Anda di halaman 1dari 30

Visi

Pada Tahun 2028 Menghasilkan Perawat yang Unggul dalam Penerapan Keterampilan
Keperawatan Lansia Berbasis IPTEK Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


HARGA DIRI RENDAH KRONIK
TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :
1. Advance Siregar (P3.73.20.1.19.081)
2. Alya Putri Jannati (P3.73.20.1.19.083)
3. Annisa Luthfiyah (P3.73.20.1.19.084)
4. Annisa Putri Salsabila (P3.73.20.1.19.085)
5. Annisa Rayahu W (P3.73.20.1.19.086)
6. Dede Adelia (P3.73.20.1.19.087)
2 Reguler C

Dosen Pembimbing :
Endang Banon, S.Pd. MKep, NsSp.Kep.J.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2020
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Konsep Dasar Kehilangan dan Berduka


A. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan
(Hidayat, 2012). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997)
Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan,
barang milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian atau pun keseluruhan.
Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tibatiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman
traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional atau
pun krisis perkembangan. Dalam hal ini persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme
koping, dan sistem pendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap respons individu dalam
menghadapi proses kehilangan tersebut. Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan
koping yang positif atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada
perkembangan individu atau port of being matur-nya (Mubarak dan Chayatin, 2007).
Menurur Hidayat (2012) terdapat beberapa jenis kehilangan yakni sebagai berikut.
a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana alam.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit,
atau berpindah pekerjaan.

1
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti misalnya pekerjaan, anggota keluarga,
dan teman dekat.
d. Kehilangan suatu aspek diri misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik.
e. Kehilangan hidup misalnya kematian anggota keluarga di rumah dan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilanganmerupakan suatu
keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu
keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak
ada). Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon
terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh
kehilangan sebelumnya.

B. Berduka
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu
melewati rekasi atau masa berkabung (mourning). Berikut ini beberapa jenis berduka
menurut Hidayat (2012) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari
aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum kehilangan
atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai
urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,
yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah- olah tidak kunjung berakhir dan
dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak yang mengalami kematian
orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.

2
C. Respon Berduka
Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang terhadap
kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi
dan penerimaan.
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2012)
(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut KublerRoss)

Fase Pengingkaran Fase Marah Fase Depresi Fase Tawar-menawar FaseMenerima

a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi
individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari
informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang
tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan

3
sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara
lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan
agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya
dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

D. Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan
mengalami keletihan emosional (Rando : 1984).

4
E. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu
yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan,
anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat
dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering
terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

F. Lima Kategori Kehilangan


1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng
tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara
permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung,
guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang
terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan
peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau
kematian.

5
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga
dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal.

G. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka


Menurut Kubler Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan :
1. Denial (Mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya
tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus
mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa.
2. Anger (Marah)
a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada
orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya
sendiri.
c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan
menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (Tawar-Menawar)
a. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

6
b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda
maka saya akan sering berdoa”.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut
sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan,
mengunjungi keluarga dan sebagainya.
4. Depression (Bersedih yang mendalam)
a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa di tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah
bicara, kadang-kadang bersikap sebagai klien yang sangat baik dan menurut, atau
dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
c. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang,
serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien
ingin ditemani keluarga/perawat.
d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul
menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang
saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.

H. Tanda dan Gejala


1. Ungkapan kehilangan
2. Menangis
3. Gangguan tidur
4. Kehilangan nafsu makan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Karakteristik berduka yang berkepanjangan :
a. Mengingkari kenyataan kehilangan dalam waktu yang lama

7
b. Sedih berkepanjangan
c. Adanya gejala fisik yang berat
d. Keinginan untuk bunuh diri

I. Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon
kehilangan adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik. Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga dengan
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan kehilangan.
b. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
c. Faktor mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu
dibayangi masa depan peka dalam mengahadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang
dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
e. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif terhadap stres yang
dihadapi.

J. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Stresor ini dapat
berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan
biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam
masyarakat, milik pribadi (harta benda, dan lain-lain). Berikut beberapa stresor
kehilangan tersebut.
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas

8
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi dalam masyarakat
5. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6. Kehilangan kewarganegaraan

K. Sumber Koping
Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada sumber yang tersedia.
Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan bakat mengatasi kedukaan, teknik
pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lainnya adalah dukungan
spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik,
sumber materi dan sosial, keluarga, kerabat dekat, dan perawat.

L. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering dipakai individu dengan respon kehilangan antara lain :
pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intesitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan
patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai.

M. Pohon Masalah Resiko


Gangguan Konsep Diri (Efek/Akibat)

Berduka (Core Problem)

Kehilangan (Penyebab/Kausa)

N. Masalah keperawatan yang muncul dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kehilangan dan berduka
antara lain :
a. Gangguan konsep diri
b. Berduka (disfungsional, antisipatif)
c. Kehilangan

9
2. Data yang perlu dikaji
a. Berduka (disfungsional, antisipatif)

1) Data subjektif :
a) Merasa sedih
b) Merasa putus asa dan kesepian
c) Kesulitan mengekspresikan perasaan
d) Konsentrasi menurun
2) Data objektif :
a) Menangis
b) Mengingkari kehilangan
c) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
d) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
e) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

O. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan.
2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan.
3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang dicintai
atau memiliki arti besar.

P. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan Umum:
a. Klien mampu mengenal kehilangan yang dialaminya
b. Klien mampu mengatasi rasa kehilangan atau berduka yang dialami
2. Tujuan Khusus:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya
b. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
c. Menjelaskan makna kehilangan
d. Klien dapat mengungkapkan kemarahannya secara verbal
e. Klien dapat mengatasi kemarahannya dengan koping yang adaptif

10
f. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
g. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
h. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat menghindari tindakan yang dapat
merusak diri
i. Klien dapat menerima kehilangan
j. Klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarga atau orang lain Secara
umum, perencanaan dan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
menghadapi kedukaan adalah :
1) Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
 Mendengarkan klien berbicara.
 Memberi dorongan agar klien mau mengungkapkan perasaannya.
 Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap
menerima dan empati.
2) Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara :
 Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau objek
yang hilang.
 Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti.
3) Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara :
 Bersama klien mngingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di
masa lalu.
 Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien dan keluarga.
 Mengenali dan menghargai sosial budaya agama serta kepercayaan yang
dianut klien dan keluarga dalam mengatasi proses kehilangan.
4) Memberi dukungan terhadap respons kehilangan klien dengan cara :
 Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap mengingkari,
marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima adalah wajar dalam
keadaan kehilangan.
 Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang bisa
diterima.
 Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
5) Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga dengan cara:

11
 Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
 Mendorong klien untuk menggali perasaanya bersama anggota keluarga
lainnya, mengenali masing-masing anggota keluarga.
 Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain.
 Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling
mendukung satu sama lain.
6) Menentukan tahap keberadaan klien dengan cara :
 Mengamati perilaku klien.
 Menggali pikiran perasaan klien yang selalu timbul dalam dirinya. Selain
itu, secara khusus bentuk intervensi tahap/rentang respons individual
terhadap kedukaan adalah sebagai berikut.
a. Tahap Pengingkaran
1. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya dengan cara :
 Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.
 Meningkatkan kesabaran klien secara bertahap tentang kenyataan
dan kehilangan, apabila sudah siap secara emosional.
2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien
untuk berbagi rasa dengan cara :
 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai hal
yang dikatakan oleh klien tanpa menghukum atau menghakimi.
 Menjelaskan kepada klien bahwa sikap tersebut biasa terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.
3. Memberikan jawaban jujur terhadap pertanyaan klien tentang sakit,
pengobatan, dan kematian dengan cara :
 Menjawab pertanyaan klien dengan bahasa yang mudah
dimengerti, jelas, dan tidak berbeli-belit.
 Mengamati dengan cermat renspons klien selama berbicara.
 Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
b. Tahap Marah

