Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

Penetapan kriteria inklusi yang ketat pada metode penelitian sangat

mempengaruhi jurnal yang didapatkan. Dari hasil seleksi mendapatkan 5 jurnal

yang ditelaah secara mendalam. Adanya keterbatasan pada jurnal yang membahas

artikel penelitian tentang teknik imajinasi terbimbing terhadap perubahan tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi dengan rentang waktu 2013-2020.

Diantara pengaruh yang terjadi pada pasien setelah diberikan intervensi

teknik imajinasi terbimbing ialah terjadi penurunan tingkat kecemasan pada

pasien pre operasi, yang dimana tertulis didalam kolom outcome tersebut

berkaitan dengan tingkat kecemasan dan imajinasi terbimbing masing-masing

responden dalam penelitian. Teknik dalam pengambilan sampel ialah dengan

accidental sampling, dan sampel random sampling.

Sampel yang digunakan dalam jurnal rata-rata 23-60 orang. Semua

penelitian melakukan 1 kelompok intervensi, lalu dilakukan penilaian data dan

kemudian dilakukan evaluasi dan uji pengaruh intervensi pada responden yang

disesuaikan dengan tujuan masing-masing penelitian. Instrument yang digunakan

dalam intervensi berbeda yaitu Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRSA), Zung

Self Ratting Anxiety Scale (SAS/SRAS) dan Beck’s Anxiety Index (BAI) dari Bekc

A.T, Epstein N.

16
17

Teknik imajinasi terbimbing memiliki banyak manfaat sebagai salah satu

tindakan non farmakologi yaitu meredakan nyeri, stress dan depresi dalam praktek

mandiri keperawatan. Selain itu ada manfaat lain dari imajinasi terbimbing yaitu

dapat menurunkan kecemasan. Imajinasi terbimbing merupakan relaksasi dengan

membayangkan hal-hal yang membuat perasaan atau pikiran senang dan rileks,

seperti membayangkan suatu kejadian yang menggembirakan bagi pasien.

Kecemasan dalam pre operatif merupakan suatu respon antisipasi terhadap

suatu pengalaman yang dianggap pasien sebagai suatu ancaman dalam peran

hidup, integritas tubuh, bahakan kehidupan itu sendiri (Smeltzer & Bare, 2013,

hlm. 429). Intervensi dalam mengatasi kecemasan dengan dua cara yaitu

farmakologi dan non farmakologi. Intervensi non farmakalogi seperti relaksasi,

yang bertujuan untuk menenangkan pikiran dan melepas ketegangan. Keuntungan

dari penggunaan relaksasi adalah tidak memiliki efek samping, ekonomis, dan

mampu dilakukan oleh perawat. Beberapa teknik relaksasi yang sering digunakan

seperti latihan nafas dalam, massage, relaksasi otot progresif, relaksasi imajinasi

terbimbing, biofeedback, yoga, meditasi, terapi musik, terapi humor atau tertawa

(Kozier, et.al, 2010, hlm.537).

Selain itu menurut teori Fardisi (2012), yang mengatakan tindakan

pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua pasien. Maka sering

kali pasien menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang dialami.

Hal ini sejalan dengan (Stuart, 2007 dalam Ga Sri 2018), menjelasakan bahwa

tingkat kecemasan seseorang berbeda-beda meskipun mengadapi permasalahan


18

yang sama. Tetapi kecemasan tersebut ada beberapa tingkat atau level yaitu,

ringan, sedang, berat, panik dan tidak ada gejala.

Dibuktikan dari hasil penelitian yang meneliti varibel tingkat kecemasan

sebelum dilakukan intervensi maka dari hasil penelitian Dino, et.al, (2013),

menyatakan bahwa responden sebelum dilakukan teknik relaksasi imajinasi

terbimbing yaitu mendapatkan hasil cemas berat dengan 15 responden (50,0%),

cemas sedang 14 responden (46,7%), cemas ringan 1 responden (3,3%) dan tidak

cemas 0 responden (-). Adapun hasil penelitian yang dilakukan Wijayanti, G. S. P.

W., & Prasetianti, P. A. S. (2019), menyatakan bahwa sebelum dilakukan teknik

relaksasi imajinasi terbimbing medapatkan hasil cemas ringan 0 responden (-),

cemas sedang 20 responden (66,67%), dan cemas berat 10 responden (33,33%).

Sama hal nya penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, W., & Agustin, W.

R. (2020), menjelaskan bahwa sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi

imajinasi terbimbing mendapatkan hasil tidak ada cemas 0 responden (-), cemas

ringan 14 responden (53,8%), cemas sedang 10 responden (38,5%), dan cemas

berat 2 responden (7,7%). Begitu juga dengan penelitian Agustina, et,al, (2015)

menyatakan bahwa sebelum dilakukan teknik relaksasi imajiansi terbimbing

mendapatkan hasil tidak cemas 0 responden (-), cemas ringan 9 responden

(52.9%), cemas sedang 8 responden (47.1%) dan cemas berat 0 responden (-).

