Anda di halaman 1dari 14

NAMA : ZAINAL ABIDIN

NIM : 12030117420103
Kelas : B

ANALISA KASUS HAMBALANG

Proyek Hambalang awalnya bernama Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah


Olahraga Nasional Hambalang yang dicetuskan oleh Direktorat Jenderal Kementerian
Pendidikan Nasional pada tahun 2004. Namun namanya berubah menjadi Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional di tahun 2007 setelah ditangani Kemenpora.
Menurut Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam Republika
(2012) menjelaskan tujuan dilaksanakannya proyek hambalang adalah atas dasar keinginan
untuk meningkatkan prestasi olahraga di Indonesia terus dilakukan berbagai sarana dan
prasarana pun dibangun untuk membina atlet-atlet elit maupun komunitas sekolah olahraga di
tingkat nasional.
Proyek Hambalang diawali pembangunan fisik berupa masjid, asrama, infrastruktur,
turap lapangan sepak bola dan pagar dimulai pada 2006.  Lanjutan pembangunan Pusat
Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) mulai dilaksanakan tahun
2010. Adanya perubahan masterplan yang telah disempurnakan ini pun membuat anggaran
proyek Hambalang membengkak dari Rp 125 miliar menjadi Rp 1,175 triliun. Berdasarkan
penyelidikan KPK tahun 2012 anggaran proyek Hambalang sudah membengkak menjadi Rp
2,5 triliun.
Menurut Sekretaris Kemenpora, Yuli Mumpuni dalam Republika (2012)
menjelaskan bahwa membengkaknya anggaran proyek Hambalang dikarenakan adanya
perubahan fungsi yang tadinya hanya untuk sekolah olahraga menjadi sarana untuk
pembinaan dan latihan atlet Indonesia ke depan. Adapun tambahan venue yang akan berdiri
di kompleks Hambalang antara lain GOR Serbaguna, tennis indoor, basket indoor, kolam
renang, hall angkat besi dan angkat beban, hall senam dan gulat, lapangan latihan atletik
hingga taman parkir.
Sementara itu Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Forum Indonesia
Untuk Transparancy (FITRA) Ucok Sky Khadafi dalam Republika (2012), mengatakan
bahwa pihaknya telah memiliki data kerugian bangunan proyek yang rubuh. Nilai kerugian
mencapai Rp 753 miliar dari total nilai proyek senilai Rp 1,2 triliun. Rp 253 miliar untuk
pembangunan lanjutan fisik Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada 2010 dan Rp 500 miliar pada 2011 untuk pengadaan
sarana olahraga pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional Hambalang. Menurut
Ucok, kerugian itu merupakan uang negara yang sudah dikeluarkan sejauh ini dalam
membangun Hambalang.
Nazaruddin dalam kompas.com mengatakan bahwa ada aliran dana dari proyek
Hambalang ke Anas. Menurut Nazaruddin dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Anas
membagi-bagikan hampir 7 juta dollar AS kepada sejumlah dewan pimpinan cabang. Uang 7
juta dollar AS tersebut berasal dari Adhi Karya selaku pelaksana proyek Hambalang. Selain
itu, Nazaruddin juga mengungkapkan bahwa Anas membantu penyelesaian sertifikat lahan
Hambalang yang sejak lama bermasalah. Berkat jasa Anas melobi Badan Pertanahan
Nasional, Joyo Winoto, sertifikat lahan itu selesai diurus.
Berdasarkan penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Jakarta Rimanews
(2012), ditemukan beberapa kejanggalan pada kasus proyek hambalang. Kejanggalan tersebut
antara lain:
1. Peningkatan skala proyek Hambalang dibuat tergesa-gesa melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010. Pada mulanya,
rencana awal proyek Hambalang hanya bersifat sekolah olahraga nasional yang
anggarannya telah disetujui DPR sebesar Rp 125 miliar di masa Adhyaksa Dault
yang kala itu menjabat sebagai Menpora. Namun proyek tersebut tidak bisa
dilaksanakan karena terkendala oleh masalah kepemilikan lahan, dan oleh
karenanya, anggaran Rp 125 miliar itu pun kala itu tidak bisa dicairkan.
2. Di era Menpora Andi Alfian Malarangeng Proyek Hambalang akhirnya dapat
dilaksanakan, namun dengan memperluas atau merubah rencana proyek yakni
dari rencana semula sebagai sekolah olahraga Nasional diubah menjadi pusat
olahraga Nasional dengan penambahan anggaran dari Rp 125 miliar menjadi Rp
1,2 triliun. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengungkapkan bahwa
proyek Hambalang ini ternyata sudah membengkak menjadi Rp 2,5 triliun. Bukan
lagi Rp 1,2 triliun seperti semula sebagaimana yang selama ini diberitakan.
Bambang menjelaskan, dalam proyek Hambalang, KPK juga menelusuri dua poin
penting. Pertama soal pengadaan barang, dan kedua soal konstruksi. Dari angka
sebesar Rp 2,5 triliun itu, yang paling banyak tersedot untuk pengadaan barang,
besarannya mencapai Rp 1,4 triliun. Sedangkan pengadaan konstruksinya hanya
mencapai Rp 1,1 triliun.
3. Sebagian anggota Komisi Olahraga DPR mengaku tak mengetahui peningkatan
skala proyek Hambalang dari sekolah atlet senilai Rp 125 miliar menjadi pusat
olahraga bernilai Rp 1,2 triliun dengan anggaran multi-tahun. Menurut Menteri
Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng membengkaknya dana
sudah disetujui oleh DPR.
4. Ada pembicaraan soal Hambalang antara Menteri Andi Alfian Mallarangeng dan
terpidana Wisma Atlet M. Nazaruddin, Koordinator Anggaran Komisi Olahraga