12
Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah secara
verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara :
1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien sebenarnya
tidak ditujukan kepada mereka.
2. Membiarkan klien menangis.
3. Mendorong klien untuk membicarakan kemarahannya.
c. Tahap Tawar-Menawar
Membantu klien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara:
1. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
2. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya.
3. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau” atau “seandainya,”
beritahu klien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang
nyata.
4. Membahas bersama klien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya.
d. Tahap Depresi
1. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan
cara:
 Mengamati perilaku klien dan bersama dengannya membahas
perasaannya.
 Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat
risikonya.
2. Membantu klien mengurangi rasa bersalah dengan cara :
 Menghargai perasaan klien.
 Membantu klien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan.
 Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
 Bersama klien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.
e. Tahap Depresi

13
Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan
dengan cara :
1. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur.
2. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga
tidak berada pada tahap yang sama pada saat bersamaan.
3. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
4. Memberi informasi akuran tentang kebutuhan klien dan keluarga.

14
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN


BERDUKA

Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerjadi suatu perusahaan sebagai tulang
punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak
kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum
meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah
sehingga susah tidur.

SP 1 , Pertemuan ke 1 Hari, tanggal : Senin, 9 November 2020

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
a) Pasien mengatakan bahwa ia belum menerima karena suaminya meninggal
b) Pasien mengatakan bahwa ia tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa
gelisah

Data Objektif :
a) Pasien mengatakan dirinya sering melamun

2. Diagnosis Keperawatan
Kehilangan dan berduka

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


Tujuan umum : pasien mampu melalaui proses berduka dan menerima kehilangan
Tujuan khusus :
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Pasien mampu mengenali kehilangan yang dialaminya pasien.

15
3) Pasien dapat memahami lingkungan antara kehilangan yang dialami pasien dengan
keadaan dirinya
4) Pasien dapat mengidentifikasi cara – cara mengatasi berduka yang dialaminya.
5) Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung
6) Pasien mampu mengatasi rasa kehilangan atau berduka yang dialami.

4. Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya dengan terapeutik
2) Berdiskusi mengatasi kondisi pasien saat ini: kondisi pikiran,perasaan,fisik,sosial
dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa kehilangan yang terjadi.
3) Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami dengan cara:
a) Verbal ( mengungkapkan perasaan)
b) Fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
c) Sosial (sharing melalui self help group)
d) Spiritual (berdoa,berserah diri)
4) Memberi informasi tentang sumber- sumber komunitas yang bersedia untuk
memberikan pengalaman dengan seksama.
5) Membantu pasien memasukan kegiatan dalam jadwal harian.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
a) Verbal ( mengungkapkan perasaan)
b) Fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
c) Sosial (sharing melalui self help group)
d) Spiritual (berdoa,berserah diri)

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Saya Susan Aulia, Ibu bisa memanggil saya suster
Susan. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 pagi - 14.00 siang nanti dan saya
yang akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa?”
b) Evaluasi/validasi
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini? Apakah ada keluhan yang Ibu rasakan?”

16
c) Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang sebentar mengenai keadaan ibu?”
2) Waktu
“Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?. Bagaimana kalau 15
menit?”
3) Tempat
“Ibu ingin berbincang-bincang dimana?”
“Baiklah , kalau begitu di ruang ini saja ya bu”
4) Tujuan
“Bu, pertemuan kita kali ini tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang dalam
menghadapi keadaan sekarang, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya,
kesedihan ibu mungkin bisa berkurang.”

