Anda di halaman 1dari 21

PERMAINAN TRADISIONAL BALOGO DI MATA

GENERASI Z MAN INSAN CENDEKIA TANAH LAUT

Disusun oleh:
MUHAMMAD RIZKY RAMADHANI NOOR
NIM 2010118210038

Dosen Pengampu:
Dr. RUSMA NOORTYANI M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 JUDUL PENELITIAN


PERMAINAN TRADISIONAL BALOGO DI MATA GENERASI Z MAN
INSAN CENDEKIA TANAH LAUT

1.2 LATAR BELAKANG

Seiring berjalannya waktu, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi di era globalisasi telah mengubah pandangan semua orang. Piotr
Sztompka (1993) berpendapat bahwa globalisasi menimbulkan bahaya dan
harapan. Proses globalisasi yang meliputi semua aspek kehidupan modern
(ekonomi, politik, sosial dan kultural) tercermin dalam kesadaran sosial. Cara
seseorang dalam memahami dunia lokal dan dunia keseluruhan telah
mengalami perubahan sangat besar. Hal ini tentu membawa dampak besar
dalam gaya hidup serta nilai sosial budaya yang ada pada diri seseorang.

Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola


kehidupan dan hiburan baru, mau tidak mau memberikan dampak tertentu
terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia, termasuk kelestarian
berbagai ragam permainan tradisional anak-anak. Situasi semacam ini, bagi
sementara kalangan, membuat berbagai jenis permainan tradisional anak yang
menjadi aset budaya, semakin terasa perlu diperhatikan kehadirannya
(Sukirman, 2005).

Keberadaan permainan modern di tengah masyarakat dapat dikatakan


mampu mengubah permainan tradisional yang sudah membudaya perlahan-
lahan menjadi hilang dalam kehidupan masyarakat. Permainan tradisional
bukan semata-mata permainan saja. Namun, di dalamnya terdapat unsur
budaya yang melekat kuat dan harus terus dilestarikan. Permainan tradisional
anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh,
karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap
2

perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari.


Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur
kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu
kebudayaan. Oleh karena itu, permainan tradisional anak-anak juga dapat
dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk
mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangah kumpulan
masyarakat yang lain (Sukirman, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian dari Bencsik, Csikos, dan Juhez (2016)


menyimpulkan bahwa anak-anak yang terlahir antara rentang tahun 1995-2010
tergolong sebagai generasi Z. Generasi Z adalah generasi global pertama yang
nyata. Teknologi tinggi dalam darah mereka telah tumbuh di lingkungan yang
tidak pasti dan kompleks yang menentukan pandangan mereka tentang
pekerjaan, belajar dan dunia. Mereka memiliki harapan yang berbeda di
tempat kerja mereka, berorientasi karir, generasi profesional yang ambisius,
memiliki kemampuan teknis dan pengetahuan bahasa pada tingkat tinggi (Dill,
2015).

Bagi generasi Z informasi dan teknologi adalah hal yang sudah


menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana akses
terhadap informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya global, sehingga
hal tersebut berpengaruh terhadap nilai – nilai, pandangan dan tujuan hidup
mereka. (Bencsik & Machova, 2016).

Padahal, permainan tradisional memiliki banyak sekali manfaat bagi


seorang anak. Dalam pembentukan karakter seorang anak, permainan
tradisional adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau alat
permainan yang mengandung nilai pendidikan untuk mengembangkan aspek
kemampuan anak (Rofi’e, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
permainan anak tradisional dapat menstimulasi anak dalam mengembangkan
kerjasama, kerja keras, saling berinteraksi, mengembangkan sikap empati serta
menghargai orang lain (Kurniati, 2011).
3

Dengan adanya perkembangan globalisasi secara signifikan, permainan


tradisional semakin jarang dimainkan oleh generasi muda. Salah satu
permainan tradisional yang mengalami kemunduran adalah permainan
tradisional balogo. Permainan Balogo merupakan salah satu jenis permainan
tradisional suku banjar di Kalimantan Selatan. Permainan tradisional ini
dilakukan oleh anak-anak, remaja dan dewasa laki-laki (Soenarto, 1981).
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengangkat judul penelitian
“PERMAINAN TRADISIONAL BALOGO DI MATA GENERASI Z MAN
INSAN CENDEKIA TANAH LAUT” sebagai bentuk pemaparan pendapat
anak-anak mengenai budaya permainan tradisional balogo yang berlokasi di
MAN Insan Cendekia Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.

