Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

HUKUM KEPAILITAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan


Dosen Pengampu : Indawati, S.H.,M.H.

Disusun Oleh:
1. ERWIN SETIAWAN ( 1711111011 / VIII-B )
2. MINCHATURROBBI HUDA ( 1711111025 / VIII-B )
3. RIMA BASUKI DIAH LESTARI ( 1711111043 / VIII-B )
4. LATIFUL HUDA ( 1711111099 / VIII-B )
5. GHEA THABITA ROMAULIE ( 1711111141 / VIII-B )
6. TSANIA AZIZIYAH ( 1711111167 / VIII-B )
7. ALVIRA NATA D.P ( 1711111168 / VIII-B )
8. MAR’ATUS DESY MYTAROS ( 1711111174 / VIII-B )
9. REISA NOVITASARI ( 1711111180 / VIII-B )
10. KADEK AYU IRMA HILMIAFAMI ( 1711121032 / VIII-B )
11. YASINTA DEWI ( 1711111037 / VIII-A)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
SURABAYA
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hukum
Kepailitan”.

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas matakuliah hukum kepailitan
dengan dosen pengampu Ibu Indawati., S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara
Surabaya.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................. I

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... II

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepailitan ............................................................................................. 7


B. Syarat Debitur Dinyatakan Pailit ........................................................................... 8
C. Tujuan Hukum Kepailitan ...................................................................................... 11
D. Asas-Asas Hukum Kepailitan ................................................................................ 12
E. Syarat dan Prosedur Pengajuan Pailit .................................................................... 13
F. Dasar Hukum Kepailitan ........................................................................................ 15
G. Pengurusan Harta Pailit .......................................................................................... 16
H. Proses Dinyatakan Pailit ........................................................................................ 19
I. Akibat Hukum Pailit .............................................................................................. 21
J. Contoh Kasus ......................................................................................................... 25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 44
B. Saran ...................................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 46

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor.

Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

disebut dengan kreditor, sedangkan pihak yang berutang atau menerima pinjaman disebut

dengan debitor. Dalam perjanjian utang piutang, kewajiban debitor untuk membayar

kembali utang sesuai jangka waktu yang telah disetujui, memberikan hak kepada kreditor

untuk menagih pembayaran kembali utang dari debitor sesuai jangka waktu yang telah

disetujui. Kewajiban debitor untuk memenuhi pembayaran utang tersebut akhir-akhir ini

cukup sulit untuk dilakukan karena berbagai faktor, beberapa diantaranya adalah

kewajiban pembayaran pajak, dampak naiknya valuta asing yang mengakibatkan

menurunnya daya beli masyarakat dan ketidakmampuan pelaku usaha untuk melakukan

kegiatan usaha hingga debitor tidak mampu memenuhi kewajiban membayar utang sesuai

jangka waktu yang disetujui (unable to pay) atau tidak mampu membayar sisa utang (stop

to pay). Keadaan debitor mengalami kesulitan melakukan pembayaran akibat ketidak-

mampuan secara finansial disebut dengan istilah insolvent .

Bila debitor tidak dapat membayar kembali utang secara sesuai dengan jangka waktu

yang telah ditentukan atau lunas tetapi dilakukan setelah melewati batas jangka waktu,

debitor dipandang telah wanprestasi . Berhentinya debitor membayar utang lebih dari

jangka waktu yang disepakati tersebut tentu akan menyebabkan kreditor menggunakan hak

tagihnya terhadap debitor atas pemenuhan utangnya. Bila wanprestasi ini berkembang

menjadi konflik berkelanjutan diantara para pihak, sengketa yang timbul dari konflik

tersebut dapat diselesaikan dengan dua proses, yaitu proses penyelesaian sengketa secara

damai dan kooperatif di luar pengadilan dan proses litigasi di dalam pengadilan.

4
Sengketa yang ada dapat saja berkembang bila debitor memiliki perjanjian utang-

piutang dengan kreditor lain dan belum melunasi utangnya. Jika pengadilan telah memutus

debitor untuk melunasi utangnya pada salah satu kreditor sedangkan harta debitor tidak

cukup untuk melunasi utang debitor pada kreditor yang lain, tentu hal tersebut menjadi

tidak adil terlebih karena kreditor lain tidak mendapat kesempatan yang sama atas

pelunasan utang. Atas alasan tersebut,lembaga kepailitan terbentuk untuk membantu

mengatur cara penyelesaian utang yang lebih adil terhadap setiap kreditor-kreditor yang

ada.

Kepailitan merupakan status hukum yang disandang oleh debitor akibat putusan pailit

lembaga peradilan. Akibat dari putusan pailit, harta kekayaan debitor diletakkan di bawah

sita umum (mengalami keadaan automatic stay) yang mana menyebabkan debitor tidak

lagi dapat menguasai harta kekayaannya. Hal tersebut terjadi hingga pemberesan harta

pailit selesai dilaksanakan oleh administrator harta pailit (dalam Undang-Undang

Kepilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebut sebagai kurator).

Putusan pailit dapat dijatuhkan kepada debitor apabila tidak mampu membayar satu

atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Jumlah kreditor dari si

debitor sendiri minimal dua orang dan bisa lebih. Apabila jumlah kreditor hanya satu orang

dan kemudian terjadi sengketa, maka sengketa perjanjian utang-piutang tersebut dapat

diselesaikan dengan gugatan wanprestasi terhadap debitor melalui jalur peradilan. Hal

tersebut yang membedakan antara gugatan wanprestasi dan permohonan pailit.

Hukum kepailitan yang mana merupakan bagian dari hukum privat berkembang

sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam hukum publik terutama hukum publik

internasional. Hukum publik yang dimaksud adalah hukum perdagangan internasional.

Arus ekonomi maupun bisnis yang tidak lagi mengenal wilayah teritorial mendorong

perubahan atas hukum kepailitan suatu negara. Perkembangan hukum publik internasional

5
yang sedang terjadi sejatinya tidak dapat dilepaskan dari globalisasi dan kemajuan ilmu

pengetahuan serta teknologi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah prosedur permohonan kepailitan dalam suatu perusahaan?

2. Contoh kasus kepailitan beserta analisisnya.

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui prosedur permohonan kepailitan dalam suatu perusahaan beserta

contoh kasusnya.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Kepailitan

Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atau seluruh kekayaan si debitor

(orang-orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-

orang berpiutang). Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, yang dalam Pasal 2 menyebutkan:

(1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit

dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas

permohonan satu atau lebih kreditornya.

(2) Permohonan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

Dasar hukum Hukum Kepailitan Indonesia tidak hanya yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004, tetapi juga segala sesuatu yang berkaitan dengan

kepailitan yang diatur dan tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.

Asas hukum Hukum Kepailitan Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 1131

KUH Perdata dan asas khusus dimuat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam hubungan

dengan peraturan perundang-undangan kepailitan, peraturan dimaksud juga berfungsi

untuk melindungi kepentingan pihak-pihak terkait dalam hal ini Kreditor dan Debitor,

atau juga masyarakat.

7
Mengenai hal ini, penjelasan umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

menyebutkan beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang. Faktor-faktor dimaksud yaitu:

1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;

2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan

kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi

keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor

lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan

semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya

terhadap para keditor.

Kepailitan ini tidak hanya menimpa pada orang perorangan namun juga pada

suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang dinyatakan pailit pada saat ini akan

membawa dampak dan pengaruh buruk, bukan hanya pada perusahaan itu saja

namun juga dapat berakibat global. Oleh sebab itu, lembaga kepailitan merupakan

salah satu kebutuhan pokok di dalam aktivitas bisnis karena adanya status pailit

merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis

sudah tidak mampu lagi untuk bermain di arena pasar, maka dapat keluar dari pasar.

Di dalam hal seperti inilah kemudian lembaga kepailitan itu berperan.

