Resume Studi Kasus Hambalang
Resume Studi Kasus Hambalang
NIM : 12030117420103
Kelas : B
A. PRINSIP FRAUD
1. Segitiga Fraud
a. Tekanan atau Dorongan
Tekanan atau dorongan (motivasi) mengacu pada sesuatu yang telah terjadi
dalam kehidupan pribadi seseorang sehingga mengakibatkan orang tersebut memiliki
kebutuhan yang sangat mendesakyang akhirnya mendorong seseorang tersebut untuk
melakukan fraud. Kelangsungan hidup sosial dan politik juga memberikan dorongan
dalam bentuk motif egosentris dan ideologis. Terkadang seseorang melakukan
kecurangan untuk bertahan hidup secara politis atau untuk kekuasaan.
Anas Urbaningrum yang mengikuti pemilihan ketua partai Demokrat
membutuhkan dana yang cukup banyak untuk mengikuti pemilihan tersebut. Selain itu,
Anas juga memiliki keinginan untuk mendapat posisi yang bergengsi sebagai anggota
DPR. Kedua hal tersebut, diduga menjadi motivasi Anas untuk memperoleh uang dengan
jumlah yang cukup besar dengan waktu yang cepat. Anas Urbaningrum menggunakan
uang tersebut untuk membayar hotel, sewa mobil para pendukungnya, membeli
handphone BlackBerry, jamuan para tamu, dan untuk hiburan dalam kongres demokrat.
b. Kesempatan (Opportunity)
Menurut penelitian Cressey, pelaku fraud selalu memiliki pengetahuan dan
kesempatan untuk melakukan kecurangan. Pelaku biasanya memiliki pengetahuan
mengenai kelemahan dari perusahaan dan kesempatan yang diperoleh karena pelaku
berada dalam posisi yang dipercaya. Sehingga ketika motivasi diiringi dengan peluang,
maka potensi terjadinya fraud akan semakin meningkat.
Ide pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) sudah direncanakan sejak zaman Menteri Pemuda dan Olahraga yang dijabat
oleh Adhyaksa Daily, dimana pembangunan sulit terealisasi karena persoalan sertifikasi
tanah. Namun pada saat Menpora dijabat Andi Alfian Malarangeng proyek hambalang
terealisasi. Tender yang dimenangkan oleh PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya sudah
diatur oleh Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Andi
Mallarangeng berada dalam posisi yang dipercaya sebagai Menpora, tetapi terbukti secara
sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa oknum lain.
Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menpora dalam
pengurusan proyek Hambalang. Dimana sebagai Menpora, Andi adalah pengguna
anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan negara serta
memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.
c. Rasionalisasi
Kebanyakan pelaku fraud tidak memiliki catatan kriminal. Bahkan penjahat
kerah putih biasanya memiliki kode etik pribadi. Pelaku membenarkan tindakan yang
secara obyektif bersifat kriminal dengan membenarkan kejahatan mereka dipengaruhi
keadaan mereka.
Anas urbaningrum berusaha membenarkan atas tindakan yang salahdengan
memberikan alasan-alasan yang masuk akal untuk kepentingan partai. Menpora Andi
Mallarangeng telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora. Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan
proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).
Kemudahan akses tersebut seperti adanya keleluasaan bagi Choel untuk menggunakan
ruang kerja Andi di lantai 10 gedung Kemenpora untuk melakukan pertemuan dengan
pejabat Kemenpora dan calon pemenang. Akibatnya, anggaran proyek Hambalang yang
semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010, anggaran tersebut meningkat
mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran tersebut membengkak drastis
menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat kerugian keuangan negara senilai
Rp 464,391 miliar.
