Tanto Saputra
B11116411
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
HALAMAN JUDUL
OLEH
TANTO SAPUTRA
B1116411
SKRIPSI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Prof. Dr. Aminuddin Ilmar S.H., M.Hum. Eka Merdekawati Djafar, S.H., M.H.
NIP. 19640910 198903 1 004 NIP.19820513 200912 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
NIM : B1116411
Jenjang : S1
Tahrir Indonesia” adalah karya saya sendiri dan tidak melanggar hak cipta
pihak lain. Apabila dikemudian hari Skripsi saya ini terbukti bahwa sebagian
atau seluruhnya adalah hasil karya orang lain yang saya pergunakan
dengan cara melanggar hak cipta pihak lain, maka saya bersedia menerima
sanksi.
Tanto Saputra
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
The results of this study found that the government's decision to change the
mechanism for dissolving mass organizations has substantial weaknesses
because it is not in accordance with the values of legal certainty and the
principle of regulation of restrictions on the rights to freedom of association
and assembly. First, the change in the procedure for dissolving mass
organizations due to the application of the principle of contrarius actus and
the change in government legal politics at least has implications for the loss
of the judicial mechanism, the trimming of the process of imposing tiered
sanctions and the claim that the legal process is only the authority of the
government. Second, the decision to dissolve HTI based on its opposition
to Pancasila and the 1945 Constitution, the absence of positive
contributions to national development efforts, and disturbing security and
public order has been in accordance with changes in the dissolution
procedure in the Ormas Law but has not fulfilled the aspect of legal certainty
so that it needs to be based on objective measures as the criteria for limiting
derogable rights in the Indonesian Constitution Article 28 J and in the
provisions of international legal norms.
vi
KATA PENGANTAR
gading yang tak retak begitupun diri pribadi sebagai manusia yang tak luput
dari keterbatasan dan kesalahan. Atas dasar itu pula, penulisan skripsi ini
pada tema yang penulis coba angkat berupa isu kebebasan berserikat dan
berkumpul di Indonesia.
penulis menghaturkan salam dan doa-doa baik kepada kedua orang tua
vii
atas seluruh dukungan materi dan moril/immateril yang tak ternilai dan tak
Ode Harida karena terlambat selesainya masa studi, semoga bisa lebih
ungkapan Terima Kasih Banyak kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
2. Prof. Dr. Hamzah Halim., S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar S.H., M.Hum. sebagai Pembimbing I dan Ketua
8. Ibu Dian Utami Mas Bakar, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing
viii
9. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas seluruh
10. Seluruh Pegawai dan Staff Akademik yang telah banyak membantu
13. UKM garda Tipikor dengan seluruh keromantisan yang ada didalamnya;
Akhirnya, terimakasih diri sendiri atas niat untuk menyelesaikan dan kerja
keras yang terlambat, semoga skripsi ini dapat menjadi kebaikan untuk
penulis secara pribadi dan untuk pembaca yang berkenan secara umum.
Tanto Saptra
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 10
D. Kegunaan Penelitian 10
E. Keaslian Penelitian 11
F Metode Penelitian 15
1. Jenis Penelitian 15
2. Bahan Hukum 16
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 19
4. Pendekatan Penelitian 19
5. Analisis Bahan Hukum 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PERMASALAHAN
PERTAMA 24
A. Organisasi Kemasyarakatan 24
1. Sejarah Awal 24
2. Pengertian Ormas 26
3. Pengaturan Pembubaran Ormas di Indonesia 29
4. Pengaturan Ormas di Indonesia 37
B. HAK ASASI MANUSIA 41
1. Konsep Dasar dan Hakikat HAM 41
2. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia 45
3. Prinsip-Prinsip Kebebasan Berserika dan Berkumpul 54
4. Prinsip Derogasi Hak Atas Kebebasan Berserikat dan
Berkumpul 55
x
C. Pembahasan Pengaturan Pembubaran Ormas dalam Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2017 terhadap Kesesuaiannya dengan
Prinsip Hak atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul serta Asas
Kepastian Hukum 63
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PERMASALAHAN
KEDUA 90
A. Postulat Hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
dalam Kerangka Hukum Nasional 89
1. Sejarah dan Perkembangan Perppu 89
2. Kedudukan Perppu 93
3. Tafsir Kegentingan yang Memaksa 97
B. Organisasi Masyarakat Hizbut Tahrir 103
1. Sejarah Pembentukan dan Masuknya Hizbut Tahrir di
Indonesia 103
2. Gagasan Hizbut Tahrir 106
3. Strategi Dakwah Hizbut Tahrir 108
C. Pembahasan Prosedur dan Tata Cara Pembubaran Organisasi
Kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2017 111
BAB IV 138
PENUTUP 138
A. Kesimpulan 138
B. Saran 140
DAFTAR PUSTAKA 140
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
negara hukum pada intinya sudah selesai dan final dalam tatanan konsep
bernegara. Hakikat dan nilai filosofis hak ini adalah keberadaannya yang
Negara bukan sebagai pemilik dan pemberi hak tersebut tetapi justru
Meskipun begitu, sampai hari ini masih banyak negara di dunia yang
1
Miriam Budiarjo, 2008, Edisi Revisi: Dasar-dasar Ilmu Pilitik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
hlm. 113.
1
Kebijakan untuk melindungi dan mengarahkan kegiatan masyarakat
secara hak dapat direstriksi atas dasar kepentingan umum dan menyangkut
hak asasi orang lain. Namun disisi lain pengambilan keputusan dan
hatian karena riskan disalahgunakan. Apalagi jika yang diatur adalah hak
warga negara yang memiliki potensi konflik dengan pemerintah jika tidak
terpenuhi.
Salah satu masalah hukum yang mengemuka sampai hari ini adalah
2
Harian Kompas, “ Wiranto; Perppu bukan Tindakan yang Sewenang-wenang dari Pemerintah”,
diakses pada tanggal 18 juni 2022 melalui laman
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/12232051/ini-tiga-pertimbangan-pemerintah-
menerbitkan-perppu-ormas
2
terjadi kekosongan hukum. 3 Pada peraturan ormas sebelumnya juga belum
ormas.5
menyimpangi Pancasila.7
Pokok materi lain yang signifikan berubah adalah tidak adanya lagi
3
Konsideran peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 pada bagian
Menimbang huruf (c) tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
organisasi Kemasyarakatan.
4
Ibid, Huruf (e).
5
Moh. Jatim dan Levina Yustitianingtyas, “Analisis Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan
dalam Perspektif Asas Contrarius Actus”, Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan, Vol. 6 Tahun
2021, hlm. 64.
6
Perubahan Pasal 1 Angka (1) UU Nomor 17 Tahun 2013.
7
Ibid, Pasal 59 Ayat (4) Huruf c.
3
dahulu terhadap pelanggaran yang lazimnya memerlukan keterlibatan
ormas.9
8
Karena berbeda dari pengaturan dalam Perppu Ormas, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985
(Pasal 22 PP Nomor 18 Tahun 1986) dan Perubahannya melalui Undang-undang nomor 17 Tahun
2013 (pasal 65 dan 67) tentang ormas telah sama-sama mengatur mengenai adanya peran
lembaga peradilan dalam proses pemberian sanksi hukum melalui mekanisme administratif
terhadap pelanggaran yang dilakukan ormas.
9
Pasal 61 ayat 4 Perppu Ormas.
10
Victor Imanuel Nalle, “Asas Contrarius Actus pada Perppu Ormas: Kritik dalam Perspektif
Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi Manusia”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4
Tahun 2017, hlm. 255.
11
Keputusan sidang paripurna Komnas HAM tentang Penyusunan Standar Norma dan Setting
Kebebasan berkumpul dan Berorganisasi atas dasar kebutuhan pemaknaan, penilaian, dan
petunjuk atas kaidah-kaidah dan peristiwa HAM sebagai respon terhadap semakin banyaknya
tindakan represif dari Negara dan aktor non-negara yang mengancam kebebasan berkumpul dan
4
Process of Law dengan menyederhanakan mekanisme pemberian sanksi
Indonesia (HTI) melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor
setelah adanya Perppu Ormas melalui ketentuan pasal 59 ayat (4) huruf C
5
Selain asas dan paham yang menurut pemerintah bertentangan
polemik.
