dimaksud dengan

Bank Perkreditan Rakyat dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 Tentang Perbankan adalah “bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah

yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan

tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan

tertentu. Adapun yang dimaksud dengan “mengkhususkan diri dalam

melaksanakan kegiatan tertentu” adalah antara lain melaksanakan kegiatan

pembiayaan jangka panjang, kegiatan untuk kegiatan untuk

mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha ekonomi

lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan

pengembangan pembangunan perumahan.42

B. Kredit Perbankan

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi, yakni credere yang berarti

kepercayaan.43. Menurut O. P. Simorangkir, kredit adalah pemberian

prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi)

akan terjadi pada waktu mendatang.44 Kemudian menurut M. Bahsan, kredit

42 Hermansyah, Ibid.,
43 Djumhana, Mariam Darus, 2000, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya, Bandung,
hlm. 365.
44 O.P. Simorangkir, 1986, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia,

Jakarta, hlm. 27.

28
adalah pinjam-meminjam uang dalam kegiatan perbankan Indonesia.45

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu

pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran

pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah

tertentu yang dizinkan oleh bank atau badan lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan bahwa “kredit adalah penyediaan uang

atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (5) Peraturan Bank

Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah “penyediaan uang atau

tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga termasuk: (a) cerukan (overdraft), yaitu

saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas

pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak

piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain”.

45M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 73.

29
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kredit adalah pinjaman berupa uang kepada bank (pemberi pinjaman kredit)

dengan pembayaran atau pengembalian dengan cara mengangsur dalam

jangka waktu tertentu.

Adapun unsur-unsur kredit menurut oleh Thomas Suyatno, adalah

sebagai berikut;46

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi

yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan

benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di

masa yang akan datang.

b. Kesepakatan, yaitu kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si

penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu

perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan

kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu, yaitu setiap kredit uang diberikan memiliki jangka

waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian

kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk

jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d. Risiko, yaitu suatu tenggang waktu pengembalian akan

menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian

kredit. Semakin panjang suatu kredit maka semakin besar risiko

46Thomas Suyatno dalam Kasmir, 2016, Dasar-Dasar Perbankan, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 58.

30
yang dihadapi begitupula sebaliknya. Risiko ini menjadi

tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang

lalai, maupun risiko yang tidak disengaja.

e. Balas jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit

atas jasa tersebut yang dikenal dengan balas jasa dalam bentuk

bunga dan biaya administrasi kredit yang merupakan keuntungan

dari bank.

Setelah mengetahui unsur-unsur dalam kredit, maka peneliti

mengemukakan pula mengenai fungsi pemberian kredit dalam perbankan,

yakni sebagai berikut:47

a. Peningkatan Daya Guna Uang

Penyaluran kredit merupakan pengalihan status uang tidak

bergerak atau pasif menjadi uang bergerak atau aktif. Artinya uang

di bank tidak menghasilkan sesuatu barang atau jasa yang

bermanfaat ketika menjadi pasif. Akan tetapi jika disalurkan melalui

kredit, maka uang tersebut berubah menjadi aktif.

b. Peningkatan Peredaran dan Lalu Lintas Uang

Uang dari penyaluran atau pemberian kredit akan beredar dari satu

tempat ke tempat lain. Uang berpindah dari suatu wilayah ke

wilayah yang lain. Uang dari kredit dapat meningkatkan peredaran

uang pada daerah yang kekurangan uang

47 Ardra.biz, “Tujuan, Fungsi, Pemberian Kredit Bank, Pengertian Contoh”,


https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-perbankan-lembaga-keuangan/tujuan-dan-fungsi-
pemberian-kredit-bank/. Diakses pada tanggal 28 Juni 2020.

31
c. Peningkatan Daya Guna Barang

Kredit yang diberikan oleh bank dapat digunakan untuk mengolah

barang menjadi memiliki daya guna yang lebih tinggi sehingga

barang memiliki nilai jual dan lebih manfaat. Para penerima kredit

usaha kecil dapat memanfaatkan uangnya untuk usaha

peningkatan nilai tambah barang.

d. Peningkatan Peredaran Barang

Pencairan kredit dari bank dapat menambah atau memperlancar

arus barang dari suatu wilayah ke wilayah yang lainnya. Sehingga

jumlah barang yang beredar dari suatu wilayah ke wilayah lain

bertambah.

e. Peningkatan Motif Usaha

Kredit yang diberikan kepada nasabah yang membutuhkan modal

akan sangat berdampak besar karena dapat memberikan motivasi

bagi pengusaha dalam meningkatkan atau mengembangkan

kegiatan usaha yang ditekuni.

f. Peningkatan Pendapatan

Kredit yang disalurkan ke masyarakat industri, atau sektor produksi

atau investasi akan mampu meningkatkan kebutuhan tenaga kerja.

Secara tidak langsung kegiatan penyerapan tenaga kerja ini

berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat umum.

32
Selain fungsi di atas, tujuan pemberian kredit oleh perbankan adalah

sebagai berikut:48

a. Mencari Keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh suatu

keuntungan. Hasil dari keuntungan ini diperoleh dalam bentuk

bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya

administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan

ini sangat penting dalam kelangsunan hidup perbankan, dan juga

dapat membesarkan usaha perbankan.

b. Membatu Usaha Nasabah

Tujuan yang kedua adalah untuk membantu usaha nasabah yang

memerlukan modal, baik modal investasi atau modal kerja. Dengan

dana yang diberikan perbankan, maka debitor dapat

mengembangkan dan memperluas usaha yang dijalankan.

c. Membantu Pemerintah

Tujuan yang ketiga adalah membatu pemerintah dalam

membangun berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak

kredit yang disalurkan oleh perbankan, maka peningkatan dan

pembangunan di berbagai sektor dapat terlaksana dengan baik

terutama di sektor riil.

48 Kasmir, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 105.

33
Menurut Kasmir, secara umum terdapat beberapa jenis kredit

diantaranya sebagai berikut:49

a. Dari segi kegunaan, adalah untuk melihat apakah uang yang

diberikan digunakan untuk kegiatan utama atau kegiatan

tambahan.

1. Kredit Modal Kerja atau Kredit Perdagangan, yaitu jenis kredit

yang digunakan untuk menambah suatu modal usaha debitor.

Kredit yang satu ini sangat produktif.

2. Kredit Investasi, yaitu jenis kredit yang digunakan dalam

investasi produktif, tetapi baru mendapatkan hasilnya

dalam jangka waktu yang relatif lama. Kredit yang biasanya

diberikan grace period, misalnya seperti kredit perkebunan

kelapa sawit dan lain sebagainya.

b. Dari segi tujuan pemberian kredit, adalah untuk melihat apakah

bertujuan untuk dipakai melakukan usaha kembali atau hanya

dipakai untuk keperluan pribadi.

1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk meningkatkan

usaha atau produksi serta investasi. Kredit ini diberikan untuk

menghasilkan barang atau jasa.

2. Kredit Komsumsi, merupakan kredit yang digunakan untuk

dikomsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini, tidak

49 Kasmir, Ibid.,

34
ada barang dan jasa yang dihasilkan karena memang digunakan

untuk dikomsumsi seseorang atau badan usaha.

3. Kredit Perdagangan, adalah kredit yang digunakan untuk

kegiatan perdagangan atau dengan kata lain dipakai untuk

membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan

dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Jenis kredit ini

biasanya diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan

yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

c. Dilihat dari segi jangka waktu, pemberian kredit diberikan jangka

waktu tertentu oleh perbankan sehingga dana yang diberikan dapat

dikembalikan tepat waktu.

1. Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang diberikan memiliki

jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan

biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

2. Kredit Jangka Menengah, adalah kredit yang diberikan memiliki

jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun

dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.

3. Kredit Jangka Panjang, adalah kredit yang masa

pengembaliannya paling panjang yakni diatas 3 tahun sampai

dengan 5 tahun.

d. Dilihat dari segi jaminan, merupakan pemberian kredit yang

diberikan tergantung besar atau kecilnya dana yang diperlukan

seseorang.

35
1. Kredit Dengan Jaminan atau agunan, adalah kredit yang

diberikan dengan suatu jaminan yang dapat berbentuk barang

berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.

2. Kredit Tanpa Jaminan atau Tanpa Agunan, merupakan suatu

kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang.

e. Dilihat Dari Sektor Usaha

1. Kredit Pertanian, adalah kredit yang dibiayai untuk sektor

perkebunan dan pertanian.

2. Kredit Peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor

peternakan baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka

panjang.

3. Kredit Industri, merupakan kredit yang diberikan untuk

membiayai suatu industri, baik industri kecil, menengah dan

besar.

4. Kredit Pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada

pelaku usaha di bidang tambang.

5. Kredit Pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk

membagun saranan dan prasarana di bidang pendidikan atau

bisa juga berupa kredit untuk mahasiswa.

6. Kredit Profesi, merupakan kredit yang diberikan untuk kalangan

professional seperti dosen, dokter, atau pengacara.

36
7. Kredit perumahan, merupakan kredit yang diberikan untuk

membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan

biasanya memiliki jangka waktu panjang.

Dalam pemberian kredit perbankan terdapat prinsip 5C. Adapun

prinsip yang dimaksud yakni character, capacity, capital, condition of

economic, collateral dengan penjelasan sebagai berikut:50

a. Character (watak) calon debitor perlu diteliti oleh analisis kredit

apakah layak untuk menerima kredit. Karakter pemohon kredit

dapat di peroleh dengan cara mengumpulkan informasi dan

referensi nasabah dan bank-bank lain tenatang perilaku, kejujuran,

pergaulan dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi.

Apabila karakter pemohon baik maka dapat diberikan kredit,

sebaliknya jika karakternya buruk maka kredit tidak dapat diberikan.

b. Capacity (kemampuan) adalah kemampuan calon debitor perlu

dianalisis, apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik

dan benar. Jika kemampuan calon Debitor baik maka ia dapat

diberikan kredit, sebaliknya jika kemampuannya buruk maka ia

tidak dapat diberikan kredit.

c. Capital adalah modal dari calon debitor harus dianalisis mengenai

besar struktur modalnya yang terlihat dalam neraca lajur

perusahaan calon debitor. Hasil analisis neraca lajur akan

50Ismail, 2010, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, hlm. 94.

37
memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya

perusahaan. Demikian juga tingkat liquiditas, rentabilitas,

solvabilitas, dan struktur modal perusahaan yang bersangkutan.

d. Condition of Economic adalah kondisi perekonomian pada

umumnya dan bidang usaha permohonan kredit khususnya. Jika

baik dan memiliki prospek yang baik maka permohonannya akan

disetujui, sebaliknya jika buruk maka permohonannya akan ditolak.

e. Collateral adalah agunan yang diberikan pemohon kredit mutlak

harus dianalisis secara yuridis, dan ekonomis apakah layak dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank.

Selain kelima prinsip di atas, terdapat pula penilaian kredit dengan

menggunakan prinsip 7P, yakni:51

a. Personality adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitor

yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan. Jika

kepribadiannnya baik maka dapat diberikan pinjaman. Kepribadian

calon nasabah ini dapat diketahui dengan mengumpulkan informasi

tentang keturunan, pekerjaan dan pendidikan, serta pergaulannya.

b. Party adalah mengklasifikasikan nasabah kedalam golongan-

golongan tertentu, berdasarkan modal, karakter dan loyalitasnya,

setiap golongan nasabah akan mendapatkan fasilitas yang berbeda

dari bank.

51 Kasmir, Op.cit., hlm. 103.

38
c. Purpose adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitor,

apakah untuk kegiatan komsumtif atau sebagai modal kerja.

d. Prospect adalah prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Apakah akan menguntungkan atau merugikan. Jika prospek terlihat

baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka akan

ditolak.

e. Payment adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali

kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analisis kredit

memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon

membayar kembali kredit sesuai dengan perjanjian.

f. Profitability adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan

nasabah memperoleh laba, laba diukur per periode, apakah

konstan atau meningkat dengan danya pemberian kredit.

g. Protection adalah agar usaha dan jaminan mendapatkan

perlindungan berupa jaminan barang, orang, atau jaminan

asuransi.

Untuk melengkapi kedua prinsip di atas maka terdapat pula tiga asas

yang dikenal dengan istilah 3R yakni:52

a. Returns adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan

calon debitor setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang

diperoleh cukup untuk membayar pinjaman dan sekaligus

52 Ismail, Op.cit., hlm. 116.

39
membentuk perkembangan usaha calon debitor bersangkutan

maka kredit diberikan.

b. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal dan

jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitor, tetapi

perusahaannya dapat berjalan.

c. Risk Bearing Ability adalah memperhitungkan besarnya

kemampuan perusahaan calon debitor untuk menghadapi risiko.

Kemampuan perusahaan menghadapi risiko ditentukan oleh

besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usahanya, dan

manajemen perusahaan yang bersangkutan.

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/

pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K)

dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas

penjaminan untuk usaha produktif. KUR adalah program yang dicanangkan

oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana

bank.53

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 sebagaimana

53Dewi Anggraini dan Syahrir Hakim Nasution, “Pera nan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bagi
Pengembangan Umkm Di Kota Medan (Studi Kasus Bank Bri)”, Jurnal Ekonomi dan
Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Keuangan, Universitas Sumatera Utara, Medan, Vol. 1,
Nomor 3, Februari 2013, hlm. 4.

40
telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha

Rakyat atau KUR, pengertian KUR adalah “kredit/pembiayaan modal kerja

dan/atau investasi kepada debitor individu/perseorangan, badan usaha

dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki

agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup”.

Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa KUR

adalah kredit modal usaha yang diberikan kepada debitor

individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha mikro, kecil

dan menengah di sektor perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan,

perindustrian, perdagangan dan pertanian. Tujuan program KUR adalah

mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian di sektor riil dalam

rangka penanggulangan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan

kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program KUR adalah sebagai

berikut:54

1. Meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha

produktif;

2. Meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil dan

menengah;

3. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

54
Pasal 2 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

41
Sasaran program KUR adalah kelompok masyarakat yang telah

dilatih dan ditingkatkan keberdayaan serta kemandiriannya pada kluster

program sebelumnya. Harapannya agar kelompok masyarakat tersebut

mampu untuk memanfaatkan skema pendanaan yang berasal dari lembaga

keuangan formal seperti Bank, Koperasi, BPR dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, KUR yang disalurkan oleh penyalur

KUR terdiri atas:

a. KUR Mikro;
b. KUR Kecil;
c. KUR Penempatan Tenaga Kerja;
d. KUR Khusus;
e. KUR Super Mikro.