Dalam kasus Hambalang, beberapa pelaku kunci yang terlibat dalam korupsi ini,
antara lain :
1) Muhammad Nazarrudin : bendahara umum Partai Demokrat
2) Anas Urbaningrum : Ketua Umum DPP Partai Demokrat
3) Andi Alfian Mallarangeng : Menteri Pemuda dan Olah Raga (MENPORA)
4) Wafid Muharram : Sekretaris MENPORA
5) Deddy Kusdinar : Kepala Biro Keuangan Rumah Tangga Menpora
6) Andi Zulkarnain Mallarangeng : pejabat PT. Adi Karya
B. SKEMA FRAUD
1. Karakteristik Kategori Skema
Analisis karakteristik skema fraud dari kasus Hambalang adalah sebagai berikut :
1. Pelaku Fraud
Dalam skema korupsi, pelaku fraud bisa siapa saja tetapi setidaknya selalu ada dua
pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak baik
dari pihak eksekutif, legislatif, dan pihak-pihak lain dari perusahaan yang
bekerjasama dalam proyek.
2. Ukuran Kecurangan
Statistik RTTN pada tahun 2008 menunjukkan rata-rata kerugian akibat kecurangan
korupsi adalah $250.000 dan termasuk kategori medium. Namun, dalam kasus ini
kerugian yang terjadi cukup besar karena kerugian yang ditanggung mencapai Rp
463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
3. Frekuensi Kecurangan
Beberapa fraudster terkadang melakukan lebih dari satu jenis kecurangan. Skema
fraud korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu sebesar 30%.
Namun, untuk kasus ini frekuensinya cukup besar.
4. Motivasi
Kecurangan korupsi sering didorong oleh motif bisnis (ekonomi), seperti skema suap
untuk mendapatkan akses ke pasar yang sulit diakses. Motif politik juga bisa
dikaitkan dengan kecurangan korupsi. Motivasi pihak eksekutif, legislatif, dan pihak
KSO-AW adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure diantaranya
tercermin pada tindakan Anas Urbaningrum yang menggunakan hasil korupsi untuk
memuluskan jalan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Untuk bisnis
terlihat pada tindakan pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW, yaitu Teuku Bagus
Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief
Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus
Mokhamad Noor).
5. Materialitas
Kategori kecurangan berbeda dalam hal materialitas. Korupsi bisa menjadi fraud
dengan kategori material, terutama untuk kecurangan di atas biaya rata-rata
kecurangan korupsi. Namun, bisa juga tidak material tergantung pada ukuran
organisasi. Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material
dikarenakan mencapai Rp 463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
6. Benefactor
Kecurangan korupsi menguntungkan pelaku kecurangan dan diklasifikasikan sebagai
kecurangan orang dalam terhadap organisasi.
7. Ukuran Perusahaan Korban
Ukuran korban pada kasus Hambalang termasuk besar karena kasus ini merugikan
negara dalam jumlah yang besar, serta merugikan banyak pihak.
2. Skema Korupsi
Dalam kasus Hambalang, fraud yang terjadi dikategorikan sebagai skema korupsi.
Skema korupsi terbagi dalam 4 sub kategori yaitu konflik kepentingan, penyuapan, gratifikasi
ilegal, dan pemerasan ekonomi.
a. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki
kepentingan ekonomi atau pribadi yang dirahasiakan dalam suatu transaksi sehingga
berdampak negatif terhadap perusahaan. Beberapa hal yang terkait dengan konflik
kepentingan dalam kasus ini diuraikan sebagai berikut.
Anas mempunyai kepentingan menjadi ketua umum fraksi demokrat
Perusahaan pelaksana tender (Adhi Karya) memiliki hubungan dekat dengan Anas.
Membatasi persaingan dengan mengatur proses pra-kualifikasi dan memberikan
informasi penting dan rahasia sehingga walaupun dilakukan tender, akan
dimenangkan oleh pihak yang diinginkan.
- Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di
atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga
diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
- Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora
tersebut dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan seperti diatur
dalam PP 60 Tahun 2008.