1.3 BATASAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan Generasi Z MAN Insan
Cendekia Tanah Laut terhadap keberadaan permainan tradisional balogo.

Pandangan Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut terhadap


keberadaan permainan tradisional balogo masih terlalu luas untuk
dideskripsikan. Hal ini membuat peneliti hanya mengangkat topik
pembahasan untuk mendeskripsikan bagaimana tingkat kecenderungan
Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut dalam menyukai permainan
tradisional balogo dan permainan baru yang dibawa oleh arus globalisasi.

1.4 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini
adalah

1. Bagaimana tingkat kecenderungan Generasi Z MAN Insan Cendekia


Tanah Laut dalam menyukai permainan tradisional balogo dan
permainan baru yang dibawa oleh arus globalisasi?
4

2. Apakah Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut lebih menyukai


permainan tradisional balogo atau lebih menyukai permainan baru
yang dibawa oleh arus globalisasi?

1.5 HIPOTESIS
Generasi Z merupakan generasi yang dikenal sebagai I-Generation.
Bagi generasi Z, informasi dan teknologi adalah hal yang sudah menjadi
bagian dari kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana akses terhadap
informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya global. Hal tersebut
mengakibatkan Generasi Z lebih cenderung menyukai budaya-budaya baru
yang dibawa oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi di era
globalisasi dan kurang menyukai budaya-budaya tradisional yang sudah ada.

1.6 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pandangan
Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut mengenai:

1. Tingkat kecenderungan Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut


dalam menyukai permainan tradisional balogo dan permainan baru
yang dibawa oleh arus globalisasi
2. Apakah Generasi Z MAN Insan Cendekia Tanah Laut cenderung lebih
menyukai permainan tradisional balogo atau lebih menyukai
permainan baru yang dibawa oleh arus globalisasi.

1.7 MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
5

1. Penelitian ini berguna untuk mengetahui respon Generasi Z MAN Insan


Cendekia Tanah Laut terhadap permainan tradisional balogo di tengah
gencarnya berbagai bentuk permainan modern.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk memperkaya
penelitian dalam memahami kebudayaan tradisional.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk memperluas
wawasan maupun sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian
Tradisi, maka keberadaan permainan tradisional balogo di era globalisasi
perlu diperhatikan, dilestarikan, dikembangkan, dan dilindungi dari
kepunahan.

2.2 TINJAUAN PUSTAKA


2.2.1 Globalisasi dalam Kehidupan
Seiring dengan berjalannya waktu, globalisasi telah
mengakibatkan berbagai macam perubahan dalam masyarakat.
Globalisasi menimbulkan bahaya dan harapan. Proses globalisasi yang
meliputi semua aspek kehidupan modern (ekonomi, politik, sosial dan
kultural) tercermin dalam kesadaran sosial. Cara seseorang dalam
memahami dunia lokal dan dunia keseluruhan telah mengalami
perubahan sangat besar. Hal ini tentu membawa dampak besar dalam
6

gaya hidup serta nilai sosial budaya yang ada pada diri seseorang
(Sztompka, 1993).

Globalisasi yang terjadi di Indonesia tentu sangat berdampak


pada seluruh aspek kehidupan, khususnya aspek kebudayaan dan adat
istiadat yang ada di Indonesia.

2.2.2 Generasi Z
Generasi Z adalah generasi global pertama yang nyata.
Teknologi tinggi dalam darah mereka telah tumbuh di lingkungan yang
tidak pasti dan kompleks yang menentukan pandangan mereka tentang
pekerjaan, belajar dan dunia. Mereka memiliki harapan yang berbeda di
tempat kerja mereka, berorientasi karir, generasi profesional yang
ambisius, memiliki kemampuan teknis dan pengetahuan bahasa pada
tingkat tinggi (Dill, 2015).

Bagi generasi Z informasi dan teknologi adalah hal yang sudah


menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana
akses terhadap informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya
global, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap nilai – nilai,
pandangan dan tujuan hidup mereka. (Bencsik & Machova, 2016).

