Anda di halaman 1dari 6

Nama : Oti Dinda

NIM : 101180091

Prodi/Semester : Hukum Keluarga Islam/6A

UTS : Fiqh Kontemporer

1. Baru sekitar satu minggu yang lalu umat Islam di Indonesia khususnya
melaksanakan ibadah Idul Fitri. Sebagaimana mestinya, umat Islam diwajibkan
membayar zakat fitrah biasanya amil zakat menerima zakat maksimal pada malam
sebelum hari raya Idul Fitri. Dalam pelaksanaannya, terdapat ketentuan dalam
pembayaran zakat fitrah, yaitu membayar dengan makanan pokok, atau
menggantinya dengan Uang. Namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama,
ada yang membolehkan mengganti makanan pokok dengan uang dan ada yang tidak.
Perbedaan ini pula yang selalu terjadi dan lagi-lagi menjadi pembahasan pada Bulan
Ramadhan.
a. Jelaskan mengapa perbedaan ini muncul dan sebutkan solusi yang
ditawarkan oleh para ulama dalam menjawab perbedaan ini!
Terkait hukum membayar zakat fitrah dalam bentuk uang, para ulama juga
berbeda pendapat. Pertama, mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat bahwa
zakat fitrah tidak boleh diberikan kepada penerima zakat dalam bentuk uang.
Mereka berpegangan pada hadits riwayat Abu Said yang artinya:
“Pada masa Rasul shallallahu ala’ihi wasallam, kami mengeluarkan zakat
fitrah sebanyak satu sha’ makanan, dan pada waktu itu makanan kami berupa
kurma, gandum, anggur, dan keju.” (HR. Muslim, hadits nomor 985)
Pada hadits di atas, para sahabat Nabi tidak mengeluarkan zakat fitrah
kecuali dalam bentuk makanan. Kebiasaan mereka dalam mengeluarkan zakat
fitrah dengan cara demikian merupakan dalil kuat bahwa harta yang wajib
dikeluarkan dalam zakat fitrah harus berupa bahan makanan.
Mereka juga berargumentasi, zakat fitrah merupakan ibadah yang
diwajibkan atas jenis harta tertentu sehingga tidak boleh dibayarkan dalam
bentuk selain jenis harta dimaksud, sebagaimana tidak boleh menunaikannya di
luar waktu yang sudah ditentukan. Kedua, menurut mazhab Hanafi, zakat fitrah
boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Mereka berpedoman pada firman Allah
SWT yang artinya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. (Ali Imran: 92)
Pada ayat tersebut, Allah memerintahkan kita untuk menafkahkan
sebagian harta yang kita cintai. Harta yang paling dicintai pada masa Rasul
berupa makanan, sedangkan harta yang paling dicintai pada masa sekarang
adalah uang. Karenanya, menunaikan zakat fitrah dalam bentuk uang
diperbolehkan.
Di samping itu, mereka juga berargumen bahwa menjaga kemaslahatan
merupakan hal prinsip dalam hukum Islam. Dalam hal zakat fitrah, mengeluarkan
zakat dalam bentuk uang membawa kemaslahatan baik untuk muzakki maupun
mustahiq zakat. Bagi muzakki, mengeluarkan zakat dalam bentuk uang sangatlah
simpel dan mudah. Sedangkan bagi mustahiq, dengan uang tersebut ia bisa
membeli keperluan yang mendesak pada saat itu.
Dari kedua pendapat di atas, kuat pendapat pertama yang menyatakan
tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang. Kebiasaan Rasul
sallallahu ala’ihi wasallam dan para sahabat dalam menunaikan zakat fitrah
dalam bentuk bahan makanan, merupakan dalil yang kuat akan tidak bolehnya
berzakat dengan selain bahan makanan. Adapun solusi alternatif bagi muzakki
yang tidak mendapatkan bahan makanan adalah, amil zakat menyediakan beras
untuk dibeli oleh para muzakki terlebih dahulu, kemudian mereka
menyerahkannya kepada Amil. Akan tetapi, jika membayar dalam bentuk bahan
makanan dianggap berat, dan ada hajat mendesak serta maslahat nyata untuk
berzakat menggunakan uang maka diperbolehkan bertaqlid kepada mazhab
Hanafi.
b. Jelaskan apa yang membuat perbedaan dalam penentuan awal bulan
Ramadhan atau Syawal?
Pertama, Mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan hanya bisa ditetapkan dengan
menggunakan metode rukyat (observasi/mengamati hilal) atau istikmal, yaitu
menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Mereka berpegangan pada