Angelina Sondakh, serta Ketua Komisi Olahraga Mahyudin pada 10 Januari
2010. Namun pengakuan Nazarudin ini telah dibantah oleh semua yang hadir
pada pertemuan tersebut.
5. Lahan Hambalang yang labil dipaksakan menopang proyek besar. Menurut
Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Uchok Sky Khadafi dalam Republika
(2012) mengatakan bahwa berdasarkan hasil audit BPK 2009 seharusnya
pembangunan dilakukan di Sentul, tetapi entah mengapa pembangunan tersebut
justru dipindahkan ke Hambalang.
6. Pengurusan sertifikat melibatkan Anas Urbaningrum yang kala itu menjabat
sebagai Ketua Fraksi Demokrat meminta anggota Komisi Pemerintahan Ignatius
Mulyono, yang dekat dengan Kepala BPN Joyo Winoto. Hasilnya, dalam waktu
kurang dari sebulan, sertifikat selesai padahal surat tanah ini tidak selesai diurus
sejak 2004.
7. Diduga ada kolusi dalam subkontrak pemegang proyek PT Adhi Karya dengan
PT Dutasari Citralaras karena PT Dutasari Citralaras dimiliki kader Demokrat
Munadi Herlambang, Atthiyah Laila (istri Anas), dan orang dekat Anas, Machfud
Suroso. KPK meragukan PT Dutasari Ciptalaras memiliki kemampuan menjadi
subkontraktor PT Adhi Karya dalam menggarap proyek pembangunan komplek
olahraga terpadu di Hambalang Bogor, Jawa Barat. Nilai proyek yang mencapai
lebih dari Rp 1,5 triliun seharusnya disubkontrakkan kepada perusahaan yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus.
8. Adhi Karya mensubkontrakkan sebagian pekerjaan ke Dutasari untuk pekerjaan
yang bukan keahlian Dutasari, sehingga Dutasari mensubkannya lagi ke PT
Bestindo Aquatek Sejahtera yang mendapatkan proyek pengolahan air limbah
domestik di lahan Hambalang dari tender yang digelar oleh PT Dutasari
Citralaras. Dan PT. Kurnia Mutu, yang menyuplai pipa tembaga untuk pendingin
ruangan di kompleks Hambalang.
9. Nazar beberapa kali menyatakan ada fee Rp 100 miliar dari Adhi Karya yang
mengalir ke DPR dan untuk membiayai pemenangan Anas sebagai Ketua Umum
Demokrat di Kongres Bandung.
10. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan
10 Laporan Hasil Analisis (LHA) proyek Hambalang kepada KPK. Dari 10 LHA
tersebut, PPATK banyak mencatat transaksi mencurigakan yang terjadi dalam
proyek tersebut. Bahkan dari data terakhir PPATK menemukan 23 transaksi
mencurigakan dalam 10 LHA tersebut.
Menurut peneliti ICW, Febri Diansyah, kejanggalan lainnya apabila ditinjau dari
aspek profesionalitas dunia konstruksi adalah diduga adanya kualitas spesifikasi konstruksi
bangunan di bawah standar. Hal ini terjadi karena pengerjaan proyek Hambalang yang
dikerjakan oleh KSO PT. Adhi Karya dan PT. Wijaya Karya, disubkontrakkan hingga
beberapa lapis. Subkontraktor diketahui mencapai 17 perusahaan, termasuk PT Dutasari
Citralaras yang mensubkan lagi ke PT Bestido dan PT Kurnia Mutu. Pensubkontrakan
berlapis ini akan mengakibatkan inefisiensi dan menyulitkan dalam koordinasi pekerjaan.
Serta diragukan bahwa standar prosedur dan hasil kerja yang ditetapkan oleh kontraktor
utama akan sampai pada subkontraktor pada lapis paling bawah.
Owner untuk pekerjaan proyek pemerintah hanya berhubungan dengan kontraktor
utama. Yang ada, mungkin adalah “subkontraktor titipan” (yang tidak dikenal secara legal).
Semua subkontraktor yang bekerja dibawah kendali kontraktor utama adalah spesialis di
bidangnya. Jadi sebenarnya hanya sedikit yang dikerjakan langsung oleh kontraktor utama.
Tetapi kontraktor utama tetap bertanggung jawab penuh kepada owner atas semua pekerjaan,
termasuk yang dikerjakan oleh subkontraktor.
Sedangkan pada proyek Hambalang, seorang petugas keamanan proyek Adhi Karya,
Apay, menyatakan PT Dutasari merupakan subkontraktor di Bukit Hambalang. “Dutasari itu
merupakan subkontraktor seluruh proyek Hambalang,“ kata Apay. Mensubkontrakkan
seluruh pekerjaan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam dunia professional
konstruksi. Hal ini berlaku, baik bagi kontraktor utama maupun subkontraktor. Baik itu di
proyek pemerintah maupun di proyek swasta. Hal ini berkaitan dengan etika profesionalisme
dalam pekerjaan konstruksi. Pihak yang mensubkontrakkan pekerjaan secara keseluruhan tak
ubahnya seperti broker, yang tidak mempunyai keahlian spesifik di bidangnya.
Data tentang PT Dutasari Ciptalaras sendiri susah ditemukan. PT Dutasari Ciptalaras
bergerak di bidang apa juga tidak diketahui. Beberapa rekanan subkontraktor tingkat
nasionalpun tidak memiliki database PT. Dutasari Ciptalaras. PT. Dutasari Ciptalaras pun
tidak memiliki website perusahaan di internet.Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Abraham Samad membantah tudingan lembaganya kesulitan menangani kasus dugaan
korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di
Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, pihaknya sekadar menginginkan bukti-
bukti yang dimiliki lengkap, sehingga status penanganan kasus Hambalang naik ke tingkat
penyidikan. Anas Urbaningrum membantah tudingan bahwa dia terlibat dalam kasus
Hambalang. Ia mengatakan hal itu setelah melantik pengurus Partai Demokrat Aceh. Anas
meminta agar kader Demokrat tidak terpengaruh (Koran TEMPO, 2012).