Kemudian, penerima KUR dalam Ketentuan Pasal 3 ayat (1)

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun

2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat adalah terdiri

atas:55

a. Usaha mikro, kecil, dan menengah;


b. Usaha mikro, kecil dan menengah dari anggota keluarga dari
karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap atau bekerja
sebagai pekerja migran Indonesia;
c. Usaha mikro, kecil dan menengah dari pekerja migran Indonesia
yang pernah bekerja diluar negeri;
d. Usaha mikro, kecil dan menengah di wilayah perbatasan negara
lain;

55Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun
2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat.

42
e. Usaha mikro, kecil dan menengah pensiunan Pegawai Negeri Sipil,
Tentara, Nasional Republik Indonesia dan Kepolisian Republik
Indonesia dan/ atau pegawai pada masa persiapan pension;
f. Kelompok usaha mikro, kecil dan menengah yang meliputi:
1.) Kelompok Usaha Bersama (KUBE);
2.) Gabungan Kelompok Usaha Tani dan Nelayan (Gapoktan);
atau
3.) Kelompok usaha lainnya.
g. Usaha mikro, kecil dan menengah dari pekerja yang terkena
pemutusan hubungan kerja;
h. Calon pekerja migran Indonesia yang akan bekerja di luar negeri;
dan/ atau
i. Calon peserta magang di luar negeri.
Selain itu, adapun sektor usaha yang diprioritaskan memperoleh KUR

adalah semua sektor produksi untuk menambah jumlah barang dan/ atau

jasa seperti:56

a. Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan;


b. Sektor kelautan dan perikanan;
c. Sektor industri pengolahan’
d. Sektor konstruksi;
e. Sektor pertambangan garam rakyat;
f. Sektor pariwisata;
g. Sektor jasa produksi; dan/ atau
h. Sektor produksi lainnya.
Usaha Mikro dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan

Menengah, adalah “usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Berikut adalah kriteria

usaha mikro diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang

56Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun
2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat.

43
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan

Menengah:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima


puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kemudian, usaha kecil dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah, adalah “usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Berikut adalah kriteria

usaha kecil yang diatur dalam ketentuan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah:

a. Memiliki kekayaan bersih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta


rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus ribu rupiah).
Selanjutnya, usaha menengah dalam Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah, adalah “usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

44
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil

atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berikut adalah

kriteria usaha menengah yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus


juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan palimg banyak
Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian

Sektor pertanian yang dapat dibiayai oleh KUR untuk mendukung

pencapaian target-target utama program Kementerian Pertanian, sebagai

aspek pemenuhan permodalan guna mendorong usahanya, terdiri atas:57

a. Sub sistem hulu: kegiatan ekonomi menghasilkan sarana produksi


pertanian.
b. Sub sistem kegiatan budidaya: kegiatan penanaman dan
pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal
untuk diambil manfaat/ hasil panennya.
c. Sub sistem hilir: pengolahan dan memasarkan komoditas
pertanian.
d. Sub sistem penunjang: kegiatan menyediakan jasa penunjang
antara lain teknologi dan permodalan.

57 Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:


32/Permentan/SR.230/6/2016 Tentang Petunjuk Teknis Kredit Usaha Rakyat di Sektor
Pertanian.

45
Selain itu, kegiatan usaha produktif di sektor pertanian yang dibiayai

oleh KUR, yaitu:58

a. Usaha Budidaya (onfarm)


1) Tanaman pangan: Serealia, Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan.
2) Hortikultura: buah dan Florikultura, Sayuran dan Tanaman Obat.
3) Perkebunan: Tanaman Tahunan dan Penyegar, Tanaman
Semusin dan Rempah, Tumpang Sari dengan Tanaman Pangan
dan Integrasi dengan Ternak.
4) Peternakan: Ruminansia dan Non Ruminansia.
b. Usaha Hulu
1) Pengadaan/perdagangan sarana produksi: pupuk, pestisida,
pengadaan benih, bibit, pakan ternak, dan alat mesin pertanian
dan lain-lain.
2) Pengadaan alsintan pra panen: tractor, pompa air, bajak, luku,
pacul, mesin pembibitan (seedler), alat tanam biji-bijian (seedler)
dan lain-lain.
c. Usaha Hilir
1) Pengadaan/ pemasaran hasil produksi: tanaman pangan,
tanaman hortikultura, tanaman pekebunan dan peternakan.
2) Pengadaan alsintan tanaman pangan, antara lain: combine
harvester, thresher, corn sheller, rice milling unit, sabit, dryer,
pompa air, mesin penyiang padi bermotor, alat tanam biji-bijian,
mesin panen, mesin perontok polong, mesin pengupas, kacang
tanah.
3) Pengadaan alsintan hortikultura, antara lain: pengolahan
bawang goreng, pengolahan kripik buah (vacuum frying),
pengolahan selai/dodol, pengolahan juice buah-buahan, mesin
sortasi buah.
4) Pengadaan alsintan perkebunan antara lain: lantai jamur,
sangrai kopi, sangrai kaka, pengolahan teh, pengolahan lada,
pengolahan kelapa, kepras tebu, mesin tebang tebu/cane
harvester, grab loader, mesin pengolah biji jarak.
5) Pengadaan alsintan peternakan antara lain: paket inseminasi
buatan, mesin tetas, pencacah daging, pemerah susu,
pasteurisasi susu, mesin pellet.
6) Usaha budidaya, pengelola hasil dan pengadaan/ pembiayaan
alsintan.
d. Usaha penunjang di sektor pertanian.59
1) Labotarium;

58 Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:


32/Permentan/SR.230/6/2016 Tentang Petunjuk Teknis Kredit Usaha Rakyat di Sektor
Pertanian.
59 Pasal 7 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang

Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.

46
2) Sertifikasi produk; dan/ atau
3) Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA)

Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah untuk

meningkatkan pendapatan petani yang diawali dengan usaha-usaha

peningkatan produksi, dengan harapan produktivitas petani akan

meningkat dengan meningkatnya produksi. Rendahnya tingkat

produktivitas petani akan menghambat pembentukan modal karena dengan

produktivitas yang rendah maka alokasi produktivitas lebih banyak

ditujukan untuk pemenuhan konsumsi keluarga, dari pada untuk

pembentukan modal di dalam bentuk investasi.60

Bank dalam menyalurkan kredit KUR harus memiliki pedoman khusus,

terutama dalam menyalurkan dana pada sektor pertanian. Hal inilah yang

menjadi salah satu kendala dalam penyaluran dana, karena kurang

cocoknya usaha di sektor pertanian dengan usaha yang ada di sektor

perbankan. Beberapa bank besar tidak memiliki pengalaman dalam

menyalurkan kredit mikro dan juga pengalaman serta trauma, sehingga

beberapa bank menghadapi kenyataan kredit bermasalah pada waktu

pengembalian kredit.61

Sementara itu, pada tahun 2020 realisasi KUR di Kabupaten Soppeng

tumbuh sebesar Rp 385,80 miliar atau 3,78% dari total realisasi KUR di

Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 10,34 triliun dengan jumlah debitor

60 Praiselia Amanda, 2015, Kajian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian Pada
Bank BRI Kantor Cabang Tondano”, Skripsi, Sarjana Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado, hlm. 7.
61 Praiselia Amanda, Ibid., hlm. 17.

47
13.819. Apabila ditinjau dari bank penyalur KUR di Kabupaten Soppeng,

Bank BRI merupakan bank dengan realisasi KUR terbanyak yakni sebesar

Rp 345,64 miliar atau 89,59% dari total sebesar 385,80 miliar. Sementara

itu, terdapat 3 (tiga) sektor penyumbang terbesar dalam realisasi KUR Bank

BRI Kabupaten Soppeng yakni, berasal dari sektor Pertanian, Perburuan

dan Kehutanan yaitu sebesar Rp 189,97 miliar atau 42,24%. Disusul sektor

usaha Perdagangan Besar dan Eceran sebesar Rp 123,78 miliar atau

32,09%. Serta Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan

Perorangan lainnya sebesar Rp 25, 65 miliar atau 6,65%.62

Syarat mendapat KUR pertanian adalah, pertama, petani diharuskan

memiliki lahan garapan produktif, kedua, mempunyai rancangan

pembiayaan anggaran, ketiga, melengkapi sejumlah syarat untuk

kepentingan BI checking atau yang sekarang ini dikenal dengan Sistem

Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Dalam ketentuan Pasal 1 angka 13

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tentang

Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitor Melalui Sistem Layanan

Informasi Keuangan, SLIK adalah “sistem informasi yang dikelola oleh OJK

untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi

di bidang keuangan”. Aplikasi ini adalah pengganti BI cheking dan Sistem

Informasi Debitor (SID).

62 Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik


Indonesia, Ibid.,

48
Selain itu, KUR untuk petani mempunyai skema yang berbeda dengan

KUR pada umumnya. Hal demikian terjadi karena petani mendapatkan

keringanan untuk membayar, yakni dapat membayar pada saat produk

pertaniannya sudah menghasilkan atau panen. Dalam pemberian modal,

petani dapat mengajukan KUR Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

tanpa agunan untuk modal usaha tani. Adapun tanaman yang ditanam oleh

petani biasanya berupa tanaman padi atau jagung dengan perkiraan panen

atau baru menghasilkan setelah kurang lebih tiga bulan.63

Selanjutnya latar belakang perumusan KUR Pertanian ini dilandasi

kebutuhan petani pada KUR untuk melanjutkan usaha taninya. Masalah

pembiayaan masih menjadi kendala karena petani sedikit mengalami

kesulitan ketika akan meminjam ke bank. Hal yang menjadi kendala dalam

pembiayaan tersebut adalah keharusan adanya agunan atau jaminan

jumlah dan angsurannya yang cukup besar.64

Meskipun KUR Pertanian sangat mudah dan tanpa agunan, namun

hal tersebut tidak lepas dari masalah kredit macet. Berdasarkan hasil pra

penelitian pada tahun 2020 di Bank BRI Kabupaten Soppeng terdapat

kasus kredit macet khusus dalam penyaluran KUR Pertanian sebesar 1,8%.

Jadi, meskipun kredit yang disalurkan mempunyai nominal rendah namun

tetap saja risiko kredit macet tidak dapat dihindari oleh pihak Bank BRI.

63Hasil Pra Penelitian di Bank BRI Unit Pajalesan tanggal 28 Mei 2020.
64 Kompas.com, https://money.kompas.com/read/2020/02/05/070000226/bunga-6-
persen-dan-tanpa-anggunan-kur-pertanian-jadi-angin-segar-petani?page=all. Diakses
pada tanggal 30 Juni 2020.

49
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia

PBI No 9/6/PBI/2007 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,

kualitas kredit digolongkan menjadi 5 (lima) kolektibilitas yaitu:

a. Kredit Lancar, adalah suatu kredit yang apabila memenuhi kriteria


sebagai berikut:
1) Pembayaran angsuran pokok dan/ atau bunga tepat;
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
b. Kredit dalam perhatian khusus, adalah suatu kredit yang apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang
belum melampaui 90 hari; atau
2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) Mutasi rekening relatif rendah; atau
4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan; atau
5) Didukung oleh pinjaman baru.
c. Kredit kurang lancar, adalah suatu kredit yang apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang
telah melampaui 90 hari; atau
2) Sering terjadi cerukan; atau
3) Frekuensi mutasi rekening relative rendah; atau
4) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
hari; atau
5) Terjadi indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitor; atau
6) Dokumentasi pinjaman lemah.
d. Kredit yang diragukan, adalah suatu kredit yang apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang
telah melampaui 180 hari; atau
2) Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau
5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan.
e. Kredit macet, adalah suatu kredit yang apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang
telah melampaui 270 hari; atau
2) Kerugian oprasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar.

50
Dari penggolongan kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum

debitor mengalami kredit macet, maka terlebih dahulu bank akan

mengklasifikasikan kredit debitor ke dalam beberapa golongan tergantung

dari keterlambatan waktu pembayaran debitor.

3. Proses Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian

Penyaluran KUR diharapkan dapat membantu pengembangan usaha

produktif di sektor pertanian, sektor perikanan, sektor kehutanan, dan

sektor industri. Sumber dana penyaluran KUR adalah 100% bersumber dari

dana Bank Pelaksana. KUR yang disalurkan oleh Bank Pelaksana dijamin

secara otomatis (automatic cover) oleh perusahaan penjamin dengan nilai

penjaminan sebesar 70% dari plafon KUR.65

Proses penyaluran kredit KUR Pertanian memuat pedoman umum

tentang prosedur pemberian dan pengawasan kredit yang wajib dipenuhi,

baik oleh bank maupun oleh debitur. Pedoman prosedur pemberian dan

pengawasan kredit terdiri dari standar dokumentasi, perlindungan asuransi

dan pengawasan kredit dalam setiap transaksi kredit diperlukan

seperangkat strandar dokumen.66 Beberapa jenis dokumen tersebut

merupakan bahan masukan yang penting peranannya bagi bank untuk

memonitor perkembangan mutu kredit yang telah diberikan kepada debitur.

65 Tim JDHI Pusat, 2015, “Prosedur Penyaluran Kredit Usaha Rakyat”,


https://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2015/08/Tulisan-Hukum-Kredit-Usaha-
Rakyat.pdf, hlm. 7. Diakses pada tanggal 4 September 2021.
66 Rurun Andika Soviana, “Mekanisme Dan Strategi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

(KUR) Mikro (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah
Malang”, Jurnal Ilmiah FEB, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang,
Vol. 2. Nomor 1, hlm. 11.

51
Ketika realisasi kredit, syarat-syarat dokumen yang harus dipenuhi nasabah

seperti:

a. Kartu Tanda Penduduk;

b. Kartu Keluarga;

c. Surat nikah (Apabila telah menikah);

d. Surat Keterangan Usaha;

Selain itu dokumen yang harus disiapkan dari pihak BRI seperti

formulir data debitur, permohonan nasabah dan laporan hasil kunjungan

nasabah KUR Pertanian. KUR Pertanian tidak memperoleh asuransi jiwa

oleh Bank karena merupakan program Pemerintah. Oleh karena itu, kredit

ini dijamin oleh pihak Penjamin yakni Askrindo atau Jamkrindo. Penjaminan

atas KUR Mikro maksimal 70% dari plafon dan berlaku untuk semua sektor.