Pancasila.16 Belum lagi cara yang digunakan oleh pemerintah dalam proses
berwujud kontrol dan represi.17 Bahkan tidak lama setelah peraturan ini
15
Berita Online dalam Harian Kompas, diakses pada tanggal 17 Mei 2021 melalui laman:
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/14382891/ini.alasan.pemerintah.bubarkan.hizbu
t.tahrir.indonesia
16
Tirto.id, diakses pada tanggal 26 Juni 2022 melalui laman online: https://tirto.id/sejarah-dan-
penerapan-pancasila-masa-orde-baru-soeharto-1966-1998-ghNK
17
Eryanto Nugroho, “Sengkarut Hukum Pembubaran Ormas”, Pusat Studi hukum dan Kebijakan,
27 Juni 2022, (Opini), diakses dari: https://www.pshk.or.id/blog-id/sengkarut-hukum-
pembubaran-ormas/
6
diundangkan, banyak organisasi yang akhirnya dibubarkan oleh pemerintah
dengan dalih tidak sejalan dan tidak menyesuaikan diri dengan UU Ormas
adanya perppu ormas yang salah satu kritiknya adalah adanya syarat
Karena sifatnya yang subjektif peraturan ini oleh masyarakat dan pemerhati
HAM pada masa itu juga dianggap hanya sebagai cara pemerintah untuk
proses peradilan, dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 ini sudah tidak lagi
rujukan utama untuk menilai boleh tidaknya suatu ormas dapat dibubarkan.
Maka sangat wajar jika timbul anasir dari berbagai pihak bahwa kebijakan
18
Ibid.
19
Veronica Agnes Sianipar, (dkk), “Tinjauan yuridis Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Journal
Lentera Hukum, April 2014, hlm. 67.
7
mekanisme peradilan sejatinya bertentangan dengan dasar pemikiran
manusia.
hukum yang ada. Karena diskursus lain yang muncul dalam ruang publik
20
Victor Imanuel, Op. Cit, hlm. 255.
8
konsep agar pemerintah bertindak berdasarkan hukum (rechtmatigheid van
B. Rumusan Masalah
berkumpul?
Tahun 2017?
21
Aminuddin Ilmar, Cet. Ke-3, 2018, Hukum Tata Pemerintahan, Prenada Media Group, Jakarta,
hlm. 191.
9
C. Tujuan Penelitian
berkumpul.
D. Kegunaan Penelitian
pengetahuan baru oleh mereka yang menaruh minat dan perhatian pada
10
implikasi yang menyertai pelaksanaan pembubaran salah satu ormas Islam
yaitu HTI.
pemerintah untuk tetap berada pada jalur Cita-Cita dan Cita Negara Hukum.
E. Keaslian Penelitian
tentang Ormas” dengan substansi masalah yang telah dirangkum diatas ini
adalah asli penelitian yang penulis susun sendiri, yang dalam lingkup
sangat mungkin dalam suatu penelitian memiliki objek bahasan yang sama.
11
Pertama, Skripsi dari Muhammad Abdul Ra’up, S.H. konsentrasi
Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul
penerapan asas Contrarius Actus dengan disertai asas Due Process of Law
asas serupa pada UU Nomor 2 Tahun 2017 tanpa disertai asas Due
Process of Law.
Kedua, skripsi dari Widia Wati, S.H. yang berasal dari Fakultas
12
bagaimana seharusnya negara hukum menempatkan ormas sebagai
subjek hukum yang sama didepan Hukum melalui implementasi prinsip Due
terhadap prinsip Due Process of Law yang berakibat pada tidak adanya
S.H. yang terbit pada tahun 2018 dari Fakultas Hukum Universitas
13
berlaku akibat terbitnya Permendagri Nomor 56 Tahun 2017 tentang
Law Development journal yang ditulis oleh Supardi dan Andi Safriani
dengan judul “Antinomi Asas Contrarius Actus dengan Asas Due Process
oleh Muhammad Abdul Ra’up, S.H. Penelitian ini juga tidak secara parsial
Equality Before the Law dan Due Process of Law untuk menghasilkan
berbagai konsekuensi dan akibat hukum seperti skripsi Widia Wati, S.H.
14
Fanggi, S.H. dan penelitian bersama antara Supardi dan Andi Safriani yang
dimensi hak atas kebebasan berserikat sampai secara konkrit dan spesifik
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada kaidah-
kaidah atau asas-asas dalam arti hukum dikonsepkan sebagai norma yang
15
ataupun doktrin dari para pakar hukum.22 Adapun karakteristik penelitian ini
kerangka konsepsional;
hukum.
2. Bahan Hukum
Data sekunder berarti data yang diperoleh dari hasil kepustakaan dan
22
Bachtiar, 2018, Metode penelitian Hukum, Unpam Press, Tangerang, hlm. 59-60.
23
Ibid, hlm. 59-60.
24
Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif-Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hlm. 34.
25
Kornelius Benuf dan Muhammad Azhar, “Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen
Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer”, Jurnal Gema Keadilan, Vol. 7. Tahun 2020, hlm.
26.
16
1. Bahan hukum primer, yaitu aturan tertulis yang ditegakkan oleh
1) Pancasila
2) Pasal 12, pasal 22, pasal 28, pasal 28C ayat (2), pasal 28E,
Undang-Undang;
4) Pasal 59, pasal 60, pasal 61, pasal 62, pasal 80A , dan
17
6) Pasal 22, pasal 23, pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
Perppu;
10) Bahan hukum primer lain yang terkait dan ditemukan pada
18
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
yang akan menjadi rujukan penelitian, dalam hal ini penulis berusaha
bahan hukum lain dari media elektronik dengan orientasi agar dapat
4. Pendekatan Penelitian
26
M. Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 101.
19
akurat dan membantu memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum
peradilan
menjatuhkan sanksi pada ormas. Selain itu, karena dalam penelitian ini
maka pendekatan ini juga berfungsi untuk menelaah berbagai sumber data
27
Irwansyah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar, hlm. 302-305.
28
Peter Mahmud Marzuki, Edisi Revisi, 2014, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 133.
20
sekunder tentang bagaimana pemerintah melalui regulasi dalam Perppu
bahan hukum primer yaitu UU Nomor 17 Tahun 2013 sebagai regulasi yang
1985 yang berlaku pada masa orde baru. Kajian ini dimaksudkan untuk
29
Bachtiar, Op. Cit, hlm. 84.
21
sekaligus untuk mengetahui perubahan apa saja yang terjadi dalam
perubahannya, akan dikaji pula ketentuan hukum positif lain yang memuat
relevan baik dalam segi hierarki perundangan maupun Ratio Legis suatu
asas dan norma yang terdapat dalam bahan hukum yang dikaji.
prinsip, konsep, dan nilai yang lazim dikenal dalam praktik negara hukum
22
Akhirnya, penulis berharap dapat mencapai suatu kesimpulan
pengaturan hukum.
23
BAB II
A. Organisasi Kemasyarakatan
1. Sejarah Awal
dari civil society sendiri dalam perkembangannya jika dirunut berasal dari
politiknya dengan sebutan “societies civils”.30 Dalam tradisi Eropa ketika itu,
independen dari negara, sehingga bisa dipahami bahwa civil society adalah
30
Fauzan Ali Rasyid dan Agun Gunandjar Sudarsa, “Masyarakat Madani dalam Bingkai NKRI”,
Jurnal Majelis., Vol.1 Tahun 2021, hlm. 96.
31
Ibid.
24
Pemikiran ini ditentang oleh Hegel dan Marx yang mengedepankan
society sebagai justifikasi terakhir pemilik ide universal.32 Tapi kembali disisi
lain, gagasan Hegelian dan marxis ini masih dianggap kurang tepat karena
instrumen ini pula, secara normatif akan dicapai adanya kesetaraan dalam
32
Suparman Marzuki, “Gerakan Menuju Masyarakat Sipil: Membaca Gerakan Bantuan Hukum
LBH”, Jurnal Hukum, Nomor 17 Vol. 8 Tahun 2001, hlm. 121.
33
Ibid.
34
Ahmad Furqon, “Civil Society Vis a Vis Masyarakat Madani”, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1
Tahun 2022, hlm. 5.
25
bernegara, transaksi beragam wacana, dan praktik kebebasan tanpa
2. Pengertian Ormas
hari ini.
35
Suparman Marzuki, Op.Cit, hlm. 122.
26
Sehingga meskipun telah terjadi dua kali perubahan pengaturan
tinggi bagi setiap warga negara yang hendak berpartisipasi melalui ormas.
27
Pemerintah bahkan selalu menyisipkan sanksi yang tegas dalam
yaitu ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.36 Jika berbentuk
perkumpulan jika berbasis anggota dan akan berupa yayasan jika tidak
berbasis anggota.37
Menteri Hukum dan HAM. 38 Sedangkan ormas yang tidak berbadan hukum
36
Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
37
Ibid, Pasal 11 Ayat (2) dan (3).
38
Ibid, Pasal 12 Ayat (2).
28
(SKT) dari Menteri dalam Negeri.39 Adapun ormas yang tidak terdaftar tidak
serta merta dinyatakan tidak boleh berdiri atau terlarang, disamping tidak
diberdayakan.40
1985
diatur pada Bab VII bersamaan dan didahului dengan tindakan pembekuan
39
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2016 tentang Pelaksanaan UU nomor 17 tahun
2013.