A. PRINSIP FRAUD
1. Segitiga Fraud
a. Tekanan atau Dorongan
Tekanan atau dorongan (motivasi) mengacu pada sesuatu yang telah terjadi
dalam kehidupan pribadi seseorang sehingga mengakibatkan orang tersebut memiliki
kebutuhan yang sangat mendesakyang akhirnya mendorong seseorang tersebut untuk
melakukan fraud. Kelangsungan hidup sosial dan politik juga memberikan dorongan
dalam bentuk motif egosentris dan ideologis. Terkadang seseorang melakukan
kecurangan untuk bertahan hidup secara politis atau untuk kekuasaan.
Anas Urbaningrum yang mengikuti pemilihan ketua partai Demokrat
membutuhkan dana yang cukup banyak untuk mengikuti pemilihan tersebut. Selain itu,
Anas juga memiliki keinginan untuk mendapat posisi yang bergengsi sebagai anggota
DPR. Kedua hal tersebut, diduga menjadi motivasi Anas untuk memperoleh uang dengan
jumlah yang cukup besar dengan waktu yang cepat. Anas Urbaningrum menggunakan
uang tersebut untuk membayar hotel, sewa mobil para pendukungnya, membeli
handphone BlackBerry, jamuan para tamu, dan untuk hiburan dalam kongres demokrat.
b. Kesempatan (Opportunity)
Menurut penelitian Cressey, pelaku fraud selalu memiliki pengetahuan dan
kesempatan untuk melakukan kecurangan. Pelaku biasanya memiliki pengetahuan
mengenai kelemahan dari perusahaan dan kesempatan yang diperoleh karena pelaku
berada dalam posisi yang dipercaya. Sehingga ketika motivasi diiringi dengan peluang,
maka potensi terjadinya fraud akan semakin meningkat.
Ide pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) sudah direncanakan sejak zaman Menteri Pemuda dan Olahraga yang dijabat
oleh Adhyaksa Daily, dimana pembangunan sulit terealisasi karena persoalan sertifikasi
tanah. Namun pada saat Menpora dijabat Andi Alfian Malarangeng proyek hambalang
terealisasi. Tender yang dimenangkan oleh PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya sudah
diatur oleh Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Andi
Mallarangeng berada dalam posisi yang dipercaya sebagai Menpora, tetapi terbukti secara
sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa oknum lain.
Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menpora dalam
pengurusan proyek Hambalang. Dimana sebagai Menpora, Andi adalah pengguna
anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan negara serta
memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.
c. Rasionalisasi
Kebanyakan pelaku fraud tidak memiliki catatan kriminal. Bahkan penjahat
kerah putih biasanya memiliki kode etik pribadi. Pelaku membenarkan tindakan yang
secara obyektif bersifat kriminal dengan membenarkan kejahatan mereka dipengaruhi
keadaan mereka.
Anas urbaningrum berusaha membenarkan atas tindakan yang salahdengan
memberikan alasan-alasan yang masuk akal untuk kepentingan partai. Menpora Andi
Mallarangeng telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora. Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).
Kemudahan akses tersebut seperti adanya keleluasaan bagi Choel untuk menggunakan
ruang kerja Andi di lantai 10 gedung Kemenpora untuk melakukan pertemuan dengan
pejabat Kemenpora dan calon pemenang. Akibatnya, anggaran proyek Hambalang yang
semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010, anggaran tersebut meningkat
mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran tersebut membengkak drastis
menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat kerugian keuangan negara senilai
Rp 464,391 miliar.

