Anda di halaman 1dari 30

RANGKUMAN SISTEM TEKNIK KEBANDARUDARAAN

BAB I

AERODROME

1. Pengertian Aerodrome
Secara etimologi aerodrome dapat diartikan Aeras berarti udara dan Dromos berarti
jalan/lapangan. Secara umum aerodrome dapat diartikan kawasan di daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat pesawat udara
mendarat dan lepas landas. Aerodrome berbeda dengan Bandar Udara. Aerodrome lebih
bersifat umum dibandingkan dengan Bandar Udara. Sebuah aerodrome dapat disebut
sebagai bandar udara apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Aerodrome
Bandar udara

2. Pengertian Bandar Udara


Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

3. Tipe Aerodrome
Aerodrome dibedakan menjadi 4 tipe utama, yaitu :
a. Private Aerodrome

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


b. Waterbase Aerodrome
c. Military Aerodrome
d. Comercial Aerodrome

4. Pembagian Wilayah Aerodrome


Pembagian wilayah aerodrome berdasarkan letak fasilitasnya :
a. Sisi Udara
b. Sisi Darat

Pembagian wilayah aerodrome berdasarkan pergerakan pesawat :

a. Manouvering Area
bagian dari bandar udara yang dipergunakan untuk mendarat, lepas landas, dan
pergerakan pesawat udara di darat, tidak termasuk apron

b. Movement Area
adalah bagian dari Bandar Udara yang dipergunakan untuk pergerakan pesawat
udara di darat termasuk Apron

BAB II
PERENCANAAN DAN TATANAN KEBANDARUDARAAN

1. Pengertian Perencanaan Bandar Udara


Perencanaan bandar udara merupakan bagian dari suatu sistem jaringan
transportasi udara yang berusaha agar lokasi bandar udara effektif dan dapat
menyatu dengan lingkungan,karena dampak operasinya akan berpengaruh pada
lingkungan sekitar bandar udara, dalam polusi udara, polusi suara serta polusi
debu.

2. Karakteristik Bandar Udara


Bandar udara dapat berfungsi sebagai :
 Prasarana transportasi

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


 Pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran
 Bandar udara transit dan tujuan akhir
 Bandar udara bisnis dan pariwisata
 Bandar udara internasional
 Pintu masuk ke suatu daerah

Karena adanya perubahan paradigm perencanaan bandara. Maka bandara saat ini
juga dapat digunakan sebagai :

 pusat bisnis retail dan badan usaha


 kawasan ekonomi terpadu
 privatisasi, komersialisasi\
 globalisasi, persaingan antar bandara
 laba jangka pendek versus kelangsungan
 hidup jangka panjang, melalui pemasaran yang agresif

3. Unsur Perencanaan Pembangunan Bandar Udara


 daerah terpencil tanpa sarana transportasi
 daerah perbatasan dan rawan gempa
 daerah memiliki hinterland yang potensial
 dalam sistem jaringan transportasi udara nasional
 relatif datar dan tanpa halangan bagi penerbangan
 antar daerah, antar propinsi, antar negara
 jauh dari kota, 8-20 Km
 minimal 200 Km dari bandara terdekat

4. Data yang digunakan


 data potensi daerah, sumber alam,sumber lain
 data kependudukan, jenis, profesi, usia dll
 data pendapatan daerah bruto

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


 data pendapatan daerah nasional bruto

5. Sistem Jaringan Transportasi Nasional


Setiap bandar udara tidak dapat beroperasi secara mandiri/independen, tetapi
merupakan bagian dari satu atau banyak jaringan penerbangan (sistem), yang
menghubungkan antar bandar udara satu dengan lainnya

6. Klasifikasi Bandar Udara


a. Menurut UU 15 Tahun 1992/KM.48 Tahun 2002 (Diganti UU no.1 Tahun
2009)
a. Menurut sifatnya
i. Bandar Udara Khusus
ii. Bandar Udara Umum :
1. Unit Pelaksana Teknis
2. BUMN, BUMD, Swasta
b. Menurut operasionalnya
i. Kelas I
ii. Kelas II
iii. Kelas III
iv. Kelas IV
b. Menurut Sifatnya
a. HUB
pengumpul, bandara pada jaringan nasional yang mengumpulkan input
(penumpang/barang) dari bandar udara yang lebih kecil,menerbangkan
mereka ke tujuan yang lebih jauh dengan pesud lebih besar
b. SPOKE
pengumpan, bandara kecil di jaringan nasional memberi
input(penumpang/barang) dengan pesud kecil kepada bandar udara
yang lebih besar
c. Menurut Jenis Pengusahaan
a. Diusahakan

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


diselenggarakan oleh suatu badan usaha penerbangan (BUMN/
BUMD/SWASTA)

b. Tidak Diusahakan
diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah, masih sepenuhnya
dibiayai negara
d. Menurut distribusinya
a. Pusat Penyebaran
b. Bukan Pusat Penyebaran.