Adapun mekanisme penyaluran KUR Pertanian adalah sebagai

berikut:67

a. Langsung dari Bank Pelaksana ke UMKMK


Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara langsung ke

UMKMK adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Langsung dari Bank Pelaksana ke UMKM.

Bank b Perusahaan
Pelaksana Penjamin

UMKMK

67Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 32/Permentan/Sr.230/6/2016


Tentang Petunjuk Teknis Kredit Usaha Rakyat Di Sektor Pertanian.

52
Keterangan:
• (a) Bank melakukan penilaian secara individu terhadap calon
debitur KUR. Apabila dinilai layak dan disetujui oleh Bank
Pelaksana, maka Debitur KUR menandatangani Perjanjian
Kredit.
• (b) Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada
Perusahaan Penjamin maksimal penjaminanan 70% (tujuh
puluh persen) dari plafon kredit yang diberikan dan
selanjutnya perusahaan penjamin menerbitkan sertifikat
penjaminan.

b. Tidak Langsung, Melalui Lembaga Linkage Dengan Pola Executing


Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak

langsung melalui lembaga linkage dengan pola executing adalah

sebagai berikut:

Gambar 2.2. Melalui Lembaga Linkage Dengan Pola Executing.

Bank Pelaksana c Perusahaan


Penjamin

PK a b
d
Pola Linkage UMKMK
e
Keterangan:
• (a) Lembaga linkage mengajukan permohonan
kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana.
• (b) Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi
Debitur dan analisa kelayakan. Apabila dinyatakan layak dan
disetujui, maka Bank Pelaksana menandatangani Perjanjian
Kredit/Pembiayaan dengan Lembaga Linkage.
• (c) Bank Pelaksana mengajukan permintaan penjaminan
kredit/pembiayaan kepada Perusahaan Penjamin.
Perusahaan Penjamin menerbitkan sertifikat penjamin atas
nama Lembaga Linkage.
• (d) Lembaga Linkage menyalurkan kredit/pembiayaan yang
diterima dari Bank Pelaksana kepada debitur UMKMK dari
Lembaga Linkage.

53
• (e) Debitur UMKMK melakukan pembayaran kewajiban
kredit/pembiayaan kepada Lembaga Linkage.

c. Tidak Langsung, Melalui Lembaga Linkage Dengan Pola


Channeling.

Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak

langsung melalui Lembaga linkage dengan pola channeling adalah

sebagai berikut:

Gambar 2.3. Melalui Lembaga Linkage Dengan Pola


Channeling.

Bank Perusahaan
Pelaksana d Penjamin

c
PK b
e
Lembaga
Linkage UMKMK

Keterangan:
• (a) Untuk mendapatkan kredit/pembiayaan dari Bank
Pelaksana, UMKMK memberikan kuasa kepada pengurus
Lembaga Linkage untuk mengajukan kredit dan menjaminkan
agunan kepada Bank Pelaksana.
• (b) Lembaga Linkage mewakili UMKMK mengajukan
permohonan kredit kepada Bank Pelaksana.
• (c) Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi
Debitur dan analisa kelayakan. Apabila layak dan disetujui
maka Bank Pelaksana:
1) Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga
Linkage menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan
dengan UMKMK; atau
2) Berdasarkan kuasa dari UMKMK, maka Lembaga Linkage
menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan
Bank Pelaksana.

54
• (d) Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada
perusahaan penjamin. Perusahaan penjamin menerbitkan
sertifikat penjaminan atas nama masingmasing UMKMK.
• (e) Lembaga Linkage menerus pinjamkan kredit/pembiayaan
yang diterima dari Bank Pelaksana kepada debitur UMKMK.
Debitur UMKMK melakukan pembayaran kewajiban
kredit/pembiayaan kepada Bank Pelaksana melalui Lembaga
Linkage.
Penyaluran KUR Mikro secara langsung telah disepakati Bank Rakyat

Indonesia sebagai Pelaksana. Dalam hal bank lainnya akan menyalurkan

KUR Mikro secara langsung maka dipersyaratkan mendapatkan

persetujuan dari Komite Kebijakan. Ketentuan penyaluran KUR kepada

lembaga linkage dengan pola executing adalah sebagai berikut:68

a. Lembaga Linkage tersebut diperbolehkan sedang memperoleh

kredit/pembiayaan dari perbankan.

b. Lembaga Linkage tersebut tidak sedang memperoleh Kredit

Program Pemerintah.

c. Plafon KUR yang dapat diberikan oleh Bank Pelaksana kepada

Lembaga Linkage maksimal sebesar Rp 1.000.000.000 (satu

miliar), dengan jangka waktu sesuai ketentuan KUR.

d. Suku bunga KUR dari Bank Pelaksana kepada Lembaga Linkage

maksimal sebesar 14 % efektif per tahun

e. Suku bunga dan plafon kredit/pembiayaan dari Lembaga Linkage

kepada UMKMK ditetapkan maksimal sebesar 22% efektif per

tahun dan maksimal Rp 100 juta per debitur.

68 Tim JDHI Pusat, Loc.cit., hlm. 10.

55
f. Lembaga Linkage bertanggung jawab atas pengembalian KUR

yang diterima dari Bank Pelaksana.

g. KUR yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah KUR yang

diterima oleh Lembaga Linkage yang masih termasuk dalam

kriteria terjamin sesuai dengan perjanjian kerjasama Bank

Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin.

Ketentuan penyaluran KUR kepada lembaga Linkage dengan pola

channeling adalah sebagai berikut:69

a. Lembaga Linkage diperbolehkan sedang memperoleh

kredit/pembiayaan dari perbankan maupun Kredit Program

Pemerintah.

b. Jumlah KUR yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah sesuai

dengan daftar nominatif calon debitur yang diajukan oleh Lembaga

Linkage.

c. Plafon, suku bunga dan jangka waktu KUR melalui Lembaga

Linkage kepada debitur mengikuti ketentuan KUR Retail dan KUR

Mikro.

d. Atas penyaluran KUR tersebut, Lembaga Linkage berhak

memperoleh fee dari Bank Pelaksana yang besarnya ditentukan

berdasarkan kesepakatan dengan Bank Pelaksana.

e. Debitur KUR bertanggung jawab atas pengembalian KUR.

69 Tim JDHI Pusat, Ibid., hlm 11.

56
f. Jumlah kredit yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah

sesuai dengan yang diterima oleh Debitur KUR.

Keputusan untuk memberikan KUR sepenuhnya menjadi wewenang

Bank Pelaksana. Agunan dan pengikatan terdiri dari agunan pokok yaitu

kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai. Sedangkan agunan tambahan

yaitu sesuai dengan ketentuan Bank Pelaksana, dalam hal diperlukan

pengikatan maka dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada

Bank Pelaksana.70

Selain itu, adapun peran Costumer Servise (CS) dalam proses

penyaluran KUR Pertanian adalah sebagai berikut:

a. Menerima permohonan pinjaman;

b. Menginput di e-form atau konfirmasi lansgung ke mantri;

Setelah menerima permohonan pinjaman dari debitor dan menginput

ke dalam e-form, maka adapun tahap selanjutnya adalah sebagai berikut:

a. Menerima dokumen asli agunan dan tanda terima angunan;

b. Mencetak Surat Pengakuan Hutang (SPH) dan memastikan semua

dokumen ditandatangani oleh debitor;

c. Menyerahkan dokumen kredit kepada pimpinan cabang;

d. Menyimpan berkas kredit sesuai ketentuan berlaku;

e. Memastikan otomasi pendaftaran asuransi berhasil.

Pada penyaluran KUR Pertanian, dokumen yang disertakan adalah

dokumen berbentuk hardcopy. Selanjutnya, akan dilakukan pengecekan

70 Tim JDHI Pusat, Ibid.,

57
kelengkapan data dan dokumen kredit Sebelum Pencairan. Pada tahap

pencairan kredit, terdapat 2 (dua) tahap yang dilakukan:

a. Tahap prakarsa sampai dengan putusan kredit. Pada tahap ini

penanggung jawab pengecekkan kelengkapan dan jenis data serta

dokumen yang dipersyaratkan untuk semua tingkat putusan ada

pada CS.

b. Tahap setelah putusan kredit (persiapan pencairan). Penanggung

jawab pengecekkan kelengkapan data dan dokumen untuk seluruh

tingkatan putusan kredit di BRI adalah Account Officer (AO) dan

Pimpinan Cabang.

Setelah pencairan kredit, apabila kualitas kredit menunjukkan gejala

yang semakin memburuk, maka pimpinan cabang bersama dengan AO

melakukan review atas data dan dokumen kredit, sehingga dapat

melakukan langkah-langkah pengemanan dokumen yang diperlukan untuk

memperkuat posisi BRI. Adapun berkas kredit yang harus di review adalah:

a. Agunan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna

Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU);

b. Agunan berupa deposito/buku tabungan;

c. Plafond kredit diatas 15 juta.

58
C. Risiko Perbankan

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia

Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 11/25/PB/2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum, risiko adalah “potensi kerugian akibat terjadinya suatu

peristiwa (event) tertentu”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan

atau membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Adapun risiko

menurut teori hukum merupakan suatu ajaran yang disebut dengan

resicoleer (ajaran tentang risiko). Resicoleer adalah suatu ajaran di mana

seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada sesuatu

kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang

menjadi objek perjanjian.71

Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht).

Keadaan memaksa (overmacht) disebut juga dengan force majeure.

Konsekuensi yang muncul dari keadaan ini menyebabkan suatu perjanjian

(kontrak) dapat dibatalkan dan batal demi hukum.72 Menurut Ahmadi Miru,

kebatalan atau perjanjian batal demi hukum adalah apabila dalam suatu

perjanjian tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian yaitu

“suatu hal tertentu” dan “sebab yang halal”.73 Sedangkan pembatalan atau

71 Salim HS, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Yogyakarta,
hlm. 185.
72 Elly Erawati, Herlien Budiono, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian,

Gramedia, Jakarta, hlm. 5.


73 Ahmadi Miru, 2018, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta,

hlm. 107.

59
dapat dibatalkan adalah apabila suatu pihak dalam membuat suatu

perjanjian tidak cakap menurut hukum.74 Berkaitan dengan

ketidaktercapaiannya maksud dan tujuan perjanjian dapat disebabkan oleh

force majeure atau keadaan memaksa dan lazimnya ditujukan terhadap

suatu peristiwa yang berada di luar jangkauan manusia untuk menghindar

dari peristiwa tersebut. Force majeure merupakan konsep hukum yang

berasal dari hukum Roma (vis motor cui resisti non potest) yang diadopsi

dalam berbagai macam sistem hukum. Doktrin dalam common law

memaknai kata ini sebagai suatu ketidakmampuan untuk melakukan

sesuatu prestasi terhadap suatu kontrak, dengan di analogikan tetapi tidak

identik dengan force majeure.75

Force Majeure merupakan salah satu konsep dalam hukum perdata

dan diterima sebagai prinsip dalam hukum. Mochtar Kusumaatmadja

mengemukakan bahwa force majeure atau vis major dapat diterima sebagai

suatu alasan untuk tidak memenuhi pelaksanaan kewajiban karena

hilangnya/lenyapnya objek atau tujuan yang menjadi pokok perjanjian.

Keadaan ini ditujukan terhadap pelaksanaan secara fisik dan hukum, bukan

dikarenakan hanya kesulitan dalam melaksanakan kewajiban.76

Pasal yang sering digunakan sebagai acuan dalam force majeure di

Indonesia terdapat dalam Pasal 1244 dan 1245 BW. Namun, apabila dikaji

74 Ibid.,
75 Elly Erawati, Herlien Budiono, Loc.cit.,
76 Agri Chairunisa Isradjuningtias, “Force Majeure (Overmacht) Dalam Hukum Kontrak

(Perjanjian) Indonesia”, Journal Unpar, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Vol. 1,


Nomor 1, Tahun 2015, hlm. 5.

60
lebih lanjut ketentuan tersebut lebih menekankan bagaimana tata cara

penggantian biaya, rugi dan bunga akan tetapi dapat dijadikan acuan

sebagai pengaturan force majeure. Klausa force majeure memberikan

perlindungan terhadap kerugian yang disebabkan oleh kebakaran, banjir,

gempa, hujan badai, angin topan, (atau bencana alam lainnya),

pemadaman listrik, kerusakan katalisator, sabotase, perang, invasi, perang

saudara, pemberontakan, revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi,

blokade, embargo, perselisihan perburuhan, mogok, dan sanksi terhadap

suatu pemerintahan.77 Menurut Subekti, dalam buku Pokok-Pokok Hukum

Perdata, terdapat 2 (dua) jenis force majure yaitu:78

a. Force majure absolut, adalah suatu keadaan di mana sama sekali

tidak mungkin (impossibility) perjanjian itu dapat dilaksanakan dan

berakibat musnahnya barang yang dijanjikan.

b. Force majure relatif, adalah suatu keadaan di mana terjadi

keadaan-keadaan tertentu yang menyulitkan debitor untuk

melaksanakan suatu kontak. Meskipun dilaksanakan, maka debitor

harus melaksanakan pengorbanan tertentu yang membuat kontrak

tersebut menjadi tidak praktis lagi untuk dilaksanakan

(impracticability). Sehingga konsekuensinya adalah pelaksanaan

kontrak dapat ditunda sampai keadaan tersebut berakhir.