B. Syarat Debitur Dinyatakan Pailit

8
Syarat untuk dinyatakan pailit diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004

tentang Kepailitian dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan)

sebagai berikut:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit

dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas

permohonan satu atau lebih kreditornya”

Jika dirinci, maka syarat dinyatakan pailit berdasarkan bunyi Pasal di atas sebagai

berikut:

1. Harus mempunyai minimal dua kreditor atau lebih;

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

3. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

4. Permohonan pailit bisa atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Kepailitan diawali dengan pengajuan permohonan pernyataan pailit dan akan

menghasilkan sebuah putusan pailit. Dalam putusan pailit terdapat beberapa akibat

hukum bagi debitur pailit, salah satunya berakibat pada kewenangan berbuat debitur

pailit dalam bidang hukum harta kekayaan. Hal ini mengakibatkan kewenangan

debitur menjadi sangat terbatas. Debitur pailit hanya dapat melakukan perbuatan

yang dapat memberikan suatu keuntungan atau perbuatan yang dapat menambah

jumlah harta kekayaan yang selanjutnya dijadikan sebagai boedel pailit.

Tetapi apabila perbuatan debitur pailit tersebut dimungkinkan akan mendatangkan

kerugian atau dapat mengurangi harta pailit, kurator dapat meminta pembatalan

perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit. Pembatalan tersebut bersifat

relatif, artinya hal itu hanya dapat digunakan untuk kepentingan harta pailit

sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UUK 2004. Tindakan yang dilakukan kurator untuk

9
meminta pembatalan tersebut disebut dengan Actio Paulina. Selain untuk melindungi

agar harta pailit tidak berkurang, pembatalan tersebut juga dilakukan untuk melindungi

kepentingan kreditur, agar tidak dirugikan.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 ayat (2) UUK 2004,

dinyatakan bahwa “Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat

dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, Debitur dan pihak

dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya

mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian

bagi Kreditor”.

UUK 2004 juga mengatur mengenai perbuatan hukum satu pihak yang dilakukan

oleh debitur pailit, yakni perbuatan hibah. Hibah tersebut diatur pada Pasal 43 UUK

2004 yang berbunyi “Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan

kepada Pengadilan, apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut

dilakukan Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan

mengakibatkan kerugian bagi Kreditor”.

Dari peraturan di atas dapat disimpulkan bahwa, kurator tidak perlu

membuktikan apakah penerima hibah mengetahui perbuatan hibah tersebut merugikan

kreditur atau tidak. Kurator hanya perlu membuktikan bahwa debitur dianggap

mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditur dan apabila hibah tersebut

dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit

ditetapkan.

Selain itu, dalam UUK 2004 diatur juga mengenai pembatalan pembayaran utang

oleh debitur pailit dikarenakan adanya kecurigaan guna menguntungkan salah satu

pihak kreditur. Hal tersebut diatur pada Pasal 45 UUK 2004 yang isinya ialah

10
“Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila

dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan

pailit Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat

dari persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud menguntungkan

Kreditor tersebut melebihi Kreditor lainnya”.

Kesimpulannya kepailitan dapat mengakibatkan kewenangan berbuat debitur

pailit menjadi lebih terbatas, khususnya pada bidang harta kekayaan. Kewenangan

untuk mengurus dan membereskan hartanya berpindah ke kurator dan debitur pailit

hanya dapat melakukan perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan, apabila

perbuatannya tersebut memberikan suatu keuntungan yang dapat menambah harta

pailit.

Pada perbuatan hukum yang dianggap dapat merugikan kreditur atau mengurangi

harta pailit, kurator dapat meminta pembatalan perbuatan hukum yang telah

dilakukan oleh debitur pailit. Selain itu, untuk mencegah terjadinya perbuatan yang

dapat merugikan harta pailit, debitur pailit wajib mengkonsultasikan perbuatan hukum

yang dilakukannya kepada kurator sebelum melakukan perbuatan hukum khususnya

dalam perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan.

C. Tujuan Kepailitan

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara pada kreditur

atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari

terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya

dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada

semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing. Tujuan kepailitan sebagaimana

11
tertuang dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentanf Kepailitan dan Penundaan

Kewaiban Pembayaran Utang adalah :

a) Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.

b) Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan

kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.

c) Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang kreditor atau debitor sendiri.

Menurut Levinthal tujuan utama dari hukum kepailitan adalah :

a) Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara pada

kreditornya.

b) Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

merugikan kepentingan para kreditor.

c) Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para

kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.

Jika dilihat dari tujuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta tujuan kepailitan menurut

Levinthal. Kedua tujuan ini sama-sama ingin menciptakan keadilan bagi debitor dan

juga kreditor serta untuk memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak.

D. Asas-asas Hukum Kepailitan

Adapun Asas-asa dalam undang-undang PKPU adalah sebagai berikut:

1. Asas keseimbangan :

12
Undang-undang mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari

asas keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah

terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak

jujur. Dilain pihak dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga

kepailitan oleh kreditur yang tidak baik.

2. Asas kelangsungan usaha :

Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap

di langsungkan.

3. Asas Keadilan :

Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai

kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan

.dalam asas keadilan ini untuk mencegah kesewenangan pihak penagih yang

mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur, dengan

tidak memperdulikan kreditur lainnya.

E. Syarat dan Prosedur Pengajuan Pailit

Dalam mengajukan kepailitan, ada syarat tertentu yang harus dipenuhi, sehingga

nanti pengajuan tersebut bisa diproses dan diputuskan. Pemenuhan syarat pengajuan

kepilitan ini termasuk dalam prosedur pengajuan kepailitan. Adapun syarat pengajuan

kepailitan ini diatur langsung dalam UU kepailitan.

Berdasarkan pasal 2 UU kepailitan, syarat yuridis kepailitan harus di penuhi terlebih

dahulu, agar bisa mengajukan kepailitan atas sebuah perusahaan. Syaratnya adalah

adanya utang yang salah satunya minimal udah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Selanjutnya, ada 2 atau lebih kreditur, adanya debitur, permohonan pernyataan pailit

dan pernyataan pailit dari pengadilan niaga.

13
Agar bisa memeperoleh pernyataan pailit dari pengadilan niaga, maka ada prosedur

pengajuan kepailitan juga harus dijalani. Prosedur pengajuan ini sendiri diatur dalam

UU no 37 tahun 2004 yang membahas tentang kepailitan. Berikut prosedur yang harus

dilalui untuk memperoleh pernyataan pailit dari pengadilan niaga.

1. Pengajuan kepengadilan

Pengajuan permohonan pailit kepada ketua pengadilan melalui panitera. Dalam hal

ini bisa menunjuk kuasa hukum atau advokat berlisensi kurator

2. Penyampaian pernyataan permohonan pailit

Panitera menyampaikan permohonan pailit kepada ketua pengadilan paling lambat

2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Hari sidang akan ditetapkan dalam

jangka waktu 3 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

3. Sidang pemeriksaan permohonan kepailitan

Sidang pemeriksaan akan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari

setelah tanggal permohonan.

4. Pemanggilan debitur oleh pengadilan

Debitur wajib dipanggil oleh pengadilan jika permohonan pailit diajukan oleh

kreditur, kejaksaan, bank indonesia, badan pengawas pasar modal, atau menteri

keuangan.

5. Pemanggilan kreditur

Kreditur bisa dipanggil pengadilan jika peenyataan pailit diajukan oleh debitur dan

juga terdapat keraguan dalam persyaratan pailit yang perlu dipenuhi.

6. Pemanggilan debitur dan kreditur dengan surat kilat

Pemanggilan atas debitur atau kreditur akan dilakukan oleh juru sita dengan surat

kilat, paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama dilakukan.