2. Profil Pelaku Fraud

Dalam kasus Hambalang, beberapa pelaku kunci yang terlibat dalam korupsi ini,
antara lain :
1) Muhammad Nazarrudin : bendahara umum Partai Demokrat
2) Anas Urbaningrum : Ketua Umum DPP Partai Demokrat
3) Andi Alfian Mallarangeng : Menteri Pemuda dan Olah Raga (MENPORA)
4) Wafid Muharram : Sekretaris MENPORA
5) Deddy Kusdinar : Kepala Biro Keuangan Rumah Tangga Menpora
6) Andi Zulkarnain Mallarangeng : pejabat PT. Adi Karya

B. SKEMA FRAUD
1. Karakteristik Kategori Skema

Analisis karakteristik skema fraud dari kasus Hambalang adalah sebagai berikut :
1. Pelaku Fraud
Dalam skema korupsi, pelaku fraud bisa siapa saja tetapi setidaknya selalu ada dua
pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak baik
dari pihak eksekutif, legislatif, dan pihak-pihak lain dari perusahaan yang
bekerjasama dalam proyek.
2. Ukuran Kecurangan
Statistik RTTN pada tahun 2008 menunjukkan rata-rata kerugian akibat kecurangan
korupsi adalah $250.000 dan termasuk kategori medium. Namun, dalam kasus ini
kerugian yang terjadi cukup besar karena kerugian yang ditanggung mencapai Rp
463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
3. Frekuensi Kecurangan
Beberapa fraudster terkadang melakukan lebih dari satu jenis kecurangan. Skema
fraud korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu sebesar 30%.
Namun, untuk kasus ini frekuensinya cukup besar.
4. Motivasi
Kecurangan korupsi sering didorong oleh motif bisnis (ekonomi), seperti skema suap
untuk mendapatkan akses ke pasar yang sulit diakses. Motif politik juga bisa
dikaitkan dengan kecurangan korupsi. Motivasi pihak eksekutif, legislatif, dan pihak
KSO-AW adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure diantaranya
tercermin pada tindakan Anas Urbaningrum yang menggunakan hasil korupsi untuk
memuluskan jalan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Untuk bisnis
terlihat pada tindakan pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW, yaitu Teuku Bagus
Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief
Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus
Mokhamad Noor).
5. Materialitas
Kategori kecurangan berbeda dalam hal materialitas. Korupsi bisa menjadi fraud
dengan kategori material, terutama untuk kecurangan di atas biaya rata-rata
kecurangan korupsi. Namun, bisa juga tidak material tergantung pada ukuran
organisasi. Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material
dikarenakan mencapai Rp 463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
6. Benefactor
Kecurangan korupsi menguntungkan pelaku kecurangan dan diklasifikasikan sebagai
kecurangan orang dalam terhadap organisasi.
7. Ukuran Perusahaan Korban

Ukuran korban pada kasus Hambalang termasuk besar karena kasus ini merugikan
negara dalam jumlah yang besar, serta merugikan banyak pihak.
2. Skema Korupsi

Dalam kasus Hambalang, fraud yang terjadi dikategorikan sebagai skema korupsi.
Skema korupsi terbagi dalam 4 sub kategori yaitu konflik kepentingan, penyuapan, gratifikasi
ilegal, dan pemerasan ekonomi.
a. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki
kepentingan ekonomi atau pribadi yang dirahasiakan dalam suatu transaksi sehingga
berdampak negatif terhadap perusahaan. Beberapa hal yang terkait dengan konflik
kepentingan dalam kasus ini diuraikan sebagai berikut.
 Anas mempunyai kepentingan menjadi ketua umum fraksi demokrat
 Perusahaan pelaksana tender (Adhi Karya) memiliki hubungan dekat dengan Anas.
 Membatasi persaingan dengan mengatur proses pra-kualifikasi dan memberikan
informasi penting dan rahasia sehingga walaupun dilakukan tender, akan
dimenangkan oleh pihak yang diinginkan.
- Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di
atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga
diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
- Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora
tersebut dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan seperti diatur
dalam PP 60 Tahun 2008.