77 Ibid.,
78 Subekti, Op.cit., hlm 150.

61
Selain itu, force majure dapat menimbulkan risiko pada suatu kontrak,

yaitu:

a. Risiko pada Persetujuan Sepihak

Persetujuan sepihak adalah persetujuan di mana kewajibannya hanya

ada pada sepihak saja. Misalkan hibah, penitipan dengan cuma-cuma dan

pinjam pakai. Menurut Pasal 1245 BW, risiko dalam perjanjian sepihak

ditanggung oleh kreditor atau dengan kata lain debitor tidak wajib

memenuhi prestasinya. Penerapan ketentuan ini dalam perikatan untuk

memberikan barang tertentu. Selain itu, dalam Pasal 1237 BW memuat

ketentuan “bahwa kreditor yang harus menanggung risiko”. Ketentuan

tersebut juga diatur dalam Pasal 1444 BW dengan memperluas ketentuan

sebelumnya bahwa selain barangnya musnah, juga jika barangnya di luar

perdagangan atau dicuri.79

b. Risiko pada Persetujuan Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian di mana kedua belah

pihak diwajibkan untuk melakukan prestasi sesuai dengan kesepakatan

yang dibuat antara keduanya. Adapun yang termasuk perjanjian timbal balik

yaitu, jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan lain-lain.80

Di dalam dunia bisnis, setiap orang akan selalu berhadapan dengan

risiko. Risiko tidak cukup dihindari tetapi harus dihadapi dengan cara-cara

yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Bank

79 R. Setiawan, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta Bandung, Bandung, hlm.


32-33.
80 Salim HS, Loc.cit., hlm. 185.

62
yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha tinggi, wajib manerapkan

manajemen risiko. Manajemen risiko terdiri dari 8 (delapan) kategori, yaitu

Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko

Kepatuhan, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, dan Risiko Stratejik.81

Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai 8 (delapan) manajemen

risiko yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) sampai dengan ayat (13)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI2009 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, adalah sebagai berikut:

b. Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitor dan/atau pihak


lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank.
c. Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara
keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga
option.
d. Risiko Likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan
arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat
diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
Bank.
e. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional Bank.
f. Risiko Kepatuhan adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku.
g. Risiko Hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis.
h. Risiko Reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif
terhadap Bank.
i. Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam
pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

81 Salim HS, Ibid.,

63
Melihat risiko yang terjadi dalam perbankan, maka Bank Indonesia

membuat pedoman manajemen risiko untuk mengurangi risiko kredit

macet.

Istilah manajemen berasal dari kata to manage yang berarti kontrol.

Dalam Bahasa Indonesia, dapat diartikan mengendalikan, menangani, atau

mengelola.82 Selain itu, kata manajamen dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai

sasaran. Demikian pula menurut Stephen P. Robbins, manajemen adalah

proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar

diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.83

Sehubungan dengan risiko di atas, maka wajar saja jika Bank

Indonesia atau disebut juga BI memiliki cara dalam memanajemen risiko

yang akan terjadi. Manajemen risiko merupakan proses antisipasi terhadap

risiko agar kerugian tidak terjadi. BI telah menegaskan komitmennya untuk

mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang didorong penerapan manajemen

risiko perbankan yang sesuai dengan best practice internasional dengan

menunjuk kepada rekomendasi Bank for International Settlements melalui

Basle Committee on Banking Supervision. BI menetapkan kewajiban bagi

bank-bank untuk memiliki pedoman manajemen risiko, petunjuk yang lebih

jelas mengenai kerangka kerja manajemen risiko yang dimaksud baru

disampaikan beberapa tahun kemudian melalui PBI No 5/8/PBI/2003

82Yayat M Herujito, 2001, Dasar-Dasar Manajemen, Grasindo, Jakarta, hlm. 1


83 Stephen P. Robbins, 1999 Management Sixth Edition Edisi Bahasa Indonesia,
Penerjemah T. Hermaya, Prenhallindo, Jakarta, hlm. 8.

64
sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tentang

Penerapan Manajemen Risiko di Bank Umum (selanjutnya disebut PBI

tentang Manajemen Risiko).84

Pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/25/PBI2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum,

bahwa “bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, baik

untuk bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi

dengan Perusahaan Anak”.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank

Indonesia Nomor 11/25/PBI2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum memuat, bahwa “untuk meminimalisir risiko dalam

penyaluran kredit pengawasan aktif dipemberlakukan oleh Dewan

Komisaris dan Direksi, adanya kecukupan kebijakan, prosedur, dan

penetapan limit manajemen risiko, proses identifikasi, pengukuran,

pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen

risiko dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh”.

84Etty Mulyati, “Penerapan Manajemen Risiko Sebagai Prinsip Kehati-Hatian Dalam


Pemberian Kredit Perbankan”, Supremasi Jurnal Hukum, Universitas Padjajaran,
Bandung, Vol. 1, Nomor 1, 2018, hlm. 8.

65
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Soppeng yaitu di

Kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kabupaten Soppeng. Alasan memilih

lokasi adalah karena di tahun 2020, Soppeng merupakan Kabupaten

dengan realisasi KUR sebesar Rp 385,80 miliar dan berada pada urutan

kesebelas dari total realisasi KUR sebesar Rp 10,34 triliun di Sulawesi

Selatan. Selain itu, Kabupaten Soppeng berada pada urutan kelima

produksi beras di Sulawesi Selatan dengan jumlah 157.210,12 Ton beras.85

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah data primer dan sekunder. Adapun jenis data yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

1. Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

responden melalui wawancara dengan perwakilan dari instansi

terkait dan debitor penerima KUR Pertanian.

2. Data sekunder yaitu sumber-sumber yang tidak tekait secara

langsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam skripsi ini

sumber data sekunder yang dimaksud meliputi sejumlah data yang

85 Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, “Produksi Beras Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan (Ton), 2020”,
https://sulsel.bps.go.id/indicator/53/1684/1/produksi-beras-menurut-kabupaten-kota-di-
provinsi-sulawesi-selatan.html. Diakses pada tanggal 12 Juli 2021.

66
diperoleh dari dokumen, serta sumber-sumber lain yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Selain itu, adapun yang termasuk

data sekunder terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan,

seperti:

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan.

2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 8 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Kredit Usaha Rakyat.

3) Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor: 32/Permentan/SR.230/6/2016 Tentang Petunjuk

Teknis Kredit Usaha Rakyat di Sektor Pertanian.

4) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor

Pertanian.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.

6) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 6 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan

67
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang

Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat

Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

7) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/2005 sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia PBI No

9/6/PBI/2007 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum.

8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 11/25/PBI2009 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

9) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

18/POJK.03/2017 Tentang Pelaporan dan Permintaan

Informasi Debitor Melalui Sistem Layanan Informasi

Keuangan.

10) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Repbulik Indonesia

Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi Perekonomian

Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak

Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

11) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah

68
Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang

Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

12) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia

Nomor 61 /Pojk.07/2020 Tentang Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan.

13) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, jurnal, artikel, berita,

skripsi, dan tesis.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang menjadi pengamatan dalam

penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh unit Bank BRI

di Kabupaten Soppeng yakni BRI Unit Ompo, BRI Unit Jennae, BRI

Unit Takalala, BRI Unit Batu-Batu, BRI unit Lalabata Rilau, BRI Unit

Pattojo, BRI Unit Cennae, BRI Unit Pacongkang, BRI Unit Pajalesan,

BRI Unit Labokong.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah 5 Unit BRI yang

berada di 5 kecamatan yaitu Bank BRI Unit Pajalesang, Bank BRI Unit

Lalabata Rilau, Bank BRI Unit Takalala, Bank BRI Unit Ompo, dan

Bank BRI Unit Batu-Batu. Namun karena situasi pandemi Covid-19

69
masih berlangsung hingga 2021, maka penelitian dialihkan ke Bank

BRI Cabang Kabupaten Soppeng berdasarkan kebijakan Pimpinan

Kantor Cabang BRI Kabupaten Soppeng.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan tahap-

tahap sebagai berikut:

1. Penelitian Lapangan (Field Reserch)

penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang

berhubungan dengan Bank BRI Kabupaten Soppeng antara lain:

a) Pejabat/Kepala Kantor Bank BRI Kabupaten Soppeng.

b) 10 (sepuluh) Petani penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Pertanian.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Reserch)

Selain studi lapangan, penulis juga mencari sumber-sumber data

dengan mempelajari dan menelaah buku-buku atau dokumen atau

literatur yang berhubungan dengan penelitian.

70
E. Analisis Data

Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif,

kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan permasalahan beserta

penyelesaiannya yang berkaitan dengan penelitian ini. Penggunaan teknik

analisis kualitatif mencakup semua data penelitian yang telah diperoleh dari

wawancara, agar membentuk deskripsi yang mendukung kualifikasi kajian

ini sehingga dapat memecahkan objek permasalahan yang diteliti.

71
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pelaksanaan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Usaha


Rakyat (KUR) Pertanian Pada Bank BRI Kabupaten Soppeng

Luas wilayah Kabupaten Soppeng terdiri dari daratan seluas 1.500

km2 atau 150.000 Ha. Secara astronomis Kabupaten Soppeng terletak

pada 4° 06’ 00” LS dan 4° 32’ 00” LS serta 119° 47’ 18” BT dan 120° 06’

13” BT. Kabupaten Soppeng memiliki sungai bernama Sungai Walanae

serta terdiri atas daratan dan perbukitan. Adapun luas daratan 700 km2

berada pada ketinggian rata-rata kurang lebih 60 m di atas permukaan laut

serta perbukitan yang luasnya 800 km2 berada pada ketinggian rata-rata

200 m di atas permukaan laut. Ibukota Kabupaten Soppeng yakni Kota

Watansoppeng yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut.

Kabupaten Soppeng mempunyai puluhan sungai-sungai yang yang di

antaranya cukup berpotensi untuk mengairi tanah-tanah pertanian di

sekitarnya.86

Kabupaten Soppeng memiliki lahan pertanian seluas 97.972 hektar,

yang terdiri atas 29.083,7 hektar lahan sawah dan 68.888,3 hektar lahan

bukan sawah. Kemudian, lahan pertanian sawah berupa lahan sawah

irigasi seluas 24.708,3 hektar dan lahan sawah tadah hujan seluas 4.809,4

hektar serta lahan bukan pertanian di Kabupaten Soppeng seluas 52.028

86Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Soppeng


2017-2021, hlm. 1.

72
hektar.87 Berdasarkan potensi lahan pertanian yang memadai dimiliki

Kabupaten Soppeng, sehingga pembangunan yang dilaksanakan bertumpu

pada sektor pertanian. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Soppeng

tahun 2010-2030 yaitu terwujudnya pemanfaatan ruang yang berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan dengan berbasis agropolitan dan pariwisata

dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan sejahtera.

Melalui program multisektoral yang dicanangkan oleh Menteri

Pertanian dan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah pada tahun

2002, pemerintah kemudian mengarahkan dari masing-masing departemen

dan instansi terkait untuk memprogramkan Gerakan Pengembangan

Kawasan Agropolitan sebagai upaya mempercepat pembangunan

pedesaan yang berbasis pertanian. Oleh karena itu, berdasarkan SK.

Bupati No. 691/VIII/2003 tanggal 5 Agustus 2003, telah ditetapkan Kawasan

Agropolitan di Kabupaten Soppeng, yang meliputi 4 (empat) wilayah yaitu

Kecamatan Marioriwawo, Kecamatan Liliriaja, Kecamatan Lilirilau dan

Kecamatan Lalabata.88

Kabupaten Soppeng dengan potensi pertanian yang cukup luas,

didominasi oleh tanaman pangan diantaranya komoditi yang memiliki

produksi yang cukup menguntungkan yaitu padi, dan jagung. Produksi padi

87
Kabupaten Soppeng, “Potensi Lahan Pertanian”, https://soppengkab.go.id/potensi-
daerah/potensi-
pertanian/#:~:text=Luas%20lahan%20pertanian%20di%20Kabupaten,seluas%204%2080
9%2C4%20hektar. Diakses pada tanggal 2 Februari 2021.
88 Aulia Saraswati, 2013, “Strategi Pengembangan Infrastruktur Berbasis Komoditi,

Unggulan Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Soppeng”, Program Pascasarjana,


Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 2.

73
Kabupaten Soppeng tahun 2020 mencapai 48.575 hektar menghasilkan

setara dengan 151.035 Ton beras.89 Melihat peluang yang dimiliki

Kabupaten Soppeng, Kementerian Pertanian (Kementan) menyerahkan

bantuan sarana dan prasarana produksi untuk pembangunan pertanian di

Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan pada November 2020. Bantuan

yang diberikan guna memacu penanaman hingga 4 kali setahun. Diketahui

pula, bahwa bantuan ini merupakan program jangka panjang Kementan

untuk mempercepat dan meningkatkan produksi pertanian pada musim

tanam 2021 mendatang.90 Bantuan yang diberikan Kementan sekitar Rp 24

miliar yang terdiri dari bantuan benih padi, jagung, dan palawija, serta

bantuan alat mekanisasi berupa mesin traktor serta bantuan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) sebagai upaya pemerintah dalam mensejahterakan para

petani.

Salah satu penyalur KUR Pertanian di Kabupaten Soppeng adalah

Bank BRI. Bank BRI Kabupaten Soppeng telah menyalurkan KUR

Pertanian sejak adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas pada tanggal

9 Maret oleh Presiden RI yakni Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun

2007. Sebagai bank pelaksana, tugas Bank BRI antara lain melakukan

penilaian kelayakan usaha dan memutuskan pemberian kredit/ pembiayaan

89 “Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Inilah Recana Jangka Panjang Pertanian


dari Kementan di Kabupaten Soppeng”,
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4579. Diakses pada
tanggal 10 Februari 2021.
90 Ibid.,

74
dan tugas perusahaan penjamin antara lain memberikan persetujuan

penjaminan atas kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pelaksana.91

Menurut Trias Irawan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu

skema kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Perbankan dengan pola

penjaminan, dilaksanakan atas kerja sama pemerintah, lembaga penjamin

dan perbankan, dengan imbal jasa penjaminan yang disediakan oleh

pemerintah. KUR ini bisa dimanfaatkan untuk membiayai semua usaha

produktif termasuk sektor pertanian yang layak (feasible) tetapi belum

bankable dari aspek agunan tambahan.92 Adapun yang dimaksud dengan

usaha layak (feasible) adalah usaha calon debitor yang menguntungkan

sehingga mampu membayar bunga dan seluruh kewajiban pokok.

Sedangkan yang dimaksud dengan belum bankable adalah debitor yang

belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan dari perbankan antara lain

dalam hal penyediaan agunan.93

Program penyaluran KUR ini fokus pada 2 (dua) sektor yaitu on farm

dan off farm. On farm meliputi sektor pertanian, perburuan dan kehutanan,

sektor kelautan dan perikanan, sedangkan off farm meliputi bidang

perdagangan dan pemasaran produksi. Adapun dana program KUR yang

dikeluarkan oleh pemerintah untuk kedua sektor ini yakni masing-masing

91 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian,


dan Kementrian Pertanian, 2013, Pedoman Teknis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor
Pertanian, “Skema Kredit Pola Penjaminan”, hlm. 2.
92 Trias Irawan, Wawancara, Manejer Marketing Bank BRI Kabupaten Soppeng, 18 Januari

2021.
93 Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian,

dan Kementrian Pertanian, Op.cit., hlm. 5.