2. Fase Kerja
“Sekarang, apakah ibu bisa jelaskan kepada saya bagaimana perasan ibu saat ini?”
“Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya
memang suami Ibu telah meninggal. Jadi ibu mohon untuk bersabar ya, Bu”
“Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu pikir, jika Ibu
pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu karena beliau
memang sudah meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha
menerima kenyataan ini.”
“Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan. Meninggalnya suami
Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang
pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
“Ibu sudah bisamemahaminya?”
“Baik ibu, sekarang untuk mengurangi rasa cemas Ibu, Ibu bisa ikuti teknik relaksasi
yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan sebentar,
kemudian hembuskan perlahan-lahan.”
“Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”

3. Fase Terminasi

17
a) Evaluasi
 Subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai memahami kondisi yang
sebenarnya terjadi?”
 Objektif
“Kalau begitu coba ibu jelaskan lagi, hal hal yang ibu dapatkan dari perbincang
kita tadi dan coba ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan”

b) Rencana Tidak Lanjut (RTL)

“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan
teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan
ini, Ibu dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini.

“Bu, ini ada buku kegiatan untuk ibu. Bagaimana kalau kegiatan teknik rileksasi
ibu masukkan kedalam jadwal kegiatan ibu? Apakah ibu setuju”

“Baik bu, disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan keterangan. Ibu bisa
mengisi kegiatan tenik rileksasi pada kolom kegiatan sesuai dengan kolom yang
tersedia.”

“Cara mengisi buku kegiatan ini: jika ibu melakukannya tanpa dibantu atau
diingatkan oleh orang lain ibu tulis “M” disini, jika ibu di bantu atau
diingatkan ibu tulis “B” dan jika ibu tidak melakukannya ibu tulis“T””

“Apakah Ibu sudah paham?”

c) Kontrak yang akan datang


 Topik
“Ibu, tadi kita sudah berbincang-bincang mengenai keadaan dan teknik relaksasi
yang sudah ibu lakukan. Saya kira sekian dulu perbincangan kita hari ini, karena
sudah tepat 15 menit sesuai kontrak. Untuk pertemuan selanjutnya bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang hobi apa yang ibu sukai?.”
 Waktu
“Baik kalau begitu, Ibu ingin berbincang-berbincang berapa lama?”

18
 Tempat
“Baik, untuk tempatnya ibu mau dimana?”
“Baiklah , kita akan berbincang disini lagi ya bu, sampai jumpa esok hari.”

SP 2 , Pertemuan ke 2 Hari, tanggal : Selasa, 10 November 2020

1. Fase orientasi

a) Salam terapeutik:

“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya, betul sekali.
Saya suster susan, Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti
dan saya yang akan merawat Ibu.

b) Evaluasi/validasi:

“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Bagus
kalua begitu”. “Nah apa saja yang ibu lakukan kemarin? “ coba saya lihat buku
kegiatan ibu?. “wah bagus bu, ibu sudah melakukan teknik rileksasi secara
mandiri” “Sekarang coba ibu praktekkan lagi cara teknik rileksasi tersebut” “
bagus sekali bu”

c) Kontrak:

 Topik

“Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari ini kita bertemu untuk
membicarakan hobi Ibu tujuannya supaya ibu dapat melakukan aktifitas yang sukai
dan ibu dapat berinteraksi dengan orang-orang disekeliling ibu

 Waktu

“Sesuai kesepakatan kemarin kita akan berbincang- bincang selama 15 menit yaa
ibu“

 Tempat

“Untuk tempat sesuai perjanjian kemarin kita lakukan di ruang ini ya bu”

19
 Tujuan

“Agar ibu dapat melakukan aktivitas yang ibu sukai.”

2. Fase orientasi

“Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu sukai ?” “Ternyata Ibu hobi
bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli lho, Bu.” “Selain bermain voli,
apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?” “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti
suara Ibu bagus. Bisa Ibu menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?” “Wah
ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup bagus.” “Ngomong-
ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu biasanya bermain voli dalam
seminggu?” “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli sudah
terlatih.” “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya dalam
bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli antar warga di daerah ruma
Ibu.”

“Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang lain untuk
bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin bermain voli. Ibu bisa
melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang lain.” “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M.
Ibu M juga akan bermain voli bersama- sama. Ibu M ini jago bermain voli,lho.”

“Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam bermain bolavoli?”
“Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.” “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak
mampu meluapkannya, Ibu bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain
itu, kegiatan ini juga dapat membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang lainnya
dan Ibu tidak merasa kesepian lagi.”

3. Fase terminasi

a. Evaluasi:

 Subjektif

“Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik dibandingkan

20
kemarin?”

 Objektif
“Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat Ibu dapatkan
dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”

b. Rencana tindak lanjut (RTL)

“Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang merasa emosi.
“ibu sudah mempunyai buku kegiatan hariankan?” “Bagaimana jika kegiatan
bermain voli ini juga dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari Ibu maunya berapa
kali main voli dalam satu minggu? Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?
“Nah nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini, ibu jangan lupa mengisi
bukukegiatan” “Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri,
tanpa diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu tulis “M”, dan jika
ibu di bantu dalam melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan jika ibu malas atau lupa
mengerjakannya ibu tulis “T”. apakah Ibu paham?

c. Kontrak yang akan datang:

 Topik
“Ibu, tadi kita sudah berbincang-bincang mengenai aktivitas apa yang ibu
sukai. Saya kira sekian dulu perbincangan kita hari ini, karena sudah tepat 15
menit sesuai kontrak. Untuk pertemuan selanjutnya bagaimana kalua kita
berbincang-bicang tentang rasa kehilangan suami ibu .

 Waktu

“Nah bu bagaimana kalau besok jam 08.00 setelah makan pagi

 Tempat

“Saya akan kembali lagi Kita ketemu di ruangan Ibu saja,ya? Apa ada yang
ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi dulu ya, Bu.
21
Assalamu’alaikum.”

SP 3, Pertemuan ke 3 Hari, tanggal : Rabu , 11 November 2020

1. Fase orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi bu.”
b) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaannya saat ini? Apakah ibu sudah melakukan cara yang saya
ajarkan kemarin untuk mengurangi rasa sedih ibu?
c) Kontrak
 Topik
“Baik ibu untuk sesi hari ini kita akan berbicara tentang kehilangan ibu ya
bu? Saya akan menjelaskan juga apa yang akan ibu lalui saat ibu merasa
sedih karna kehilangan suami ibu.
 Tempat
“Mau dimana kita berbincang-bincangnya bu? Baiklah disini saja ya bu.”
 Waktu
“Saya akan menemani ibu selama 10-15 menit, apakah ibu ada waktu? Baik
bu.”

2. Fase Kerja
“Baik ibu, kehilangan seseorang itu wajar, dan memang sudah takdir bu. Disini saya
saya akan menjelaskan kepada ibu beberapa tahap yang akan ibu alami selama proses
berduka. Pertama ibu akan menyangkal musibah ini dan merasa semuanya tidak masuk
akal, bahkan bisa sampai tidak berpikiran jernih. Kedua ibu akan merasa marah dan
rasa marah ini didasarai olrh kesediahn dan rasa sakit akibat kehilangan orang yang
kita sayangi. Marah lebih baik bu di banding ibu tidak merasakan apaapa alias mati
rasa. Ketiga ibu akan melakukan tawar-menawar dengan Tuhan supaya musibah ini

22
berhenti dan seharusnya menyelamatkan kekasih ibu. Keempat depresi, ditahap ini ibu
akan mulai pasrah dan merasa kesedihan yang amat mendalam. Tahap ini bisa membuat
ibu menjadi malas dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Jika ibu merasa itu ingat ya
bu, masih ada bayi ibu yang harus ibu pikirkan dan beri nutrisi yang seimbang. Tahap
kelima iyalah tahap terakhir, dimana ibu akan mulai menerima dan ikhlas akan
kepergian suami ibu. Ibu akan memulai lembar baru dan ingat bahwa ibu tidak bisa
mengubah sesuatu yang sudah terjadi, lebih baik focus pada hal-hal positif didepan dan
keliling hidup dengan orang – orang baik. Jika ibu sedang melalui 5 tahap itu tak apa
bu. Itu semua normal dan wajar. Ibu juga dipersilahkan untuk mengekspresikannya agar
ibu lebih lega. Disini saya akan selalu meneman ibu dan mendukung ibu, ibu jangan
khawatir ya? Baik bu jika ibu merasa takut ibu bisa melakukan cara – cara yang bisa
membuat ibu jadi tenang. Seperti pertemuan kemarin sudah saya jelaskan apakah ibu
masih mengingatnya? Baik ibu jika tidak mengingatnya akan saya ulangi, yaitu tarik
nafas dalam, istigfar, berwudhu, shalat ,dan bercakap - cakap dengan anggota keluarga
ibu yang lain. Ibu juga bisa melakukan hobi yang ibu sukai. ”