7. Putusan pengadilan terkait kepailitan

14
Putusan pengadilan akan permohonan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta

bahwa persyaratan pailit terpenuhi. Putusan tersebut paling lambat harus diucapkan

60 hari setelah didaftarkan.

8. Pembacaan putusan

Pertimbangan hukum yang mendasari putusan atas permohonan pernyataan pailit

harus termuat secara lengkap didalamnya. Putusan tersebut juga harus memuat

pendapat majelis hakim, yang harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun ada upaya hukum atas putusan

tersebut.

F. Dasar Hukum Kepailitan

Sumber hukum kepailitan di Indonesia :

1. BW secara umum khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134;

2. HIR (Peraturan Acara Perdata);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas;

4. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.

Pengertian kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 37 Tahun 2004

adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator di bawah pengawasan hakim

pengawas sebagaimana yang diatur oleh undang-undang.

Dalam bahasa sehari-hari, pailit dapat diartikan sebagai debitur dalam keadaan

tidak mampu membayar utang.

Pengaturan mengenai kepailitan dapat ditemukan dalam Pasal 1131 sampai

dengan Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Selain itu pengaturan

15
khusus tentang kepailitan adalah UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran.

Sedangkan aturan lain yang masih terkait dengan Hukum Kepailitan adalah,

antara lain:

1. A. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

B. UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

C. UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia

2. Serta beberapa undang-undang lain yang mengatur tentang BUMN, Pasar Modal,

Yayasan dan pengaturan mengenai Koperasi.

G. Pengurusan Harta Pailit

Curator (pengampu) ialah seorang/suatu badan yang diserahi tugas untuk

menggantikan/mengurus kepentingan seorang/badan hukum yang berada di bawah

pengampuannya.

Curator dalam kepailitan berarti suatu badan yang menggantikan kedudukan

orang/badan hukum yang dinyatakan pailit, guna mengurus hak dan kewajiban si pailit.

Dengan demikian, curator mempunyai hak dan kewajiban juga.

Istilah curator tidak hanya digunakan dalam hal kepailitan saja, tetapi dapat kita

jumpai pada hal-hal lain, misalnya dalam hal seseorang yang berada dalam keadaan

sakit syaraf atau pemboros, untuk melaksanakan hak dan kewajibannya diangkatlah

seorang curator, sedangkan ia dinyatakan sebagai orang yang berada di bawah

pengampuan (order curatele). Adapun syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menjadi

seorang curator adalah :

16
1. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang

mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau

membereskan harta pailit, dan

2. Telah terdaftar pada Departemen Kehhakiman sebagai curator. Curator sesuai

dengan tugas dan wewenangnya dalam pengurusan harta kekayaan pailit adalah

sebagai pelindung daripada kepentingan kedua belah pihak, yaitu :

1. melindungi pihak debitor dan,

2. melindungi kepentingan para kreditor.1

Dalam hal ini tindakannya Curator selalu untuk kepentingan para kreditor karena

bila curator mengambil keputusan untuk kepentingan kreditor dengan sendirinya dalam

keputusan itu sudah termasuk kepentingan debitor.

“Dapat juga kita lihat bahwa curator mempunyai dua fungsi, yaitu : sebagai wakil

dari kreditor dan juga sebagai wakil dari debitor, akan tetapi bila kepentingan-

kepentingan antara kreditor dan debitor tersebut bertentangan, maka curator harus lebih

mengutamakan kepentingan kreditor”.2

Menurut Undang-Undang Kepailitan, yang menjadi kewajiban sehubungan dengan

penyelesaian kepailitan adalah sangat banyak, antara lain yang terpenting di antaranya

adalah sebagai berikut :

1. Tugas kurator secara umum adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan

harta pailit.

1
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008, hal. 9-12.
2
Suherman, E. Faillissement (Kefailitan), Binacipta, Bandung: 1988, hal. 32.

17
Tugas ini sudah dapat dijalankannya, sejak tanggal putusan pernyataan pailit

dijatuhkan. Meskipun putusan tersebut belum in final, yakni meskipun terhadap

putusan tersebut masih diajukan kasasi dan/atau peninjauan kembali.

2. Dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari sejak putusan pernyataan pailit dijatuhkan,

kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan sekurang-

kurangnya dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas

tentang hal-hal tersebut di bawah ini, yaitu :

a. Ikhtisar putusan pernyataan pailit,

b. Identitas, alamat dan pekerjaan debitor,

c. Identitas, alamat dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditor, apabila telah

ditunjuk,

d. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor dan,

e. Identitas Hakim pengawas.

3. Membuat uraian mengenai harta pailit,

4. Mencocokkan piutang dan membuat daftar piutang,

5. Melaksanakan pembayaran kepada kreditor dalam proses pemberesan,

6. Melakukan tuntutan berdasarkan pranata hukum actio pauliana,

7. Membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar kepada kreditor

yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar barang agunan dan jumlah

uang yang dijamin dengan barang agunan tersebut,

8. Kurator bertanggung jawab terhadap keselahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan

kerugian terhadap harta pailit,

9. Kewajiban menyampaikan laporan tiga bulanan kepada hakim pengawas mengenai

keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya,

18
10. Kurator berkewajiban menjual harta pailit dalam rangka pemberesan. Menjual aset-

aset debitor pailit sebenarnya merupakan salah satu tugas utama dari kreditor sesuai

dengan prinsip cash in the king. Penjualan aset debitor ini (setelah insolvensi dan

tidak dilakukan pengurusan harta debitor) tidak memerlukan persetujuan siapa-

siapa. Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Bagimana cara menjual harta

debitor pailit juga hal yang harus selalu diperhatikan dalam proses pemberesan harta

pailit. Untuk itu harus dilakukan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Pertimbangan yuridis.

Tentunya agar pihak kurator yang menjual harta debitor pailit tidak disalahkan,

yang pertama sekali harus diperhatikan adalah apa persyaratan yuridis terhadap

tindakan tersebut. Misalnya kapan dia harus menjualnya, bagaimana prosedur

menjual, apakah memerlukan izin tertentu, undang-undang mana dan pasal

berapa yang mengaturnya, dan sebagainya.

b. Pertimbangan bisnis.

Selain dari pertimbangan yuridis, kurator yang menjual aset debitor juga harus

memperhatikan pertimbangan bisnis. Bila perlu dapat disewa para ahli untuk

memberikan masukan-masukan untuk bahan pertimbangan bagi kurator.

H. Proses Dinyatakan Pailit

Tata Cara Pengajuan Pailit

Tentunya, untuk bisa mengajukan pailit, pihak kreditur harus mengajukan pailit sesuai

dengan prosedur atau aturan yang berlaku sesuai dengan undang-undang. Maka, dari

sini bisa dilihat beberapa aspek terlebih dahulu seperti siapa yang berhak mengajukan

pailit, apa saja syaratnya serta bagaimana langkah-langkah pengajuan pailit ini. Berikut

penjelasan singkatnya;

19
 Pihak yang berhak mengajukan pailit;

 Berdasarkan permohonon debitur sendiri (tanpa paksaan)

 Berdasarkan permintaan 1 atau lebih kreditur (bisa dipaksa atau tidak)

 Kejaksaan atas nama kepentingan umum

 Bank Indonesia yang dalam hal debitur, sudah ditentukan merupakan lembaga

bank

 Badan Pengawas Pasar Modal yang dalam hal debitur, sudah ditentukan sebagai

perusahaan efek

Sedangkan untuk syarat yuridis dari pengajuan pailit ini adalah sebagai berikut;

 Ada hutang

 Minimal satu hutang telah jatuh tempo serta bisa ditagih

 Ada debitur

 Ada kreditur (bisa lebih dari satu)

 Ada permohonan pernyataan pailit, dan

 Pernyataan pailit oleh pihak Pengadilan Niaga

Selanjutnya, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana langkah-langkah untuk

memproses pengajuan pailit ini. Simak ringkasannya berikut ini.