40
Erizka Permatasari, dalam hukumonline.com dengan judul “Ormas Tidak Terdaftar = Ormas
Terlarang, Benarkah?” yang terbit pada tanggal 18 Februari 2021, diakses pada tanggal 23
Januari 2023 melalui laman : https://www.hukumonline.com/klinik/a/ormas-tidak-terdaftar-
ormas-terlarang--benarkah-lt602e31eb1593d
29
oleh pemerintah akan didahului dengan pembekuan kegiatan ormasnya
keamanan dan ketertiban umum, bantuan dari pihak asing kepada ormas,
serta bantuan dari ormas kepada pihak asing secara berturut-turut diatur
dalam pasal 19, 20, dan 21 dalam undang-undang era orba ini. Adapun
pemberian sanksi ini tidak serta merta langsung terjadi pembekuan ormas
41
Pasal 18 Ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 1986 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 8 Tahun
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
30
yang sifatnya lokal/daerah. Adapun organisasi yang tetap melakukan
Apabila mengacu pada pasal 15, maka ormas dapat saja dibubarkan
Pancasila dan UUD 1945, serta tidak memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa.46
hal lain yang dapat pula berupa ajaran, paham dan ideologi lain yang
42
Pasal 14 UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat.
43
Ibid, Pasal 2.
44
Ibid, Pasal 3.
45
Ibid, Pasal 4.
46
Ibid, Pasal 7.
47
Ibid, Pasal 16
31
sebagai asas tunggal organisasi. Terlepas dari segala dominasi orde baru
dan konflik politik yang terjadi pada saat peraturan ini diundangkan, tetap
saja ormas-ormas yang ada pada saat itu tidak punya pilihan lain selain
2013
48
Oom Komala Sandy, “Etnonasionalisme Paguyuban Pasundan dalam Asas Tunggal Pancasila
1980-1990 (Dari Pergerakan Politik ke Sosial Budaya), Avatara e-Journal Pendidikan Sejarah, Vol.
6 Tahun 2018, hlm. 195.
32
Perubahan pertama terhadap regulasi ormas diatur dalam UU
Diantara perubahan yang nampak adalah jumlah pasal yang terdapat dalam
pasal. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa pengaturan terhadap ormas jauh
sebagaimana yang diatur dalam pasal 61, yaitu berupa peringatan tertulis,
33
negeri.49 Permohonan ini harus disertai dengan bukti penjatuhan sanksi
jangka waktu paling lama 60 hari sejak permohonan dibuat.50 Maka setelah
Dalam proses hukum yang terjadi diatas, dalam peraturan ini diatur
itu, diberikan pula hak kepada ormas untuk membela diri dalam proses
49
Pasal 70 ayat (1) dan (2) UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.
50
Ibid, Pasal 70 Ayat (3) dan Pasal 71 Ayat (1)
51
Ibid, Pasal 70 Ayat (7)
52
Ibid, Pasal 73 Ayat (1)
34
perancangannya melekat sifat, ciri, dan jenis dari model peraturan ini.
pihak eksekutif pemerintah dan dibuat karena adanya situasi genting dan
Joko Widodo pada 10 juli 2017. Artinya hanya selang empat tahun dari
UUD 1945. Selain itu, UU Nomor 17 tahun 2013 belum menggunakan asas
efektif untuk menerapkan sanksi terhadap ormas yang memiliki ajaran dan
sanksi kepada ormas. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya 5 pasal yang
35
Perppu ormas mengenal dua macam sanksi, yaitu sanksi
dalam undang-undang ini hanya diberikan 1 kali dalam jangka waktu 7 hari
53
Pasal 61 Ayat (1) PERPPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU nomor 17 Tahun
2013 tentang Ormas.
54
Ibid, Pasal 62 Ayat (!)
55
Ibid, Pasal 62 Ayat (2)
56
Ibid, Pasal 62 Ayat (3)
36
4. Pengaturan Ormas di Indonesia
gejolak sosial ekonomi yang terjadi pada masa kolonial Belanda melalui
kesadaran yang didahului oleh kaum elit pribumi (sebagai kaum yang
berada pada fase sistem demokrasi terpimpin, civil societies ini mengalami
politiknya.
37
Sejarah pengaturan perkumpulan berbadan hukum di Indonesia,
Peraturan ini berlaku cukup lama dan tidak mengalami perubahan yang
57
Ali dan Sut, dalam hukumonline.com dengan Judul “UU Ormas, Riwayatmu Kini” yang terbit
pada 10 Juni 2008, diakses pada tanggal 6 April 2021 melalui Laman:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19452/uu-ormas-riwayatmukini-/
58
Komnas HAM, Standar Setting Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi, Op. Cit, hlm. 3.
38
tentang perkumpulan badan hukum (rechtspersoonlijkheid van
39
Indonesia (PII) melalui SK Menteri Dalam Negeri Nomor 120 dan 121
2013.
40
tersebut, yaitu termanifestasikan dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan
terdaftar atau berbadan hukum. Adapun bagi mereka yang tidak berbadan
hukum biasanya tidak akan mendapatkan akses akan sumber daya negara
bahkan sering didapati adanya stigma illegal bagi organisasi yang tidak
berbadan hukum.60 Hal ini tentu masih harus menjadi perhatian bagi
Hak asasi manusia secara definitif adalah hak alamiah dan murni
59
Ibid.
60
Ibid.
61
Suparman Marzuki, 2017, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 3.
41
Inilah alasan mengapa HAM itu disebut memiliki sifat universal, selain itu
hak-hak itu melekat pada diri setiap manusia sebagai insani tanpa peduli
Gagasan mengenai hak asasi manusia berasal dari teori hak kodrati
(natural right theory). Sedangkan teori kodrati sendiri jika ditelusuri bermula
dari teori hukum kodrati (natural law theory), informasi ini bisa dirunut dari
zaman kuno era filsafat Stoika hingga pada masa modern melalui tulisan
dikaruniai alam semesta berupa hak yang melekat atas hidup, kebebasan
62
Rhona K.M. Smith, (dkk.), Cet. Pertama, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi
Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 1.
63
Thomas Aquinas dalam teori hukum kodrati berpandangan bahwa thomistik yang
mempostulasi hukum kodrati sebagai bagian dari hukum Tuhan dan nalar manusia dapat
digunakan untuk mengetahuinya.
64
Rhona K.M. Smith, (dkk.), Op. Cit., hlm. 12.
42
dicabut atau dikurangi bahkan oleh Negara.65 Ketentuan ini atas dasar
itu dapat secara bebas menurunkan penguasa dan dapat pula mengajukan
Ide tentang hak asasi manusia atas dasar hukum kodrati ini tidak
serta merta diterima dengan sukarela oleh filsuf lain, antara lain kritik keras
menyebut bahwa ide itu tidak benar dan hanya berdasar pada harapan
seorang filsuf utilitarian asal Inggris mengkritik bahwa teori hak-hak kodrati
Menurutnya, hak adalah sesuatu yang lahir pada saat hukum difungsikan,
atau dengan kata lain hak ada karena ada hukum. Lebih lanjut ia
menyebutkan bahwa teori tentang Hak-hak kodrati ini tidak lebih dari
65
Ibid.
66
A. Widiada Gunakaya, 2017, Hukum Hak Asasi Manusia, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm. 13.
67
Ibid.
43
eksistensi dan isi hak tidak dapat diperoleh kecuali melalui Hukum Negara
tahun 1945. Meski mendapat kritik tajam, ide tentang hak-hak kodrati tetap
manusia, dan terhadap kesetaraan. Hak asasi manusia pada masa ini telah
68
Muhammad Ashri, 2018, Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori, dan Instrumen Dasar, CV.Social
Politic Genius, Makassar, hlm. 35.
69
Hendrawan, “Pemulihan Hak Politik Melalui Mekanisme Konstitusional”, Halu Oleo Law
Review, Vol. 2 Tahun 2018, hlm. 406.
44
dipandang sebagai parameter pencapaian bersama bagi semua rakyat dan
bangsa. Hal ini juga ditandai dengan adanya pengakuan oleh masyarakat
Locke. Alasannya adalah kandungan hak asasi sekarang tidak bisa lagi
hanya sekedar mencakup hak-hak sipil dan politik, tapi juga dituntut untuk
selalu relevan dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Meski begitu,
tidak dapat dipungkiri bahwa konsep dan hakikat hak-hak kodrati ini menjadi
hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD RI. Soekarno pada pokoknya
70
Rhona K.M. Smith, (dkk.), Op.Cit, hlm. 14.
71
Ibid.
45
Prancis, hal ini ia nilai sama sekali tidak mencerminkan ciri bangsa
Indonesia.
dan susunan hukum individu, karena individu dalam hal ini diartikan sebagai
bagian organik dari Negara. Paham ini dia yakini sudah mampu untuk
Hak Individu tidak lagi relevan dalam negara integralistik, yang ada adalah
72
R.M. A.B. Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 352.