Berbeda hal dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani, R. S., &

Rahmayati, E. (2018), menjelaskan bahwa sebelum dilakukan teknik relaksasi

imajinasi terbimbing mendapatkan hasil rata-rata 7.67 (SD 7.890) pada penelitian

ini tidak menjelasakan hasil kategori masing-masing tingkat kecemasan.


19

Berdasarkan hasil 5 jurnal yang diuraikan diatas, sebelum dilakukan teknik

relaksasi imajinasi terbimbing mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Hal ini

dengan 3 penelitian yang menggunakan instrument yang sama yaitu Dino, et.al,

(2013), Wijayanti, G. S. P. W., & Prasetianti, P. A. S. (2019), Wahyuningsih, W.,

& Agustin, W. R. (2020) mendapatkan hasil persentase yaitu cemas berat 2

responden (7,7%) - 15 responden (50,0%), cemas sedang 10 responden (38,5%) –

20 responden (66,67%), cemas ringan 1 responden (3,3%) – 14 responden

(53,8%) dan tidak ada cemas 0 responden (-). Sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Agustina, et,al, (2015), mayoritas responden tertinggi mengalami

cemas ringan 9 responden dengan persentase (52.9%). Berbeda dengan

pembahasan yang dilakukan oleh Handayani, R. S., & Rahmayati, E. (2018),

dalam penelitiannya membahas hasil rata-rata saja yang didapatkan sebesar 7.67

(SD 7.890). Hal ini sejalan dengan teori Ibrahim (2012) bahwa pasien yang akan

menjalankan operasi umumnya mengalami kecemasan yang berbeda-beda dari

tingkat ringan hingga berat.

Menurut teori yang dikemukkan oleh (Guyton Hall, 2008 dalam Budi,

2017), bahwa imajinasi terbimbing suatu teknik yang menuntut seseorang untuk

membentuk sebuah bayangan atau imajinasi tentang hal-hal yang disukai. Hal

yang disukai dianggap oleh hipokampus sebagai sinyal penting sehingga diproses

menjadi memori. Hormon kebahagian (beta-endorfin) akan diproduksi, dan

berperan dalam menghambat ACTH (Adrenocortocotropic hormone) yang

diproduksi oleh hipofisis hingga menghambat produksinya kortison dan hormone

stress lainnya sehingga akan mengurangi stress dan kecemasan.


20

Sesudah dilakukan intervensi maka dari menurut penelitian yang dilakukan

oleh Dino, et.al, (2013), menyatakan bahwa responden sesudah dilakukan teknik

relaksasi imajinasi terbimbing yaitu mendapatkan hasil yaitu cemas berat 0

responden (-), cemas sedang 14 responden (46,7%) dan cemas ringan 16

responden (53,3%). Hal ini sejalan dengan Wijayanti, G. S. P. W., & Prasetianti,

P. A. S. (2019) sesudah dilakukan teknik relaksasi imajinasi terbimbing

mendapatkan hasil yaitu cemas ringan 20 responden (66,67%), cemas sedang 10

responden (33,33%) dan cemas berat 0 responden (-). Lalu sama hal nya dengan

penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, W., & Agustin, W. R. (2020),

sesudah diberikan latihan teknik relaksasi imajinasi terbimbing tidak ada cemas

menjadi 13 responden (50,0%), cemas ringan 6 responden (23,1%), cemas sedang

6 responden (23,1%), cemas berat 1 responden (3,8%) dan panik 0 responden (-).

Adapun dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina, et,al, (2015), sesudah

dilakukan intervensi teknik relaksasi imajinasi terbimbing mendapatkan hasil

yaitu cemas berat 0 responden (-), cemas ringan 9 responden (52.9%), cemas

sedang 0 responden (-) dan tidak cemas 8 responden (47.1%). Berbeda

pembahasan dari penelitian Handayani, R. S., & Rahmayati, E. (2018), sesudah

dilakukan teknik relaksasi imajinasi terbimbing didapatkan hasil nilai rata-rata

sebesar 4.05 dengan (SD 5.806).