- Proses evaluasi pra-kualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan


tidak dilakukan oleh panitia pengadaan, tetapi diatur oleh rekanan yang
direncanakan akan menang.
b. Penyuapan
Penyuapan didefinisikan sebagai menawarkan, memberi, menerima, atau meminta
sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi keputusan bisnis/tindakan seseorang. Skema
suap yang terdapat dalam kasus Hambalang tergolong dalam kecurangan lelang (bid rigging).
Kecurangan lelang (bid rigging) adalah kecurangan yang dilakukan dengan berbagai cara
untuk memenangkan penyedia barang/jasa tertentu yang dilatarbelakangi akan adanya
pemberian sesuatu yang bernilai dari penyedia yang dimenangkan.
 Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora menanyakan ke Wafid tentang
kesiapan memberi fee sebesar 18%  kepada Zulkarnaen Mallarangeng untuk
pekerjaan pembangunan proyek Hambalang.

 Penyuapan sertifikat tanah ke BPN, yang semula sulit diurus, kemudian dengan
cepat diselesaikan.
c. Gratifikasi Ilegal
Gratifikasi ilegal serupa dengan penyuapan, tetapi pada gratifikasi ilegal tidak ada
maksud untuk mempengaruhi keputusan bisnis, misalnya orang yang berpengaruh dapat
diberi hadiah, liburan gratis, dan sebagainya atas pengaruhnya dalam negosiasi atau
kesepakatan bisnis tetapi hadiah itu diberikan setelah kesepakatan selesai.
Dalam kasus ini, Anas menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari
Nazarrudin. Selain itu, ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek
Hambalang, Andi Mallarangeng menerima gratifikasi berupa sejumlah uang sebesar Rp 4
miliar dan $550.000 melalui adiknya Zulkarnanin Mallarangeng.

C. RED FLAGS
1. Red Flags Umum
1. Anomali menyetuji vendor
Pemilihan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tidak sesuai prosedur yang ada
yaitu meliputi:
- Penggunaan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi pra kualifikasi
antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dengan rekanan lain dimana standar
untuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya menggunakan nilai untuk pekerjaan
sebesar Rp 1,2 Triliun sedangkan rekanan lain senilai Rp 262 miliar.
- Pengumuman lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap.
- Penyimpangan dalam penetapan pemenang lelang konstruksi dimana SesKemenpora
melampaui wewenang nya dengan menetapkan pemenang lelang untuk pekerjaan
bernilai diatas Rp 50 miliar tanpa mendapat pemeilihan wewenang dari menpora
sebagai pejabat yang berwenang menetapkan.
2. Hubungan antara karyawan kunci dan vendor resmi
Adanya sejumlah pertemuan antara peserta lelang dengan panitia pengadaan untuk
menentukan pemenang lelang,
3. Anomali dalam pencatatan transaksi
- Anggaran untuk proyek Hambalang yang semula dianggarkan sebesar Rp 125
miliar kemudian dirubah menjadi Rp 2,5 trilliun..
- Ditetapkannya kontrak tahun jaman (multi-years) pada proyek Hambalang.
- Izin penetapan lokasi, site plan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh
Pemkab Bogor belum disertai adanya studi Analisis Dampak Lingkungan
(AMDAL).
4. Kelemahan Pengecekan Ulan Persetujuan
- Pembiaran terhadap Sekretaris Menpora, yaitu Wafid Muharran melampauian
wewenang nya dalam menandatangani surat permohonan kontrak tahun jamak
(multi-years) terkait proyek hambalang tanpa mendapat pendelegasian dari
Menpora.

- Pencairan dana proyek Hambalang yang menjadi wewenang Agus selaku Menteri
Keuangan dan Anny Ratnawaty selaku Dirjen Keuangan dianggap menyalahi aturan
karena pengajuan anggaran hanya ditanda tangani Seretaris Menpora yang mana
seharusnya ditanda tangani oleh 2 pihak yaitu menteri pengguna anggaran dalam hal
ini Menpora dan Menteri Pekerjaan Umum.

2. Red Flags Khusus


Red flags khusus dalam kasus ini, antara lain :
a. Pemisahan tugas yang lemah dalam menentukan kontrak dan menyetujui faktur.
Tidak terlaksananya fungsi kontrol yang baik terhadap staf, bawahan dan fungsi
pengawasan. Andi terbukti menyalahgunakan kewenangannya karena lalai
mengontrol dan mengawasi adiknya Zulkarnaen Mallarangeng dan stafnya yaitu
mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram dan mantan
Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar.
b. Transaksi dalam jumlah besar dengan vendor. Membayarkan dana kepada PT Yodya
Karya selaku konsultan Perencana (Rp12,58 miliar), PT Ciriajasa Cipta Mandiri
selaku konsultan manajemen konstruksi (Rp5,85 miliar), KSO Adhi Karya dan
Wijaya Karta sebagai pelaksana jasa kontruksi (Rp453,27 miliar).