3. Fase terminasi
a. Evaluasi
 Subjektif
“Nah, bagaimana ibu apakah ibu paham dengan yang saya jelaskan tadi?
Alhamdulillah jika ibu paham, saya turut senang mendengarnya.”
 Objektif
“Coba sekarang saya tanya, jika ibu merasakan tahap-tahap tersebut apa yang
akan ibu lakukan? Ya, seperti itu, bagus sekali bu.” Jika ibu merasa sedih lagi coba
lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu?

b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)


Latihan-latihan tadi coba ibu masukkan ke dalam jadwal sehar-hari ya. Seperti
teknik untuk membuat ibu lebih tenang. Supaya ibu bisa mengulangnya lagi disaat
ibu merasa tidak tenang.”

23
c. Kontrak yang akan dating
 Topik
Baiklah bu, untuk pertemuan selanjutnya kita akan membahas tentang
perasaan ibu dan bagaimana cara mengontrol emosi, apakah ibu setuju?”

 Waktu
Baik besok saya akan datang lagi dan kita akan bertemu ya bu, di jam yang
sama seperti biasa.”
 Tempat
“Baiklah untuk sesi hari ini saya sudahi dulu? Besok kita akan berbicang-
bincang disini lagi ya bu. baiklah kalau begitu saya mohon pamit dulu ya bu,
Sampai jumpa bu.”

SP 4 , Pertemuan ke 4 Hari, tanggal : Kamis, 12 November 2020

1. Fase orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi bu.”
b) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaannya saat ini?” “Apakah ibu sudah merasa lebih membaik setelah
saya jelaskan kemarin tahap-tahap tersebut?” “Pada saat ibu merasakannya, apakah
ibu menerapkannya?” “Bagus bu.”
c) Kontrak yang akan datang
 Topik
“Baik ibu untuk sesi hari ini kita latihan mengontrol emosi untuk menghilangkan
rasa sedih ibu, apakah ibu bersedia?.”
 Tempat
“Mau dimana kita latihannya bu? Baiklah disini saja ya bu.”
 Waktu

24
“Berapa lama kita akan berlatih? Bagaimana kalau 20 menit?”
 Tujuan
“Jadi bu tujuan pertemuan kita kali ini agar ibu bisa mengontrol emosi dan
menerima kenyataan yang ibu alami sekarang.”

2. Fase kerja

“ Baiklah, Bu. Saya akan duduk di sebelah ibu dan menemani ibu. Saya siap mendengarkan
apabila ada yang ingin di sampaikan. Ibu boleh menangis dan jangan di tahan. Karena dengan
menangis perasaan ibu akan lega.”

“Iya bu saya mengerti apa yang ibu rasakan. Ibu dapat menggunakan kesempatan yang ada
dengan bercakap-cakap dengan anggota keluarga seperti kedua orang tua ibu, dan saudara-
saudara ibu lainnya atau ibu juga dapat berbicara dengan tetangga yang mempunyai
pengalaman sama dengan ibu.” (Mulai membawa kerealitas aspek positif .)

“ Nah, bagaimana kalau kita berdiskusi tentang kegiatan positif yang ibu lakukan? Mulai dari
yang ibu biasa lakukan dirumah maupun kegiatan lain diluar rumah. Bagaimana kalau kita
buat daftar kegiatan yang dapat ibu lakukan? Waw, banyak kegiatan yang dapat ibu lakukan.”