7. Sistem Jaringan Penerbangan bandar Udara secara Makro


a. Menurut letak geografi :
 Regional
 Nasional
 Multi Airport System/ Metropolitan system
 Internasional
b. Menurut fungsi :
 Hub kargo
 Cheap flight/ penerbangan murah
 Perintis

8. Jenis Operasional Landas Pacu


a. Landas pacu presisi/ precission runway
 lebar strip landas pacu 300 meter
b. Landas pacu non presisi/ instrument runway
 lebar strip landas pacu 150 meter
Tipe Landas Pacu :
a. Tunggal
b. Sejajar, staggered
c. Berpotongan
d. Bersilangan

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


e. “V” terbuka /open “v”

9. Penentuan Azimuth Landas Pacu


1. Survei arah angin yang dominan dalam setahun, hasil dalam persen
2. Jenis pesawat udara kritis serta cross-wind component yang dapat
diterimanya
3. Hasil survei dalam persen tadi dimasukkan ke dalam diagram bangkitan
angin (wind rose)
4. Ambil kertas transparan epp. yang lebarnya sama dengan diameter
lingkaran pada wind rose yang sebesar kecepatan cross wind yang dapat
diterima pesud kritis
5. Kertas transparan diputar hingga mendapatkan jumlah >95% , sudut itu
adalah azimuth runway yang dicari
6. Kedua ujung runway diberi nomer 3 digit sesuai sudut azimuth dengan
menghapus angka nol terakhir
7. Penetapan Lokasi Pembangunan

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Gambar Diagram Wind rose

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


1. Kelayakan Administrasi.
a. Permohonan Pemrakarsa (Pemda/Swasta)
b. Laporan Hasil Studi Kelayakan
c. Rekomendasi Kepala Daerah Tk I/II
d. Surat ketersediaan lahan/ bukti kepemilikan lahan.
e. Suat Penegasan Rencana Pembiayaan

10. Rencana Induk


1. Aspek Administrasi
a. Surat Permohonan RI dari Penyelenggara.
b. Dokumen Rencana Induk (Lap. Akhir, Album gambar, Lap. Topografi, Lap.
Penyelidikan tanah, Executive & Summary)
c. Rekomendasi Gubernur (RTRW Propinsi)
d. Rekomendasi Bupati. (RTRW Kab/kota)

2. Aspek Teknis
a. Kajian prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang& cargo.
b. Kajian kebutuhan Fasilitas (Fas. Pokok, Fas. Navpen, Fas, Alat Bantu
Pendaratan, Fas. Komunikasi Penerbangan & Fasilitas Penunjang)
c. Tata Letak Fasilitas ( sisi udara, sisi darat )
d. Tahapan Pelaksanaaan Pembangunan.
e. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan.
f. Daerah Lingkungan Kerja.
g. Daerah Lingkungan Kepentingan.
h. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
i. Batas Kawasan Kebisingan.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


11. Prasarana Sisi Darat
a. Bangunan terminal penumpang
b. Bangunan terminal cargo;
c. Tower
d. Bangunan operasional penerbangan;
e. Jalan masuk (acces road);
f. Parkir kendaraan bermotor;
g. DPPU
h. Bangunan kargo;
i. Bangunan administrasi/perkantoran;
j. marka dan rambu;
k. IPAL.