Langkah-Langkah Untuk Memproses Pengajuan Pailit

 Ada permohonan pailit, adapun syarat dari permohonan pailit ini sudah di atur

menurut UU No.4 Tahun 1998.

 Adapun untuk keputusan pailit memiliki kekuatan tetap dan tidak bisa diganggu-

gugat, sedangkan jangka waktu untuk permohonan pailit hingga keputusan pailit

dijatuhkan memiliki kekuatan tetap juga dan waktu tersebut selama 90 hari.

20
 Ada rapat verifikasi. Rapat ini merupakan rapat pendaftaran dari utang piutang.

Di tahap ini, akan dilakukan pendataan tentang jumlah nominal utang serta

piutang yang dalam hal ini dimiliki oleh pihak debitur. Verifikasi ini adalah

tahapan yang sangat penting bahkan paling penting dalam proses pengajuan

kepailitan. Hal ini dikarenakan nantinya akan ada urutan pertimbangan hak bagi

setiap kreditur.

 Jika ada proses perdamaian dan perdamaian tersebut diterima, maka secara

otomatis proses kepailitan tidak bisa dilanjutkan atau berakhir. Namun, jika

dalam tahapan ini tidak ada proses perdamaian, maka kasus pengajuan kepailitan

ini akan dilanjutkan ke langkah selanjutnya. Namun, proses perdamaian ini selalu

diupayakan serta diagendakan.

 Ada homologasi akur. Langkah atau tahapan ini berupa permintaan pengesahan

yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga, hal ini berlaku jika kemudian proses

perdamaian dapat diterima.

 Ada insolvensi. Hal ini berkaitan dengan keadaan dimana akhirnya debitur

dinyatakan secara resmi benar-benar tidak bisa melunasi hutang-hutangnya. Atau

dengan kata lain, pihak debitur memiliki jumlah harta yang lebih sedikit dari

jumlah hutangnya.

 Ada pemberesan atau likuidasi. Pada tahapan ini, harta kekayaan debitur yang

pailit akan dijual dan kemudian dibagikan kepada kreditur konkruen. Tentunya

setelah harta itu dikurangi berbagai biaya.

 Tahap ini merupakan bentuk usaha untuk memulihkan nama kreditur. Hanya saja,

hal ini terjadi ketika proses perdamaian diterima. Jika tidak ada proses

perdamaian, maka rehabilitasi juga tidak ada.

 Kepailitan berakhir.

21
I. Akibat Hukum Kepailitan

Akibat kepailitan diatur dalam ketentuan Pasal 21 – Pasal 64 Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pailit diucapkan

serta segala sesuatu yang diperoleh selama masa kepailitan, termasuk persatuan harta

baik suami atau isteri dari debitor pailit. Akibat kepailitan antara lain:

1. Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus

kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernytaan

pailit diucapkan.

2. Semua perikatan debitor yang terbit setelah putusan pernyataan pailit tidak dapat

dibayarkan dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.

3. Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus

diajukan oleh atau terhadap kurator.

4. Selama beralngsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan

periktan dari harta pailit yang ditujukan untuk terhadap debitor pailit, hanya dapat

diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.

5. Suatu tuntutan hukum yang diajukan debitor dan yang yang sedang berjalan selama

kepailitan berlangsung, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan

untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk

mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim.

6. Suatu tuntutan hukum dipengadilan yang diajukan terhadap debitor sejauh

bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan

perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan

pernyataan pailit terhadap debitor.

22
7. Segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian kekayaan debitor

yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak

ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera

debitor.

8. Selama kepailitan debitor tidak kenakan uang paksa.

9. Penjualan benda bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan debitor, yang

prosesnya sebelum putusan pailit diucapkan, atas izin hakim pengawas, kurator

kuartor dapat meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit.

10. Perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal,

pembebanan hak tanggungan, hipotek atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan

terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit

diucapkan.

11. Terhahap perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak

yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada kurator untuk

memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam

jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.

12. Terhadap penyerahan barang yang telah diperjanjikan oleh debitor yang waktu

pelaksanaannya dilakukan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, maka

perjanjian tersebut menjadi hapus, untuk kemudian pihak penerima barang dapat

mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendaptkan ganti rugi.

13. Terhadap perjanjian sewa menyewa yang dilakukan debitor dapat dilakukan

penghentian sewa, dengan syarat dilakukan pemberitahuan penghentian sewa

sebelum masa sewa berakhir sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.

14. Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja, atau debitor

melalui kurator dapat memutuskan hubungan kerja tersebut dengan mengindahkan

23
jangka waktu sesuai dengan persetujuan atau ketentuan peraturan perundang-

undangan, dengan pemberitahuan terlebih dahulu paling singkat empat puluh lima

hari sebelumnya, dengan ketentuan bahwa upah terutang baik sebelum maupun

sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit.

15. Warisan yang selama kepailitan jatuh kepada debitor pailit, oleh kuraotr tidak dapat

diterima, kecuali apabila menguntungkan harta pailit.

16. Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan

segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang meruguikan

kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit

diucapkan.

17. Hibah yang dilakukan debitor dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan,

apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan

debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan

mengakibatkan kerugian pada kreditor.

18. Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila

dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan

pernyataan pailit debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut

merupakan persekongkokolan antara kreditor dan debitor dengan maksud

menguntungkan kreditor dari kreditor lainnya.

19. Setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta debitor

yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan

harta tersebut kepada kurator dan dilaporkan kepada hakim pengawas.

20. Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belum

diumumkan, melakukan pembayaran kepada debitor pailit untuk memenuhi

perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dibebaskan

24
terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui

adanya putusan pernyataan pailit tersebut.

21. Kreditor yang mempunyai hak untuk menahan benda milik debitor, tidak

kehilangan hak dengan adanya putusan pernyataan pailit.

22. Terhadap suami atau isteri yang dinyatakan pailit maka isteri atau suami tidak

berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang

merupakan harata bawaan dari isteri atau suami dan harta yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan.

23. Isteri atau suami tidak berhak menuntut atas keuntungan yang diperjanjikan dalam

perjanjian kawin kepada harta pailit suami atau isteri yang dinyatakan pailit.

24. Kreditor suami atau isteri yang dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan

yang diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan kepada isteri atau suami yang

dinyatakan pailit.

25. Terhadap benda yang tidak termasuk persatuan harta suami atau isteri yang

dinyatakan pailit termasuk ke dalam harta pailit, namun hanya dapat digunakan

untuk membayar utang pribadi suami atau isteri yang dinyatakan pailit.