Berdasarkan hasil 5 jurnal yang diuraikan diatas, sesudah dilakukan teknik

relaksasi imajinasi terbimbing mendapatkan hasil perubahan yang signifikan

berdasarkan persentase. Hal ini dengan 3 penelitian yang menggunakan

instrument sama yaitu Dino, et.al, (2013), Wijayanti, G. S. P. W., & Prasetianti, P.
21

A. S. (2019), Wahyuningsih, W., & Agustin, W. R. (2020) mendapatkan hasil

persentase yaitu cemas berat 0 responden – 1 responden (3,8%), cemas sedang 6

responden (23,1%) – 14 responden (46,7%), cemas ringan 6 responden (23,1%) –

20 responden (66,67%), dan tidak ada gejala cemas 0 responden – 13 responden

(50,0%). Lalu dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina, et,al, (2015),

mayoritas responden tertinggi mengalami cemas ringan 9 responden (52,9%).

Berbeda dengan pembahasan yang dilakukan oleh Handayani, R. S., &

Rahmayati, E. (2018), hanya membahas hasil rata-rata yang didapatkan sebesar

4.05 dengan (SD 5.806). Dapat disimpulkan bahwa responden yang melakukan

teknik relaksasi imajinasi terbimbing dengan benar, dapat menurunkan kecemasan

pre operasi.

Dari hasil 5 literatur yang telah diujikan untuk mengetahui pengaruh dari

teknik imajinasi terbimbing terhadap perubahan tingkat kecemasan pada pasien

pre operasi mendapatkan hasil pengaruh masing-masing penelitian menggunakan

uji pengaruh yang sama yaitu uji pengaruh statistic. Membuktikan bahwa

mayoritas penelitian sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan hasil uji pengaruh

sebesar p-value 0,000 yang artinya menunjukkan angka <0,05 sehingga dapat

diartikan adanya pengaruh yang signifikan atau bermakna dalam pemberian teknik

relaksasi imajinasin terbimbing terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi.

Sebelum melakukan intervensi relaksasi imajinasi terbimbing, perlu

diperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan karena faktor-

faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap keberhasilannya teknik relaksasi


22

imajinasi terbimbing. Penelitian yang dilakukan oleh ke lima jurnal menyebutkan

bahwa kecemasan terbanyak dialami oleh responden dengan rentang usia 18-25

tahun (dewasa awal) dengan jumlah 17 responden (65,4%). Masa dewasa adalah

masa yang penuh dengan ketegangan, dimana ketegangan tersebut seringkali

ditampakkan dalam bentuk kekhawatiran. Kekhawatiran yang timbul pada

dasarnya bergantung pada tercapainya penyesuaian terhadap suatu persoalan. Bila

tidak dapat mencapai penyesuaian persoalan tersebut, dapat menyebabkan

gangguan emosional (Puspita, Armiyati, & Arif 2014).

Selain itu dari ke lima penelitian diketahui pula tingkat kecemasan tertinggi

dialami oleh pasien dengan latar belakang pendidikan Sekolah Dasar dengan

jumlah 38 responden (63,3%). Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka ia akan

semakin mudah menerima hal baru dan akan mudah menyesuakan diri dengan hal

baru tersebut (Notoatmodjo, 2010). Responden yang memiliki latar belakang

pendidikan yang tinggi akan lebih mampu merespon keadaan baru secara rasional,

sedangkan responden dengan latar belakang pendidikan yang rendah cenderung

sulit menerima atau merespon kecemasan yang sedang dialami.

Dan dari ke lima penelitian diketahui pula faktor pengalaman operasi juga

sangat mempengaruhi tingkat kecemasan saat akan dilakukan operasi. Maka

diketahuinya sebagian besar responden tidak memiliki pengalaman operasi yaitu

sebanyak, 50 responden (83,3%). Hal ini sejalan dengan teori Damayanti, 2012

hlm.53 mengatakan sebab pengalaman pasien yang minim tentang tindakan

operasi mempengaruhi persepisnya tentang tindakan yang akan dilakukan. Seperti


23

tindakan yang berbahaya atau menakutkan sehingga pasien cederung cemas saat

akan menjalani operasi.

Tidak semua penelitian melihat faktor-faktor yang mempengaruhi teknik

relaksasi imajinasi terbimbing, tetapi mereka membahas mengenai faktor-faktor

kecemasan pasien preoperasi yang dapat mempengaruhi keefektifan atau

pengaruh terhadap teknik relaksasi imajinasi terbimbing. Maka dari itu sebelum

melakukan intervensi sebaikanya diperhatikan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi.

Kendala yang dialami penulis yaitu dengan waktu publikasi yang sangat

sedikit, dan kurang banyak literatur yang membahas tentang imajinasi terbimbing

terhadap tingkat kecemasan pre operasi membuat penulis sangat teliti mencari

literatur yang masuk kedalam kriteria penulis. Literatur yang paling banyak

ditemukan dalam media data base adalah imajinasi terbimbing untuk mengurangi

nyeri post operasi, dibandingkan kecemasan pasien pre operasi. Kurangnya

literatur yang menggunakan instrument yang sama, dan metode pengambilan

sampel yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai