A. Pendahuluan
Secondary Surveillance Radar (SSR) sama seperti Primary
Surveillance Radar (PSR) menggunakan antenna terarah untuk
mendeteksi posisi target, namun SSR memerlukan partisipasi aktif dari
target untuk mengidentifikasi dan mengetahui posisinya. Target bertugas
menjawab pertanyaan dua pertanyaan yaitu “Siapa kamu ?” dan “Pada
level berapa lokasimu ?”. Hal ini tentunya memerlukan peralatan penerima
(receiver) di pesawat yang berupa decoder dan responder yang disebut
Transponder.
Oleh karena kedua pertanyaan tersebut berbeda, maka interrogator
di pemancar (transmitter) akan memformulasikannya secara terpisah yang
disebut “MODE”. Begitu pula dengan transponder di pesawat akan
membedakannya dan merespon tergantung kode yang diterima dan
selanjutnya receiver di darat akan mendekodekan respon yang dideteksi.
Di dalam fungsinya sebagai alat navigasi udara, SSR akan
memberikan informasi yang akurat kepada pemandu lalu lintas udara
berupa :
1. Jarak (Range) adalah jarak sebuah obyek dari stasiun radar dalam
Nautical Mile (NM).
2. Arah (Azimuth) adalah merupakan sudut dari titik utara ke arah obyek
yang pengukurannya searah dengan arah jarum jam dalam satuan
derajat.
3. Identifikasi (kode) pesawat untuk membedakan pesawat udara yang
satu dengan yang lainnya biasanya dimulai dengan huruf A dan diikuti
dengan empat angka.
4. Ketinggian sebuah pesawat dengan permukaan air laut dengan satuan
ukurannya dalam Feet (Radar Secondary).
5. Pada keadaan darurat, akan terlihat kode khusus yang telah
dimengerti oleh petugas pemandu lalu lintas udara. Kesemua informasi
t1
t2
c (t 1 +t 2 )
R=
2
Di mana :
R = Jarak
c = Cepat rambat gelombang elektromagnetik di udara
t1 = Waktu yang diperlukan bagi sinyal interogasi dikirim dari stasiun
radar sampai ke obyek
t2 = Waktu yang diperlukan bagi sinyal jawaban dikirim dari obyek
sampai ke stasiun radar
ACP ke 4096
interrogation P1 P3
control pulse P2
2 µs
8 µs
b. Mode S
Berdasarkan Annex 10 volume IV edisi keempat Mode S dapat
digunakan sebagai berikut :
1) Mode S only all call : digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
transponder yang menggunakan mode S, sedangkan transponder
yang menggunakan mode A/C tidak akan mengirimkan jawaban.
2) Broadcast : digunakan untuk mengirimkan informasi ke semua
transponder yang menggunakan mode S. Tidak ada sinyal jawaban
yang diterima dari transponder.
3) Selective : untuk pemantauan dan komunikasi dengan transponder
dengan kemampuan hanya Mode S. Untuk masing-masing sinyal
interrogasi, sinyal jawaban akan diterima hanya dari transpoder yang
dialamatkan secara khusus oleh interrogasi.