12. Prasarana sisi Udara


a. Runway;
b. Runway Strip;
c. Runway End Safety Area (RESA);
d. Stopway;
e. Clearway;
f. Taxiway;
g. Apron;
h. Marka dan Rambu;
i. Taman Pengamatan Cuaca ( Meteorologi )

BAB III

KARAKTERISTIK FASILITAS SISI UDARA

1. Apron

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Suatu area bandar udara di darat yang telah ditentukan untuk mengakomodasi pesawat
udara dengan tujuan naik turun penumpang, bongkar muat kargo, penumpang, surat,
pengisian bahan bakar, parkir, atau pemeliharaan pesawat udara

a. Jenis Apron
• Apron penumpang, untuk naik-turun penumpang
• Apron kargo, untuk bongkar-muat kargo
• Apron hanggar, untuk perawatan pesud
• Apron isolasi, bila ada pembajakan pesud
• Apron holding, tempat pesud menunggu giliran untuk tinggal landas

a. Ketentuan Apron
Aircraft parking position taxilane harus dipisahkan dari objek apapun dengan
jarak tidak kurang dari yang telah ditentukan dengan menggunakan Tabel 6.9-
a. Kemiringan posisi parkir pesawat tidak boleh lebih dari 1%.

b. Kemiringan bagian apron lain yang manapun harus sesuai agar bisa
digunakan dengan baik tanpa mengakibatkan genangan air pada
permukaan apron, tetapi tidak boleh lebih dari 2%.
c. Dengan mengacu pada Paragraf di atas kelandaian apron harus dalam
posisi sedemikian sehingga kemiringan tidak turun menuju gedung
terminal.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


d. Jika kemiringan menuju gedung terminal tidak dapat dihindari, maka
harus disediakan drainase apron untuk mengarahkan bahan bakar yang
tercecer menjauh dari gedung-gedung dan struktur lain yang
berdampingan dengan apron.
e. Jika saluran air hujan juga dapat mengumpulkan bahan bakar yang
tumpah dari area apron, maka harus disediakan perangkap nyala (flame
trap) atau lubang pencegat (interceptor pit) untuk mengisolasi dan
mencegahnya masuk ke area lain.
f. Daya dukung apron setidaknya harus sama dengan kekuatan runway,
mengingat fakta bahwa apron akan menjadi subjek dari kepadatan lalu
lintas yang sangat tinggi, sebagai akibat dari pergerakan yang lambat
dan pesawat yang diam, dan dari tekanan yang lebih tinggi dari runway
dimana apron digunakan.
g. Pada apron dimana disediakan jalan yang telah diberi marka untuk
pergerakan kendaraan-kendaraan di permukaan, jika memungkinan,
kendaraan-kendaran yang berjalan diatasnya berada pada jarak
sekurangnya 3 m dari pesawat udara apapun yang diparkir dalam posisi
parkir pesawat.

2. Clearway
Suatu area tertentu di ujung take-off run yang tersedia di atas daratan atau perairan
di bawah kendali operator bandar udara yang disiapkan sebagai daerah yang sesuai
untuk pesawat udara initial climb ke suatu ketinggian tertentu
a. Ketentuan Clearway
1. Sebuah clearway, terdiri dari area datar berbentuk persegi panjang yang
bersih dari gangguan, yang harus disediakan di bagian akhir dari sebuah
runway sehingga sebuah pesawat udara yang lepas landas dapat membuat
bagian awal gerakan menanjak sampai 35 kaki (10,7 m) diatas tanah pada
bagian akhir dari clearway.
2. Sebuah clearway, terdiri dari area datar berbentuk persegi panjang yang
bersih dari gangguan, yang harus disediakan di bagian akhir dari sebuah

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


runway sehingga sebuah pesawat udara yang lepas landas dapat membuat
bagian awal gerakan menanjak sampai 35 kaki (10,7 m) diatas tanah pada
bagian akhir dari clearway.
3. Clearway harus dimulai di bagian akhir dari take-off run available pada
runway.
4. Lebar dari sebuah clearway tidak boleh kurang dari:
a. JikaCode Number runway adalah 3 atau 4; - 150 m;
b. Jika Code Number runway adalah 2; 80 m; dan
c. Jika Code Number runway adalah 1-; 60 m.

5. Permukaan di bawah clearway tidak boleh mencuat ke atas dengan


kemiringan sebesar 1.25% terhadap bidang datar, yang merupakan batas
bawah dari garis horisontal yang:
a. tegak lurus pada dataran vertikal yang menjadi tempat bagi garis
tengah runway.
b. melalui suatu titik yang terletak pada garis tengah runway (runway
centreline) di ujung jarak luncur take-off yang tersedia (take-off
run available); dan
c. perubahan kemiringan secara curam harus dihindari ketika
kemiringan diatas tanah pada sebuah clearway ukurannya relatif
kecil atau kemiringan rata-rata mengarah keatas.

Dalam keadaan seperti itu, di dalam bagian clearway yang berada didalam jarak
22,5 m atau setengah dari lebar runway yang mana pun lebih besar pada masing-
masing sisi dari perpanjangan garis tengah, maka kemiringan, perubahan
kemiringan dan transisi dari runway ke clearway secara umum harus sesuai
dengan kemiringan, perubahan kemiringan dan transisi yang terdapat pada
runway yang berhubungan dengan clearway itu.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Suatu clearway harus bebas dari objek tetap atau objek bergerak selain alat bantu
visual dan alat bantu navigasi untuk menuntun pesawat udara atau kendaraan lain.
Semua benda tetap yang diijinkan berada diatas clearway harus memiliki massa
yang rendah dan rapuh (frangible mounted).

3. Runway
Suatu daerah persegi empat yang ditetapkan pada Bandar Udara yang dipersiapkan
untuk kegiatan pendaratan (landing) dan lepas landas(take-off) pesawat udara

a. Karakteristik runway
1. Threshold secara normal terletak di ujung-ujung runway kecuali jika
pertimbangan-pertimbangan operasional membenarkan pilihan lokasi lainnya;
2. Panjang dari runway harus cukup untuk memenuhi persyaratan operasional
pesawat udara yang direncanakan.
3. lebar dari sebuah runway harus tidak kurang dari yang telah ditentukan dalam
Tabel dibawah

4. Jarak minimum antara runway yang sejajar

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


• Untuk runway parallel non-instrumen digunakan secara simultan, jarak
pemisahan minimum antara garis tengah - garis tengah runway tersebut
tidak boleh kurang dari:
a. 210 m untuk runway dengan Code Number tertinggi 3 atau 4;
b. 150 m untuk runway dengan Code Number tertinggi 2; dan
c. 120 m untuk runway dengan Code Number masing-masing runway
adalah 1.
• Untuk runway parallel non-instrumen digunakan secara simultan, jarak
pemisahan minimum antara garis tengah - garis tengah runway tersebut
tidak boleh kurang dari:
a. 210 m untuk runway dengan Code Number tertinggi 3 atau 4;
b. 150 m untuk runway dengan Code Number tertinggi 2; dan
c. 120 m untuk runway dengan Code Number masing-masing
runway adalah 1.
5. Kemiringan Memanjang Runway (Runway Longitudinal Slope)
• kemiringan runway secara keseluruhan, ditentukan dengan cara membagi
selisih antara elevasi maksimum dan minimum di sepanjang garis tengah
runway dengan panjang runway, hasilnya harus tidak lebih dari :
a. jika Code Numberrunway adalah 3 atau 4 - 1%; atau
b. jika Code Number runway adalah 1 atau 2 - 2%.
• kemiringan memanjang (longitudinal slope) di sepanjang bagian-bagian
dari runway tidak lebih boleh lebih dari :
a. jika Code Number runway adalah 4 - 1,25%; atau
b. jika Code Number runway adalah 3 - 1,5%; atau
c. jika Code Number runway adalah 1 atau 2 - 2%.
d. Jika Code Number runway adalah 3 dan 4, kemiringan memanjang
(longitudinal slope) di sepanjang seperempat bagian pertama dan
terakhir dari runway tidak boleh lebih dari 0,8%.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


6. Kemiringan Memanjang Runway (Runway Longitudinal Slope)

7. Jarak pandang runway

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


8. Kemiringan Melintang runway
9. Bahu Runway

a. Karakteristik Bahu Runway


• Sama lebar dikedua sisi;
• Miring ke arah bawah dan menjauh dari permukaan runway.
• tahan terhadap erosi semburan mesin pesawat udara;
• Kemiringan melintang (transverse slope) pada bahu runway tidak
boleh lebih dari 2,5%.
• Jika runway memiliki kode huruf F, maka bahu harus disediakan, dan
jumlah lebar runway dan bahu tersebut tidak kurang dari 75 m.
• Jika sebuah runway memiliki Code Number D atau E, bahu harus
disediakan dan jumlah lebar runway dan bahu tersebut tidak boleh
kurang dari 60 m
• Jika sebuah runway memiliki lebar 30 m dan digunakan untuk pesawat
udara bertempat duduk penumpang 100 orang atau lebih, bahu harus

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


disediakan dan jumlah lebar runway dan bahu tersebut tidak boleh
kurang dari 36 m

10. Runway Strip

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


11. Drainase Runway

a. Air hujan yang turun di atas runway akan meresap dan bila tanah telah
jenuh, akan menjadi air permukaan yang mengalir ke drainase

b. Terletak di kedua sisi runway,di luar runway strip

c. Kemiringan drainase harus dipelihara agar air hujan cepat pergi dan
tidak menggenangi runway

d. Runway yang tergenang air dapat menyebabkan hydroplaning

e. Drainase yang buruk menyebabkan shoulder runway basah / lunak

4. RESA ( Runway End Safety Area)

Suatu daerah simetris di sekitar perpanjangan garis tengah landas pacu (runway
centreline) dan berbatasan dengan ujung strip landas pacu, yang utamanya ditujukan
untuk mengurangi risiko kerusakan pada pesawat udara akibat undershooting atau

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


overrunning; dan juga memungkinkan pesawat udara yang mengalami overrunning
dapat mengurangi kecepatan dan pesawat udara yang mengalami undershooting dapat
meneruskan pendekatannya (approach) atau pendaratannya.

a. Ketentuan RESA
• Panjang minimum RESA harus berukuran 90 m dimana runway yang berkaitan
sesuai untuk pesawat udara dengan Code Number 3 atau 4. Panjang tambahan
bagi RESA perlu disediakan, khususnya pada aerodrome internasional, sebagai
berikut:
a. jika nomor kode runway adalah 3 atau 4 — 240m; atau.
b. jika nomor kode runway adalah 1 atau 2 — 120 m.

• Sebuah runway end safety area dapat memanjang dari akhir sebuah runway
strip sampai ke suatu jarak yang paling sedikit:
a. 240 m jika Code Number adalah 3 atau 4;
b. 120 m jika Code Number adalah 1 atau 2 dan runway adalah runway
instrumen; dan
c. 30 m jika Code Number adalah 1 atau 2 dan runway adalah jenis non-
instrumen.
d. Lebar dari RESA harus tidak kurang dari dua kali lebar dari runway yang
berhubungan.
e. Lebar dari runway end safety area dapat sama ukurannya dengan lebar
bagian yang ditingkatkan (graded portion) dari runway strip yang
berhubungan.
f. Kemiringan memanjang yang mengarah ke bawah (downward
longitudinal slope) pada sebuah RESA tidak boleh lebih dari 5%.
g. Kemiringan melintang (transverse slope) dari sebuah RESA tidak boleh
lebih dari 5% baik mengarah ke atas atau ke bawah.
h. RESA harus bersih dari objek tetap, selain dari pada alat bantu visual
atau alat bantu navigasi sebagai pemandu pesawat udara atau kendaraan.
i. Seluruh objek tetap yang diperkenankan berada pada RESA harus
memiliki massa yang rendah dan rapuh (frangible mounted).

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


j. RESA harus bersih dari objek bergerak yang dapat membahayakan bagi
pesawat udara pada saat runway digunakan untuk mendarat maupun
lepas landas

5. Stopway

Daerah persegi empat di atas permukaan tanah di ujung take-off run yang disediakan
sebagai tempat yang sesuai dimana pesawat udara dapat berhenti pada saat terjadi
kegagalantake-off.

a. Ketentuan Stopway

• Setiap keputusan dalam menyediakan satuan panjang untuk stopway adalah


keputusan bersifat ekonomi bagi operator aerodrome, tetapi setiap stopway yang
disediakan harus terletak sedemikian rupa sehingga ia berada , dan berakhir di 60
m sebelum ujung runway strip.

• Lebar dari stopway harus sama lebar dengan runway yang berhubungan
dengannya.

• Jika memungkinkan, kemiringan dan perubahan kemiringan pada stopway harus


sama dengan yang berlaku pada runway yang berkaitan dengannya, kecuali
bahwa:

a. batasan kemiringan 0,8% untuk seperempat bagian pertama dan yang


terakhir dari panjang sebuah runway tidak perlu diterapkan pada stopway;
dan

b. pada persimpangan antara stopway dan runway dan di sepanjang stopway


tingkat perubahan kemiringan maksimal dapat dinaikkan sampai 0,3% per
30 m (lengkungan dengan radius minimum 10.000 m

6. Threshold
Bagian awal dari porsi landas pacu yang digunakan untuk pendaratan.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


7. Klasifikasi Landas Pacu
a. Ketentuan

1. Kode nomor untuk elemen 1 harus ditentukan dari kolom 1 tabel di bawah.
Kode Nomor yang berhubungan dengan nilai tertinggi referensi panjang
landas pacu pesawat udara yang, inginkan untuk dipilih
2. Kode Huruf untuk elemen 2 harus ditentukan dari kolom 3 tabel di bawah.
Kode huruf, yang berhubungan dengan lebar sayap terbesar, atau jarak
terjauh antar roda-roda utama terluar, mana yangakan menghasilkan kode
hurufpesawat udara yang lebih membutuhkan (more demanding code letter) di
antara pesawat-pesawat udara lainnya yang untuknya fasilitas tersebut akan
digunakan, maka kode tersebutlah yang dipilih
3. Informasi nomor Kode Referensi Aerodrome untuk setiap landas pacu yang
ada pada suatu Bandar Udara harus disediakan untuk dipublikasikan dalam
AIP Indonesia. Untuk Bandar Udara bersertifikat, informasi huruf Kode
Referensi Bandar Udara untuk setiap runway dan taxiway harusditetapkan
pada Manual Bandar Udara

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


4. Kecuali disetujui oleh Ditjen Hubud, operator Bandar Udara harus
memelihara landas pacu dan taxiway sesuai dengan standar untuk Kode
Referensi Aerodrome yang berlaku yang ditetapkan dalam MOS ini bagi
runway atau taxiway tersebut

b. Panjang landas pacu yang diperlukan


1. Panjang dasar pesud yang akan beroperasi
2. Koreksi panjang dasar berdasarkan :
- elevasi lokasi bandara terhadap muka laut
- suhu /temperatur di lokasi bandara
- kemiringan /slope landas pacu di lokasi
3. Nilai kumulatif

c. Panjang dasar Landas pacu dan koreksi


1. Panjang runway yang diperlukan tiap pesud dibuat oleh pabrik pembuat:
- sea level
- zero wind
- zero slope
- standard temperature 15 derajat Celsius
2. Koreksi elevasi, temperatur, slope:
-tiap kenaikan elevasi 300 m, panjang dasar
ditambah 7%
-tiap beda 1derajat Celsius, tambah 1 %
-tiap beda slope 1%, koreksi tambah 7-10%

8. Declared Distance
Declared distances adalah jarak-jarak operasional yang diberitahukan kepada
penerbang untuk tujuan take-off, landing atau pembatalan take-off dengan aman. Jarak
ini digunakan untuk menentukan apakah runway cukup untuk take-off atau landing
seperti yang diinginkan atau untuk menentukan beban maksimum yang diijinkan untuk
landing atau take-off

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


a. Take-off run available (TORA)
didefinisikan sebagai panjang runway tersedia bagi pesawat udara untuk
meluncur di permukaan pada saat take off. Pada umumnya ini adalah panjang
keseluruhan dari runway; tidak termasuk SWY atau CWY. TORA = Panjang
RWY

b. Take-off distance available (TODA)


didefinisikan sebagai jarak yangtersedia bagi pesawat udara untuk
menyelesaikan ground run, lift-off dan initial climb hingga 35 ft. Pada umumnya
ini adalah panjang keseluruhan runway ditambah panjang CWY. Jika tidak ada
CWY yang ditentukan, bagian dari runway strip antara ujung runway dan ujung
runway strip dimasukkan sebagai bagian dari TODA. Setiap TODA harus
disertai dengan gradien take off bebas hambatan (obstacle clear take-off
gradient) yang dinyatakan dalam persen. TODA =TORA + CWY

c. Accelerate-stop distance available (ASDA)


didefinisikan sebagai panjang jarak meluncur take off yangtersedia (length of the
take-off run available) ditambah panjang SWY. CWY tidak termasuk di
dalamnya.
ASDA = TORA + SWY

d. Landing distance available (LDA)


didefinisikan sebagai panjang dari runway yang tersedia untuk meluncur pada
saat pendaratan pesawat udara. LDA dimulai dari runway threshold. Baik SWY
maupun CWY tidak termasuk di dalamnya.
LDA = Panjang RW (jika threshold tidak digantikan)