J. Contoh Kasus

KASUS KEPAILITAN NO 8/PDT.SUS.PAILIT/2019/PN.NIAGA.SBY

PT. PHILTERA, suatu perseroan yang berkedudukan di Kota Jakarta Pusat, dalam hal

ini diwakili oleh : Mr. Song Jin Ho, lahir di Korea Selatan 19 April 1967, laki-laki,

Warga Negara Republik Korea Selatan, alamat Stamford Place ST 3/06 Citraland

Surabaya dengan Passport No. MO1552457, pekerjaan President Direktur PT. Philtera,

Pendidikan Strata II, dalam kedudukannya sebagai President Direktur PT. PHILTERA,

dan oleh karenanya sah mewakili Direksi, untuk dan atas nama PT. PHILTERA

25
sebagaimana Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. PHILTERA Nomor 209 tanggal

19-12-2018 dibuat dihadapan Nety Maris Machdar, SH.M.Kn. Notaris di Jakarta,

selanjutnya disebut Pemohon Pailit I

Mr. SONG JIN HO, dalam kapasitasnya selaku pribadi, lahir di Korea Selatan 19

April 1967, laki-laki, Warga Negara Republik Korea Selatan, alamatn Stamford Place

ST 3/06 Citraland Surabaya dengan Passport No.MO1552457, pekerjaan President

Direktur PT. Philtera, pendidikan Strata II, selanjutnya disebut Pemohon Pailit II

Kronologis :

Tanggal 1 Maret 2013, Pemohon Pailit I dan Termohon Pailit telah terikat dalam

Perjanjian Hutang Piutang, dimana Termohon Pailit meminjam uang kepada Pemohon

Pailit I sebagaimana terurai dari ketentuan pasal 1 dan Pasal 3, senilai

Rp.2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah), dengan bunga sebesar 1.966% (satu koma

sembilan enam enam persen per bulan, dengan cara pembayaran diangsur senilai

Rp.81.000.000,- (delapan puluh satu juta Rupiah) per bulan sejak Perjanjian Hutang

Piutang tersebut ditandatangani dengan jangka waktu antara pemohon dan termohon

terhitung sejak tanggal 1 Maret 2013- 1Maret 2017. Namun faktanya Termohon Pailit

melanggar perjanjiannya sama sekali tidak membayar hutangnya hingga akhirnya pada

tanggal 29 September 2017 , Pemohon Pailit mengajukan surat penagihan kepada

termohon. Kuasa hukum pemohon pailit I mengirimkan surat peringatan dan termohon

pailit menerima surat somasi namun termohon pailit tetap melalaikan kewajibannya

untuk membayar kepada pemohon. Sehingga jelas terbukti secara sederhana dan jelas

bahwa termohon peilit memiliki hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih oleh

pemohon pailit I. tanggal 21 desember 2015 termohon pailit telah meminjam dana

sejumlah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah) kepada Pemohon Pailit II untuk

26
keperluan pembayaran Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Prinsip) atas nama PT.

Digital Visi Media, namun faktanya, hingga saat ini pinjaman tersebut tidak pernah

dibayar oleh Termohon Pailit. selanjutnya pada tanggal 3 Oktober 2016, Termohon

Pailit Kembali meminjam dana sejumlah Rp.42.000.000,- (empat puluh dua juta

Rupiah) kepada Pemohon Pailit II untuk keperluan pembayaran Izin Penyelenggaraan

Penyiaran (IPP Tetap) atas nama PT. Digital Visi Media, namun faktanya, hingga saat

ini pinjaman tersebut tidak pernah dibayar oleh Termohon Pailit. Kuasa hukum

Pemohon Pailit II mengirimkan surat peringatan somasi kepada termohon pailit dan

tetap termohon melalaikan kewajibannya untuk melakukan pembayaran. Dan termohon

pailit sama sekali tidak memiliki itikad baik untuk melunasi kewajibannya dan

termohon pailit dinyatakan lalai dan sepatutnya untuk dihukum.

Berdasarkan hal-hal yang telah terurai di atas, maka PARA PEMOHON PAILIT

memohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Surabaya C.q Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara a quo

berkenan memeriksa dan memutus sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan permohonan PARA PEMOHON PAILIT untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan Termohon Pailit PT. DIGITAL VISI MEDIA pailit dengan segala

akibat hukumnya;

3. Menunjuk dan mengangkat Hakim Pengawas untuk mengawasi pengurusan dan

pemberesan harta Termohon Pailit, PT. DIGITAL VISI MEDIA;

4. Menunjuk dan mengangkat Bapak Valentino Revol Korompis, S.H., M.Kn., selaku

KURATOR dalam proses kepailitan dari TERMOHON PAILIT, sebagaimana

27
Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor:AHU-181 AH.04.03-2018

pada Kantor Hukum KCASE LAW OFFICE yang berkantor di Jalan Raya

Jemursari Kav.12 Nomor 236 Surabaya;

5. Menghukum TERMOHON PAILIT untuk membayar seluruh biaya yang timbul

dalam perkara ini;

6. Atau apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil -adilnya (ex

aequo et bono).

BUKTI GUGATAN PARA PEMOHON PAILIT DI PERSIDANGAN :

1. Fotocopy Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. PHILTERA Nomor 209 tanggal

19-12-2018 dibuat dihadapan Netty Maria Machdar S.H., M.Kn, Notari s di Jakarta,

bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-1 ;

2. Fotocopy Passport atas nama Song Jin Ho, Warga Negara Republik Korea Selatan

No.M01552457, bermeterai tidak tidak ditunjukkan dengan aslinya, diberi tanda P-

2;

3. Fotocopy Akta Berita Acara PT. Digital Visi Media Nomor 4 tanggal 10-05-2017,

yang dibuat oleh Nies Singgih Muktiningsih, Sarjana Hukum, Notaris di Kota

Surabaya, bermeterai tidak ditunjukkan aslinya, diberi tanda P-3 ;

4. Fotocopy Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor AHU.AH.01.03-0137012

perihal Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan PT. Digital Visi

Media yang diterbitkan tanggal 17 Mei 2017, bermeterai tidak ditunjukkan aslinya,

diberi tanda P-4 ;

5. Fotocopy Surat Keterangan Terdaftar Nomor: PEM-10012/WPJ.11/KP.0103/2010

tanggal 3 November 2010 atas nama PT. DIGITAL VISI MEDIA, beralamat di

28
TAMAN GOLF C1/29, Sambikerep Surabaya 60217, bermeterai tidak ditunjukkan

aslinya, diberi tanda P-5 ;

6. Fotocopy Profil Perusahaan PT. Digital Visi Media yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, bermeterai sesuai dengan aslinya,

diberi tanda P-6 ;

7. Fotocopy Perjanjian Hutang Piutang antara PT. DIGITAL VISI MEDIA DAN PT.

PHILTERA tanggal 1 Maret 2013, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda

P-7 ;

8. Fotocopy Surat Penagihan Hutang dari PT. Philtera kepada PT. Digital Visi Media

tertanggal 29 September 2017, bermeterai tidak ditunjukkan aslinya, diberi tanda

P-8;

9. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Penagihan Hutang dari PT.

Philtera kepada PT. Digital Visi Media Via POS Indonesia tanggal 30 September

2017 No.Resi 1709301454367160217C15497440, bermeterai tidak ditunjukkan

aslinya, diberi tanda P-9;

10. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Penagihan Hutang dari PT.Philtera

kepada PT. Digital Visi Media Via POS Indonesia tanggal 30 September 2017

No.Resi 1709301452509560217C12092078, bermeterai tidak ditunjukkan aslinya,

diberi tanda P-10;

11. Fotocopy Surat Somasi/ Teguran ke-II Kewajiban Pembayaran Hutang dari Kuasa

Hukum PT. Philtera kepada PT. Digital Visi Media tanggal 10 Oktober 2017,

bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-11;

12. otocopy Surat Somasi/ Teguran ke-III/ Terakhir Kewajiban Pembayaran Hutang

dari Kuasa Hukum PT. Philtera kepada PT. Digital Visi Media tanggal 10 Oktober

2017, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-12 ;

29
13. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Somasi III dari PT. Philtera

kepada PT. Digital Visi Media Via JNE tanggal 25 Oktober 2017

No.Resi.030390028768617, bermeterai sesuai dengan aslinya diberi tanda P-13 ;

14. Fotocopy Surat Perintah Pembayaran (SPP) Izin Penyelenggaraan Penyiaran

Nomor ID TB 5256, jenis izin IPP Prinsip yang diterbitkan Kementerian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tanggal 26/11/2015 yang

ditujukan kepada PT. Digital Visi Media senilai Rp.50.000.000 (lima puluh juta

Rupiah, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-14 ;

