Penyalah gunaan obat.
Penyalah gunaan obat (drug abuse) dan penggunaan obat yang salah (drug misuse).
Penyalah gunaan obat : adalah keadaan di mana obat digunakan secara berlebihan ( Over
Dosis) tanpa tujuan medis( tanpa dibawah pengawasan dokter) atau indikasi tertentu,
sehingga menyebabkan ketagihan bahkan menyebabkan kematian.
Sebagai mana kita ketahui bahwa obat itu adalah racun, jadi tidak boleh diminum
sembarangan.
Penggunaan obat yang salah : adalah keadaaan dimana penggunaan obat secara tidak
tepat, yang biasanya disebabkan karena pengguna tidak tahu bagaimana cara penggunaan
obat yang benar.
Penyalahgunaan obat terjadi secara luas di berbagai belahan dunia. Obat yang
disalahgunakan bukan saja semacam cocain, atau heroin, namun juga obat-obat yang biasa
diresepkan.
Penyalahgunaan obat ini terkait erat hubungannya dengan masalah toleransi, adiksi
atau ketagihan, yang selanjutnya bisa berkembang menjadi ketergantungan obat (drug
dependence).
Pengguna umumnya sadar bahwa mereka melakukan kesalahan, namun mereka sudah tidak
dapat menghindarkan diri lagi.
Di Amerika, penyalahgunaan obat yang diresepkan meningkat cukup tajam dalam dua
dekade terakhir ini. Data dari sebuah lembaga farmasi di sana menyatakan bahwa sedikitnya
50 juta orang Amerika pernah menggunakan sedikitnya satu jenis obat psikotropika, dan 7
juta orang yang berusia di atas 12 tahun menggunakan obat ini bukan untuk tujuan medis. Hal
ini diduga tidak akan berbeda jauh dengan di Indonesia, dimana penyalahgunaan obat-obat
psikotropika dan obat-obat lainnya meningkat tajam.
Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek
sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi.
Contohnya: :
1. Penggunaan Misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah
tukak lambung/gangguan
lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena bersifat
memicu kontraksi rahim.
2. Penggunaan Profilas (Ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk
profilaksis asma, sering digunakan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak .
3. Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk
mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi Karisoprodol, suatu muscle relaxant, yang
digunakan untuk melemaskan ketegangan otot. Laporan menarik ini datang dari
Denpasar dari seorang sejawat. Menurut informasi, dokter meresepkan Somadryl, dan
yang menebusnya di apotek adalah “germo”nya, dan ditujukan untuk para PSK agar
lebih kuat “bekerja”
4. C.T.M. efek sampingnya digunakan sebagai obat tidur.
Toleransi yang dipelajari (learned tolerance) artinya pengurangan efek obat dengan
mekanisme yang diperoleh karena adanya pengalaman terakhir.
Bagaimana farmakoterapinya?
Penghentian penyalah-gunaan obat memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi, yang
melibatkan pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis. Disini hanya akan dibahas
mengenai farmakoterapi (terapi menggunakan obat) bagi keadaan yang terkait dengan
ketergantungan obat.
Kondisi yang perlu diatasi secara farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat ada
dua, yaitu kondisi intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat (“sakaw”). Dengan
demikian, sasaran terapinya bervariasi tergantung tujuannya:
1. Terapi pada intoksikasi/over dosis tujuannya untuk mengeliminasi obat dari tubuh,
menjaga fungsi vital tubuh
2. Terapi pada gejala putus obat tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala
supaya tidak semakin parah, sehingga pasien tetap nyaman dalam menjalani program
penghentian obat.
Tentunya masing-masing golongan obat memiliki cara penanganan yang berbeda, sesuai
dengan gejala klinis yang terjadi. Di bawah ini disajikan tabel ringkasan terapi intoksikasi
pada berbagai jenis obat yang sering disalahgunakan.