Berdasarkan penelitian Bencsik, Csikos, dan Juhez (2016),


menunjukkan masuknya Generasi Z kedalam kelompok generasi, yang
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Generasi
Tahun Kelahiran Nama Generasi
1925-1946 Veteran generation
1946-1960 Baby boom generation
1960-1980 X generation
1980-1995 Y generation (Generation Milineal)
1995-2010 Z generation
2010+ Alfa generation
7

Enam kelompok generasi tersebut memiliki karakteristik yang


berbeda–beda. Generasi paling muda yang baru memasuki angkatan
kerja adalah generasi Z, disebut juga I-Generation atau generasi
internet. Hal ini mengakibatkan generasi Z cenderung lebih menyukai
budaya-budaya baru yang dibawa oleh arus globalisasi daripada budaya
tradisional

2.2.3 Permainan Tradisional di Era Globalisasi


Perkembangan globalisasi di Indonesia telah merambat ke
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Tidak hanya merambat di
bidang sosial, ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan tetapi juga
merambat pada kebudayaan masyarakat Indonesia.
Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola
kehidupan dan hiburan baru, mau tidak mau memberikan dampak
tertentu terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia,
termasuk kelestarian berbagai ragam permainan tradisional anak-anak.
Situasi semacam ini, bagi sementara kalangan, membuat berbagai jenis
permainan tradisional anak yang menjadi aset budaya, semakin terasa
perlu diperhatikan kehadirannya (Sukirman, 2005).

Riva (2012) menjelaskan bahwa keberadaaan aneka


permainan tradisional tergusur oleh mainan modern karena gebrakan
teknologi dalam beberapa tahun terakhir yang membuat permainan
tradisional tersebut menghilang. Hanya beberapa jenis permainan saja
yang masih dimainkan oleh masyarakat di desa tertentu. Padahal, Riva
(2012) berpendapat bahwa bermain merupakan salah satu kebutuhan
bagi anak, tidak sebagaimana anggapan sebagian orang bahwa bermain
hanya membuang waktu, sebenarnya banyak keuntungan yang didapat
seorang anak dalam bermain.
Perkembangan globalisasi yang telah terjadi, memberikan
banyak sekali dampak pada aspek kebudayaan yang ada di Indonesia.
8

Salah satu aspek kebudayaan yang mulai memudar dari mata generasi
muda Indonesia adalah di bidang permainan tradisional.

2.2.4 Permainan Modern dan Permainan Tradisional


Seiring dengan berkembangnya teknologi di era globalisasi,
permainan modern juga berkembang dengan pesat. Permainan modern
berkembang di masyarakat dengan cepat karena perusahan permainan
mengeluarkan model-model permainan yang baru untuk menarik para
pecinta permainan modern (Husnan, 2009).
Sebelum teknologi berkembang, perminan modern lebih sulit
dijumpai dikalangan masyarakat pedesaan. Namun, dengan
perkembangan jaman dan teknologi, pertumbuhan perokonomian
masyarakat desa pun ikut berkembang. Hal ini menyebabkan
masyarakat desa mulai mengenal dunia teknologi terutama pada anak-
anak yang memiliki sifat keinginan untuk mengetahui lebih tinggi
daripada orang dewasa.
Husnan, (2009) menyatakan bahwa perbedaan permainan
modern dan tradisional sangatlah mencolok mulai dari cara bermain dan
alat-alat yang digunakan. Permainan tradisional banyak mengunakan
alat-alat yang sederhana bahkan tanpa alat pun bisa di mainkan,
sedangkan permainan modern tanpa alat teknologi tidak bisa di
mainkan dan dampak negatif permainan tradisional tidak berbahaya
dibandingkan dengan permainan modern. Permainan modern pada saat
ini hampir sama dengan sabu-sabu, narkoba yang mana pemain bisa
kecanduan dengan game-game yang dimainkan. Jika dirata-ratakan
perharinya seorang anak yang kecanduan dapat bermain lebih dari 2.5
jam (Husnan, 2009).