15. Fotocopy Bukti Slip Pembayaran Surat Perintah Pembayaran (SPP) terkait Izin

Penyelenggaraan Penyiaran Nomor ID TB 5256 jenis izin IPP Prinsip, senilai

Rp.50.000.000 (lima puluh juta Rupiah) dari PT Digital Visi Media tanggal

21/12/2015, bermeterai tidak ditunjukkan aslinya,, diberi tanda P-15 ;

16. Fotocopy Laporan pertanggungjawaban pinjaman via email tanggal 21 Desember

2015 dari Bhakti Sanyoto kepada Song Jin Ho terkait telah dibayarkannya

Rp.50.000.000. untuk Izin Penyelenggaraan Penyiaran Nomor ID TB 5256 atas

nama PT. Digital Visi Media, bermeterai print dari internet, diberi tanda P-16 ;

17. Fotocopy Surat Perintah Pembayaran (SPP) Izin Penyelenggaraan Penyiaran

Nomor ID TB 5256, Jenis Izin IPP Tetap, yang diterbitkan Kementerian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tanggal 22/09/2016 yang

ditujukan kepada PT. Digital Visi Media senilai Rp.42.000.000 (empat puluh dua

juta Rupiah), bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-17 ;

18. Fotocopy Bukti Slip Pembayaran Surat Perintah Pembayaran (SPP) terkait Izin

Penyelenggaraan Penyiaran Nomor ID TB 5256 jenis izin IPP Tetap, senilai

Rp.42.000.000 (empat puluh dua juta Rupiah) dari PT Digital Visi Media tanggal

3/10/2016, bermeterai print dari internet, diberi tanda P-18 ;

30
19. Fotocopy Bukti transfer Bank BCA Pinjaman Utang PT. Digital Visi Media selaku

Debitur kepada Song Jin Ho selaku Kreditur tanggal 3/10/2016, bermeterai print

dari internet, diberi tanda P-19 ;

20. Fotocopy Laporan pertanggungjawaban pinjaman via email tanggal 3 Oktober 2016

dari Bhakti Sanyoto kepada Song Jin Ho terkait telah dibayarkannya Rp.42.000.000

(empat puluh dua juta Rupiah) untuk Izin Penyelenggaraan Penyiaran Nomor ID

TB 5256 Jenis Izin IPP Tetap atas nama PT. Digital Visi Media, bermeterai print

dari internet, diberi tanda P-20 ;

21. Fotocopy Surat Teguran/ Somasi ke-I Kewajiban Pembayaran Hutang dari Kuasa

Hukum Mr. Song Jin Ho kepada PT. Digital Visi Media tanggal 19 Maret 2019,

bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-21 ;

22. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Somasi I dari Kuasa Hukum

Mr.Song Jin Ho kepada PT. Digital Visi Media Via JNE tanggal 19 Maret 2019

No.Resi.031140024830019, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-22;

23. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Somasi I dari Kuasa Hukum

Mr.Song Jin Ho kepada PT. Digital Visi Media Via JNE tanggal 19 Maret 2019

No.Resi.031140024830019, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-23;

24.

24. Fotocopy Bukti Tanda Terima Pengiriman Surat Somasi II (terakhir) dari Kuasa

Hukum Mr. Song Jin Ho kepada PT. Digital Visi Media Via JNE tanggal 25 Maret

2019 No.Resi.031140026497919, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-

24 ;

25. Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan

Perkotaan Tahun 2019, dengan letak Objek Pajak Stamford Place ST 3/6,

bermeterai print dari internet, diberi tanda P-25 ;

31
26. Fotocopy Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 765 Provinsi Jawa Timur, Kota

Surabaya, Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Jeruk, tercatat atas nama Pemegang

Hak PT. Digital Visi Media , bermeterai tidak ditunjukkan aslinya, diberi tanda P-

26 ;

27. Fotocopy Surat Pernyataan atas nama Tn. Nujul Agung Setyawa tanggal 30 Maret

2019, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-27 ;

28. Fotocopy Surat kepada Majelis Hakim Pemeriksa perkara tanggal 8 April 2019,

bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-28 ;

29. Fotocopy Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor : AHU-181

AH.04.03.2018, bermeterai sesuai dengan aslinya, diberi tanda P-29 ;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan dari permohonan Para Pemohon adalah

sebagaimana tersebut dalam permohonannya tertanggal 28 Maret 2019 ;

Menimbang, bahwa dalam surat permohonannya tersebut Para Pemohon

pada pokoknya memohon agar Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan

Termohon dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya, dengan alasan

Termohon tidak membayar lunas hutangnya pada saat telah jatuh tempo dan

dapat ditagih terhadap Para Pemohon ;

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Pailit tidak hadir menghadap

dipersidangan atau tidak menyuruh orang lain untuk hadir menghadap dipersidangan

sebagai kuasanya walaupun telah dipanggil secara sah dan patut berdasarkan relaas

panggilan melalui surat tercatat tertanggal 4 April 2019 untuk persidangan hari Kamis

tanggal 11 April 2019 , relaas panggilan tanggal 12 April 2019 untuk persidangan senin

32
tanggal 22 April 2019 serta ketidak hadiran Termohon Pailit tersebut tidak ternyata

disebabkan karena halangan yang sah, maka pemeriksaan perkara ini dilanjutkan

dengan tanpa hadirnya Termohon Pailit dan ketidak hadiran Termohon Pailit tersebut

dipandang sebagai sikap bahwa mereka telah melepaskan haknya untuk

mempertahankan kepentingannya dalam perkara ini, serta dinilai sebagai bahwa

Termohon Pailit tidak keberatan lagi dengan dalil-dalil permohonan Pailit Para

Pemohon dimaksud diatas;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya, Para Pemohon

telah mengajukan bukti berupa surat bertanda P-1 sampai dengan P-29 dan tidak

mengajukan saksi ;

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan dalil-dalil hukum Para Pemohon

dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan di persidangan, Majelis Hakim akan

mempertimbangkan, apakah permohonan Pailit yang diajukan Para Pemohon terhadap

Termohon beralasan hukum untuk dikabulkan atau tidak ; mempertimbangkan, apakah

permohonan Pailit yang diajukan Para Pemohon terhadap Termohon beralasan hukum

untuk dikabulkan atau tidak ;

Menimbang, bahwa untuk menyatakan debitor pailit harus dipenuhi

ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan :

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu

atau lebih kreditornya” ;

33
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam permohonan pailit

unsur-unsur dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang harus dibuktikan

adalah :

- Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor ;

- Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih

Menimbang, bahwa selain itu untuk terpenuhi tidaknya syarat-syarat untuk dapat

dinyatakan pailit maka pemeriksaan perkara ini tunduk pada sistim beracara yang

dilakukan dengan cara cepat (speedy trial) dan pembuktiannya dilakukan secara

sederhana. Ketentuan tentang hal ini secara tegas di atur dalam pasal 8 ayat (4) Undang-

Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang yang menyatakan :

“ Permohonan pernyataan PAILIT harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan PAILIT

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi “ ;

Menimbang, bahwa dengan demikian selanjutnya akan dipertimbangkan apakah

unsur-unsur kepailitan tersebut sudah terpenuhi secara sederhana dalam permohonan

pailit yang diajukan oleh Para Pemohon sebagai berikut ;

TENTANG DEBITOR MEMILIKI DUA KREDITOR ATAU LEBIH

Menimbang, bahwa salah satu syarat agar Debitor dapat diminta untuk membayar

utangnya melalui mekanisme kepailitan adalah jika debitor tersebut memiliki lebih dari

34
satu kreditor dan terhadap syarat yang pertama ini Majelis akan mempertimbangkan

sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa sebagaimana telah disebutkan diatas Para Pemohon pada

pokoknya mendalilkan bahwa Termohon belum membayar pinjaman / hutangnya

sebesar Rp. 2.000.000.000;- (dua milyar rupiah) kepada Pemohon I dengan bunga

sebesar 1, 966 % ( satu koma sembilan enam enam persen perbulan, dengan cara

pembayaran diangsur senilai Rp. 81.000.000; ( derlapan puluh satu juta rupiah perbulan

sejak perjanjian hutang piutang tersebut ditanda tangani terhitung sejak tanggal 1 Maret