75
sebesar 70% untuk on farm atau sekitar 41 triliun dan sebesar 30% untuk

off farm atau sekitar 14 triliun.94

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, KUR

merupakan program dari pemerintah dengan menunjuk bank sebagai

penyalur KUR untuk membiayai semua usaha produktif dan layak. Jenis

KUR yang disalurkan oleh penyalur adalah KUR Mikro, KUR Kecil, KUR

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan KUR Khusus. Sedangkan

adapun penerima KUR adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Kemudian, Usaha Mikro terdiri atas beberapa sektor produksi yang

diprioritaskan seperti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, sektor

kelautan dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta

sektor jasa produksi. Dari sinilah istilah KUR Pertanian muncul karena KUR

yang disalurkan dikhususkan untuk sektor pertanian didukung dengan

adanya peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor:32/Permentan/SR/6/2016 Tentang Petunjuk Teknis Kredit Usaha

Rakyat di Sektor Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Republik

Indonesia Nomor 16/Permentan/SR/6/2016 Tentang Fasilitas Kredit Usaha

Rakyat Sektor Pertanian.

Selain itu, adapun yang menjadi penerima KUR Pertanian adalah

sebagai berikut:95

94Trias Irawan, Loc.cit.,


95Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 32/Permentan/Sr.230/6/2016
Tentang Petunjuk Teknis Kredit Usaha Rakyat Di Sektor Pertanian.

76
1. Individu/perseorangan atau badan hukum yang melakukan usaha

produktif mikro, kecil dan menengah di sektor pertanian.

2. Usaha sektor pertanian yang seluruh usaha untuk komoditas

tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan dan

peternakan.

Secara umum, berdasarkan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP),

pada tahun 2020 realisasi KUR di Bank BRI Kabupaten Soppeng sebesar

Rp 345,64 miliar atau 89,59%. Sedangkan untuk penyaluran KUR Pertanian

secara umum sekitar Rp 189,97 miliar atau 49,42%.96 Kemudian, pada

bulam Maret (Triwulan I) 2021 realisasi KUR di Kabupaten Soppeng

sebesar 84,45 miliar atau 3,12%.97

Meskipun pada masa pandemi Covid-19, KUR di Kabupaten Soppeng

mampu tumbuh hingga Rp 84,45 miliar dari Rp 1,48 triliun total realisasi

KUR di Provinsi Sulawesi Selatan serta berada pada urutan keempat belas

dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Dilihat dari jumlah

debitor KUR, Kabupaten Soppeng berada pada urutan ketujuh belas

dengan jumlah debitor 1.192 dari 40.038 total debitor di Provinsi Sulawesi

Selatan. Selanjutnya skema KUR dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:98

96 Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik


Indonesia, “Realisasi KUR Soppeng Tahun 2020, Sebesar Rp. 385,80 Miliar”.
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/watampone/id/data-publikasi/berita-
terbaru.html?start=140. Diakses pada tanggal 29 April 2021.
97
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik
Indonesia, Triwulan I 2021, Realisasi KUR Soppeng Sebesar Rp 84,45 Miliar”,
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/watampone/id/data-publikasi/berita-terbaru/3008-
triwulan-i-2021,-realisasi-kur-soppeng-sebesar-rp84,45-m.html. Diakses pada tanggal 4
Juni 2021.
98 Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik

Indonesia, Ibid.,

77
Tabel 1. Realisasi KUR di Kabupaten Soppeng.

Jenis Kredit Rp Persen (%)

Kredit Mikro 58,24 miliar 68,97%


Kredit Kecil 23,63 miliar 27,98%
Kredit Super Mikro 2,57 miliar 3,05%

Jumlah 84, 45 miliar


Sumber: Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu RI Tahun 2021.

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa skema kredit KUR di

Kabupaten Soppeng meliputi 3 (tiga) jenis yakni Kredit Mikro, Kredit Kecil

dan Kredit Super Mikro. Di antara tiga jenis kredit tersebut, yang paling

banyak diminati oleh masyarakat adalah Kredit Mikro sebesar Rp 58,24

miliar atau 69,97%, disusul Kredit Kecil sebesar Rp 23,63 miliar atau

27,98%, serta Kredit Super Mikro sebesar Rp 2,57 miliar atau 3,05%.

Selanjutnya, jika dilihat dari jumlah realisasi penyaluran KUR di

Kabupaten Soppeng, maka urutan bank penyalur KUR terbesar adalah

sebagai berikut:99

Tabel 2. Bank Penyalur KUR di Kabupaten Soppeng.

Bank Rp Persen (%)


Bank BRI 34,27miliar 76,41%
Bank BNI 4,79 miliar 10,68%
Bank Mandiri 4,70 miliar 10,49%
BNI Syariah 1,02 miliar 2,27%
BRI Syariah 70,00 juta 0,16%
Jumlah 44,86 miliar
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu RI Tahun 2021.

99 Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik


Indonesia, Ibid.,

78
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa Bank BRI

merupakan penyalur KUR terbanyak dari 4 (empat) bank lainnya di

Kabupaten Soppeng. Hingga bulan Maret (Triwulan I) 2021, Bank BRI telah

menyalurkan KUR sebesar Rp 34,27miliar atau 76,41%. Ini merupakan

awal yang baik untuk Bank BRI Kabupaten Soppeng untuk meningkatkan

jumlah penyaluran KUR dari tahun sebelumnya yakni tahun 2020 yang

hanya mampu menyalurkan KUR sebesar Rp 345,64 miliar atau 89,59%.

Berikut adalah beberapa bidang atau sektor penyaluran KUR pada

Bank BRI Kabupaten Soppeng:100

Tabel 3. Sektor Usaha KUR Bank BRI Kabupaten Soppeng.


Sektor Usaha Rp Persen (%)
Sektor Pertanian, Perburuan dan
40,16 miliar 47,56%
Kehutanan.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran. 29,62 miliar 35,07%
Sektor jasa kemasyarakatan, Sosbud,
6,32 miliar 7,48%
Hiburan, dan Perorangan.
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu RI tahun 2021.

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa sektor pertanian,

perburuan dan kehutanan lebih banyak menyerap KUR dari sektor lainnya.

Hal ini diperkuat dengan potensi wilayah pertanian di Kabupaten Soppeng

yang cukup luas, didominasi oleh tanaman pangan diantaranya padi, dan

jagung sehingga membuat Menteri Pertanian mulai mengupayakan

100 Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Republik


Indonesia, Ibid.,

79
pembangunan produksi di bidang pertanian di Kabupaten Soppeng dengan

melihat potensi yang dimiliki.

Menurut Trias Irawan, penyaluran KUR Pertanian mengalami

peningkatan jumlah nasabah debitor pada setiap tahun. Hal Ini dikarenakan

sebagian besar masyarakat sudah mengenal KUR begitupula KUR untuk

sektor Pertanian. Adapun bunga yang ditawarkan yakni sebesar 6%

membuat masyarakat mendapatkan kemudahan dalam pembayaran. 101

Menurutnya, selain bunga yang cukup ringan, persyaratan yang diberikan

bank juga tidak sulit. Berikut adalah persyaratan bagi calon debitor

penerima KUR Pertanian:102

1. Individu (perorangan) yang melakukan usaha produktif dan layak,

2. Telah melakukan usaha secara aktif minimal 6 bulan,

3. Tidak sedang menerima kredit dari perbankan kecuali kredit

konsumtif seperti KPR, KKB, dan Kartu Kredit,

4. Persyaratan administratif: identitas berupa KTP, Kartu Keluarga

(KK), dan Surat Keterangan Izin Usaha.

Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan 10 (sepuluh)

petani penerima KUR Pertanian untuk memperoleh informasi mengenai

kemudahan dalam pemberian KUR berdasarkan persyaratan di atas.

Adapun hasil wawancara yang dimaksud adalah sebagai berikut:

101 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,


102 https://bri.co.id/kur. Diakses pada tanggal 13 Maret 2021.

80
Tabel 4. Hasil Wawancara Debitor KUR Pertanian
Jangka Waktu Pemanfaatan
Persyaratan Bunga Jenis Agunan
Lokasi Pertanian di Pencairan Kredit
Kabupaten Soppeng 1-2 BPK Lainny Tidak
Mudah Rumit <6% 6% >6% >3 Hari Tanah Sesuai
Hari B a Sesuai
Desa Lompulle
3 - - 3 - 3 - 1 2 - 2 1
Kecamatan Ganra.
Desa Kebo Kecamatan
3 - - 3 - 3 - - 3 - 1 2
Lilirilau
Kelurahan Salokaraja
2 - - 2 - 2 - 2 - - 2 -
Kacamatan Lalabata
Desa Ganra
2 - - 2 - 2 - 1 1 - 2 -
Kecamatan Ganra
Total 10 - - 10 - 10 - 4 6 - 7 3

81
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 (sepuluh) responden

(petani), maka diperoleh informasi bahwa, dalam memperoleh KUR

Pertanian mereka tidak mendapatkan kesulitan, karena petani hanya

diwajibkan untuk membuat surat permohonan serta membawa dokumen

sesuai dengan syarat dan ketentuan KUR Pertanian. Selain itu, menurut 10

(sepuluh) responden (petani), bahwa bunga yang ditawarkan relatif rendah,

yakni sebesar 6% serta proses pencairan dana tidak memakan waktu lama

yakni sekitar 1 sampai 2 hari kerja. Kemudian, adapun syarat agunan atau

jaminan untuk KUR Pertanian yakni Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor

(BPKB) dan Surat Tanah. Berdasarkan 10 (sepuluh) responden (petani), 4

(empat) menggunakan Surat Tanah sebagai jaminan atau agunan.103

Sedangkan 6 (enam) responden (petani) menggunakan Bukti Pemilikan

Kendaraan Bermotor (BPKB).104 Manfaat yang diperoleh dari penyaluran

KUR Pertanian berbeda-beda, seperti yang dirasakan oleh 3 (tiga) Petani

yakni dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu biaya

pendidikan anak.105 Selain itu, menurut 7 (tujuh) Petani, manfaat yang

diperoleh dari penyaluran KUR Pertanian adalah, mereka dapat membeli

alat-alat untuk kebutuhan pertanian serta obat untuk tanaman padinya.106

103 Wawancara Petani Desa Lompulle Kecamatan Ganra, Petani Desa Ganra Kecamatan
Ganra, Dan Petani Kelurahan Salokaraja Kecamatan Lalabata Kabupaten Sopppeng.
104 Wawancara Petani Desa Lompulle Kecamatan Ganra, Petani Desa Ganra Kecamatan

Ganra, Petani Desa Kebo Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng.


105 Wawancara Petani Desa Lompulle Kecamatan Ganra dan Petani Desa Kebo

Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng.


106 Wawancara Petani Desa Ganra Kecamatan Ganra, Petani Kelurahan Salokaraja

Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng.

82
Saat ini, Bank BRI juga memberikan kemudahan bagi nasabahnya

dalam mengajukan pinjaman dengan cara dan syarat pengajuan yang

mudah yakni melalui sistem aplikasi online. Adapun cara pengajuan

pinjaman tersebut penulis gambarkan dalam bentuk alur sebagai berikut:107

Gambar 4. 1. Cara Pengajuan KUR Online

Pilih
Debitor Website BRI
“Ajukan
kur. bri.co.id.
Pinjaman”

Melakukan
Surat Pernyataan “login”
menggunakan
alamat email.

Setuju

Mengisi Formulir:
Profil diri, Profil usaha,
Mengunggah Berkas Dokumen
dan Data pengajuan.

Berdasarkan alur pada gambar di atas, debitor dalam mengajukan

pinjaman secara online terlebih dulu harus mengunjungi laman kur.bri.co.id.

selanjutnya debitor memilih “Ajukan Pinjaman”. Setelah itu, nasabah akan

diminta untuk melakukan “Login” dengan menggunakan alamat email dan

107 https://bri.co.id/kur. Diakses pada tanggal 14 Maret 2021.

83
memasukkan kata sandi jika sudah memiliki akun. Namun, jika debitor

belum memiliki akun di laman tersebut, maka debitor bisa memilih “Daftar”

terlebih dahulu. Kemudian, jika telah login, akan ditampilkan surat

pernyataan yang diberikan oleh Bank BRI. Apabila debitor telah membaca

dan menyetujuinya, maka selanjutnya klik “Setuju”. Terakhir, debitor harus

mengisi formulir pengajuan yang diberikan oleh Bank BRI secara online.

Formulir tersebut diantaranya berisi tentang profil diri, profil usaha,

kemudian mengunggah berkas dokumen, dan data pengajuan.

Sampai saat ini, bank sudah menjalankan 2 (dua) fungsinya yakni

sebagai perantara (intermediation role) dan fungsi sebagai transmission

role. Fungsi perantara (intermediation role) adalah penyediaan kemudahan

untuk aliran dana atas kelebihan dana selaku penabung (saver) atau

pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang memerlukan atau

kekurangan dana untuk memenuhi kegiatan kepentingannya selaku

peminjam (borrower). Fungsi sebagai transmission role sebagai penyalur

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya.108

Bentuk penerapan dari fungsi Bank dalam proses penyaluran KUR

Pertanian adalah dengan melakukan pelayanan kepada nasabah harus

berdasarkan prinsip kepercayaan.

Menurut Zulkarnain Sitompul, bahwa kepercayaan masyarakat mutlak

diperlukan karena bank pada hakikatnya tidak memiliki uang tunai yang

108Hermansyah, 2015, “Perwujudan Asas Kepercayaan Dalam Pengaturan Kegiatan


Usaha Bank (Studi Terhadap Ketentuan Setoran Lunas Bayar Maju Kredit Pada Bank
Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pontianak)”, Tesis, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Tanjungpura, Pontianak, hlm. 4.