73
Fajlurrahman Jurdi, 2016, Teori Negara Hukum, Setara Press, Malang, hlm. 65-67.
46
dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada Soekarno dan Soepomo,
bahwa dia pada dasarnya juga setuju dan melakukan penolakan pada
dicapai, sehingga sangat pantas agar ketentuan mengenai hak asasi itu
menggunakan istilah Hak Warga Negara (Rights of the Citizen) bukan Hak
74
Muhammad Amin Putra, “Perkembangan Muatan HAM dalam Konstitusi di Indonesia”, Fiat
Justitia, Vol. 9 Tahun 2015, hlm. 210.
75
R.M. A.B. Kusuma, Op. Cit, hlm. 380.
47
adalah belum diakuinya prinsip natural rights yang mempercayai bahwa hak
adalah negara dalam hal pengaturan hak asasi hanya memiliki kedudukan
sebagai regulator of rights dan bukan sebagai the guardian of human rights
Jika mengacu pada sejarah, maka konstitusi RIS 1949 dan UUDS
1945. Bahkan rumusan dan materi yang tercantum dalam kedua rumusan
konstituante ini sudah jauh lebih terbuka dan progresif karena atensi dan
76
Rhona K.M. Smith, (dkk.), Op. Cit, hlm. 240.
77
Majda el Muhtaj, Edisi Kedua-Cet. Ke-5, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia:
Dari UUD 1945 sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 200”, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, hlm. 9.
48
menyertakan HAM dalam konstitusi.78 Berbeda dengan sidang pada masa
termasuk diantaranya adalah pengaturan hak asasi manusia. Hal ini juga
yang berlaku dalam konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 ditiadakan dan
78
R. Herlambang Perdana Wiratman, “Kebebasan Berekspresi, Penelusuran Pemikiran dalam
Konstitusi di Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6 Tahun 2009, hlm. 120.
79
Danang Risdiarto, “Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan
Demokrasi di Indonesia”, Jurnal Legislasi Nasional, Vol. 15 Tahun 2018, hlm. 66.
49
akan berlaku kembali sebagaimana tercantum dalam rumusan Konstitusi
UUD 1945.80
Setelah jatuhnya rezim orde lama, diskusi tentang hak asasi manusia
Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara”. Namun, jika mau
menilik sejarah dengan berbagai gejolak politik pada masa itu menjadikan
presiden penuh.81
Tokyo. Pada akhirnya atas berbagai desakan yang terjadi, oleh MPRS atas
80
R. Herlambang Perdana Wiratman, Op. Cit, Hlm. 121-122.
81
Rhona K.M. smith, (dkk.), Op. Cit, hlm. 249.
82
Ibid.
50
berbagai macam seminar untuk sekedar meyakinkan masyarakat tentang
pada masa ini juga masih terdapat gejolak dan ketakutan dari pemerintah
jika menilik sejarah, nilai-nilai ideal HAM yang coba digalakkan oleh
83
Gita Ramaida Hamada, Makalah: “Dinamika Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia”,
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2019, hlm. 2.
84
Dede Kania, 2018, Hak Asasi Manusia dalam Realita Global, Manggu makmur Tanjung Lestari,
Bandung, hlm. 43.
85
Asror Nawawi, “Komnas HAM: Suatu Upaya Penegakan HAM di Indonesia”, Jurnal Hukum
Progresif, Vol. 11 Tahun 2017, hlm. 1873.
51
Sampai pada akhirnya rezim era Soeharto tumbang dan
masa ini, MPR sebagai organ tertinggi negara pada tanggal 13 November
Asasi Manusia.
secara langsung juga memuat penegasan kepada Presiden dan DPR agar
Keppres Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rancangan Aksi Nasional Hak
86
Ibid, hlm. 1876.
52
bahwa RANHAM akan dilaksanakan secara berkesinambungan yang akan
perubahan besar karena dalam sidang ini diatur tentang “Hak Asasi
Manusia” secara khusus yang dimuat dalam Bab tersendiri, yaitu Bab XA.
Secara umum Bab ini hendak memperluas ketentuan yang terdapat pada
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dari yang semula hanya terdiri dari
satu (1) pasal dan satu(1) ayat, menjadi beberapa ketentuan sebagaimana
yang terdapat diantara pasal 28A sampai pasal 28J. Meskipun bisa
asasi manusia, disisi lain pemerintah tetap masih harus terus melakukan
terbatas dan terdapat pada Bab X mengenai Hak Asasi Manusia, melainkan
juga mencakup hak-hak lain yang terdiri atas hak politik, kultural, ekonomi,
87
Republik Indonesia, 1998, Keputusan Presiden tentang Rencana Hak Asasi Manusia Indonesia,
Pasal 1 ayat (3).
53
Perumusan hak asasi manusia dalam UUD 1945 secara umum dapat
proporsionalitas.89
88
Rhona K.M. smith, (dkk.), Op.Cit, hlm. 281.
89
The International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR), Pasal 14.
54
tidak langsung, sehingga negara dalam hal ini memiliki kewajiban untuk
selain itu segala tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka
berlawanan juga menjadi tuntunan utama dalam prinsip ini untuk mengelola
55
4. Prinsip Derogasi Hak Atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul
Manusia yang dapat diakui seluruh dunia dengan standar prinsip yang
adapun hal lain menjadi perhatian adalah menyangkut hak-hak asasi dalam
bidang ekonomi. Kedua jenis HAM ini menjadi prioritas utama karena
dianggap paling terdampak pasca Perang Dunia II. Sidang yang diadakan
(abstain).90
karena hanya memerlukan waktu dua tahun. Salah satu alasan deklarasi
universal ini dapat dirumuskan dalam waktu singkat adalah sifatnya yang
90
Miriam Budiarjo, Op. Cit, hlm. 218.
56
Deklarasi hak asasi manusia ini pada dasarnya dibentuk dengan
pengertian yang luas sehingga terkesan bebas nilai dan tanpa batasan
dikatakan tidak mengikat secara yuridis, tetapi secara moral, politik, dan
diupayakan selanjutnya oleh komisi hak asasi PBB ini adalah membentuk
91
Pasal 29 ayat (1) dan (2) Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia
57
semacam Perjanjian Internasional dengan menyertakan substansi hukum
yurisdiksi domestik.
92
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik telah diratifikasi di Indonesia melalui
UU Nomor 12 Tahun 2004. Sedangkan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya diratifikasi lewat UU Nomor 11 Tahun 2005.
58
Pasal ini secara implisit mengurangi bobot hukum hak politik karena
dalam deklarasi 1948 yang tanpa batasan atau restriksi membuat negara-
Oleh sebab itu, pengaturan ketentuannya sangat hati-hati agar tidak ada
bahkan memakan waktu yang cukup lama, sebab jika tidak dimuat maka
tersebut.93
93
Miriam Budiarjo, Op.Cit, hlm. 218-224.
94
Ibid.
59
d. Jenis pengaturan Hak asasi yang tidak dapat di restriksi dalam
rights (hak yang dapat dibatasi). Hanya saja pembatasan tersebut haruslah
terhadap hak sipil dan politik adalah pada saat terjadi keadaan darurat. 96
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal usul sosial. Karena
waktu yang jelas. Dalam proses pembatasan hak tersebut, pemerintah juga
95
Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
96
Ibid, Pasal 4 Ayat (1).
60
dituntut untuk memberikan pengumuman dan pernyataan resmi terlebih
kedudukannya sebagai hak yang dapat di restriksi. Hal ini juga didasari oleh
Principles).97
politik (termasuk hak berserikat) hanya dapat terlaksana jika diperlukan dan
97
Prinsip ini dihasilkan oleh sekelompok ahli hukum internasional pada Mei 1984 di siracusa,
Italia.
98
Victor Imanuel W. Nalle, Op. Cit, hlm. 257.
61
tersebut dan instrumen hukum apa yang seyogyanya digunakan
pasal 28J ayat (2) UUD 1945, yaitu atas dasar pengakuan dan
penghormatan terhadap hak asasi orang lain, memenuhi tuntutan yang adil
pasal ini pula dinyatakan bahwa instrumen hukum yang bisa dipakai
99
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
62
terhadap hak tersebut dinyatakan dalam konstitusi. Senada dengan
Hukum
society telah sejak lama berkiprah dalam sejarah kekuasaan dan sudah
100
Victor Imanuel dalam European Commission for Democracy through Law (Venice Commission), Opinion
on the Protection of Human rights in Emergency Situation, 2016, Council of Europe, Strasbourg, hlm. 13.
101
Rhona K.M. Smith, (dkk.), Op.Cit, hlm. 51.