2.2.5 Manfaat Permainan Tradisional


Permainan tradisional sesungguhnya dapat menumbuhkan
sikap dan karakter yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
9

Walaupun permainan bagi orang dewasa hanya bermanfaat untuk


mengisi waktu luang, untuk anak-anak permainan menjadi aktivitas
sangat penting. Ditengah keasyikan bermain, pikiran, jasmani anak
tumbuh dan berkembang merealisasikan keseimbangan, kesempurnaan
antara aktivitas sosial, daya imajinasi dan nalar (Suwaid, 2009).
Permainan tradisional menurut Mulyani (2016) antara lain :
(1) anak menjadi lebih kreatif, (2) bisa digunakan sebagai terapi
terhadap anak, (3) mengembangkan kecerdasan intelektual anak, (4)
mengembangkan kecerdasan emosi antarpersonal anak, (5)
mengembangkan kecerdasan logika anak, (6) mengembangkan
kecerdasan kinestetik anak, (7) mengembangkan kecerdasan natural
anak, (8) mengembangkan kecerdasan spasial anak, (9)
mengembangkan kecerdasan musikal anak, dan (10) mengembangkan
kecerdasan spiritual anak.
Selain itu, permainan tradisional dapat digunakan sebagai
sarana atau alat permainan yang mengandung nilai pendidikan untuk
mengembangkan aspek kemampuan anak (Rofi’e, 2011). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa permainan anak tradisional dapat
menstimulasi anak dalam mengembangkan kerjasama, kerja keras,
saling berinteraksi, mengembangkan sikap empati serta menghargai
orang lain (Kurniati, 2011).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permainan
tradisional dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam
mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak. Selain itu,
permainan tradisional dapat mempengaruhi aspek-aspek pada diri anak
seperti aspek psikomotor, afektif, dan kognitif. Permainan tradisional
tidak hanya dapat mempengaruhi pembentukan fisik anak tetapi
permainan tradisional juga dapat membentuk karakter positif pada
seorang anak.

2.2.6 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan Tradisional


10

Setiap bentuk kegiatan dalam bermain ataupun permainan bagi


anak mempunyai nilai positif terhadap perkembangannya. Menurut
Nugroho (2005) nilai-nilai yang terkandung dalam permainan
tradisional adalah (1) Nilai demokrasi, (2) nilai pendidikan, (3) nilai
kepribadian, (4) nilai keberanian, (5) nilai kesehatan, (6) nilai
persatuan, dan (7) nilai moral. Unsur-unsur nilai budaya dalam
permainan tradisional menurut Dharmamulya (dalam Putri, 2016: 8)
yaitu (1) nilai kesenangan atau kegembiraan, (2) nilai kebebasan, (3)
rasa berteman, (4) nilai demokrasi, (5) nilai kepemimpinan, (6) rasa
tanggung jawab, (7) nilai kebersamaan dan saling membantu, (8) nilai
kepatuhan, (9) melatih cakap dalam berhitung, dan (10) nilai kejujuran
dan sportivitas.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permainan
tradisional memiliki nilai-nilai positif yang dapat ditanamkan pada
anak. Nilai-nilai tersebut yang semuanya merupakan nilai-nilai yang
sangat baik dan berguna dalam kehidupan anak. Permainan tradisional
juga dapat membantu anak dalam menjalin hubungan sosial sehingga
anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Permainan tradisional memiliki berbagai jenis permainan
seperti petak umpet, congkak, egrang, engklek, gobak sodor, balogo dll.
Penelitian ini berfokus pada permainan tradisional balogo.

2.2.7 Permainan Tradisional Balogo


Berikut penjelasan Akhmad Sugianto (2017) dari Universitas
Lambung Mangkurat mengenai permainan tradisional balogo. Balogo
adalah salah satu jenis permainan tradisional suku banjar di Kalimantan
Selatan. Balogo diambil dari kata “logo” karena permainan itu
menggunakan logo. Permainan balogo ini dimainkan oleh anak-anak
dan remaja laki-laki dengan jumlah pemain 2-6 orang. Logo terbuat dari
tempurung kelapa. Garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebalnya sekitar 1-2
cm. Kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan
11

aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk logo bermacam-
macam, ada yang bentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga,
laying-layang, daun dan bundar. Permainan harus dibantu dengan
sebuah alat yang disebut penapak atau kadang-kadang ada beberapa
daerah ada yang menyebutnya campai, yakni stik atau alat pemukul
yang panjang sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi penapak atau
campai adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan
merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain.
Permainan balogo dapat dilakukan satu lawan satu atau secara
beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang
“naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah yang
“pasang” (pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan). Jumlah
permainan beregu minimal 2 orang dan masimal 6 orang. Dengan
demikian, jumlah balogo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain
yang disepakati dalam permainan.
Cara memasang logo adalah dengan mendirikannya secara
berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Inti dari permainan ini
adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan
yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan
adalah yang keluar sebagai pemenang.