84
cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus,

sehingga prinsip ini sangat penting dijaga, paling tidak karena terdapat 2

(dua) alasan yaitu:109

1. Peningkatan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi,

2. Mencegah terjadinya bank runs and panics.

Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, bank BRI Kabupaten Soppeng

tetap menyalurkan KUR Pertanian seperti biasanya. Meskipun angka

Covid-19 di Kabupaten Soppeng kian meningkat, akan tetapi penyaluran

KUR Pertanian tetap terlaksana dengan mengikuti protokol kesehatan yang

dianjurkan oleh pemerintah.

Setelah melakukan wawancara online via zoom dengan Trias Irawan

selaku Manajer Marketing di Bank BRI Kabupaten Soppeng, maka

diperoleh informasi bahwa masa pandemi Covid-19 juga sangat

berpengaruh terhadap kolektibilitas perbankan, termasuk bank BRI

Kabupaten Soppeng. Menurut Trias Irawan, bahwa “secara umum pandemi

Covid-19 mempengaruhi kolektibiltas Bank BRI Kabupaten Soppeng.

Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bagi bank untuk

menyalurkan KUR Pertanian kepada debitor, mengingat mereka

membutuhkan modal untuk produksi”. Selain itu, menurut Trias Irawan,

bahwa “masa Covid-19 tidak terlalu berpengaruh terhadap kolektibilitas

penerima KUR Pertanian. Hal ini karena adanya kebijakan pemerintah

109 Zulkarnain Sitompul, 2007, Lembaga Penjamin Simpanan, Substansi dan


Permasalahan, Books Terrace & Library, Bandung, hlm. 2-3.

85
yakni Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun

2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang

Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat Terdampak

Pandemi Corona Virus Disease 2019”.110 Meskipun demikian, Trias Irawan

menyampaikan bahwa dengan adanya pandemi Covid-19 ini, banyak

debitor yang memanfaatkan kebijakan dari pemerintah untuk membangun

atau merintis kembali usahanya.

Pada hakikatnya setiap usaha yang dijalankan pasti terdapat berbagai

risiko di dalamnya begitu pula dengan bank. Risiko usaha yang sering

dihadapi perbankan yakni keuntungan yang tidak pasti diperoleh oleh bank

dan termasuk pula risiko kredit macet atau kredit bermasalah. Bank dalam

meminimalisir risiko yang mungkin terjadi pada masa mendatang salah satu

prinsip yang diterapkan adalah prinsip mengenal nasabah (Know Your

Costumer) atau yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Costumers Due

Diligensi (CDD).111 Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang

diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan

transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.112

Prinsip mengenal nasabah ini merupakan implementasi dari prinsip kehati-

hatian bank dalam melakukan penyaluran KUR Pertanian pada petani.

110 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,


111 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,
112 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/Pbi/2001 sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/ 21/Pbi/2003 Tentang Penerapan


Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).

86
Selain itu, menurut Trias Irawan yang terpenting dalam pemberian

kredit KUR Pertanian adalah penerapan prinsip 5C sebagai wujud

impementasi selanjutnya dari prinsip kehati-hatian. Prinsip 5C yang

dimaksud adalah character, capacity, capital, condision of economic dan

collateral. Dari kelima prinsip tersebut yang paling sulit untuk dianalisis

adalah mengenai character. Menurut penjelasan dari Trias Irawan

character atau watak seorang nasabah sulit untuk dianalisis karena semua

nasabah akan berperilaku baik di depan petugas pada saat dilakukan

wawancara, namun ketika terjadi kredit macet dan pada saat proses

penagihan pihak bank kadang kala mendapatkan perlakuan yang buruk dan

bahkan adapula nasabah yang tidak diketahui keberadaannya pada saat

penagihan.113 Selain dari character, keempat prinsip lainnya dapat

dianalisis dengan melihat data debitor, yaitu melalui SLIK (Sistem Layanan

Informasi Keuangan).

Pada penyaluran KUR Pertanian di bank BRI Kabupaten Soppeng,

mekanisme pemberian kredit bank juga penting. Dalam mekanisme

pemberian kredit banyak hal yang perlu diperhatian. Menurut Trias Irawan,

mekanisme pemberian kredit juga termasuk implementasi dari penerapan

prinsip kehati-hatian dikarenakan terdapat beberapa tahapan di dalamnya

sebelum debitor menerima dana KUR. Berikut merupakan mekanisme

pemberian kredit KUR Pertanian oleh bank BRI Kabupaten Soppeng:114

113 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,


114 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

87
1. Tahap Permohonan Kredit.

Pada bagian ini, debitor mendatangi bank untuk mengisi surat

keterangan permohonan kredit serta membawa kelengkapan

dokumen yang sebelumnya diberitahukan oleh penyalur sebagai

syarat administrasi. Agar lebih jelas, penulis gambarkan melalui alur

berikut ini:

Gambar 4. 2. Tahap Permohonan Kredit

Debitor Mengisi Surat Keterangan


Permohonan Kredit Secara Tertulis. ADK mencatat
Memuat Perpanjangan Jangka Waktu, dalam register
BANK Perubahan Jumlah, Perubahan SKPP (Surat
BRI Struktur, Tipe Dan Syarat Kredit, serta Keterangan
Penyelesaian Kredit. Permohonan
Pinjaman)

Calon
Debitor
CS mendata: nama, alamat
usaha, lama usaha, serta
jumlah pengajuan kredit.

Berdasarkan alur di atas, dapat disimpukan bahwa penerapan

prinsip kehati-hatian dalam permohonan kredit dilakukan pada tahap

Costumer Servise (CS) mendata. Sebelum CS menginput data debitor,

terlebih dahulu CS akan mengecek data debitor untuk menghindari

terjadinya data double.

88
2. Tahap Pemeriksaan Berkas dan Lokasi Lahan Debitor

Pada bagian ini, AO membuat laporan kunjungan untuk

nasabah. Agar lebih jelas, penulis gambarkan dengan alur sebagai

berikut:

Gambar 4. 3. Pemeriksaan Berkas dan Lokasi.

Debitor Melengkapi Persyaratan

Pimpinan
Account Officer Petugas Survei Bank
Cabang

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa debitor

mendatangi Account Officer atau AO untuk membuat laporan

kunjungan nasabah berdasarkan data sebelumnya. AO dalam

menjalankan tugasnya selalu mempertimbangkan efisiensi dan

efektivitas, terutama dalam pemeriksaan, pembinaan, dan monitoring.

Selain itu, AO juga melakukan pengecekan di SLIK. Implementasi

selanjutnya dari penerapan prinsip kehati-hatian adalah dalam menilai

kelayakan sektor usaha debitor, AO memberikan tugas kepada

petugas survei bank untuk melihat langsung lokasi. Kemudian petugas

survei bank akan membuat hasil kunjungan dan mencatat ke dalam

lampiran kunjungan nasabah. Setelah itu, diserahkan kepada

pimpinan cabang sebagai bahan pertimbangan. Selanjutnya, apabila

disetujui, biasanya bank akan memberikan persyaratan berupa

agunan. Meskipun KUR Pertanian merupakan KUR tanpa agunan,

89
namun bank tetap meminta agar debitor senantiasa memiliki iktikad

baik sehingga pembayaran KUR Pertanian tepat waktu.

3. Tahap Pencairan Kredit

Pimpinan cabang diberikan kewenangan untuk memutus

kelayakan kredit setelah melihat laporan survei dari AO. Setelah itu,

pimpinan cabang akan memutuskan kredit berdasarkan RPC atau

Repayment Capacity, kemudian pencairan akan dilakukan oleh Teller.

Berdasarkan 3 (tiga) tahap tersebut, Menurut Trias Irawan terkait

dengan penerapan prinsip kehati-hatian adalah pada tahap pemeriksaan

berkas dan lokasi. Tahap pemeriksaan berkas dan lokasi menentukan

jumlah pinjaman debitor. Hal tersebut dikarenakan, dalam tahap ini petugas

survei secara langsung meninjau dan melihat kelayakan usaha debitor yang

akan diberikan KUR Pertanian. Selain itu, menurut Trias Irawan bahwa

kendala kecil yang sering dihadapi bank adalah pada saat proses

pemberkasan. Hal ini dikarenakan debitor kurang memahami berkas yang

harus disiapkan sebagai syarat dalam pemberian KUR Pertanian, sehingga

pihak bank menganjurkan agar debitor melengkapi.115

Setelah mengetahui mekanisme pemberian kredit KUR Pertanian

pada Bank BRI Kabupaten Soppeng, maka adapun mekanisme pemberian

kredit KUR Pertanian di unit, yakni debitor langsung mendatangi bank unit

untuk bertemu dengan mantri. Kemudian mantri melengkapi berkas debitor

dan melakukan survei sektor usaha debitor. Untuk melengkapi data yang

115 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

90
masih kurang biasanya mantri meminta bantuan CS untuk mengecek

kembali data debitor. Setelah itu, hasil survei diberikan kepada Kepala Unit.

Kepala Unit kemudian memutuskan apakah sektor usaha debitor layak atau

tidak. Apabila disetujui, maka proses pencairan dana dilakukan oleh Teller.

Diketahui bahwa, Kepala Unit memiliki wewenang terbatas dalam

memberikan pinjaman yang diajukan. Wewenang yang dimiliki Kepala Unit

adalah minimal Rp 50.000.000, sedangkan untuk pinjaman di atas nominal

tersebut menjadi wewenang Pimpinan Cabang. Berdasarkan mekanisme

tersebut, waktu yang dibutuhkan yakni sekitar 1 (satu) sampai 2 (dua) hari

kerja hingga proses pencairan dana.116

B. Upaya Hukum Penyelesaian Kredit Macet Kredit Usaha Rakyat


(KUR) Pertanian Bank BRI Kabupaten Soppeng.

Sebelum menjadi bank Penyalur KUR, terdapat beberapa persyaratan

yang harus dipenuhi oleh setiap bank. Adapun persyaratan yang dimaksud

dikemukakan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Kredit Usaha Rakyat sebagai berikut:

a. Sehat dan berkinerja baik;


b. Melakukan kerjasama dengan perusahaan penjamin dalam
menyalurkan KUR; dan
c. Memiliki online system data KUR dengan Sistem Informasi Kredit
Program (SIKP).

116
Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

91
Berdasarkan persyaratan di atas, Bank BRI Kabupaten Soppeng telah

memenuhi persyaratan sebagai bank penyalur KUR. Penyaluran KUR oleh

bank penyalur KUR menggunakan pola linkage yaitu secara channeling dan

executing.117 Lembaga linkage adalah lembaga berbadan hukum yang

dapat meneruskan pinjaman KUR dari penyalur KUR kepada penerima

KUR berdasarkan perjanjian kerja sama. Lembaga linkage meliputi

koperasi atau koperasi simpan pinjam atau koperasi simpan pinjam

pembiayaan syariah sekunder, koperasi atau koperasi simpan pinjam atau

koperasi simpan pinjam pembiayaan syariah primer, bank perkreditan

rakyat/ bank pembiayaan rakyat syariah, perusahaan pembiayaan,

perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro pola konvensional

atau syariah, lembaga keuangan bukan bank lainnya termasuk fintech, dan

kelompok usaha.

Pada pola linkage, penyalur KUR meng-upload data calon penerima

KUR yang diajukan oleh lembaga linkage ke Sistem Informasi Kredit

Program (SIKP). Selanjutnya, perusahaan akan menerbitkan Sertifikat

Penjaminan atas nama UMKM penerima KUR yang telah dberikan

penyaluran kredit/pembiayaan.118 Berikut adalah proses pelayanan KUR

BRI di Kabupaten Soppeng:119

117 Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun
2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat.
118 Lampiran II Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
119 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,

92
Gambar 4. 4. Proses Pelayanan KUR BRI.

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha

Rakyat, Menteri Pertanian membuat Peraturan Menteri Pertanian Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat

Sektor Pertanian sebagai pedoman KUR secara nasional untuk sektor

Pertanian. Di dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri

Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas

Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, KUR disalurkan oleh penyalur terdiri

atas:

a. KUR Mikro;

b. KUR Kecil;

c. KUR Khusus.

Usaha produktif di sektor pertanian adalah seluruh usaha di sektor

pertanian, meliputi tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman

93
perkebunan, dan peternakan.120 Penyaluran KUR Mikro untuk usaha

produktif di sektor pertanian dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan

Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang

Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian bahwa “diberikan kepada

penerima KUR dengan jumlah paling banyak Rp 50.000,000 (lima puluh juta

rupiah) setiap penerima KUR”. Selain itu, berdasarkan Pasal 16 ayat (2)

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020

tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, suku bunga/marjin

KUR mikro 6% (enam persen) efektif pertahun.

Selanjutnya, jangka waktu pengembalian KUR Mikro berdasarkan

grace periode sesuai penilaian penyalur KUR adalah sebagai berikut:121

a. Paling lama 3 (tiga) tahun untuk kredit/ pembiayaan modal kerja;

atau

b. Paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/ pembiayaan investasi.

Selain itu, dapat dilakukan perpanjangan, suplasi, dan restrukturisasi

paling lama yaitu:122

a. 4 (empat) tahun, untuk kredit/pembiayaan modal kerja; atau

b. 7 (tujuh) tahun, untuk kredit/pembiayaan investasi.

Adapun per musim tanam atau 1 (satu) siklus produksi dalam

ketentuan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Menteri Pertanian Republik

120 Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, 2020,
Petunjuk Pedoman Teknis Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, hlm 28.
121 Pasal 16 ayat (3) Peraturan Menteri Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.


122 Pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.

94
Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat

Sektor Pertanian adalah:

a. Sektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan 1 (satu)


musim tanam;
b. Sektor peternakan 1 (satu) musim budidaya ternak;
c. Sektor perikanan satu musim budidaya dan/ atau tangkap ikan; dan
d. Sektor produksi lainnya sepanjang 1 (satu) siklus produksi sampai
dengan menghasilkan barang dan/ atau jasa.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal tersebut, komoditas tanaman

yang ditanam oleh petani tidak mempengaruhi jumlah KUR yang diberikan.

Menurut Trias Irawan, yang dapat mempengaruhi jumlah penyaluran KUR

adalah letak dan luas lahan pertanian. Hal ini dikarenakan pada tahap

pemeriksaan berkas dan lokasi debitor, petugas survei akan menilai dan

membuat hasil kunjungan sehingga berdasarkan data tersebut pimpinan

cabang akan membuat pertimbangan serta memutuskan jumlah KUR yang

akan diberikan.123

Sebagai penerima KUR Mikro, dalam ketentuan Pasal 16 ayat (5)

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020

Tentang Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, bahwa “untuk

melakukan skema pembayaran maka dapat melakukan pembayaran pokok

dan suku bunga/ marjin KUR Mikro secara angsuran berkala dan/ atau

pembayaran sekaligus saat jatuh tempo sesuai dengan kesepakatan antara

penerima KUR dan penyalur KUR dengan memerhatikan kebutuhan skema

pembiayaan masing-masing penerima”.

123 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,

95
Apabila debitor mengalami graduasi/naik kelas dari debitor KUR Mikro

menjadi debitor KUR Kecil, maka berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1)

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020

Tentang Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, bahwa “penerima

KUR diberikan jumlah di atas Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) setiap individu”.

Adapun jangka waktu pengembalian KUR Kecil berdasarkan grace periode

sesuai penilaian penyalur KUR adalah sebagai berikut:124

c. Paling lama 4 (tiga) tahun untuk kredit/ pembiayaan modal kerja;

atau

d. Paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/ pembiayaan investasi.

Selain itu, dapat dilakukan perpanjangan, suplasi, dan restrukturisasi

paling lama yaitu:125

c. 5 (empat) tahun, untuk kredit/pembiayaan modal kerja; atau

d. 7 (tujuh) tahun, untuk kredit/pembiayaan investasi.

Selanjutnya KUR Khusus, diberikan kepada kelompok yang dikelola

secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha

untuk komoditas perkebunan rakyat dan peternakan rakyat.126 Berdasarkan

Pasal 24 ayat (2) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

12 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian,

124 Pasal 16 ayat (3) Peraturan Menteri Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.
125 Pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2020 tentang Fasilitas Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.


126 Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, 2020,

Petunjuk Pedoman Teknis Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian, hlm 32.

96
bahwa “KUR Khusus diberikan sesuai dengan kebutuhan, dengan jumlah

platfon paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) setiap individu

anggota kelompok. Adapun jangka waktu pengembalian dan skema

pembayaran sama dengan KUR Kecil.

Selama proses penyaluran KUR Pertanian di Bank BRI Kabupaten

Soppeng, kasus kredit macet tidak dapat dihindari. Dari hasil wawancara

yang dilakukan, pihak bank tidak memberikan informasi tentang jumlah

KUR Pertanian yang macet, tetapi hanya memberi informasi bahwa

jumlahnya sekitar puluhan setiap tahun. Selain itu, alasan pihak bank tidak

memberikan informasi adalah karena aturan internal bank dan terkait

dengan rahasia perusahaan (bank) yang tidak ingin dibeberkan ke publik

serta diketahui oleh bank pesain.

Penyebab terjadinya kredit macet menurut Trias Irawan adalah

character atau watak seorang nasabah yang sulit dianalisis. Selain

character debitor, penyebab terjadinya kredit macet KUR Pertanian adalah

gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu yang berdampak pada

menurunnya hasil produksi terutama untuk lahan pertanian padi.

Selanjutnya, menurut Trias Irawan, mereka yang mengalami kredit macet

adalah mereka yang memiliki kolektibilitas buruk.127

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor utama penyebab

kredit macet di Bank BRI Kabupaten Soppeng 95% adalah Character dan

5% adalah bencana dan pandemi. Trias Irawan menjelaskan bahwa, pada

127 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,

97
saat pertama menerima KUR Pertanian, mereka memiliki kolektibilitas baik.

Namun, setelah berlangsung lama, mereka menjadi sulit untuk membayar,

bahkan sulit untuk ditagih, padahal mereka sebenarnya sanggup untuk

membayar tetapi tidak mau membayar.128 Menanggapi hal tersebut, pihak

bank segera memberikan surat peringatan kepada debitor sebelum

melakukan tindakan tegas.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah dalam menstabilkan

perekonomian negara telah mengeluarkan aturan khusus terkait KUR.

Adapun aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Perlakuan Khusus Bagi Penerima

Kredit Usaha Rakyat Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Dalam aturan ini dikemukakan bahwa:

Penerima KUR Mikro, KUR Kecil, dan KUR Khusus yang terdampak
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan
Penerima KUR yang mengalami penurunan usaha yang disebabkan
kondisi:129
a. Terjadi penurunan pendapatan/omzet karena mengalami
gangguan terkait pandemi pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19); dan/atau;
b. Mengalami gangguan proses produksi karena dampak pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

128
Wawancara Trias Irawan, Ibid.,
129Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun
2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Perlakuan Khusus Bagi
Penerima Kredit Usaha Rakyat Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

98
Selain peraturan di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga

mengeluarkan kebijakan terkait pandemi Covid-19 yakni Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang

Stimulasi Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical

Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Dalam ketentuan Pasal 2

ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor

11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi Perekonomian Nasional Sebagai

Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019

dikemukakan bahwa “bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung

stimulasi pertumbuhan ekonomi untuk debitor yang terkena dampak

penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitor usaha

mikro, kecil dan menengah”.

Selain itu, OJK juga menambahkan bahwa “dalam hal bank

menerapkan kebijakan yang mendukung stimulasi pertumbuhan ekonomi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bank harus memiliki pedoman untuk

menetapkan debitor yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease

2019 (COVID-19) termasuk usaha mikro, kecil dan menengah.130

Kemudian, dalam ketentuan Pasal 2 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi

Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak

Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dikemukakan bahwa “pedoman

130Pasal 2 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

99
menmenpenetapan debitor yang terkena dampak penyebaran coronavirus

disease 2019 (COVID-19) termasuk debitor usaha mikro, kecil dan

menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

a. Kriteria debitor yang ditetapkan terkena dampak coronavirus


disease 2019 (COVID-19); dan
b. Sektor yang terkena dampak corona virus disease 2019 (COVID-
19).
Jika dikaitkan antara Pasal 2 ayat (4) dan (5) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi

Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak

Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dengan Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

2020 Tentang Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat

Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, bahwa kedua peraturan

tersebut mempunyai hubungan atau kaitan satu sama lain. Hal ini

dikarenakan peraturan yang dikeluarkan oleh OJK terhadap perbankan

dalam menetapkan kriteria debitor yang terkena dampak dari Covid-19

ditentukan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020 Tentang

Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat Terdampak

Pandemi Corona Virus Disease 2019. Berdasarkan kebijakan tersebut,

sektor pertanian termasuk kedalam 18 sektor usaha yang mendapatkan

perlakuan khusus akibat pandemi Covid-19.131 Namun, menurut Trias

131 Hana Adi Perdana, 2020, “Ini Daftar 18 Sektor Usaha Yang Bakal Menikmati
Keringanan Pajak”, https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-1/ini-
daftar-18-sektor-usaha-yang-bakal-menikmati-keringanan-pajak/3. Diakses pada tanggal
6 Juni 2021.

100
Irawan, dampak pandemi Covid-19 di Kabupaten Soppeng pada tahun

2020 tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi pertanian. Namun,

dampak ini mempengaruhi sektor produktif lain seperti sektor perdagangan

dan pemasaran produk yang mengalami penurunan usaha atau

pendapatan akibat pandemi Covid-19. Misalnya adalah para pedagang di

pasar.132

Selain itu, terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya kredit

macet, yakni:133

a. Faktor intern bank meliputi analisis yang kurang tepat yang

dilakukan oleh penyalur KUR Pertanian sehingga tidak dapat

memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurung waktu selama

jangka waktu kredit, adanya kolusi antara penyalur KUR

Pertanian yang sedang menangani kredit sehingga bank

memutuskan kredit yang tidak seharusnya diberikan,

keterbatasan pengetahuan penyalur KUR Pertanian terhadap

jenis usaha debitor, serta melemahnya pembinaan dan

monitoring kredit KUR Pertanian oleh Penyalur;

b. Faktor ekstern, berasal dari debitor yang mengalami penurunan

produksi atau mengalami kebangkrutan usaha sehingga tidak

mampu untuk melakukan pembayaran kredit;

132 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,


133 Ismail, 2010, Op.cit., hlm. 124.

101
c. Faktor lainnya, biasa juga terjadi karena adanya faktor

kesengajaan dari debitor KUR Pertanian.

Sebelum melakukan tindakan tegas terhadap debitor KUR

Pertanian, maka tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan bank untuk

mengatisipasi terjadinya kredit macet sebagai berikut:134

a. Pertama, melakukan pendekatan kepada debitor dengan datang

ke tempat tinggal untuk mencari solusi bersama.

b. Kedua, memberikan solusi penyelamatan kredit 3R, yakni

Rescheduling (penjadwalan kembali), Reconditioning

(persyaratan kembali), dan Restructuring (penataan kembali),

namun sebelum melakukan penawaran 3R terlebih dulu harus

memerhatikan character debitor.

c. Ketiga, memberikan keringanan bunga.

d. Keempat, memberikan modal kembali, tergantung usaha yang

dijalankan debitor agar dapat berkembang sehingga debitor bisa

menyelesaikan kredit macet pada bank.

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara di Bank BRI Kabupaten

Soppeng, ada pemilahan debitor yang mengalami kredit macet. Mereka

akan dikelompokkan untuk dipilah mana yang akan direstrukturisasi dan

yang tidak bisa dilakukan penyelesaian.135 Restrukturisasi dilakukan untuk

melihat prospek dari debitor, sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum.

134 Wawancara Trias Irawan, Loc.cit.,


135 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

102
Jika kemudian tidak ada prospek dari debitor, maka pihak bank selanjutnya

akan melakukan penyelesaian kredit dengan tegas.

Sebelum melakukan penyelesaian kredit melalui lembaga hukum,

pihak bank terlebih dahulu memberikan surat pemberitahuan berupa surat

peringatan. Surat peringatan ini bermasud untuk memberitahu debitor

mengenai tunggakan pembayaran di Bank BRI Kabupaten Soppeng.

Berikut adalah prosedur penyelesaian kredit macet oleh bank BRI

Kabupaten Soppeng:136

a. Melakukan penagihan berkala dengan cara mendatangi tempat

tinggal debitor penerima KUR Pertanian.

b. Jika debitor KUR Pertanian tidak mau membayar maka

selanjutnya diberikan Surat Peringatan sampai dengan 3 (tiga)

kali berturut-turut.

c. Apabila debitor KUR Pertanian memiliki agunan untuk dijual,

maka pihak Bank BRI Kabupaten Soppeng akan melakukan

penjualan atau lelang.

d. Sebaliknya apabila debitor tidak memilki agunan, maka Bank BRI

Kabupaten Soppeng akan melakukan gugatan sederhana ke

Pengadilan Negeri.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis, meskipun

penyaluran KUR Pertanian tanpa agunan, namun bank pelaksana tetap

meminta debitor menyiapkan agunan sebagai persyaratan. Pengajuan KUR

136 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

103
Pertanian dengan jumlah mencapai atau lebih dari Rp 20.000.000 (dua

puluh juta rupiah) harus menyertakan aset fisik baik berupa Bukti Pemilikan

Kendaraan Bermotor (BPKB) atau sertifikat tanah atau rumah. Alasan Bank

BRI Kabupaten Soppeng meminta hal tersebut adalah agar debitor

mempunyai tanggungjawab dalam pembayaran KUR Pertanian, sehingga

kredit macet pun dapat dihindari oleh perbankan. Namun, apabila suatu

saat debitor mengalami kredit macet, maka bank terlebih dahulu mencari

solusi bersama sebelum mengambil langkah akhir yakni menjual agunan

debitor dengan cara melelang. Apabila debitor tidak menyertakan agunan,

maka tindakan akhir penyelesaian kredit macet yang dilakukan bank adalah

dengan cara gugatan sederhana.

Penyelesaian gugatan sederhana dalam ketentuan Pasal 1 angka 1

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah

bahwa “tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata

dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp 500.000.000,00 juta (lima

ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya

sederhana”.

Selain itu, penyelesaian kredit macet bertujuan untuk mendapatkan

pengambilan atau pelunasan atas kewajiban debitor melalui pendekatan

104
yang kooperatif. Berikut adalah upaya agresif yang dilakukan bank untuk

mendapatkan haknya berupa pelunasan dari kewajiban debitor:137

a. Pertama adalah dengan memberikan tekanan, baik dalam bentuk

peringatan secara lisan maupun tertulis kepada debitor.

b. Kedua, penjualan barang agunan (jika ada). Berdasarkan Pasal

29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia, apabila debitor cidera janji, maka

dapat dilakukan penjualan di bawah tangan sesuai dengan

kesepakatan pemberi pinjaman (kredit) dan penerima pinjaman

(debitor) jika dengan cara ini diperoleh harga tertinggi yang dapat

menguntungkan para pihak.

c. Ketiga, adalah novasi atau pembaruan utang yang menyebabkan

hapusnya suatu perjanjian, di mana perjanjian utang baru

menggantikan atau menghapus perjanjian lama. Novasi dimuat

dalam Pasal 1413 KUHPerdata.

Menurut Trias Irawan, sejak bekerja pada tahun 2018 belum pernah

terjadi gugatan di pengadilan akibat kasus kredit macet. Hal tersebut

disebabkan, karena sebelum melakukan penyelesaian kredit macet melalui

lembaga pengadilan, bank BRI Kabupaten Soppeng terlebih dahulu

mencari solusi bersama, dengan memberikan upaya penyelamatan kredit

debitor. Alasan dari penyelamatan kredit debitor ini, adalah karena bank

percaya bahwa debitor masih memiliki iktikad baik dan memiliki kolektibilitas

137 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

105
baik, sehingga penyelesaian kasus kredit macet tidak selamanya harus

dibawa sampai ke lembaga pengadilan.138

Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Republik Indonesia Nomor 61 /Pojk.07/2020 Tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan bahwa

penyelesaian sengketa melalui LAPS Sektor Jasa Keuangan dapat

dilakukan melalui:

a. Tatap muka langsung dihadapan mediator atau arbiter;

b. Media elektronik; dan/atau

c. Pemeriksaan dokumen.

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan,

yang selanjutnya disebut LAPS Sektor Jasa Keuangan berdasarkan

ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik

Indonesia Nomor 61 /Pojk.07/2020 Tentang Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan adalah lembaga yang

melakukan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan di luar

pengadilan.