63
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jimly Asshiddiqie pernah menyatakan
terdapat nilai yang sama besar antara negara, civil society, dan pasar.102
bernegara.
Nomor 570 Tahun 1939 tentang Perkumpulan Indonesia pada wilayah Jawa
Nomor 13 Junto Nomor 14. Meski begitu, norma hukum dalam dua
102
Jimly Asshiddiqie ketika memberikan ceramah pada acara Pelantikan Majelis Nasional Korps
Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), 2008.
64
peraturan tersebut belum mengatur secara tegas perihal definisi
masih belum maksimal dan sangat amat politis mengikuti konflik dan
dinamika kebangsaan.
103
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perkumpulan, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, 2016.
104
Pasal 6 dalam Staatblaad ini menjelaskan tentang diberikannya kewenangan kepada
kejaksaan untuk menuntut perkumpulan berbadan hukum yang menyimpangi statuta Gubernur
Jenderal pada masa itu di depan hakim perdata (lembaga peradilan),
65
telah digunakan sebagai patokan lahirnya UU Ormas. Keterlibatan proses
kolonial dan pra kemerdekaan ini juga secara langsung menunjukkan peran
catatan sejarah bahwa UU No. 8/1985 masih jauh dari jaminan terhadap
105
Eryanto Nugroho, Ketua Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia dalam keterangannya
melalui artikel hukum “UU Ormas, Riwayatmu Kini” melalui laman :
https://www.hukumonline.com/berita/a/uu-ormas-riwayatmu-kini--hol19452?page=1
66
pelaksanaan UU Ormas era Soeharto ini dapat diketahui dari
106
Orasi Ilmiah Jimly Ashiddiqie saat Pelantikan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan
Mahasiswa Islam, Maret 2008.
107
Praktis satu-satunya lembaga hukum yang terlibat sebagaimana termuat dalam UU Nomor 18
Tahun 1985 tentang Pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1985 adalah Mahkamah Agung. Itupun
tugasnya hanya sebagai pihak yang dimintai pertimbangan oleh pemerintah sebelum melakukan
pembekuan (Pasal 22 Ayat 4) dan pembubaran (Pasal 26 Ayat 4) terhadap Ormas.
108
Di Antara ormas yang sempat dilarang keberadaannya akibat berlakunya UU Ormas 1985 ini
adalah Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Marhaen melalui Surat Keputusan
Kementerian Dalam Negeri Soepardjo Rustam No.120 dan No.121/1987. Penyebab keluarnya
putusan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh adanya kewajiban bagi setiap organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal, termasuk kepada para Partai Politik yang
termanifestasi dalam UU Nomor 5 Tahun 1985.
67
Organisasi Kemasyarakatan (UU No. 17/2013). Maka sebagai bentuk
suatu regulasi yang muatan normanya sengaja dibuat sebagai respon atas
yaitu:109
109
Catur Wibowo dan Herman Harefa, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian dalam
Negeri, “Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan Oleh Pemerintah”, Jurnal Bina Praja,
Maret 2015, hlm. 14.
68
5. Keputusan untuk memberikan sanksi berupa pembubaran tidak lagi
regulasi sebelumnya, tentu saja hal ini sangat banyak dipengaruhi oleh
prinsip-prinsip hukum dan nilai-nilai kebebasan itu sendiri. Regulasi ini juga
tetap tidak luput dari kritik berbagai elemen masyarakat, diantaranya datang
Hasil judicial review yang diajukan oleh Tim Majelis hukum dan HAM
69
pasal-pasal yang berisi inkonstitusional itu dapat dilihat melalui tabel
sebagai berikut.
70
dan berkumpul secara adil. Kondisi ini akan selamanya menjadi isu sensitif
lingkup keormasan.
17/2013 untuk menjadi acuan dan bahkan telah diuji melalui proses-proses
ketentuan perundang-undangan.
71
Adapun UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas (UU No. 16/2017)
serta tambahan BAB XVIIA berupa muatan norma berisi ketentuan pidana
diatur dalam Pasal 82A UU Ormas baru ini. Namun sebagaimana menjadi
pasal 61 ayat (1) dengan skema pemberian sanksi secara berjenjang, yaitu:
a. Peringatan tertulis.
b. Penghentian kegiatan.
c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status
badan hukum.
110
Pasal 1 UU Nomor 16 Tahun 2017.
111
Ibid. Pasal 59 dan Pasal 60.
112
Ibid. Pasal 61-62 dan Pasal 63-80.
72
sebelumnya dicantumkan dalam pasal 61 Ayat (1) huruf b UU Nomor 17
berupa akses sumber keuangan ormas yang berasal dari pemerintah dalam
daerah (APBD). Bantuan kepada ormas menurut Pasal 37 Ayat (1) dalam
atau lembaga asing. Adapun hibah secara terpisah diatur melalui Peraturan
APBD.
dan penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja
113
Pasal 6 Ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 tahun 2018 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.
73
perkumpulan sebagaimana kriteria dan ketentuan bagi organisasi berbadan
berdampak buruk pada keuangan dan aktivitas ormas. Hal ini disebabkan
a. Iuran anggota
b. Bantuan/sumbangan masyarakat
c. Hasil usaha ormas
d. Bantuan/sumbangan dari orang asing/lembaga asing
e. Kegiatan lain yang sah menurut hukum
f. Anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatn
belanja daerah.
dan/atau hibah sebagai salah satu sanksi kepada ormas dalam struktur
dari sisi substansi pengaturan sanksi, meskipun sekilas disisi lain dapat
sedikit berguna bagi ormas untuk “mengulur” waktu agar bisa berbenah dan
sebelum beralih pada sanksi yang lebih berat mengingat sifatnya yang
berjenjang dan terdapat interval waktu pada setiap jenis pemberian sanksi.
114
Ibid. Pasal 4 Ayat (2),
74
Berbeda halnya dengan pengaturan norma yang terdapat pada
Pasal 61 Ayat (1) huruf c yang mengatur tentang pemberian sanksi berupa
17/2013 bahwa:
115
Melalui UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang
Ormas , pemerintah menghapus pasal 63 sampai pasal 78 .
75
1. Dalam hal ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi
penghentian sementara kegiatan, pemerintah menjatuhkan sanksi
pencabutan status badan hukum.
2. Sanksi pencabutan status badan hukum dijatuhkan setelah
adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap mengenai pembubaran ormas berbadan hukum.
3. Sanksi pencabutan status badan hukum dilaksanakan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia.
sanksi yang adil dan objektif apalagi berkaitan dengan hak atas kebebasan
76
lembaga peradilan dalam suatu konsep negara hukum karena akan linear
bahwa lembaga peradilan merupakan organ yang dapat menjadi akses bagi
secara sepihak tanpa proteksi dan proses verifikasi dari peradilan yang
116
Ismail Ramadhan, “Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam
Menegakkan Keadilan Bagi terwujudnya Perdamaian”, Jurnal RechtsVinding, Vol. 6, April 2017,
hlm. 75.
77
tidak lain membahayakan eksistensi dan melanggar norma dasar negara
memberikan keadilan dan kepastian hukum. Atas dasar alasan ini pula
117
Jimly Asshiddiqie, Makalah, Gagasan Negara Hukum Indonesia, diakses pada tanggal 8 april
melalui laman :
https://www.pngunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf
78
bahwa pelaksanaannya harus melalui organ-organ negara yang berbeda
kekuasaan lain.
79
Padahal sebelumnya menurut pasal 65 Ayat (1) dan pasal 67 Ayat (1) UU
17/2013 menyatakan:
118
Penjelasan Pasal 61 Ayat (4) UU Nomor 17 tahun 2013
80
lembaga terkait yang dimaksud secara vertikal juga berada dibawah
kebutuhan hukum dalam rangka menghadapi ormas yang secara asas dan
sanksi.
ormas. Asas ini sendiri sebenarnya bukan hal baru dalam sistem
119
Penjelasan Pasal 61 Ayat (3) UU Nomor 16 tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat.
81
kebijakan, sehingga tidak perlu ditegaskan kembali dalam suatu peraturan
hukum dalam hal ini adalah UU No. 16/2017 tentang Ormas. Ketentuan
Pemerintahan), bahwa:
a. Wewenang.
b. Prosedur
c. Substansi.
120
Pasal 32 Ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa: Keputusan dan/atau
Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
berwenang tetap berlaku hingga berakhir atau dicabutnya Keputusan atau dihentikannya
Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
121
Victor Imanuel W. Nalle, Op. Cit., hlm. 255.
82
Sejumlah ketentuan diatas seharusnya masih relevan untuk dapat
suatu asas dalam hal ini contrarius actus sebagai salah satu alasan pokok
UU No. 17/2013 yang memuat dengan jelas tidak bolehnya suatu ormas
122
Konsideran Menimbang huruf e UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Ormas.