D. PENILAIAN RISIKO FRAUD


1. Faktor Lingkungan Perusahaan
Berdasarkan Laporan Tahunan KPK 2004-2011, dari 235 kasus TPK yang di
berbagai instansi, 38,7% di antaranya terjadi di Kementrian dan 11,4% terjadi di DPR RI.
2. Faktor Internal
 Gagal menciptakan budaya kejujuran
 Gagal mengartikulasikan dan mengkomunikasikan standar minimum kinerja dan
perilaku pribadi.
 gkat kinerja atau perilaku pribadi berada di bawah standar.
 Ambiguitas dalam pekerjaan, tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas.
 Kurangnya audit, inspeksi, dan tindak lanjut tepat waktu atau periodik untuk
memastikan kepatuhan terhadap tujuan, prioritas, kebijakan, prosedur entitas, serta
peraturan pemerintah.
3. Faktor Kecurangan

Untuk kecurangan laporan keuangan, para eksekutif dari entitas adalah calon pelaku
yang paling mungkin melakukan kecurangan, karenanya penilaian risiko mencakup orang-
orang tersebut. Untuk penyalahgunaan aset, seorang karyawan dalam posisi yg dipercaya
berpotensi pula menjadi pelaku. Begitupun dengan korupsi yang juga mencakup seseorang di
luar entitas yang bekerja dengan seseorang di dalam.
4. Fraud Schemes Checklist
Fraud Inherent Control Business
Residual Risk Red Flags
Scheme Risk Assesment Process
Konflik Para pelaku Pemisahan fungsi Pihak yang Pengesahan  Berubahnya
kepentingan rata-rata dan wewenang mengotorisasi proyek dan rencana, lokasi,
menduduki yang jelas transaksi dan pemilihan KSO dan anggaran
jabatan yg dengan kontrol pelaksanaan yang awal proyek
tinggi. yang ketat. kegiatan juga ikut menangani Hambalang.
bekerjasama proyek.  Pemilihan KSO
dalam fraud. milik kerabat
dari para
petinggi yg
terlibat dalam
fraud.
Penyuapan Nilai proyek Otorisasi Beberapa Pengurusan izin  Izin tanah yang
yang sangat transaksi dan perusahaan yang dan surat-surat semula sulit
besar. seleksi pemenang mengikuti tender yang terkait diurus, dapat
tender atas merupakan dengan proyek. diselesaikan
proyek dilakukan perusahaan yang dalam waktu
dengan ketat. komisaris dan yang cepat.
pejabat tingginya  Subkontraktor
memiliki berlapis yg
hubungan dengan terlibat dalam
pelaksana proyek. proyek.
Gratifikasi Gaya hidup Inventarisasi dan Tekanan ekonomi Penyelesaian Penambahan harta
Ilegal dan audit terhadap atas pemenuhan permasalahan pribadi milik
kebutuhan aset dan harta kebutuhan yang Hak Pakai fraudster berupa
para pelaku yang dimiliki tinggi dan terus- tanah. aset maupun uang
terbilang pihak-pihak yg menerus dan juga dalam waktu yang
mewah. terlibat dalam tekanan politik. singkat dan
proyek. berdekatan dengan
proses pengesahan
proyek.
E. PENCEGAHAN FRAUD
1. Lingkungan Pencegahan