2.2.8 Nilai dan Manfaat dalam Permainan Tradisional Balogo


Nilai yang terkandung dalam permainan balogo adalah
keterampilan, kerja keras, kerjasama dan sportivitas. Nilai keterampilan
tercermin dari pemasangan logo yang memerlukan keahlian khusus.
Nilai kerja keras tercermin dari usaha para pemain untuk merobohkan
logo lawan. Nilai kerjasama tercermin tidak hanya dipemasangan logo,
tetapi juga tercermin dalam perobohan logo lawan. Nilai sportivitas
tercermin dari kerelaan pemain yang kalah.(Sugianto, 2017)
Selain itu, permainan tradisional ini dapat mengasah
kecerdasan pada seorang anak. Hal tersebut dapat dilihat dari
12

kecerdikan dan bijak dalam mengambil keputusan ketika sedang


bermain. Permainan ini juga dapat menumbuhkan sikap solidaritas dan
saling koordinasi dengan regu agar bisa memenangkan permainan ini.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

3.1.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.

3.1.2 Jenis Data


Berikut beberapa data yang akan peneliti dapatkan adalah:
a. Data primer
Data yang diperoleh secara langsung dari informan, yaitu hasil
jawaban dari angket yang telah disebarkan kepada narasumber.
b. Data Sekunder
1) Data jurnal literatur buku yang berkaitan dengan topik
penelitian.
2) Internet sebagai media dalam mencari referensi problematika,
studi komparator dan referensi yang terkait dengan
penelitian.
13

3.2 SETTING PENELITIAN

3.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dimulai pada bulan Januari 2021 hingga
bulan Maret 2021. Adapun rincian waktu dalam kegiatan penelitian
sebagai berikut.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian


No Waktu Kegiatan

1 November 2020 Pemilihan tema Penelitian

2 Januari 2021 Penyusunan proposal dan konsultasi


dengan pembimbing

3 Maret 2021 Pelaksanaan penelitian (Pengumpulan


data hingga pengolahan data)

3.2.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah MAN Insan
Cendekia Tanah Laut yang beralamat di Jl. Ahmad Yani km. 7, Kec.
Pelaihari, Kab. Tanah Laut, Prov. Kalimantan Selatan. Lokasi ini
dipilih oleh peneliti karena peneliti merupakan alumni peserta
didik dari sekolah tersebut.

3.2.3 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dalam
14

penelitian ini adalah siswa MAN Insan Cendekia Tanah Laut yang
tergolong dalam Generasi Z berjumlah 135 orang.
b. Sampel
Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan
diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya
(Soehartono, 2004). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
hanya Generasi Z laki-laki yang merupakan siswa MAN Insan
Cendekia Tanah Laut. Hal ini dikarenakan permainan balogo hanya
dimainkan oleh laki-laki.
Menurut Arikunto (2006) mengatakan bahwa “apabila
subjeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan populasi. Tetapi, jika jumlah subjek besar,
dapat diambil antara 10-15% atau 15-25% atau lebih.” Jadi, Peneliti
mengambil sampel 54 siswa dari 40 % jumlah keseluruhan siswa
MAN Insan Cendekia Tanah Laut dan Peneliti menggunakan teknik
random sampling dalam menentukan sampel pada penelitian ini.

3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik yang akan dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data
yang diinginkan menggunakan angket. Angket adalah daftar pertanyaan yang
diajukan secara tertulis kepada reponden (penjawab). Peneliti disini
menggunakan angket tertutup. Angket tertutup adalah angket yang
jawabannya sudah tersedia, responden hanya memilih jawaban yang sesuai.
Angket terdiri atas pertanyaan dan pernyataan yang berjumlah 8 buah.
Pertanyaan dan pernyataan di dalam angket mendukung 2 buah aspek, yaitu
kecenderungan menyukai permainan tradisional balogo dan kecenderungan
menyukai permainan modern.
Untuk mengetahui tingkat kecenderungan siswa MAN Insan Cendekia
Tanah Laut dalam menyukai permainan tradisional balogo, angket yang
diajukan memuat 2 buah pertanyaan dan 2 buah pernyataan yang mendukung
aspek lebih menyukai permainan balogo. Adapun untuk mengetahui tingkat
15

kecenderungan siswa MAN Insan Cendekia Tanah Laut dalam menyukai


permainan modern, angket yang diajukan memuat 1 pertanyaan dan 2
pernyataan yang mendukung aspek lebih menyukai permainan modern. Selain
itu, terdapat 1 pernyataan yang berisi pilihan lebih menyukai permainan
balogo atau permainan modern sebagai pendukung kevalidan data.