83
bertentangan dengan Pancasila yang dimuat dalam pasal 2 dan pasal 59
Ayat (4). Apalagi jika berbicara tentang penegakan Pancasila pada masa
orde baru melalui UU No. 8/1985 yang bahkan menjadi kewajiban bagi
eksistensi keberadaan asas ini, seperti dalam Pasal 97 ayat (8) dan (9) UU
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Pasal 4 ayat (3) dan Pasal
123
Irmanputra Sidin ketika memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai saksi ahli dalam
permohonan uji formil dan materil Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 sebagaimana telah
ditetapkan melalui UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.
84
keterangan terdaftar atau status badan hukumnya dicabut. Padahal dalam
c misalnya telah mengatur bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk
perintah pengadilan.
85
merupakan jenis hak asasi yang dapat dibatasi (derogable right), namun hal
tercapainya nilai dasar hukum berupa prinsip kepastian. Hal ini merupakan
86
dan pembubaran ormas melalui UU No. 16/2017 telah menjadi kewenangan
keputusan hukum yang terbit setelahnya adalah jenis hukum yang dapat
124
Yohanes Suhardin, “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat”, Jurnal
Hukum Pro Justitia, Vol. 25 Tahun 2007, hlm. 271.
87
pemerintah yang lambat laun akan memicu konflik karena tidak adanya
melekat pada ormas, tidak boleh suatu norma memberikan akses kepada
yustisiabel.
125
Mirza Satria Buana, 2010, Hubungan Tarik-Menarik Antara Asas Kepastian Hukum (Legal
Certainty) Dengan Asas Keadilan (Substantial Justice) Dalam Putusan-Putusan Mahkamah
Konstitusi, Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm. 34.
88
89
BAB III
Draf UUD yang disusun oleh ketiga tokoh tersebut dibentuk pada
126
Daniel Yusmic P. Foekh, 2011, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)
Suatu Kajian dari Perspektif Hukum Tata Negara Normal dan Hukum Tata Negara Darurat”, tidak
diterbitkan, Universitas Indonesia, Jakarta.
90
Rakjat tidak bersidang, Kepala Negeri jang membuat aturan-aturan
pemerintah sebagai gantinya undang-undang127
dalam Rapat Panitia Hukum Dasar.129 Dalam rapat ini dicapai kesepakatan
127
Naskah Persiapan UUD 1945 dengan Catatan oleh Prof. Mr. H. Muhammad Yamin.
128
Ibid.
129
Risalah Sidang BPUPKI-PPKI Tanggal 28 Mei 1945-22 Agustus 1945 yang diterbitkan oleh
Sekretariat Negara RI Tahun 1995.
130
Ibid.
91
(1) Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-
undang
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR
dalam persidangan yang berikut
(3) Jika persetujuan tidak terdapat, peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Undang Dasar. Adapun Rancangan Naskah UUD ini diterima pada sidang
1945.
92
sudah termasuk dalam bagian aturan peralihan.131 Sampai dengan
Adapun perubahan itu hanya terdapat pada tata letaknya, yaitu dari pasal
UUD 1945 dengan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan wakil
berpendapat bahwa perubahan istilah ini juga atas inisiasi dari Soepomo
131
Ibid.
132
Novrieza Rahmi dalam hukumonline.com yang diterbitkan pada tanggal 2 September 2017
dengan judul artikel online “Sejarah Munculnya Istilah Perppu dan ‘Cermin’ Subjektifitas
Presiden”, diakses pada tanggal 14 Maret 2021 dari:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59a860340566c/sejarah-munculnya-istilah-
perppu-dan-cermin-subjektivitas-presiden/
133
Daniel yusmic P Foekh, dalam wawancara dengan hukumonline.com yang diterbitkan secara
online pada tanggal 5 Juli 2017, diakses pada tanggal 14 Maret 2021 dari laman website resmi:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt595cb74e1f3fe/berbincang-seputar-seluk-beluk-
perppu-dengan-daniel-yusmic/
93
2. Kedudukan Perppu
22A UUD 1945 yang memuat bahwa “ketentuan lebih lanjut tentang tata
undang ini juga berarti bahwa peraturan yang lebih rendah berpijak pada
norma hukum yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai mendapati norma
UUD 1945.
134
Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
135
Achmad Edi Subiyanto, “Menguji Konstitusionalitas peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang”, Lex Jurnalica, Vol. 11, Nomor 1 April 2014, hlm. 11.
136
Maria Farida Indrawati, Loc.Cit.
94
Dalam praktik sistem perundang-undangan di Indonesia, perppu
adalah karena fungsi dan waktu berlakunya yang berbeda. Menurut pasal
22 ayat (3) UUD 1945, perppu pada dasarnya adalah peraturan pemerintah,
Hal ini salah satunya mengacu pada redaksi kalimat yang ada pada tubuh
penekanan dalam ketentuan ini adalah sifat keadaan dan kegentingan yang
137
Bagir Manan, 2006, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Jakarta, hlm. 150., Lihat juga Jimly
Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 55.
138
Anonim, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari Masa ke Masa”, Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, di akses pada tanggal 17 Maret 2021 melalui laman:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3000:pe
raturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-dari-masa-ke-masa&catid=100&Itemid=180
95
Pada saat ini, melalui Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011,
dan Hak Asasi Manusia pada Tahun 2010, maka akan ditemukan bahwa
Bahkan pada masa tertentu, Kedudukan Perppu pernah berada “di bawah”
Ketetapan MPRS ini Perppu telah diberikan kedudukan yang sama dengan
reformasi dan sistem otonomi daerah pada masa itu, pemerintah Indonesia
139
Novrieza Rahmi dalam hukumonline.com. Loc.Cit.
140
Achmad Edi Subiyanto, Loc. Cit.
96
perundang-undangan. Peraturan tersebut bahkan menempatkan Perppu di
yang baru, karena UUD 1945 telah diamandemen yang ke-4 dan tidak lagi
UUD 1945.141
signifikan dari yang semula konservatif kearah negara hukum yang lebih
demokratis.142
141
Ibid, hlm. 12.
142
Ibid.
97
Menurut Daniel Yusmic P Foekh, meskipun antara undang-undang
undangan, kondisi ini tetap tidak menjadikan Perppu dapat diuji oleh
melalui instrumen hukum yang ada tersebut akan selalu dipandang baik
rakyat.
dengan kata lain ada peristiwa baru yang ketentuannya belum diatur dalam
143
Novrieza Rahmi, Loc. Cit.
98
sedangkan istilah instrumen hukum yang.digunakan adalah Peraturan
Dari kedua ketentuan ini didapati dua istilah hukum yang berbeda,
yaitu apa yang disebut sebagai kondisi negara dalam ‘Keadaan Bahaya’,
dan cara menyikapi kondisi negara darurat ‘dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa’.
frase kalimat “hal ihwal” sebagaimana terdapat dalam pasal 22 tidak bisa
144
Jimly Asshiddiqie, 2007, Hukum Tata Negara Darurat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
205.
99
berkaitan dengan strukturnya. Namun secara praktik, kadangkala keduanya
menurutnya antara pasal 12 dan pasal 22 ayat (1) itu tidak dapat
dipisahkan. Oleh karena secara harfiah frase kata “genting” sama dengan
pada tahun 2002 yang menerapkan asas retroaktif untuk peristiwa bom
Bali.146
adalah sama. Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa Pasal 22 ayat (1) dapat
undang-undang lagi (bentuk dan isi perppu sama dengan perumusan UU),
145
Ibid, hlm. 206.
146
Novrieza Rahmi dalam hukumonline.com.
100
Presiden sudah memiliki hak untuk menerbitkan Perppu sekaligus
meyakini bahwa keadaan darurat dalam suatu negara memiliki masa waktu,
sehingga ketika kondisi negara sudah tidak dalam keadaan darurat, Perppu
yang semula dibentuk itu bisa tidak berlaku lagi. Implikasi hukum seperti ini
dianggap tidak dalam kondisi darurat lagi, Perppu ini selanjutnya diajukan
bisa memenuhi 2 (dua) ciri umum, yaitu Krisis (crisis), dan ada faktor yang
147
Ibid.
148
Bagir Manan, Op. Cit, hlm. 158-159.
101
terdapat 3 (tiga) macam perbedaan yang dikandung dalam pasal 12 dan
hanya saja dikecualikan karena ada kegentingan yang memaksa dan tidak
149
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op. Cit, hlm. 206-208.
102
1. Ancaman yang membahayakan (dangerous threats);
Korupsi terhadap UUD 1945 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka,
yaitu:
103
penafsiran pada pasal 22 UUD 1945 ini setiap saat dapat berubah sejalan
sebuah partai politik yang berideologi Islam. Hizbut Tahrir sebagai partai
berbagai negara.152
oleh 3 (tiga) macam persoalan pokok153. Pertama, dari aspek teologis umat
perintah dan aktualisasi petunjuk dari Yang Maha Kuasa melalui rujukan
pendapat para ulama. Salah satu ayat dalam Al-Quran yang menjadi basis
berpikir dari aspek ini adalah Ali ‘Imran ayat 104 yang artinya:154
150
Novrieza Rahmi dalam hukumonline.com.
