Anda di halaman 1dari 2

Apakah cara mendidik dengan menggunakan penegasan kekuasaan (power assertion) seperti itu

dibenarkan untuk menegakkan standar moral dan menanamkan perilaku yang baik?

Menurut saya, cara mendidik dengan menggunakan penegasan kekuasaan (power assertion)
seperti pada bahan diskusi bukanlah cara yang cocok untuk menegakkan standar moral dan
menanamkan perilaku yang baik. Menurut teori belajar sosial Albert Bandura, seseorang dapat
belajar hanya lewat melihat (observasi) dan meniru hal yang dilihat (modeling). Menurut Lawrence
Kohlberg, an bahwa perbuatan moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
kebiasaan dan hal hal lain yang berhubungan dengan norma kebudayaan Berdasarkan teori ini, bisa
dikatakan bahwa penegasan kekuasaan (power assertion) bukanlah tindakan yang tepat dalam
mendidik anak. Anak cenderung meniru (modeling) perilaku orangtuanya karena si anak melihat
perilaku orangtuanya. Karena anak masih tinggal bersama orangtuanya, perilaku-perilaku tersebut
dilihat setiap hari dan terjadi berulang-ulang. Akibat perilaku orangtuanya yang terjadi berulang-
ulang, maka dalam pikiran anak muncul sebuah pemahaman bahwa tindakkan orangtuanya adalah
tindakan yang tepat. Dalam hal ini, anak akan berpikir bahwa tindakan penegasan kekuasaan
merupakan tindakan yang tepat. Konsekuensinya ialah ketika anak merasa memiliki kekuasaan
mereka akan melakukan hal yang sama seperti orangtuanya pada orang lain.

Dalam eksperimen Bobo Doll yang dilakukan oleh Albert Bandura, ditemukan bahwa anak-
anak yang melihat perilaku agresif memberikan respon yang agresif pula. Berdasarkan eksperimen
tersebut, bisa dikatakan bahwa anak yang melihat orangtuanya berperilaku kasar dapat berperilaku
kasar pula. Anak yang melihat orangtuanya berkata-kata kasar juga dapat melakukan hal yang sama.

Apakah anak akan menilai tindakan orangtuanya itu sebagai tindakan yang adil dan penuh
perhatian, atau tindakan yang tidak adil dan kejam?

Menurut Piaget, anak-anak memiliki kecenderungan yang kuat untuk mematuhi peraturan-
peraturan. Anak-anak menganggap peraturan itu sebagai sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri.
Melanggar peraturan berarti membuat orang dewasa marah. Padahal bagi anak orang dewasa
adalah tempat mereka bersandar. Maka anak akan mencari cara untuk meredakan kemarahan dan
memperbaiki hubungan yakni dengan melakukan hukuman. Anak akan memilih hukuman yang
paling menyakitkan karena menurut mereka semakin keras hukuman itu semakin baik. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak akan memilih hukuman berdasarkan tingkatan yang paling menyakitkan dan
bukan yang berhubungan dengan kesalahan.

Dalam perkembangan anak antara umur 7-12 tahun, pengertian mengenai hukuman untuk
menebus kesalahan beganti kepada hukuman-hukuman yang menyangkut hubungan timbal balik.
Hukuman yang dianggap adail adalah hukuman yang ada hubungannya dengan pelanggaran yang
membuat pelanggar menanggung akibat dari tindakannya. Selain itu, pelanggar mendapat hukuman
yang sebanding denga napa yang dilakukannya. Bentuk-bentuk hukuman seperti kekerasan dan
siksaan dipahami sebagai tindakan yang tidak adil dan kejam. Berdasarkan teori Piaget diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa anak dalam soal akan cenderung menilai tindakan orangtuanya itu sebagai
tindakan yang tidak adil dan kejam. Si anak akan menilai demikian karena tindakan yang
dilakukannya merupakan kesalahan-kesalahan kecil dan tidak sebanding dengan pukulan-pukulan
yang ia terima.

Apakah ada tindakan lain yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk menanggapi anaknya
yang telah berbuat salah?

Anda mungkin juga menyukai