firman Allah SWT Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah ayat 185 yang artinya:
“Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah
ia berpuasa (pada) nya.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“ Berpuasalah kalian karena
melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang
(dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh
hari.” (HR. Bukhari, hadits no. 1776).
Pada ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya mengkaitkan kewajiban
berpuasa dengan melihat hilal. Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa
ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi
tiga puluh hari.
Kedua, sebagian ulama, meliputi Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki,
Mutharrif bin Abdullah dan Muhammad bin Muqatil, menyatakan bahwa awal
puasa dapat ditetapkan dengan metode hisab (perhitungan untuk menentukan
posisi hilal). Mereka berpedoman pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dan
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman dalam surat Yunus
ayat 5 yang artinya:
“Dialah yangmenjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan
Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui
bilangan tahun, dan perhitungan (waktu).”
2. Seiring berkembangnya zaman, pelaksanaan ibadah juga mengalami kemajuan.
Misalnya saja dahulu untuk membaca al-Qur’an harus membaca langsung
mushafnya, namun sekarang banyak al-Qur’an dalam bentuk aplikasi digital, yang
tentu memudahkan umat Islam untuk membaca al-Qur’an di manapun ia berada. Pun
dalam pelaksanaan ibadah lainnya, seperti nikah, cerai, bahkan baru-baru ini di masa
pandemi Covid-19 muncul pelaksanaan shalat Jum’at via online.
a. Bagaimana hukum Nikah dan cerai secara online? Jelaskan menurut
pendapat para ulama fiqih!
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya
dilakukan melaluikeadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan
suatu jaringan atau sistem internet (via online), jadi antara mempelai lelaki
dengan mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak saling bertemu dan
berkumpul dalam satu tempat, yang ada dan ditampilkan hanyalah bentuk
visualisasi dari keduabelah pihak melalui bantuan alat elektronik seperti
teleconference, webcame atau yang lainnya yang masih berkaitan dengan
internet.
Suatu akad pernikahan apabila telah memenuhi segala rukun dan syaratnya
secara lengkap menurut yang telah ditentukan seperti menurut hukum Islam
ataupun perundang-undangan, maka akad pernikahan yang demikian itu disebut
akad pernikahan yang sah dan mempunyai implikasi hukum.Selain itu ada
sebuah kesepakatan bahwa pernikahan itu dipandang sebagai sebuah akad.Akad
(kontrak) yang terkandung dalam isi UU No 1/1974 dan KHI sebenarnya
merupakan pengertian yang dikehendaki oleh undang-undang. Acapkali disebut
bahwa pernikahan adalah, "marriage in Islam is purely civil contract"
(pernikahan merupakan suatu perjanjian semata). Yang berarti point of interest
atau urgensi dari sebuah pernikahan adalah sebuah akad atau perjanjian.
Berdasarkan keterangan diatas para ulama sepakat bahwa pernikahan
dapat dinyatakan sah apabila dilaksanakan dengan sebuah akad, yang melingkup
iijab untuk menentukan apakah seseorang itu dapat melaksanakan akad
pernikahan melalui online, ditetapkan kriteria sebagai berikut:
 Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad pernikahan haruslah
terpisahkan jarak yang sangat jauh.
 Tidak bisa berhadir karena alasan jarak dan memang dalam keadaan yang
tidak memungkinkan bagi kedua belah pihak untuk bersatu dan berkumpul
untuk melaksanankan akad sebagaimana mestinya.
Dengan menetapkan kriteria seperti diatas guna dapat dipastikan bahwa
mereka yang melangsungkan akad nikah online adalah mereka yang memang tak
dapat melangsungkan akad sebagaimana mestinya.Sehingga pernikahan online
bagi mereka memang layakdilaksanakan sebagai alternatif atau jalan terang
karena tak dapat melangsungkan akad nikah dengan alasan jarak dan waktu.