a. Struktur Tata Kelola Organisasi


Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan memperbaiki tata kelola
perusahaan mencakup pemilihan anggota dewan yang aktif, berkualitas, dan independen
terutama komite audit. Dalam kasus Hambalang, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
pemimpin menggunakan sistem yang lebih ketat, seperti (kejujuran tanggungjawab dan sikap
yang baik) agar setelah menjabat tidak melakukan praktik-praktik melanggar hukum seperti
korupsi dan tindakan lainnya yang merugikan negara.
b. Berperilaku Secara Etis (Tone at the Top)
Adanya upaya sinergi kelembagaan secara simultan merupakan hal yang penting
memperkuat KPK dalam memerangi korupsi tentu merupakan upaya yang penting. Namun
melakukan sinergi kelembagaan yang relevan dengan segala upaya penanganan korupsi,
termasuk di dalamnya penguatan BPK sebagai satu-satu nya institusi negara yang memiliki
tanggung jawab melakukan pemeriksaan keuangan negara-akan menjadi lebih strategis.
Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Menpora Andi Mallarangeng dapat dicegah
dengan melakukan pemisahan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas dan serta pengawasan
atas hal tersebut.
c. Kebijakan dan Prosedur
Kebijakan menentukan tujuan dan prinsip entitas, sedangkan prosedur menentukan
tindakan yang diambil entitas untuk memastikan tujuan tersebut tercapai. Oleh karena itu,
fondasi untuk budaya antifraud dan lingkungan untuk setiap entitas yang serius mencegah
kecurangan adalah kebijakan kecurangan dan prosedur yang dibuat dengan hati-hati
berdasarkan kebijakan.
Entitas harus mempertimbangkan elemen manusia pada budaya organisasi. Manusia
adalah komponen budaya yang besar. Membangun budaya anti kecurangan yang sesuai
dengan manusia, operasi bisnis, dan organisasi secara keseluruhan akan memastikan bahwa
kecurangan dapat dikurangi hingga tingkat yang dimungkinkan. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain :
 Diminimalisisr adanya sistem kerja yang melibatkan orang-orang yang memiliki
hubungan terkait agar tindak kerjsama atau persengkokolan dalam melakukan tindak
korupsi tidak terjadi.
 Sikap pemimpin harus mempunyai integritas yang tinggi untuk tidak terlibat dan
membudayakan tindakan anti fraud.
2. Persepsi Deteksi
Persepsi deteksi berada di bagian atas daftar langkah-langkah pencegahan
kecurangan. Para ahli kejahatan mengatakan pencegahan terbaik terhadap kejahatan termasuk
kecurangan adalah persepsi deteksi, karena penjahat kerah putih yang melakukan kecurangan
cenderung memiliki kode etik pribadi. Teknik ini bahkan lebih efektif dalam mencegah
kecurangan daripada kejahatan di jalanan.Beberapa cara untuk meningkatkan persepsi deteksi
meliputi : pengawasan, petunjuk anonim, audit kejutan, penuntutan, penegakan kebijakan
etika dan kecurangan, dan Catch Me If You Can!
Dalam kasus ini, beberapa cara untuk meningkatkan persepsi deteksi meliputi:
a. Pengawasan (Surveillance)
Idealnya, strategi atau sistem pencegahan melalui mekanisme pengawasan yang
efektifmulai bisa diberlakukan sejak proses perencanaan proyek, kelayakan, penghitungan
anggaran proyek, tahap lelang, pelaksanaan atau realisasi proyek hingga tahap memonitor
spesifikasi material proyek. Mekanisme pencegahan sekaligus pengawasan ini sudah bisa
diterapkan berkat dukungan teknologi informasi. Sejumlah perusahaan besar swasta asing
menggunakan teknologi dimaksud sejak perencanaan proyek, kalkulasi anggaran hingga
pengontrolan spesifikasi material proyek.
Kasus proyek Hambalang mencerminkan lemahnya pengawasan lintas instansi.
Lemahnya koordinasi pengawasan lintas instansi mendorong perilaku tidak peduli pada aspek
kehati-hatian. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yakin proyek itu layak walau
tidak didukung penelitian geologi yang kuat. Akibatnya, kendati proyek itu sarat risiko,
anggaran proyeknya disetujui dan dicairkan. Pada tahap menyetujui dan mencairkan
anggaran proyek ini, jelas bahwa aspek kehati-hatian diabaikan. Kalau saja pengawasan lintas
instansi terkoordinasi dengan efektif, kasus proyek Hambalang pasti tidak pernah ada.
b. Masukan atau Saran Tanpa Nama (Anonymous Tips)
Petunjuk telah terbukti menjadi metode terbaik dalam mendeteksi kecurangan dan
juga langkah pencegahan. Praktik terbaik untuk program petunjuk anonim mencakup
keterlibatan manajemen yang tepat, penanganan keluhan secara independen oleh pihak
ketiga, dan menggunakan beberapa metode komunikasi dengan sistem yang mudah, ringan,
dan nyaman bagi para karyawan untuk memberikan petunjuk.
Pada kasus proyek Hambalang yang bermasalah, KPK menermukan beberapa
modus. Bahkan KPK berinisiatif untuk menyatakan bahwa untuk meneruskan proyek
Hambalang, pemerintah diminta memperhatikan pendapat pakar. Selama peradilan kasus ini,
dimunculkan beberapa catatan dari para ahli tentang kejanggalan proyek ini. Misalnya, lokasi
proyek Hambalang berada dalam zona kerentanan gerakan tanah, terjadi kegagalan system
management design dan konstruksi proyek yang telah menyebabkan kegagalan proyek.
Selain itu, proses pembahasan di DPR mengandung sejumlah kejanggalan.

3. Pendekatan Klasik
Tinjauan atas pendekatan klasik terhadap pengurangan pencurian, kecurangan, dan
penggelapan sangat membantu dalam mengembangkan program pencegahan dan
pengendalian kecurangan yang efektif. Berikut adalah beberapa pendekatan klasik:
 Pendekatan direktif bersifat konfrontatif dan otoriter.
 Pendekatan pencegahan.
 Pendekatan detektif.
 Pendekatan observasi bergantung pada observasi fisik aset dan karyawan.
 Pendekatan investigatif menindaklanjuti ketidaksesuaian.
 Pendekatan asuransi.
Pencurian karyawan dapat tetap terjadi bahkan jika entitas mengadopsi semua
pendekatan klasik ini. Dua jenis kecurangan selalu dapat terjadi yaitu kolusi antara dua orang
dan manajemen mengabaikan kontrol. Selain itu, sifat kecurangan ini dapat berlanjut dalam
skala besar tanpa terdeteksi. Dalam kasus ini, pendekatan klasik yang dilakukan adalah
pendekatan detektif yaitu pelaksanaan audit. Tahapan pelaksanaan ini dilakukan oleh BPK
saat melaksanakan audit investigasi terhadap proyek Hambalang. Tahapan tersebut terdiri
dari:
a. Perencanaan
Tim Audit Investigasi kasus Hambalang haruslah terdiri dari auditor-auditor yang
berkompeten dan paham mengenai peraturan terkait pelaksanaan proyek seperti:
keputusan hak pakai, lokasi dan site plan, izin mendirikan bangunan, teknis, kontrak
tahun jamak, pelelangan, pencarian anggaran, dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.Tim
Investigasi harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, sebab-sebab
penyimpangan, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, unsur-unsur kerjasama,dan
estimasi besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus ini.
b. Pelaksanaan
Bukti audit ini dapat diperoleh Tim Audit Investigasi melalui observasi, inspeksi,
konfirmasi, analisa, wawancara, pemeriksaan bukti tertulis, review analitis, perhitungan
kembali, penelusuran, dll.
c. Pelaporan
Dugaan pelanggaran terjadi karena adanya kesalahan dalam prosedur pelaksanan
dan pemenuhan syarat protokoler dalam mengeluarkan surat keputusan padahal pihak
yang berwenang menyetujui belum melakukan pengujian maupun persetujuan. Pihak
yangberwenang pun dinilai melakukan pembiaran bawahannya melakukan pelanggaran.

4. Ukuran Pencegahan Lainnya


Di luar langkah-langkah pencegahan umum, langkah-langkah pencegahan khusus
dapat digunakan untuk meminimalkan kecurangan. Karyawan kunci perlu menjadi objek
tindakan pencegahan dan pencegahan kecurangan. Suatu entitas harus mempertimbangkan
langkah-langkah pencegahan yang tepat yang akan membuat karyawan bertanggung jawab
atas tugas dan kewajibannya.
a. Audit Reguler
Jika auditor menggunakan beberapa alat audit yang efektif dan teknik untuk mencari
kecurangan secara agresif, maka hal itu akan berfungsi sebagai langkah pencegahan. Kunci
untuk efektivitas audit kecurangan reguler adalah mengidentifikasi, meninjau, dan
menganalisis anomali. Hasil audit reguler kasus Hambalang adalah sebagai berikut.
 Laporan audit investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012.
 Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses
persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan
dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam
pembangunan Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian
negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar.LHP tahap I dan II merupakan satu
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara
komprehensifmenyajikanberbagaidugaanpenyimbangan dan/atau penyalahgunaan
wewenang dalam pembangunan Hambalang.
 Dalam LHP tahap II, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan
dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang
dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek Hambalang.
Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas tanah,
proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan
persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan
aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.
Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam
proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar. Berikut
kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang:
- Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada
Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang
berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui
Menteri Keuangan.
- Pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa
pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan
rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.
- Pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi
AMDAL maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan
Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana
yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi
AMDAL seharusnya terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site
plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor, namun tidak pernah dipenuhi oleh
Kemenpora.
- Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK
juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No
56/2010 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011
tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan


atas proyek Pembangunan Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga sudah seharusnya
permohonan tersebut ditolak.
b. Pengendalian Internal
Aspek tekanan dan rasionalisasi terjadi dalam pikiran seseorang dan sulit untuk diamati
secara langsung. Kegiatan pengendalian khusus dapat membatasi kesempatan untuk
melakukan kecurangan dan lebih mudah diamati. Dengan demikian, lingkungan
pengendalian khususnya aktivitas pengendalian anti kecurangan dapat berlaku sebagai
tindakan pencegahan preventif.Secara historis, kelemahan paling umum berkaitan dengan
kecurangan dalam aktivitas kontrol adalah pemisahan tugas yang tidak memadai dan tidak
terpantau. Kontrol internal lainnya termasuk:
 Prosedur otorisasi yang tepat;
 Dokumentasi yang memadai, catatan, dan jejak audit;
 Kontrol fisik atas aset dan catatan;
 Pemeriksaan independen terhadap kinerja;
 Pemantauan kontrol.
Berdasarkan hasil audit reguler tersebut, kontrol internal yang dapat dilakukan dalam
kasus ini antara lain :
 Prosedur otorisasi yang tepat. Penyimpangan wewenang yang terjadi pada
beberapa proses perizinan dan pencairan dana harusnya diotorisasi tidak saja
oleh satu orang tetapi dilakukan otorisasi berlapis agar celah-celah
penyimpangan dapat diminimalisir.
 Kontrol fisik atas aset dan catatan. Pihak Kemenpora selaku pemilik proyek
harusnya melakukan studi AMDAL maupun menyusun DELH (Dokumen
Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek Hambalang sebagaimana yang
diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan studi AMDAL seharusnya
dilakukan terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB
kepada Pemkab Bogor.

Anda mungkin juga menyukai