151
Muhammad Muhsin Rodhi, 2012, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan
Negara Khilafah, Al-Azhar Fresh Zone Publishing, Bogor, hlm. 23.
152
Ibid, hlm. 3.
153
Ibid, hlm. 32-35.
154
Q.S. Ali ‘Imran [3]: 104.
104
“Artinya: Dan hendaknya ada diantara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah kepada yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung.”
105
Menurut keyakinan Hizbut Tahrir, hukum Islam tidak mungkin dapat
Hizbut Tahrir sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1983 oleh
Hal ini disebabkan oleh Presiden Soeharto yang dalam jabatannya sebagai
pemimpin Indonesia pada masa itu melarang segala bentuk kegiatan yang
155
Muhammad Muhsin Ridho, Op. Cit, hlm. 30-31.
156
Afadlal, (dkk.), 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, LIPI Press, Jakarta, hlm. 266.
106
pengembangan kader dan pembinaan umat dalam rangka memperkuat
tubuh organisasi.157
bagi umat Islam agar mau kembali dan berjuang untuk mendirikan sebuah
Berbeda dari partai politik yang lazim dikenal di dunia, HT lebih memilih
dikatakan berbeda dengan pola gerakan dan nilai-nilai yang diusung oleh
organisasi Islam yang lain, sebut saja Nahdlatul Ulama (NU) dan
157
Saifuddin, 2012, khilafah Vis a Vis Nation State: Telaah Atas Pemikiran Politik HTI, Mahameru,
Yogyakarta, hlm. 48.
158
Mohammad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir Vis a Vis
NU)”, Jurnal isalamuna, Vol. 2. , Juni 2015, hlm. 32.
107
transnasionalisasi di berbagai negara, tetap saja secara substansial
berbeda dengan Hizbut Tahrir. Apalagi jika melihatnya dari sisi dimensi
versi Indonesia”.159
khilafah Islamiyah.160
159
Masdar Hilmy, “Akar-Akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia”, Jurnal Islamica,
Vol. 6, September 2011, hlm. 1-2.
160
Ibid.
161
Taqi al-Din al-Nabhani, Daulah Islam, diterjemahkan oleh Yahya A.R., 2008, Struktur negara
khilafah (Pemerintahan dan Administrasi), HTI Press, Jakarta, hlm. 14.
108
masyarakat yang secara langsung menjadikan umat Islam terpecah
menjadi bangsa-bangsa yang kecil dan tak punya kekuatan politik dominan.
162
Mohammad Rafiuddin, Op. Cit, hlm. 34.
163
Nilda Hayati, “Konsep Khilafah Islamiyah Hizbut Tahrir Indonesia (Kajian Living al-Qur’an
Perspektif Komunikasi)”, Jurnal Episteme, Vol. 12, Juni 2017, hlm. 178.
164
Saifuddin, Op. Cit, hlm. 50-51.
109
2. Tahapan interaksi (tafa’ul), yaitu hubungan yang dibangun antara
organisasinya. Hal ini terbagi atas 2 (dua) tahapan utama, yaitu tahap
sampai mereka menyatu dengan ide-ide Islam. Ketika mereka sampai pada
islamiyah). Tahap ini secara metode dinilai mirip dengan cara awal Nabi
menyebarluaskan Islam.
yang selalu berdasarkan nilai Al-Quran dan Sunnah diantara para kader
165
Anonim, Metode Dakwah Hizbut Tahrir, Manhaj Hizbut Tahrir Fi Taghyir, hlm. 1-4.
110
masalah utama ditengah-tengah masyarakat. Pada tahap ini Hizbut Tahrir
(Khilafah).
Hizbut tahrir ingin menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis
dari aktivitas bernegara. HT ingin merubah citra Islam yang lebih dari
dengan realita sosial dan perilaku politik (political behavior) serta budaya
166
Ibid.
111
kejayaan Islam berdasarkan keyakinan akan adanya janji Allah dan
Rasulnya.167
167
Afdal, (dkk.), Op.Cit, hlm. 7.
112
Setidaknya, terdapat lima dasar politik hukum pemerintah ketika
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Perppu Ormas berlaku pada tanggal 10 Juni
168
Konsideran Menimbang Perppu ormas
113
Sebelumnya, perlu penulis tegaskan kembali bahwa kewenangan
yang hanya bisa digunakan dalam situasi genting dan memaksa, seperti
atau sebab lain yang menimbulkan keadaan genting yang memaksa. 169
169
Muhammad Syarif Nuh, Hakikat Keadaan Darurat Negara (State of Emergency) Sebagai Dasar
Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM,
Vol. 18 Tahun 2011, hlm. 238.
114
Pembentukan Perppu akan sangat membantu keputusan
dapat berlaku sebagai hukum positif. Oleh karena besarnya akibat hukum
115
Meskipun ada ketentuan dalam pasal 22 ayat (2) dan (3) yang
bermasalah, tetap saja tidak bisa menjaminan bahwa perpu yang dibentuk
tanpa batasan waktu. Hal ini menjadikan pembentukan Perppu Ormas tidak
menyangkut hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul ormas yang lain
170
Perppu Ormas berlaku pada tanggal 10 Juni 2017, sedangkan pembubaran Ormas HTI terjadi
pada tanggal 19 Juli 2017.
116
bahwa “Perppu harus mempunyai akibat prompt immediately” dengan
untuk merespon keadaan genting yang ditimbulkan oleh ormas HTI, tetapi
sebagai ideologi negara dan UUD 1945, serta dianggap sebagai organisasi
171
Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights. Frequently Asked
Questions on A Human Rights-Based Approach to Development Cooperation, 2006, hal. 2.
117
nasional.172 Maka pemerintah kemudian mencabut status badan hukum HTI
maka secara normatif dapat dikatakan sudah sesuai dengan kriteria yang
berkumpul.
172
Berita Online dalam Harian Kompas, diakses pada tanggal 19 Mei 2023 melalui laman:
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/14382891/ini.alasan.pemerintah.bubarkan.hizbu
t.tahrir.indonesia
173
Pernyataan pembubaran diwakili oleh Menkopolhukam (Wiranto) bersama dengan Mendagri
(Cahyo Kumolo) dan Menkumham (Yasonna Laoly).
118
Pasal 29 ayat 1 dan 2 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(ICCPR), bahwa:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.
119
Adapun dalam Pasal 19 PP Nomor 18 tahun 1986 tentang Peraturan
120
termasuk merilis bahwa HTI memiliki potensi kedaruratan keamanan yang
dimaksud.
tak terpisahkan dari dakwah itu sendiri, dan sepenuhnya terpisah dari upaya
pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
174
Rapat Dengar Pendapat antara Pengurus Pusat HTI dengan anggota Komisi II DPR RI pada
tanggal 20 oktober 2017 pasca putusan pembubaran HTI.
121
Dalam pengertian tersebut dapat dipahami bahwa HTI membawa visi
Selain itu, sifat perjuangan ormas HTI yang mengarah pada gerakan
berlawanan dengan makna Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 bahwa “Negara
perubahan”.
mendakwa HTI sebagai organisasi yang memiliki asas dan ciri yang nyata-
175
Miriam Budiarjo, Op. Cit., hlm. 106.
176
Jimly Asshiddiqie, Makalah:”Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan Keempat
UUD 1945”, disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan Tema
Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Hukum Berkelanjutan, Denpasar, 2003, Hlm. 3.
122
nyata disebutkan bertentangan dengan UUD 1945. Adapun berkaitan
keberadaan ideologi lain, termasuk dalam hal ini adalah paham penerapan
Pada dasarnya hingga saat ini belum ada tafsir resmi mengenai
Attamimi, pancasila yang dinyatakan dalam UUD 1945 adalah Cita Hukum
yang menempati ruang gagasan, rasa, cipta, dan pikiran sebenarnya yang
177
Ibid.
178
Moh, Mahfud MD, Ceramah: “Negara hukum Indonesia Kemana Akan Melangkah”, Konferensi
dan Dialog Nasional, Jakarta, 2012.
123
Meskipun terdapat banyak ahli hukum yang mengemukakan
negara untuk menilai pancasila, pada akhirnya ketika berada pada wilayah
pengaturan hak sipil dan politik, pancasila seringkali dijadikan sebagai alat
berserikat dan berkumpul bagi ormas termasuk aspek HAM yang lain,
124
sebaliknya isu hak asasi manusia justru digunakan sendiri oleh para tokoh
Tahun 2013 melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-
yang harus dibubarkan adalah Pasal 59 ayat (4) huruf c, bahwa “ormas
179
Penulis tidak bermaksud menarik pembahasannya ke arah politis, melainkan hanya sebagai
bentuk penegasan alur argumentasi mengenai kedudukan pancasila yang bisa ditafsir berbeda.