b. Apa yang anda fahami terkait nikah siri dan kawin kontrak?
Nikah siri merupakan pernikahan yang hanya memenuhi prosedur
keagamaan, tanpa melaporkannya ke KUA atau ke Kantor Catatan Sipil.
Biasanya nikah siri dilaksanakan karena kedua belah pihak belum siap
meresmikannya atau meramaikannya, namun di pihak lain untuk manjaga agar
tidak tidak terjadi kecelakaan atau terjerumus kepada hal-hal yang dilarang
agama.
Pada dasarnya, nikah siri jika sudah memenuhi unsur syarat dan rukun
nikah, maka hukumnya sah dalam Islam. Syarat-syarat pernikahan dalam Islam
itu adalah meliputi calon pengantin, wali dari wanita yang akan dinikahkan, mas
kawin dan dua orang saksi. Tetapi yang menjadi soal adalah, perkawinan di
Indonesia tidak berdasarkan hukum Islam. Melainkan hukum positif, yakni
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Berbeda dengan nikah kontrak. Nikah kontrak pada umumnya memiliki
batas waktu tertentu, misalnya 3 bulan atau 6 bulan atau 1 tahun. Sedangkan
nikah siri tidak demikian halnya. Selanjutnya, orang yang melakukan perkawinan
kontrak biasanya dilakukan oleh seseorang yang berkantong tebal. Karena
perkawinan kontrak lebih menitikberatkan pada batas waktu tertentu dan jumlah
besaran nominal uang. Ketika batas waktu itu sudah selesai dengan sendirinya
mereka berpisah tanpa harus menggunakan kata talak (perceraian), dan tentu juga
tidak akan ada pembagian harta warisan.
c. Bagaimana status hukum pernikahan beda agama menurut Undang-
Undang dan hukum Islam?
Islam melarang perkawinan beda agama berdasarkan firman Allah surat al-
Baqarah ayat 221. Pandangan pertama menyatakan bahwa perkawinan beda
agama dengan golongan musyrik dilarang (haram). Pandangan kedua, dikenal
adanya perkawinan beda agama (halal), hal ini didasarkan pads surat Al- Maidah
ayat 5 yang menyatakan bahwa laki-laki Muslim boleh mengawini wanita non
Muslim, tapi tidak berlaku untuk sebaliknya.
Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya. Jadi, UU 1/1974 tidak mengenal perkawinan
beda agama, sehingga perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan.
3. Apa yang anda fahami terkait kesetaraan gender dan kontroversi
kepemimpinan perempuan?
Ketika diskursus gender diangkat, yang muncul dalam pikiran kita adalah
gambaran diskriminatif terhadap wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka.
Gender yang telah diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan
akademisi maupun dari kalangan yang menilai bahwa Islam adalah agama
yangmendorong kehadiran isu gender tersebut di muka bumi ini. Tentunya, kalangan
orientalis yang berbasis misionarisme ingin memojokkan posisi umat Islam dengan
mengangkatisu ini dalam berbagai tulisan dan buku atau artikel-artikel yang
menyudutkan dan memberikan pendapat secara sepihak tentang Islam dan gender.
Seorang pemimpin adalah figur yang mengembang tugas fungsional untuk
mengawalproses dalam rangka mempengaruhi pikiran, perilaku dan perasaan orang
lain, baik kelompok maupun perorangan untuk menuju tujuan bersama. Dalam Islam,
dikenal beberapa prinsip kepemimpinan, yaitu: tanggung jawab, tauhid, musyawarah,
dan adil. Kepemimpinan perempuan seringkali menjadi isu kontroversial dalam
masyarakat Islam, ada yang mendukung dan ada juga yang menolak. Semntara itu,
dalam perspektif kesetaran gender, terdapat keyakinan bahwa agama Islam tidak
meletakkan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia dalam posisi
yang saling berlawanan, hak dan kewajiban itu selalu setara di mata Islam untuk
kedua jenis kelamin yang berbeda tersebut. Islam menjunjung tinggi konsep keadilan
untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam merupakan agama yang
terdepan dalam usaha membebaskan belenggu tirani perbudakan, kesetaraan hak dan
tidak pernah memberikan prestisesalah satu jenis kelamin saja. Islam lahir sebagai
agama yang menebar kasih dan sayang bagi siapa saja.

Anda mungkin juga menyukai