Penyuapan sertifikat tanah ke BPN, yang semula sulit diurus, kemudian dengan
cepat diselesaikan.
c. Gratifikasi Ilegal
Gratifikasi ilegal serupa dengan penyuapan, tetapi pada gratifikasi ilegal tidak ada
maksud untuk mempengaruhi keputusan bisnis, misalnya orang yang berpengaruh dapat
diberi hadiah, liburan gratis, dan sebagainya atas pengaruhnya dalam negosiasi atau
kesepakatan bisnis tetapi hadiah itu diberikan setelah kesepakatan selesai.
Dalam kasus ini, Anas menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari
Nazarrudin. Selain itu, ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek
Hambalang, Andi Mallarangeng menerima gratifikasi berupa sejumlah uang sebesar Rp 4
miliar dan $550.000 melalui adiknya Zulkarnanin Mallarangeng.
C. RED FLAGS
1. Red Flags Umum
1. Anomali menyetuji vendor
Pemilihan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tidak sesuai prosedur yang ada
yaitu meliputi:
- Penggunaan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi pra kualifikasi
antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dengan rekanan lain dimana standar
untuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya menggunakan nilai untuk pekerjaan
sebesar Rp 1,2 Triliun sedangkan rekanan lain senilai Rp 262 miliar.
- Pengumuman lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap.
- Penyimpangan dalam penetapan pemenang lelang konstruksi dimana SesKemenpora
melampaui wewenang nya dengan menetapkan pemenang lelang untuk pekerjaan
bernilai diatas Rp 50 miliar tanpa mendapat pemeilihan wewenang dari menpora
sebagai pejabat yang berwenang menetapkan.
2. Hubungan antara karyawan kunci dan vendor resmi
Adanya sejumlah pertemuan antara peserta lelang dengan panitia pengadaan untuk
menentukan pemenang lelang,
3. Anomali dalam pencatatan transaksi
- Anggaran untuk proyek Hambalang yang semula dianggarkan sebesar Rp 125
miliar kemudian dirubah menjadi Rp 2,5 trilliun..
- Ditetapkannya kontrak tahun jaman (multi-years) pada proyek Hambalang.
- Izin penetapan lokasi, site plan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh
Pemkab Bogor belum disertai adanya studi Analisis Dampak Lingkungan
(AMDAL).
4. Kelemahan Pengecekan Ulan Persetujuan
- Pembiaran terhadap Sekretaris Menpora, yaitu Wafid Muharran melampauian
wewenang nya dalam menandatangani surat permohonan kontrak tahun jamak
(multi-years) terkait proyek hambalang tanpa mendapat pendelegasian dari
Menpora.
- Pencairan dana proyek Hambalang yang menjadi wewenang Agus selaku Menteri
Keuangan dan Anny Ratnawaty selaku Dirjen Keuangan dianggap menyalahi aturan
karena pengajuan anggaran hanya ditanda tangani Seretaris Menpora yang mana
seharusnya ditanda tangani oleh 2 pihak yaitu menteri pengguna anggaran dalam hal
ini Menpora dan Menteri Pekerjaan Umum.
Untuk kecurangan laporan keuangan, para eksekutif dari entitas adalah calon pelaku
yang paling mungkin melakukan kecurangan, karenanya penilaian risiko mencakup orang-
orang tersebut. Untuk penyalahgunaan aset, seorang karyawan dalam posisi yg dipercaya
berpotensi pula menjadi pelaku. Begitupun dengan korupsi yang juga mencakup seseorang di
luar entitas yang bekerja dengan seseorang di dalam.
4. Fraud Schemes Checklist
Fraud Inherent Control Business
Residual Risk Red Flags
Scheme Risk Assesment Process
Konflik Para pelaku Pemisahan fungsi Pihak yang Pengesahan Berubahnya
kepentingan rata-rata dan wewenang mengotorisasi proyek dan rencana, lokasi,
menduduki yang jelas transaksi dan pemilihan KSO dan anggaran
jabatan yg dengan kontrol pelaksanaan yang awal proyek
tinggi. yang ketat. kegiatan juga ikut menangani Hambalang.
bekerjasama proyek. Pemilihan KSO
dalam fraud. milik kerabat
dari para
petinggi yg
terlibat dalam
fraud.
Penyuapan Nilai proyek Otorisasi Beberapa Pengurusan izin Izin tanah yang
yang sangat transaksi dan perusahaan yang dan surat-surat semula sulit
besar. seleksi pemenang mengikuti tender yang terkait diurus, dapat
tender atas merupakan dengan proyek. diselesaikan
proyek dilakukan perusahaan yang dalam waktu
dengan ketat. komisaris dan yang cepat.
pejabat tingginya Subkontraktor
memiliki berlapis yg
hubungan dengan terlibat dalam
pelaksana proyek. proyek.
Gratifikasi Gaya hidup Inventarisasi dan Tekanan ekonomi Penyelesaian Penambahan harta
Ilegal dan audit terhadap atas pemenuhan permasalahan pribadi milik
kebutuhan aset dan harta kebutuhan yang Hak Pakai fraudster berupa
para pelaku yang dimiliki tinggi dan terus- tanah. aset maupun uang
terbilang pihak-pihak yg menerus dan juga dalam waktu yang
mewah. terlibat dalam tekanan politik. singkat dan
proyek. berdekatan dengan
proses pengesahan
proyek.
E. PENCEGAHAN FRAUD
1. Lingkungan Pencegahan
3. Pendekatan Klasik
Tinjauan atas pendekatan klasik terhadap pengurangan pencurian, kecurangan, dan
penggelapan sangat membantu dalam mengembangkan program pencegahan dan
pengendalian kecurangan yang efektif. Berikut adalah beberapa pendekatan klasik:
Pendekatan direktif bersifat konfrontatif dan otoriter.
Pendekatan pencegahan.
Pendekatan detektif.
Pendekatan observasi bergantung pada observasi fisik aset dan karyawan.
Pendekatan investigatif menindaklanjuti ketidaksesuaian.
Pendekatan asuransi.
Pencurian karyawan dapat tetap terjadi bahkan jika entitas mengadopsi semua
pendekatan klasik ini. Dua jenis kecurangan selalu dapat terjadi yaitu kolusi antara dua orang
dan manajemen mengabaikan kontrol. Selain itu, sifat kecurangan ini dapat berlanjut dalam
skala besar tanpa terdeteksi. Dalam kasus ini, pendekatan klasik yang dilakukan adalah
pendekatan detektif yaitu pelaksanaan audit. Tahapan pelaksanaan ini dilakukan oleh BPK
saat melaksanakan audit investigasi terhadap proyek Hambalang. Tahapan tersebut terdiri
dari:
a. Perencanaan
Tim Audit Investigasi kasus Hambalang haruslah terdiri dari auditor-auditor yang
berkompeten dan paham mengenai peraturan terkait pelaksanaan proyek seperti:
keputusan hak pakai, lokasi dan site plan, izin mendirikan bangunan, teknis, kontrak
tahun jamak, pelelangan, pencarian anggaran, dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.Tim
Investigasi harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, sebab-sebab
penyimpangan, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, unsur-unsur kerjasama,dan
estimasi besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus ini.
b. Pelaksanaan
Bukti audit ini dapat diperoleh Tim Audit Investigasi melalui observasi, inspeksi,
konfirmasi, analisa, wawancara, pemeriksaan bukti tertulis, review analitis, perhitungan
kembali, penelusuran, dll.
c. Pelaporan
Dugaan pelanggaran terjadi karena adanya kesalahan dalam prosedur pelaksanan
dan pemenuhan syarat protokoler dalam mengeluarkan surat keputusan padahal pihak
yang berwenang menyetujui belum melakukan pengujian maupun persetujuan. Pihak
yangberwenang pun dinilai melakukan pembiaran bawahannya melakukan pelanggaran.