180
UU Nomor 17 Tahun 2013.
125
Alasan pemerintah mengadakan perubahan tentang maksud pasal
Seperti terdapat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, bahwa:
Nomor 12 Tahun 2011 pada Pasal 6 ayat (1) huruf i mengenai “materi
kepastian hukum.”
126
menyelesaikan sengketa hukum. 181 Tetapi pemerintah seperti kesulitan
kerumitan kehendak untuk disatu sisi membuat norma hukum yang lebih
Pancasila tetapi disisi lain menambahkan frase “paham lain” yang justru
181
Sidharta dalam Mario Juliano dan Aditya Yuli Sulistyawan, Pemahaman terhadap Asas
Kepastian Hukum Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum, Jurnal Crepido, Vol. 01 Tahun
2019, hlm. 15.
182
Jazim Hamidi, 2006. Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum
Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Konstitusi Press, Jakarta,
hlm. 68.
127
Jazim Hamidi menjelaskan bahwa staatsfundamentalnorm memiliki
hukum lain seperti Jimly Asshiddiqie dan Ali Syafaat yang tidak setuju
norma hukum tertinggi dalam suatu negara yang dijadikan dasar untuk
183
Ibid, hlm. 70-71.
184
Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan 2: Proses dan Teknik Pembentukannya,
Kanisius, Yogyakarta, hlm. 236.
185
Jimly Asshiddiqie dan Ali Syafaat, 2011, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press,
Jakarta, hlm. 162.
128
semakin kebawah semakin konkrit, sedangkan puncak teratasnya terdiri
menimbulkan diskursus lain karena wujud pancasila yang dinilai tidak cocok
disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum ketika mulai diberikan
pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. 187 Roesman Saleh
186
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum dan Peradilan, Vol 1 Pemahaman Awal, Kencana
Premedia Grup, Jakarta, hlm. 62.
187
UU Nomor 15 Tahun 2019
188
Roesman Saleh dalam Andi Al Hakim, diakses dari website Kemenkeu melalui laman:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13144/Pancasila-Sebagai-Philosopische-
Grondslag-Dan-Kedudukan-Pancasila-Dikaitkan-Dengan-Theorie-Von-Stafenufbau-Der-
Rechtsordnung.html#:~:text=Kesimpulan-
,Pancasila%20sebagai%20philosopische%20grondslag%20atau%20pandangan%20hidup%20bang
sa,besifat%20tetap%2C%20tidak%20dapat%20diubah.
129
tertinggi sebagai sumber hukum perundang-undangan nasional, tetapi
semakin kabur dan wajar jika penulis turut berpendapat bahwa redaksi
kalimat dalam pasal tersebut jauh dari nilai-nilai kepastian hukum terhadap
peran aktif warga negara dan sifat yang merujuk pada kesetiaan terhadap
189
Penjelasan Umum UU Ormas Nomor 8 Tahun 1985.
130
satu tujuan ormasnya sendiri justru menyebabkan perlunya menjaga nilai
harus dibubarkan.
hak untuk beragama juga diatur secara eksplisit dalam banyak norma
131
Pasal 28E UUD Tahun 1945, bahwa:
Bahkan dalam Pasal 28I ayat (1) UU 1945 dinyatakan bahwa kebebasan
beragama merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tidak dapat
132
eksternum), tidak diskriminatif, tidak ada paksaan, hak dari orang tua wali,
kebebasan lembaga dan status legal, dan pembatasan yang diizinkan. 190
ruang publik. Hal ini dapat terjadi karena defenisi ‘tidak dapat dikurangi’
yang dikandung dalam hak tersebut diartikan hanya sebatas pada ranah
Pasal 4 ICCPR
In time of public emergency which threatens the life of the nation and
the existence of which is officially proclaim, the States Parties to the
present Covenant may take measures derogating from their
obligations under the present Covenant to the extent strictly required
by the exigencies of the situation, provided that such measures are
not inconsistent with their other obligations under international law
and do not involve discrimination solely on the ground of race, color,
sex, language, religion or social origin
190
Suparman Marzuki, Politik hukum Hak Asasi Manusia Tentang Kebebasan Beragama Pasca
Orde baru, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 26 tahun 2019, hlm. 222-223.
133
Pasal ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk dapat
konvenan sipil dan politik termasuk hak atas kebebasan beragama maupun
kedaruratan tapi disisi lain tidak pernah menyatakan sifat dan level
191
Rorry Erry Saputra, sebagai salah satu hakim PTUN dalam kasus Gugatan Pembubaran HTI
oleh Pemerintah, diakses pada tanggal 3 Juni 2023 melalui laman:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44026822
134
melihat general comment Pasal 18 ayat (3) ICCPR, pembatasan yang
dan berkumpulnya.
192
Suparman Marzuki, Op. Cit., 224.
135
Bahkan meskipun pemerintah tetap menyediakan berbagai
136
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
sanksi kepada ormas juga seharusnya tidak menjadi isu urgen untuk
137
melakukan perubahan pengaturan norma secara signifikan.
138
B. Saran
139
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Dede Kania. 2018. Hak Asasi Manusia dalam Realita Global. Manggu
Makmur Tanjung Lestari. Bandung.
Jimly Asshiddiqie dan Ali Syafaat. 2011. Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum. Konstitusi Press. Jakarta.
Majda el Muhtaj. 2005. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari
UUD 1945 sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 200”.
Edisi Kedua-Cet. 5. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
140
Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Muhammad Ashri. 2018. Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori, dan Instrumen
Dasar. CV.Social Politic Genius. Makassar.
Rhona K.M. Smith et al. 2008, Hukum Hak Asasi Manusia Cetakan
Pertama, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam
Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta, Yogyakarta.
Saifuddin. 2012. Khilafah Vis a Vis Nation State: Telaah Atas Pemikiran
Politik HTI. Mahameru. Yogyakarta.
Suparman Marzuki. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia. Pusat Studi Hak
Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII)
Yogyakarta. Yogyakarta,
II. Jurnal
141
Ahmad Furqon, “Civil Society Vis a Vis Masyarakat Madani” Jurnal
Pemikiran Islam, Vol 1 Tahun 2022.
142
Mohammad Jatim dan Levina Yustitianingtyas, “Analisis Pembubaran
Organisasi Kemasyarakatan dalam Perspektif Asas Contrarius
Actus”, Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan, Vol. 6 Tahun
2021.
143
Veronica Agnes Sianipar, (dkk.), “Tinjauan yuridis Perlindungan Hukum Hak
Asasi Manusia dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Journal Lentera Hukum,
April 2014.
Victor Imanuel Nalle, “Asas Contrarius Actus pada Perppu Ormas: Kritik
dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi
Manusia”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4 Tahun 2017.
III. Makalah
IV. Ceramah
V. Tesis
144
VI. Kamus
David Moeljadi et al. Apk. 2023. Kamus Besar Bahasa Indonesia V 0.5.0.
Beta (40). Badan Pengembangan Bahasa dan Pembukuan,
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt595cb74e1f3fe/berbincang-
seputar-seluk-beluk-perppu-dengan-daniel-yusmic/ diakses
pada tanggal 14 Maret 2021.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19452/uu-ormas-
riwayatmukini/ diakses pada 6 April 2021.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59a860340566c/sejarah-
munculnya-istilah-perppu-dan-cermin-subjektivitas-presiden/
diakses pada tanggal 14 Maret 2021.
https://www.hukumonline.com/berita/a/kemenkumham-cabut-status-
badan-hukum-hti-lt596f08d298b25 diakses pada tanggal 25
Juni 2022.
https://tirto.id/sejarah-dan-penerapan-pancasila-masa-orde-baru-soeharto-
1966-1998-ghNK diakses pada tanggal 26 Juni 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/14382891/ini.alasan.pemeri
ntah.bubarkan.hizbut.tahrir.indonesia diakses pada tanggal 17
Mei 2021.
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/12232051/ini-tiga-
pertimbangan-pemerintah-menerbitkan-perppu-ormas diakses
pada tanggal 18 Juni 2022.
https://www.pshk.or.id/blog-id/sengkarut-hukum-pembubaran-ormas/
diakses pada tanggal 27 juni 2022.
145
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44026822
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/14382891/ini.alasan.pemeri
ntah.bubarkan.hizbut.tahrir.indonesia
https://www.pngunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Huku
m_Indonesia
https://www.hukumonline.com/berita/a/uu-ormas-riwayatmu-kini--
hol19452?page=1
VIII. Perundang-undangan
146