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B
9. Taxiway

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B
• Kemiringan Memanjang Taxiway (Taxiway Longitudinal Slope) sepanjang
bagian taxiway manapun tidak boleh lebih dari:
a. Jika huruf kode taxiway C, D, E atau F – 1,5%;
b. Jika kode huruf taxiwayA atau B – 3,0%

• Kemiringan melintang (transverse slope) pada bagian taxiway manapun harus


memadai untuk mencegah genangan air dan tidak boleh kurang dari 1,0% dan
tidak lebih dari:
a. Jika huruf kode taxiway C, D, E atau F – 1,5%; dan
b. Jika huruf kode taxiway A atau B – 2,0%.

• Jarak pandang yang tidak terhalangi sepanjang permukaan taxiway, dari titik
di atas taxiway, tidak boleh kurang dari jarak yang telah ditentukan
menggunakan Tabel 6.7-6.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


• Daya dukung taxiway setidaknya harus sama dengan Daya dukung runway
dilayani, karena pertimbangan fakta bahwa taxiway akan mernerima
kepadatan lalu lintas yang lebih banyak dan sebagai akibat dari pesawat udara
yang bergerak lambat dan diam, maka tekanannya akan lebih tinggi dari pada
tekanan di runway

Bahu taxiway
• Jika huruf kode taxiway adalah C, D, E atau F dan digunakan oleh pesawat
udara bermesin jet maka taxiway harus disertai dengan bahu.
• Lebar keseluruhan taxiway dan bahu-bahunya pada bagian yang lurus tidak
kurang dari:
a. 60 m jika kode hurufnya F;
b. 44 m jika kode hurufnya E;
c. 38 m jika kode hurufnya D; dan
d. 35m jika kode hurufnya C.

• Jika taxiway dimaksudkan untuk pesawat jet berbadan lebar, seperti pesawat A-
380 atau pesawat sejenis dengan mesin yang menggantung diatas bahu taxiway
– dilapis (sealed) hingga lebar setidaknya 3 meter pada
• Jika taxiway digunakan untuk pesawat dengan kode huruf yang lebih besar
(yaitu pesawat dengan kode huruf E di taxiway berkode huruf D) dan mesin
yang menggantung di atas bahu – ditutup hingga lebar setidaknya 3 meter pada
kedua sisi taxiway

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Strip Taxiway
• Lebar strip taxiway disepanjang taxiway pada masing-masing sisi garis tengah
taxiway tidak boleh kurang dari:
a. Jika kode huruf taxiway F – 57,5 m; atau
b. Jika kode huruf taxiway E – 47,5 m; atau
c. Jika kode huruf taxiway D – 40,5 m; atau
d. Jika kode huruf taxiway C – 26 m; atau
e. Jika kode huruf taxiway B –21,5 m; atau
f. Jika kode huruf taxiway A – 16,25 m
• Lebar Graded Area pada suatu taxiway strip di setiap sisi dari garis tengah
taxiway tidak boleh kurang dari :
a. Jika kode huruf taxiway F- 30 m; atau
b. Jika kode huruf taxiway E - 22 m; atau
c. Jika kode huruf taxiway D – 19 m; atau
d. Jika kode huruf taxiway C atau B - 12,5 m; atau
e. Jika kode huruf taxiway A - 11 m.
• Graded Area pada strip taxiway tidak boleh memiliki kemiringan melintang
(transverse slope) ke atas lebih dari:
a. Jika kode huruf taxiway C, D, E dan F – 2,5%; atau
b. Jika kode huruf taxiway A atau B – 3%;
c. Sudut Kemiringan ke atas diukur relatif terhadap kemiringan melintang
permukaan taxiway yang berdekatan dan bukan dengan horisontalnya.
d. Sudut Kemiringan Melintang kebawah dari Graded Area pada strip
taxiway tidak boleh lebih dari 5.0%, jika diukur sehubungan dengan
horizontalnya.
e. Bagian pada strip taxiway diluar Graded Area tidak boleh lebih dari
5.0% jika diukur relative terhadap horizontalnya.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B


Apron harus diposisikan sehingga pesawat udara yang diparkir diatasnya tidak
melanggar permukaan batas rintangan, dan terutama permukaan transisional.

Dany Wahyu Nugroho_G.III.09.15.028_D.III.TNU VIII B

Anda mungkin juga menyukai