3. Fase terminasi
a) Evaluasi
 Subjektif
“Ibu, Bagaimnana perasaan ibu setelah kita berbincang cara mengontrol emosi ibu?”
“Bagus kalau ibu sudah mulai tenang dan lega.”
 Objektif
“Coba sekarang saya tanya, apa yang akan ibu lakukan jika ibu sedang merasa sedih
dan mengingat tentang suami ibu?” “Bagus ibu.”

b) Rencana Tindak Lanjut (RTL)

25
“Kegiatan dan arahan yang tadi saya berikan coba ibu masukkan ke dalam buku kegiatan
ya.”

c) Kontrak Yang Akan Datang


 Topik
“Baiklah bu, untuk pertemuan selanjutnya kita akan bicarakan tentang perasaan ibu.”
 Waktu
“Seperti biasa besok saya akan datang di jam yang sama ya bu.”
 Tempat
“Kita akan berbincang disini lagi ya bu. Sampai jumpa esok hari bu.”

SP 5 , Pertemuan ke 5 Hari, tanggal : Jum’at, 13 November 2020

1. Fase orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi bu, kembali lagi dengan saya suster Susan.”
b) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaannya saat ini bu? Apakah lebih membaik dari hari-hari sebelumnya?”
“Alhamdulillah kalau begitu.”
c) Kontrak
 Topik
“Baik ibu untuk sesi hari ini kita akan berbicara tentang perasaan ibu.”
 Tempat
“Bagaimana kalau kita berbicara disni?”
 Waktu
“Baiklah, waktunya10 menit saja, apakah ibu setuju?”
 Tujuan

26
“Bu, tujuan pertemuan kita terakhir ini agar dapat mengetahui perasaan ibu selama
melakukan kegiatan dan latihan selama di rumah sakit.”

2. Fase kerja
“ Ibu tampak senang dan sangat berbeda dengan dua hari yang lalu. Saya dengar ibu sudah
banyak melakukan aktivitas. Bagus. Kegiatan apa lagi yang sudah ibu rencanakan untuk mengisi
waktu? Saya percaya ibu dapat kembali semangat dalam mengisi kehidupan ini. Kapan ibu mau
mengurus surat ansuransi, buku tabungan, atau surat penting lainnya mengenai suami ibu? Kapan
ibu akan berziarah ke makam suami ibu? Apakah Ibu sudah melihat foto-foto proses pemakaman
suami ibu?” “Baik, sepertinya ibu sudah menerima kenyataan yang ibu alami saat ini.”

3. Fase terminasi
a) Evaluasi
 Subjektif
“ Ibu, tidak terasa kita sudah lama berbicara. Bagaimana perasaan ibu?”
 Objektif
“Baik, sekarang apakah ibu sudah tau kegiatan apa yang akan ibu lakukan untuk rencana
besok?”

b) Rencana Tindak Lanjut (RTL)


“Ibu jangan lupa dengan jadwal aktivitas dan waktu untuk mengurus surat-surat penting suami ibu.
Dimasukkannya ke buku jadwal kegiatan ya bu. Sepertinya sampai sini pertemuan kita, kegiatan
yang sudah kita lakukan di rumah sakit dapat ibu terapkan nanti di rumah. Ini jadwal kegiatan
hariannya untuk di bawa pulang. Mungkin sampai sini pertemuan kita hari ini, terimakasih untuk
waktunya.” “Jangan lupa tetap berlatih ya bu, semangat terus dan jangan putus asa.” “ Saya pamit
ya bu, Assalamu’alaikum.”

27
DAFTAR PUSTAKA

Dadang , H. (1997). Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa. . Yogyakarta : Dana Bhakti
Prima Yasa.
Hidayat, A. A. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan
jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, B. E., & Oliver, R. (2004). Fundamental Of Nursing; Consept, Process And Practice
Edisi 4. California : Addison-Wesley Publishing CO.
Mubarak, & Chayanti. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi Dalam Praktik.
Jakarta: EGC.
Potter, & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4
Volume 2. Jakarta: EGC.
Stuart, & Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : EGC.
Suseno, T. A. (2004). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Towsend, M. C. (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai