Anda di halaman 1dari 5

PENULISAN ILMIAH

PENGGUSURAN PAKSA SEBAGAI UPAYA PENINDASAN TERHADAP KAUM


MARGINAL DAN SOLUSI PEMECAHAN MASALAHNYA

I Made Pawtira Witata Adhiyaksa P.1


Reguler S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Depok

PENDAHULUAN
A). Latar Belakang
Penulisan ini melatarbelakangi atas dasar hak untuk tempat tinggal hunian yang layak dengan
berdasarkan dari Hak Asasi Manusia (“HAM”) dan realitasnya di lapangan, terkhusus di Indonesia.
Selain itu, penggusuran paksa oleh aparat pemerintah sebagai bentuk penindasan dari hak atas
hunian tempat tinggal yang layak, dan penindasan dalam kasus pelanggaran penggurusan paksa
yang seringkali menjadi korban ialah berasal dari kaum marginal dengan kalangan ekonomi bawah,
seta kasus pelanggaran HAM lainnya sebagai faktor pendorong dalam proses penggusuran paksa
tersebut. Tujuan dari penulisan ilmiah ini bukan hanya sebagai bahan literatur, melainkan untuk
mengetahui dasar hukum atas kasus penggusuran paksa sebagai bentuk penindasan pihak penguasa
terhadap kaum marginal kalangan ekonomi bawah, beserta solusi alternatif pemecahan masalahnya
tersebut. Penulis mengaplikasikan teknik penulisan ilmiah sebagai acuan dasar dengan metode
gabungan antara kualitatif dengan kuantitatif serta pendekatan analisis deskriptif dan kausal
komparatif. Penulisan bahan hukum mengacu pada hukum secara normatif untuk metode kualitatif
tersebut. Analisis metode kuantitatif dengan memakai program Microsoft Excel Workbook 2016
untuk mendata kaum marginal yang terdampak sebagai korban penggusuran tanah mereka. Hasil
dari penulisan dapat mengungkapkan terkait dengan implikasi terhadap penggusuran hak atas
hunian tempat tinggal yang layak ditinjau berdasarkan perspektif kepastian hukum atau hukum
normatif yang berada dalam hukum perdata dan Peraturan Pemerintah (“PP”) Nomor 7 Tahun 2018
yang mengacu dari perspektif hukum normatif, beserta solusi alternatif terhadap pemcehan
masalah penggusuran secara paksa tersebut, maka korban kaum marginal dengan penggusuran
paksa baik dalam bentuk preventif maupun represif, sehingga berhak atas hak perolehan jaminan

1
Reguler, S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum (FH), Universitas Indonesia.
menurut PP Nomor 7 Tahun 2018. Dengan demikian, kasus pelanggaran paksa tersebut bisa
dikatakan sebagai bentuk penindasan karena merugikan baik secara imaterial maupun material,
sehingga sangat berpotensial mengindikasiakan suatu permasalahan hukum sebagai implikasi
antara korban dari kaum marginal dengan aparat pemerintah sebagai penguasa. Saran yang dapat
disampaikan oleh penulis supaya bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan status
dalam kehidupan bermasyarakat atas dasar hukum yang berlaku.
Kasus pelanggaran dari penggusuran paksa terhadap hunian tempat tinggal bagi masyarakat di
dalam suatu negara sebagai hal yang cenderung menimbulkan masalah pada bagian kota-kota
metropolitan besar di Indonesia hingga di masa sekarang. Praktik penggusuran paksa oleh aparat
negara, mempunyai tingkat kecenderungan melalui berbagai cara: pertama, penggunaan hukum
yang mengawali sebagai legitimasi dari melakukan pengusiran (seperti peraturan-peraturan daerah).
Kedua, surat formal atau statement letter yang dikeluarkan negara sebagai dasar aturan yang
mengatur warga untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Ketiga, aparat gabungan dalam praktik
penggusuran secara paksa dilaksanakan karena dalam melaksanakan penggusuran secara paksa
yang berakibat pada adanya praktik kekerasan oleh aparatur negara.2
Berbagai tindakan menolak dari penduduk yang terancam penggusuran secara paksa, oleh
aparatur negara tersebut, dapat dimanifestasikan melalui berbagai alternatif, dapat diawali dari
mendengar pendapat (hearing) dari instansi Pemerintah (Eksekutif dan Legislatif) supaya bisa
menegosiasikan dengan jalan damai, supaya bisa mempermudah represi dengan bentuk
membimbing massa dapat dikatakan sebagai pihak yang berunjuk rasa atau demonstran. Berbagai
tindakan itu, menunjukkan lembaga negara baik yang di institusi maupun lembaga negara lainnya
yang dapat mempertanggung jawabkan segala bentuk permasalahan terkait pengusiran atau
penggusuran. Isu dari media massa lokal di Indonesia, dengan penerbitan surat informasi dari
berbagai lokasi terkait dengan pelaksanaan untuk menertibkan dengan objek bangunan liar atau
tanpa izin yang menurut kebijakan atau regulasi dari Peraturan Daerah (Perda).3
Tindakan dari penggusuran atau pengusiran dengan paksaan mengakibatkan fenomena yang
umum karena sering terjadi berbagai kota metropolitan di Indonesia, karena atas dasar
pembangunan untuk kepentingan publik lainnya dan penertiban ruang publik. Menurut hemat saya,
tidak terdapat kesalahan dalam melaksanakan instruksi berdasarkan Undang-Undang dalam konsep

2
Andri, 2011, Festival Jogokali: Resistensi Terhadap Penggusuran Dan Gerakan Sosial-Kebudayaan
Masyarakat Urban, Sosiologi – FISIP, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, hlm. 50.
3
Idem, hlm. 51.
penataan ulang kembali ruang publik yang melawan hukum pada bagian sisi yang lainnya. Tugas
dari aparat negara dapat mengingatkan pada pihak berwajib seperti Kepolisian yang sering
melibatkan untuk prosedur dalam pelaksanaan mulai dari pengusiran sampai dengan penggusuran
paksa yang telah berstatus Polisi atas dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 13 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penugasannya ialah sebagai penegak hukum dan
penertiban warga masyarakat, serta di sisi lainnya melindungi atau melayani penduduknya.4
Hubungan hukum antara negara dilihat dari kekayaan sumber daya alam, seperti: air, bumi,
dan kekayaan alam lainnya yang terdapat di dalamnya ialah sebagai hak negara yang diposisikan
bukan dengan status pemilik melainkan sebagai penguasa. Pakar Hukum Agraria Kurniawarman
menyampaikan dalam sidang uji materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 51
Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasa (Perppu No.
51/1960), Senin (6/2) dalam ruangan sidang MK. “Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945
mengemukakan, bahwa kekayaan sumber daya alamnya, meliputi: air dan bumi beserta kekayaan
alam lainnya yang terdapat di dalamnya yang menguasai ialah negara dan difungsikan untuk dalam
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kalau begitu, timbul pertanyaan, siapa
sebagai pemilik atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam itu? Sebagai bangsa Indonesia
atau dengan kata lain sebagai milik bangsa,” jelas Kurniawarman sebagai ahli pemohon.5
Ketentuan tersebut, imbuh Kurniawarman, tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selanjutnya,
menurut Beliau, keseluruhan dalam wilayah Indonesia ialah sebagai kesatuan tanah air nusantara
dari rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu, jika status tanah
disebut sebagai tanah negara, bukan berarti tanah milik negara. Kurniawarman menjelaskan soal
domein verklaring yang mengandung prinsip bahwa seluruh tanah yang tidak dapat dibuktikan hak
milik di atasnya adalah milik negara. Sementara itu, hak menguasai negara tidak menyatakan klaim
domein seperti asas domein verklaring. Sebaliknya bahwa pada prinsipnya seluruh tanah di wilayah
negara ini merupakan milik bersama bangsa Indonesia.6

4
Nurul Rezky Atifah, dkk., 2021, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penggusuran Paksa, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, hlm. 182.
5
Nano Tresna Arfana, 2022, Ahli: Penggusuran Paksa Melanggar Hak Asasi Manusia, Lembaga Negara
Pengawal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13594 (Diakses Pada 27 September 2022).
6
Idem.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga penulis mengambil topik
penulisan ilmiah dengan judul: “Penggusuran Paksa Sebagai Upaya Penindasan Terhadap
Kaum Marginal Dan Solusi Pemecahan Masalahnya”.
DAFTAR PUSTAKA

Andri, 2011, Festival Jogokali: Resistensi Terhadap Penggusuran Dan Gerakan Sosial-
Kebudayaan Masyarakat Urban, Sosiologi – FISIP, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya,
hlm. 50.
Arfana, Nano Tresna, 2022, Ahli: Penggusuran Paksa Melanggar Hak Asasi Manusia, Lembaga
Negara Pengawal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13594 (Diakses Pada 27 September
2022).
Atifah, Nurul Rezky, dkk., 2021, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penggusuran Paksa,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, hlm. 182.

Anda mungkin juga menyukai