Pulsa interogasi yang dipancarkan pada Mode S terdiri dari tiga
pulsa yaitu P1, P2 dan P6, serta pulsa control P5 seperti gambar berikut ini :
c. Intermode
Pulsa interogasi yang dipancarkan pada intermode terdiri dari 3
pulsa yaitu P1, P3 dan long P4, serta satu atau dua pulsa kontrol. Seperti
gambar berikut ini :
2. Reply Code
Sinyal jawaban yang dipancarkan oleh transponder untuk
membalas sebuah interogasi disebut dengan reply code. Bentuk pulsa
reply code berbeda-beda tergantung mode yang digunakan oleh
transpoder. Berikut ini macam-macam reply code untuk mode yang
berbeda yaitu :
a. Mode 1, 2, 3/A dan C
Pulsa informasi untuk mode 1, 2, 3/A dan C berada di antara kedua
pulsa F1 dan F2 yang disebut sebagai pulse framing dan selalu ada. Pulsa
informasi didesain sebagai A1-A4, B1-B4, C1-C4 dan D1-D4 dengan
jumlah total 12 pulsa. Pulsa yang berada di tengah-tengah yaitu pulsa X
yang tidak selalu digunakan. Pulsa terakhir yaitu Special Position Indicator
(SPI) yang juga kadang-kadang digunakan. Keduabelas pulsa data
tersebut digunakan untuk memberikan permutasi sebanyak 2 12 = 4096
kode data jawaban. Bentuk pulsa reply code dapat dilihat pada gambar
berikut :
F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 X B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2 SPI
1.45 µs
0.45 µs
F1 C2 A4 B1 D1 B2 D2 F2
F1 A1 C2 D 4 F2
Increments
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
(Feet)
30750 to 30850 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1
30850 to 30950 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1
30950 to 31050 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0
31050 to 31150 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0
31150 to 31250 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
b. Mode S
Bentuk pulsa reply code untuk mode S dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Main lobe
Side lobe
Side lobe
Back lobe
Jawaban dari
main lobe
Ring Around
∑ channel
Ω channel
dB
9 dB
P2 < P1 – 9 dB
Time
P1 P2
F1 F2
Ω>∑
Interrogation 1
Reply 1
Reply 2
Reply 1
Reply 2 Interrogation 2
3. Garble
Garble adalah permasalahan yang terjadi saat jumlah pergerakan
pesawat semakin padat, di mana ada kemungkinan terjadi dua pesawat
berada pada jarak yang berdekatan.
Reply 1
Reply 2
4. Multipath
SSR sering diletakkan pada daerah di mana terdapat bangunan
dengan permukaan yang dapat memantulkan sinyal interogasi dari
interrogator ataupun jawaban dari transponder. Seperti misalnya hanggar,
bangunan terminal dan obyek lainnya yang dikelilingi oleh baja (metal).
Pada gambar 2.20 adalah contoh pemantulan sinyal jawaban.
Pesawat menerima sinyal interogasi dari stasiun radar dan mengirimkan
jawaban ke segala arah. Sinyal jawaban yang diterima oleh main lobe
akan menghasilkan informasi yang tepat. Namun ada kemungkinan sinyal
jawaban yang terkirim mengenai suatu permukaan dan memantulkan
Reflection
Surface
control pulse P1 P2
interrogation P1 P3
Gambar 2.22. Pulsa Kontrol pada IISLS
5. Cone of silence
Permasalahan cone of silence yang terjadi akibat sudut belakang
pancaran antena radar lebih kecil dari 90 adalah cone of silence.
Pesawat yang berada pada wilayah cone of silence tidak akan terdeteksi
karena tidak mendapat sinyal interogasi dari radar. Seperti gambar berikut
ini :
C. Sistem SSR
Secara umum sistem peralatan SSR dapat dilihat pada gambar
berikut :
ANTENNA
“Interrogation” track
“control” track
P1 P3
P2
P’2
Command
SWITCHING BOX
Rotating Joint
circulator
P1 P2 P3
Raw video
Outside synchroniser
DEFRUITER
P1 P3 synchro
DECODER
Decoded video
SIMBOL
GENERATOR
Symbols
P1, P2 P’2
∑
SECONDARY
Trigger RADAR TRIGGER GENERATION
Secondary
ENCODER SWITCH
∆
Radar Trigger
P1 P2 P3
Interogation
pulse
carrier
Interrupt carrier
P1 P2 P3
P’2
2. Receiver
Prinsip kerja dari Receiver SSR dapat dilihat pada gambar 2.29.
Pada sistem SSR yang tidak menggunakan RSLS hanya memiliki satu
receiver untuk menerima sinyal jawaban dari ∑ channel, namun pada
sistem SSR yang menggunakan RSLS memiliki dua receiver untuk
menerima sinyal jawaban dari ∑ channel dan ∆ channel.