3.4 TEKNIK PENGOLAHAN DATA


Untuk mengukur kecenderungan siswa yang lebih menyukai
permainan tradisional balogo atau permainan modern dapat menggunakan
analisis metode skala, yaitu Skala Guttman.

Penilaian terdiri dari dua aspek penilaian, yakni kecenderungan lebih


menyukai permainan balogo dan kecenderungan menyukai permainan
modern, dengan dua alternatif jawaban. Data yang menjawab “Ya” diubah
menjadi bentuk persentase.

Jumlah Responden yang Menjawab Ya


Persentase kemenarikan = ×
Jumlah responden
100%

Kriteria tingkat kemenarikan permainan tradisional balogo atau


permainan modern menggunakan kategori sangat baik, baik, cukup, kurang
baik, dan buruk. Kriteria tersebut dibuat berdasarkan referensi yang
dikemukakan oleh Aqib, dkk (2010) seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Kemenarikan


No
Persentase kemenarikan Kategori
.
1. 80 – 100% Sangat baik
2. 60 – 79% Baik
16

3. 40 – 59% Cukup
4. 20 – 39% Kurang baik
5. 0 – 20% Buruk
Sumber: Aqib, dkk, 2010.

Sedangkan untuk mencari rata-rata persentase kemenarikan dapat


menggunakan rumus mean, sebagai berikut

Σ Jumlah data %
x́ %=
Banyak data

 x́ %=Rata−rata( %)
 Σ Jumlah data %=Data 1+ Data 2+…+ Data n(%)
 Banyak data=Banyaknya jumlah data yang ada
17
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi


VI. Jakarta : Rineka Cipta.
Aqib, Zainal, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Bencsik, A., Csikos, G., & Juhez, T. 2016. Y and Z Generations at Workplaces.
Journal of Competitiveness.

Bencsik, A., & Machova, R. 2016. Knowledge Sharing Problems from the
Viewpoint of Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th
International Conferenceon Management, Leadership and
Governance: ICMLG2016. Academic Conferences andpublishing
limited.

Dharmamulya, Sukirman, dkk. 2005. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta:


Kepel Press.

Dill, K. 2015. 7 Things Employers Should Know About The Gen Z Workforce,
Forbes Magazin, 11.6. Retrieved March 16, 2016, from
http://www.forbes.com/sites/kathryndill/2015/11/06/7-
thingsemployers-shouldknow-about-the-gen-z-workforce/print/.

Husnan M, Ahmad. 2009. 100 Permainan Tradisional Indonesia. Yogyakarta:


CV. Andi Offset.

Kurniati, E. 2011. Program Bimbingan untuk Pengembangan Keterampilan


Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Mulyani, N. 2016. Super Asyik Permainan Tradisional Anak Indonesia.


Yogyakarta: Diva Press.

Nawawi, Hadari.1998.  Metode Penelitian bidang Sosial. Yogyakarta


:Gajahmada University Pess.
Nugroho, Agung. 2005. Permainan Tradisional Anak-Anak sebagai Sumber Ide
dalam Penciptaan Seni Grafis. Skripsi. Fakultas Sastra dan Seni
Rupa. Universitas Sebelas Maret, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10


Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.

Riva, Iva. 2012. Koleksi Games Edukatif di Dalam dan Luar Sekolah.
Yogyakarta: FlashBooks.

Rofi’e, I. 2011. Game Edukatif di Dalam dan Luar Sekolah. Yogyakarta:


Diva Press.

Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian


Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Soenarto, dkk. 1981. Permainan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan.
Banjarmasin: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan
Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sugianto, Ahmad. 2017. Permainan Tradisional Balogo. Universitas Lambung


Mangkurat.

Suwaid, Muhammad, N, A, H. 2009. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik


Anak. Yogyakarta: Pro-U Media.

Sztompka, Piotr. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial, alih bahasa Alimandan.


Jakarta: Prenada Media.

Anda mungkin juga menyukai