Pada dasarnya penyelesaian pengaduan wajib diselesaikan dahulu

oleh lembaga jasa keuangan melalui unit pengaduan konsumen di tiap-tiap

lembaga jasa keuangan. Penyelesaian di luar pengadilan dapat

dilaksanakan apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian pengaduan

melalui lembaga jasa keuangan. Apabila para pihak memilih penyelesaian

138 Wawancara Trias Irawan, Ibid.,

106
pengaduan sengketa dilaksanakan di luar pengadilan, maka penyelesaian

pengaduan sengketa akan diselesaikan melalui Lembaga Alternatif.139

Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang dimuat dalam daftar lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan OJK. Pranata

Penyelesaian Sengketa Alternatif pada dasarnya merupakan suatu bentuk

penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang didasarkan pada

kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut. Alternatif Penyelesaian

Sengketa bersifat sukarela dan karenanya tidak dapat dipaksakan oleh

salah satu pihak kepada pihak lainnya yang bersengketa.140

139 Bd. Aziz Billah, “Peran Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Sektor Jasa
Keuangan Guna Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional”, Jurnal Rechtsvinding,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Volume 7, Nomor 1, Aprol 2018, hlm. 6.
140
Ibid.,

107
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan terkait uraian pada rumusan masalah pada

bab sebelumnya:

1. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian di Bank BRI Kabupaten Soppeng

dilakukan dengan menggunakan prinsip 5C dan prinsip mengenal

nasabah (Know Your Costumer). Pada proses pemberian KUR

Pertanian, bank terlebih dahulu akan memeriksa data debitor

melalui SLIK, kemudian memeriksa letak dan lokasi lahan debitor

untuk dijadikan bahan pertimbangan oleh pimpinan cabang.

Setelah debitor dinilai layak, maka proses pencairan dana

dilakukan di Teller, dilanjutkan pemberian dana untuk KUR

Pertanian tergantung dari hasil survei petugas, sehingga tidak

semua debitor mendapatkan jumlah yang sama. Selain itu, faktor

penyebab terjadinya kredit macet di Bank BRI Kabupaten Soppeng

adalah kurang tepatnya analisis kredit yang dilakukan dan

kurangnya monitoring setelah dana KUR Pertanian dicairkan

kepada petani. Kemudian, terdapat pula penyalahgunaan kredit

yang dilakukan debitor, di mana dana yang seharusnya digunakan

untuk sektor pertanian tetapi digunakan untuk keperluan sehari-

hari.

2. Upaya hukum penyelesaian kredit macet di bank BRI Kabupaten

Soppeng adalah dilakukan dengan cara non litigasi atau di luar

108
pengadilan. Penyelesaian kredit macet non litigasi dilakukan

dengan cara negosiasi. Cara ini dilakukan bank untuk

menyelesaikan masalah kredit dengan debitor. Apabila pada

proses negosiasi bank menilai bahwa debitor mempunyai iktikad

baik, bank akan memberikan kesempatan dengan melakukan

novasi atau pembaharuan utang kepada debitor, sehingga masalah

kredit macet tidak sampai pada lembaga pengadilan.

B. Saran
Adapun saran dan masukan yang dapat penulis berikan adalah

sebagai berikut:

1. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian di Bank BRI Kabupaten

Soppeng masih perlu ditingkatkan. penulis memberi saran, bahwa

dalam tahap permohonan kredit, proses pemeriksaan berkas dan

lokasi perlu dilakukan secara detail oleh petugas survei bank.

Selain itu, petugas bank juga harus rajin memonitoring prospek

usaha debitor dan selalu melakukan pembinaan agar tidak terjadi

kredit macet.

2. Penyelesaian kredit macet perlu ditingkatkan untuk membuat

debitor yang malas dalam pembayaran kredit menjadi disiplin.

penulis memberi saran, bahwa upaya penyelesaian kredit macet

perlu ditempuh dengan melibatkan Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang dibuat oleh OJK untuk

menyelesaikan masalah di luar pengadilan.

109
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Ahmadi Miru. 2008. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:


Rajawali Pers.

-----------------. 2018. Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, Jakarta:


Rajawali Pers.

Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas


dalam Kotrak Komersia. Jakarta: Kencana.

Bernhard Limbong. 2011. Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan


(Regulasi, Kompensasi, dan Penegakan Hukum). Jakarta:
Margaretha Pustaka.

Budiono Kusumohamidjojo. 2001. Panduan Untuk Merancang Kontrak.


Jakarta: Grasindo.

Djumhana. Mariam Darus. 2000. Hukum Perbankan Indonesia. Bandung:


Citra Aditya.

Elly Erawati. Herlien Budiono. 2010. Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan


Perjanjian. Jakarta: Gramedia.

Herlien Budiono. 2009. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya


di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hermansyah. 2012. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Henry. P. Panggabean. 2001. Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van


Omstandigheden) Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan
Perjanjian. Jogyakarta: Liberty.

Ismail, 2010, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Kasmir. 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali


Pers.

Marbun, B.N. 2009. Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum.
Jakarta: Puspa Swara.

110
M. Bahsan. 2007. Hukum Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta:
Rajawali Press.

---------------. 2008. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan


Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

O.P. Simorangkir. 1986. Seluk Beluk Bank Komersial. Jakarta: Aksara


Persada Indonesia.

Qiron Syamsudin Meliala. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian dan


Perkembangannya. Yogyakarta: Liberty.

Rachmadi Usman. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

R. Setiawan. 1977. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta


Bandung.

Salim HS. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Yogyakarta:


Sinar Grafika.

------------. 2008. Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak.


Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

----------. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus. Jakarta:


Kencana.

Stephen P. Robbins. 1999. Management Sixth Edition Edisi Bahasa


Indonesia. Jakarta: Penerjemah T. Hermaya. Prenhallindo.

Thomas Suyatno dalam Kasmir. 2016. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta:


Rajawali Pers.

Yayat M Herujito. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo.

Zulkarnain Sitompul. 2007. Lembaga Penjamin Simpanan, Substansi dan


Permasalahan. Bandung: Books Terrace & Library.

111
SKRIPSI:

Afriyeni. Yosef Eka Putra. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Tingkat Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) PT. BANK BRI
Unit Talang Cabang Solok”. (Lihat Agustiana. 2009. “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha
Rakyat PT Bank BRI Unit Cimanggis Cabang Pasar Minggu”).
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Praiselia Amanda. 2015. “Kajian Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)


Pertanian Pada Bank BRI Kantor Cabang Tondano”. Skripsi. Sarjana
Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas
Sam Ratulangi. Manado.

Linggar Pamungkas. 2020. “Wanprestasi Kilen Terhadap Advokat


Mengenai Perjanjian Pemberian Biaya Keberhasilan Dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 187 K/PDT/2019 Dihubungkan Dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat”. Skripsi.
Fakultas Hukum. Universitas Langlabuana. Bandung.

TESIS:

Aulia Saraswati. 2013. “Strategi Pengembangan Infrastruktur Berbasis


Komoditi. Unggulan Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Soppeng”.
Program Pascasarjana. Perencanaan Dan Pengembangan
Wilayah. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hermansyah. 2015. “Perwujudan Asas Kepercayaan Dalam Pengaturan


Kegiatan Usaha Bank (Studi Terhadap Ketentuan Setoran Lunas
Bayar Maju Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang
Pontianak)”. Tesis. Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas
Tanjungpura. Pontianak.

Ridwan Khairandy. 2004. “Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak”.


Program Pasca Sarjana. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia.
Jakarta.

Sari Febriani. 2019. “Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (Kur) Dan
Upaya Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Nagari Cabang
Pembantu Belimbing Padang”. Diploma Thesis. Keuangan
Perbankan. Fakultas Ekonomi. Universitas Andalas. Padang.

112
JURNAL:

Agri Chairunisa Isradjuningtias. “Force Majeure (Overmacht) Dalam Hukum


Kontrak (Perjanjian) Indonesia”. Journal Unpar. Universitas Katolik
Parahyangan. Bandung. Vol. 1. Nomor 1. Tahun 2015.

Bd. Aziz Billah. “Peran Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam


Sektor Jasa Keuangan Guna Mendukung Pembangunan Ekonomi
Nasional”. Jurnal Rechtsvinding. Fakultas Hukum. Universitas
Indonesia. Jakarta. Vol. 7. Nomor 1. April 2018.

Dewi Anggraini dan Syahrir Hakim Nasution. “Pera nan Kredit Usaha
Rakyat (Kur) Bagi Pengembangan Umkm Di Kota Medan (Studi
Kasus Bank Bri). Jurnal Ekonomi dan Keuangan”. Fakultas Ekonomi
dan Keuangan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Vol. 1. Nomor
3. Februari 2013.

Etty Mulyat. “Penerapan Manajemen Risiko Sebagai Prinsip Kehati-Hatian


Dalam Pemberian Kredit Perbankan”. Supremasi Jurnal Hukum.
Universitas Padjajaran. Bandung. Vol. 1. Nomor 1. Februari 2018.

Fani Martiawan Kumara Putra. “Paksaan Ekonomi Dan Penyalagunaan


Keadaan Sebagai Bentuk Cacat Kehendak Dalam Perkebangan
Hukum Kontrak”. YURIDIKA. Fakultas Hukum. Universitas
Airlangga. Surabaya. Vol. 30. Nomor 2. Mei-Agustus 2015.

Muhtaron. “Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam


Pembuatan Kontrak”. SUHUF. Fakultas Agama Islam. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta. Vol. 2. Nomor 1. Mei 2014.

Niru Anita Sinaga. “Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam


Mewujudkan Tujuan Perjanjian”. Jurnal Binamulia. Fakultas Hukum.
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma. Jakarta. Vol. 7. Nomor
2. Mei 2018.

Rurun Andika Soviana. “Mekanisme Dan Strategi Penyaluran Kredit Usaha


Rakyat (KUR) Mikro (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Kantor Wilayah Malang”. Jurnal Ilmiah FEB. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya. Malang. Vol. 2. Nomor
1.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:


32/Permentan/SR.230/6/2016 Tentang Petunjuk Teknis Kredit
Usaha Rakyat di Sektor Pertanian.

113
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha


Mikro, Kecil Dan Menengah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang


Jaminan Fidusia.

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020


Tentang Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian.

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2020


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2020
Tentang Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha
Rakyatterdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/2005 sebagaimana telah diubah


dengan Peraturan Bank Indonesia No 9/6/PBI/2007 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah


dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI2009 Tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tentang


Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitor Melalui Sistem
Layanan Informasi Keuangan. Nasional

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Repbulik Indonesia Nomor


11/POJK.03/2020 Tentang Stimulasi Perekonomian Sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus
Disease 2019.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 sebagaimana telah


diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 61


/Pojk.07/2020 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
Sektor Jasa Keuangan.

114
DOKUMEN:

Direktorat Pembiayaan Pertanian. Direktorat Jenderal Prasarana Dan


Sarana Pertanian. dan Kementrian Pertanian. 2013. Pedoman
Teknis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Pertanian. “Skema Kredit
Pola Penjaminan”.

Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian, Kementerian


Pertanian, 2020, Petunjuk Pepdoman Teknis Fasilitasi Kredit Usaha
Rakyat Sektor Pertanian.

Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (Rpijm)


Kabupaten Soppeng 2017-2021.

WEBSITE:

Ardra.biz. “Tujuan, Fungsi, Pemberian Kredit Bank, Pengertian Contoh”.


https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-perbankan-lembaga-
keuangan/tujuan-dan-fungsi-pemberian-kredit-bank/.

Aswin Dewantoro. 2020. “Daftar Bank Penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Terbaru”. Gopinjo.com. https://gopinjol.com/kur/bank-penyalur-kur/.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, “Produksi Beras Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan (Ton), 2020”,
https://sulsel.bps.go.id/indicator/53/1684/1/produksi-beras-menurut-
kabupaten-kota-di-provinsi-sulawesi-selatan.html.

Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan


Republik Indonesia, “Realisasi KUR Soppeng Tahun 2020 Sebesar
Rp. 385,80 M”, Berita - KPPN Watampone| Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara - DJPb Kemenkeu RI Perbendaharaan
Kementerian Keuangan RI.

Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan


Republik Indonesia, Triwulan I 2021, Realisasi KUR Soppeng
Sebesar Rp 84,45 Miliar”,
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/watampone/id/data-
publikasi/berita-terbaru/3008-triwulan-i-2021,-realisasi-kur-soppeng-
sebesar-rp84,45-m.html.

Hana Adi Perdana, 2020, “Ini Daftar 18 Sektor Usaha Yang Bakal
Menikmati Keringanan Pajak”,
https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-

115
1/ini-daftar-18-sektor-usaha-yang-bakal-menikmati-keringanan-
pajak/3.

Hukum Online. Com. 2011. “Pembatalan Perjanjian yang Batal Demi


Hukum”.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4141/pembatala
n-perjanjian/.
Kompas.com.https://money.kompas.com/read/2020/02/05/070000226/bun
ga-6-persen-dan-tanpa-anggunan-kur-pertanian-jadi-angin-segar-
petani?page=all.

Kabartujuhsatu.com. https://soppengkab.go.id/ditengah-pandemi-covid-19-
realisasi-kur-di-soppeng-tumbuh-310/.

Kementerian Berupaya Tingkatkan Serapan KUR Pertanian.


http://m.liputan6.com/bisnis/read/4197683/kementan-berupaya-
tingkatkan-serapan-kur
pertanian?utm_source=Mobile&utm_medium=whatsaap&utm=Sher
e_Top.

“Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Inilah Recana Jangka Panjang


Pertanian dari Kementan di Kabupaten Soppeng”.
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4579.

Kabupaten Soppeng. “Potensi Lahan Pertanian”.


https://soppengkab.go.id/potensi-daerah/potensi-
pertanian/#:~:text=Luas%20lahan%20pertanian%20di%20Kabupat
en,seluas%204%20809%2C4%20hektar.

Soufyan. 2020. “Soufyan, 2020, “Realisasi KUR di Bosowa Sebesar Rp


1,17 T Tumbuh 8,14% Pada Bulan Agustus,
https://soppengkab.go.id/realisasi-kur-di-bosowa-sebesar-rp-117-t-
tumbuh-814-pada-bulan-agustus/.

Thamrin Abdullah. “Lembaga Keuangan”.


http://repository.ut.ac.id/4060/1/PKOP4318M1.pdf.https://bri.co.id/
kur.

Tim JDHI Pusat, 2015, “Prosedur Penyaluran Kredit Usaha Rakyat”,


https://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2015/08/Tulisan-Hukum-
Kredit-Usaha-Rakyat.pdf,

116

Anda mungkin juga menyukai