2013 yang jatuh tempo pada tanggal 1 Maret 2017 ( vide bukti P-7 ) dan hutangnya

sebesar Rp. 92.000.000;- ( Sembilan puluh dua juta rupiah ) kepada Pemohon II untuk

keperluan pembayaran Izin Penyelenggaraan Penyiaran ( IPP Prinsip ) sesuai bukti P-

14 sampai dengan P-20. Selain itu Termohon juga memiliki tunggakan kewajiban utang

kepada Kreditor Lain yakni Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah

Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak

Bumi dan Bangunan Perkotaan Tahun 2019 , senilai Rp. 3.736.230 ; ( tiga juta tujuh

ratus tiga puluh enam ribu dua ratus tiga puluh rupiah ), dengan letak Objek Pajak

Stamford Place ST 3/6, yang tercatat atas nama PT . Digital Visi Media ( Termohon )

sebagai pemilik dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 765 Kota Surabaya,

Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Jeruk ( vide bukti P-25 );

Menimbang, bahwa atas pemberian pinjaman/hutang oleh Pemohon I kepada

Termohon tersebut, Termohon memberikan jaminan berupa : Sertifikat Hak Guna

Bangunan No. 765 seluas 162 m2, yang terletak di Propinsi Jawa Timur, Kota

Surabaya, Kecamatan Lakarsanti , Kelurahan Jeruk Jasem, atas nama PT. Digital Visi

Media ( Vide bukti P-7 pasal 7 dan bukti P-26 ) ;

35
Menimbang, bahwa Pemohon I telah mengirimkan Surat Penagihan kepada

Termohon, tertanggal 29 September 2017 ( bukti P-8 ) dengan total jumlah hutang

sebesar Rp. 3.888.000.000;- ( tiga milyar delapan ratus delapan puluh delapan juta

rupiah ) dan telah diterima oleh Termohon sesuai tanda bukti penerimaan surat

sebagaimana bukti P-9 dan P-10 akan tetapi tidak ada tanggapan dari Termohon ,

selanjutnya Pemohon I telah mengirimlan pula surat Somasi /teguran II kewajiban

pembayaran Hutang , tertanggal 10 Oktober 2017 ( vide bukti P-11 ) dan Surat Somasi

/ Teguran ke III/ Terakhir kewajiban pembayaran Hutang, tertanggal 23 Oktober 2017

( vide bukti P-12 ) kepada Termohon untuk melunasi kewajiban hutangnya kepada

Pemohon I dan surat somasi/teguran ke III tersebut telah diterima oleh Termohon

sebagaimana tanda bukti penerimaan surat sesuai bukti P-13 namun tetap tidak ada

tanggapan dari Termohon

Menimbang, bahwa Pemohon II telah mengirimkan surat Teguran/ Somasi

tertanggal 19 Maret 2019 ( vide bukti P-21 ) dan surat somasi tersebut telah diterima

oleh Termohon sebagaimana tanda bukti penerimaan surat sesuai buklti P-22 dan

Pemohon II juga telah mengirimkan Surat Teguran /somasi ke II ( Terakhir ) tertanggal

25 Maret 2019 ( vide bukti P-23 ) dan surat somasi tersebut telah diterima oleh

Termohon sebagaimana tanda bukti penerimaan surat sesuai bukti P- 24 untuk melunasi

kewajiban hutangnya kepada Pemohon II akan tetapi tidak ada tanggapan dari

Termohon ; Selanjutnya Para Pemohon mengajukan permohonan pernyataan Pailit ke

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dan untuk maksud tersebut Para

Pemohon telah memberikan kuasa kepada Penasehat Hukumnya : Tn. KUKUH AGUS

KURNIAWAN, SH.MH., Advokat pada kantor hukum KUKUH AGUS

KURNIAWAN & REKAN , yang berkantor di Jl. I Gusti Ngurah Rai A1/19 Puri Mas,

Surabaya ,berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Maret 2019 , yang terdaftar di

36
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 28 Maret 2019 di bawah No.

1092/HK/III/2019 dan No. 1093/HK/III/2019 Dengan demikian surat permohonan

pernyataan pailit Para Pemohon untuk Termohon telah mempunyai legal standing yang

syah ( vide bukti P-1 dan P-2 ) ;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-27 berupa surat pernyataan tertanggal 30

Maret 2019 yang dibuat oleh Komisaris PT .Digital Visi Media , bukti mana ternyata

mendukung dalil Para Pemohon bahwa PT. Digital Visi Media ( Termohon )

mempunyai hutang kepada PT. Philtera sebesar Rp. 3. 888. 000.000;- ( tiga milyar

delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah ) dan PT. Digital Visi Media juga

memiliki hutang kepada Mr. Song Jin Ho sebesar Rp. 92.000.000;- ( Sembilan puluh

dua juta rupiah ) dan PT. Digital Visi Media telah menerima beberpa Surat Somasi

terkait pelunasan hutang baik kepada PT. Philtera maupun Kepada Mr.Song Jin Ho,

namun faktanya Perseroan sudah dalam keadaan tidak mampu untuk membayar

tunggakan hutang tersebut ;

Menimbang, bahwa dari bukti-bukti surat tersebut dikaitkan dengan ketentuan

pasal 1 angka 2 dan 3 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa

benar Termohon selaku debitor mempunyai kewajiban keuangan yang belum dibayar

lunas kepada Pemohon I selaku kreditor, sebesar Rp. 3. 888 000.000;- ( tiga milyar

delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah ) dan Termohon juga memiliki hutang

kepada Mr. Song Jin Ho sebesar Rp. 92.000.000;- ( Sembilan puluh dua juta rupiah ).

Selain itu juga memiliki tunggakan kewajiban utang kepada Kreditor Lain yakni Badan

Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Tahun

37
2019 , senilai Rp. 3.736.230 ; ( tiga juta tujuh ratus tiga puluh enam ribu dua ratus tiga

puluh rupiah ) ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,

maka Majelis berpendapat bahwa syarat pertama kepailitan yaitu Termohon sebagai

debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor telah terpenuhi TENTANG TIDAK

MEMBAYAR LUNAS SIDIKITNYA SATU UTANG YANG TELAH JATUH

WAKTU DAN DAPAT DITAGIH

Menimbang, bahwa mengenai syarat kepailitan yang kedua ini Majelis akan

mempertimbangkan sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menjelaskan berapa jumlah utang

minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan pail it. Di dalam Undang-

Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang tersebut hanya dijelaskan bahwa : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan

atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun

mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau

kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi

oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor” ( Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang No.37

Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ;

Menimbang, bahwa terhadap jumlah hutang menurut Para Pemohon sebagaimana

tersebut di atas, ternyata Komisaris PT Digital Visi Media dalam surat pernyataannya

sebagaimana dalam bukti P-27 telah membenarkannya namun faktanya Perseroan

38
sudah dalam keadaan tidak mampu untuk membayar tunggakan hutang tersebut,

padahal pinjaman / hutangnya tersebut telah jatuh waktu/tempo, yaitu :

- hutangnya kepada Pemohon I telah jatuh waktu/tempo pada tanggal 1 Maret

2017 ( vide Bukti P-7) ;

- hutangnya kepada Pemohon II telah jatuh waktu/tempo 3 hari setelah tenggang

waktu dilakukan somasi 22 Maret 2019 ( vide bukti P-21 ) ;

- hutangnya kepada kreditor lain yakni Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak

Daerah Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana Surat Pemberitahuan Pajak

Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Tahun 2019 , jatuh tempo 28

Juni 2019( vide bukti P-25 ) ;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut maka telah ternyata bahwa

Termohon belum membayar lunas hutangnya yang telah jatuh waktu/tempo tersebut

baik kepada Para Pemohon , dengan demikian maka Majelis berpendapat bahwa syarat

kedua kepailitan yaitu tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih telah terpenuhi adanya ;

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian dan pertimbangan hukum tersebut

diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah terpenuhi;

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian diatas Majelis Hakim berpendapat

permohonan pernyataan pailit dari Para Pemohon beralasan hukum oleh karenanya PT.

DIGITAL VISI MEDIA ( Termohon ) harus dinyatakan pailit dengan segala akibat

hukumnya, sehingga dengan demikian terhadap petitum angka 2 harus dikabulkan ;

39
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon dinyatakan Pailit, maka sesuai

ketentuan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus ditunjuk Hakim Pengawas dari

Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya yang namanya akan

ditentukan dalam amar putusan ini ;

Menimbang, bahwa didalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut juga

disebutkan, dalam putusan pernyataan pailit selain harus diangkat seorang Hakim

Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan Niaga, harus puladiangkat Kurator ;

Menimbang, bahwa didalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 70 ayat 1 Undang- Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang tersebut juga disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kurator adalah Balai

Harta Peninggalan atau Kurator lainnya ;

Menimbang, bahwa kemudian dalam pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

dijelaskan bahwa yang dapat menjadi Kurator lainnya tersebut adalah orang

perseorangan yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang

dibutuhkan dalam rangka mengurus dan membereskan harta pailit di bawah

pengawasan Hakim Pengawas dan telah terdaftar pada Kementerian Hukum dan Hak

Azasi Manusia Republik Indonesia ;

Menimbang, bahwa dalam surat permohonannya tersebut pada petitum nomor 4

Para Pemohon telah memohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Surabaya untuk mengangkat dan menunjuk: VALENTINO REVOL KOROMPIS,

SH. M.Kn, Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM RI,

40
sesuai dengan bukti pendaftaran Kurator dan Pengurus No.: AHU- 181.AH.04.03-2018,

pada Kantor Hukum KCASE LAW OFFICE , yang berkantor di Jalan Raya Jemursari

Kav.12 Nomor 236 Surabaya, sebagai Kurator dalam perkara kepailitan ini;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang dilampirkan untuk calon Kurator

tersebut, yaitu surat tertanggal 8 April 2019 ( vide bukti P-28 dan P-29 ) ternyata calon

kurator yang bersangkutan telah menyatakan bersedia menjadi Kurator dalam

kepailitan perkara ini serta telah terdaftar sebagai Pengurus/Kurator di Departemen

Hukum dan HAM RI dan sepanjang penilaian Majelis tidak mempunyai benturan

kepentingan baik dengan Para Pemohon maupun Termohon serta tidak sedang

menangani lebih dari 3 (tiga) perkara Kepailitan/PKPU, maka permohonan Pemohon

tersebut sebagaimana dalam petitum No. 4 dapatlah dikabulkan

Menimbang, bahwa mengenai imbalan jasa bagi Kurator dan biaya kepailitan akan

ditetapkan kemudian setelah Kurator menyelesaikan / menjalankan tugastugasnya

dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor 2

Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia

Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Para Pemohon telah dikabulkan

maka menurut hukum biaya yang timbul dalam permohonan ini wajib dibebankan

kepada Termohon ; Mengingat, Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang

Nomor : 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, serta pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan

dengan perkara ini ;

41
MENGADILI

1. Mengabulkan permohonan kepailitan yang diajukan oleh Para Pemohon Pailit

untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan TERMOHON PAILIT ( PT. DIGITAL VISI MEDIA ), suatu

perseroan yang berkantor di Taman Golf Citraland C1/29 RT 008 RW 009

Kelurahan Sambikerep, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya, dalam keadaan

Pailit dengan segala akibat hukumnya ;

3. Mengangkat Sdr. SARWEDI, SH. MH., Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri /

Niaga Surabaya sebagai Hakim Pengawas ;

4. Menunjuk dan mengangkat VALENTINO REVOL KOROMPIS, SH. M.Kn,

Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM RI, sesuai

dengan bukti pendaftaran Kurator dan Pengurus No.: AHU-181.AH.04.03-2018,

pada Kantor Hukum KCASE LAW OFFICE , yang berkantor di Jalan Raya

Jemursari Kav.12 Nomor 236 Surabaya , sebagai Kurator dalam perkara kepailitan

ini;

5. Menetapkan biaya Kepailitan dan imbalan jasa Kurator akan ditetapkan kemudian

setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya dan proses Kepailitan berakhir ;

6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini

sebesar Rp.1.655.000,- (satu juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya pada hari : JUMAT, tanggal : 10 MEI

2019, oleh kami : SIFA’UROSIDIN, SH.MH. Hakim Ketua, SIGIT SUTRIONO,

SH.MH. dan DWI WINARKO SH.MH., masing-masing sebagai Hakim-Hakim

Anggota, putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada

hari SELASA, tanggal 14 MEI 2019, oleh Majelis Hakim tersebut dibantu

42
ROMAULI RITONGA, SH.MH. Panitera Pengganti serta dihadiri Kuasa Para

Pemohon tanpa hadirnya Termohon ;

43
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atau seluruh kekayaan si debitor (orang-

orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya (orang-orang

berpiutang). Dasar Hukum Kepailitan Indonesia bersumber pada :

1. BW secara umum khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134;

2. HIR (Peraturan Acara Perdata);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas;

4. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.

Syarat dinyatakan pailit berdasarkan bunyi Pasal 2 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004

sebagai berikut:

1. Harus mempunyai minimal dua kreditor atau lebih;

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

3. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

4. Permohonan pailit bisa atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara pada kreditur

atas kekayaan debitur oleh kurator. Adapaun asas-asas hukum kepailitan yang tertera

dalam undang-undang PKPU sebagaimana berikut:

1. Asas Keseimbangan

2. Asas Kelangsungan Usaha

3. Asas Keadilan

44
Syarat yuridis dari pengajuan pailit ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hutang

2. Minimal satu hutang telah jatuh tempo serta bisa ditagih

3. Ada debitur

4. Ada kreditur (bisa lebih dari satu)

5. Ada permohonan pernyataan pailit, dan

6. Pernyataan pailit oleh pihak Pengadilan Niaga

Akibat dari kepailitian adalah debitor demi hukum kehilangan haknya untuk

menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal

putusan pernyataan pailit diucapkan.

B. Saran

Ada pun saran-saran yang dibuat penulis dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam prosedur pengajuan ini sendiri diatur dalam UU No. 37 tahun 2004 yang

membahas tentang kepailitan, sebaiknya proses untuk pengajuan kepailitan lebih

dipercepat kembali agar tidak membutuhkan waktu yang lama serta dapat

menefisienkan waktu.

2. Dalam pemberian peringatkan sebaiknya para kreditur dapat memberikan

peringatan beberapa kali terlebih dulu terhadap debitur dan para kreditur setelah

memberikan peringat beberapa kali dapat memberikan somasi untuk pengajuan

pailit ke pengadilan Niaga serta dalam perkara penundaan kewajiban pembayaran

utang yang dilakukan debitor diharapkan bagi hakim maupun pengurus lebih

memahami secara dalam, dan melihat apa tujuan dari debitor maupun kreditor

dalam mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.

45
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008.

Suherman, E. Faillissement (Kefailitan), Binacipta, Bandung: 1988.

Internet:

http://eprints.umm.ac.id/41110/3/BAB%202.pdf

http://etheses.uin-malang.ac.id/348/6/10220067%20Bab%202.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20892/Chapter%20II.pdf;jsession
id=6B3942D853EDF5C37008A61CF056007C?sequence=3

46

Anda mungkin juga menyukai