Dalam kedua receiver tersebut, sinyal jawaban 1090 MHz dari
transponder digabungkan dengan 1030 MHz dari interrogator untuk
menghasilkan raw video 60 MHz. Bagi sistem SSR yang tidak
menggunakan RSLS, raw video untuk ∑ channel langsung diteruskan ke
video generation untuk pemrosesan sinyal informasi. Namun bagi sistem
SSR yang menggunakan RSLS, raw video untuk ∑ channel dan ∆ channel
diteruskan ke sistem RSLS, untuk dibandingkan.
Logic Video
VIDEO GENERATION ∑ CHANNEL RECEPTION ∑
Analog Video ∑ Video
1030 MHz
From the Antenna
∆ Video
3. Extractor Video
Extractor video dalam sistem kerjanya dirancang dengan
menggunakan beberapa teknik logika untuk memproses semua data-data
yang dihasilkan oleh SSR. Dalam sistem kerjanya dipisahkan menjadi dua
bagian yaitu bagian S (Secondary) dan bagian T (Transmission). Proses
keseluruhan extractor video dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Secondary video
Secondary video analysis
No
Does signal Yes
appear over several periode ?
No Is azimuth Yes
detection
Reject correct?
Code Recognition
No
Reject
Mode
Is code
Yes
validated over several periode ?
Correction
Range and azimuth calculation
North signal Azimuth Range
Mode
Generation of secondary plot
Azimuth
Comparison of output memory
Section “T”
Buffer Register
Clock Transmission
P1
P2
Echo Signal ss
mi t
targe
P3 ume
Pres echo
P4 Pa
P5
Sh
ift
P6
W
Azimuth
ind
ow
Radar
AZIMUTH EXTENT
AZIMUTH AT THE END
OF DETECTION
CENTER AZIMUTH =
TRANSMITTED AZIMUTH
AZIMUTH AT THE START
OF DETECTION
2
θT =θFE− ( ∆2θ + Kc )
Di mana :
T = transmitted plot azimuth
FE = echo azimuth
∆ = azimuth extent
Kc = bias correction akibat proses korelasi
2) Code Processing
Code processing berfungsi untuk menguji coba kode-kode yang
diterima apakah valid atau tidak dan berfungsi untuk menghilangkan kode-
kode yang tidak tentu akibat kesalahan yang disebabkan oleh gangguan
atau kode-kode yang cacat. Hal ini dilakukan dengan melakukan
pengecekan interval antar kode-kode yang diterima apakah memiliki
interval 1,45 µs atau tidak. Selanjutnya dilakukan pengecekan pula jarak
antara pulsa pertama yang diterima dengan pulsa yang terakhir diterima
apakah berjarak 20,3 µs atau tidak.
Setelah pengecekan interval selesai dan kode yang diterima
dianggap valid, maka dilakukan code formatting, di mana pulsa F 2 telah
dihapus. Papa pemrosesan kode dilakukan pula code validation di mana
membandingkanan antara kode dari repetition periode pertama dengan
kode yang diterima dari repetition kode kedua, untuk mendapatkan kode
yang valid, seperti gambar berikut ini :
F1 d C1 A1 C2 A2 C4 A4 x D1 B1 D2 B2 D4 B4 IP
Comparision
F1 d C1 A1 C2 A2 C4 A4 x D1 B1 D2 B2 D4 B4 IP
b. Bagian T
Fungsi bagian T adalah untuk menyerahkan plot dan berita yang
memenuhi syarat dan siap untuk dikirim melalui jalur telpon dengan
memanfaatkan fungsi MODEM. Ada empat sub fungsi pada bagian ini :
- Sebagai adaptor dalam kecepatan pengiriman, yang dilengkapi dengan
interface penyimpanan
- Sebagai penyesuai koordinat yang telah dikoreksi sebelumnya dan
kelengkapan lainnya yang diprogram dalam bentuk polar
- Bentuk keluaran berita yang dilengkapi dengan ukuran sususan yang
dapat mengirim berita secara serial
- Pengiriman berita dapat menggunakan external clocks yang datangnya
dari modem atau menggunakan internal clocks