Anda di halaman 1dari 15

PEMAHAMAN UU PERSEROAN

Dasar Hukum :

UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

UU Nomor ….

UU Nomor ….

PP ….

Analisis UU Perseroan:

1. Modal & Saham Perseroan


Dalam Pasal 9 UU Perseroan, modal terbagi menjadi tiga yaitu : Modal dasar, modal
ditempatkan dan modal disetor.
1) Modal dasar, yaitu jumlah maksimum modal yang disebut dalam akta pendirian.
Terdiri atas seluruh nilai nominal saham 1, namun tidak menutup kemungkinan
peraturan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan terdiri atas saham
tanpa nilai nominal.2 Nominal modal dasar paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).3
Setelah adanya perubahan, dalam Pasal 109 angka 3 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 32
UU PT mengatur sebagai berikut:
1. Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.
2. Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar Perseroan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Sejalan dengan ketentuan di atas, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021
tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan
Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan
Kecil (“PP 8/2021”) mengatur bahwa besaran modal dasar PT ditentukan

1
Pasal 31 ayat 1 UU PT
2
Pasal 31 ayat (2) UU PT
3
Pasal 32 ayat (1) UU PT

1
berdasarkan keputusan pendiri PT.4 Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa saat ini tidak ditetapkan lagi batas minimum modal dasar PT.
2) Modal ditempatkan atau disanggupkan diatur pada pasal 33 UU No. 40 Tahun
2007. Paling sedikit 25% dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 32
harus ditempatkan dan disetor penuh (Pasal 33 ayat 1).
3) Modal disetor, yakni modal yang benar-benar telah disetor oleh para pemegang
saham pada kas perseroan. Diatur pada pasal 34 UU No.40 tahun 2007. Penyetoran
atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya (Pasal 34 ayat 1). Penyetoran atas modal saham selanjutnya diatur pada
pasal 34 ayat 2 dan 3.
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya (Pasal 34 ayat 1). Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan selain
dalam bentuk uang, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar
yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan
Perseroan (Pasal 34 ayat 2). Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus
diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran
saham tersebut (Pasal 34 ayat 3).
Kepemilikan saham dapat diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau
hibah wasiat (Pasal 36 ayat 1).

Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan

1. Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
a. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan
wajib yang telah disisihkan; (Pasal 37 ayat 1 huruf a) dan
b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai
saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri
dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung
dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal
yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang undangan di bidang pasar modal. (Pasal 37 ayat 1 huruf b)

4
Pasal 2 ayat (2) PP 8/21

2
2. Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
bertentangan dengan pasal 37 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas batal karena hukum. (Pasal 37 ayat 2)
3. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang
batal karena hukum. (Pasal 37 ayat 3)

Penambahan Modal

Berikut ….

1. Dalam hal penambahan atau pengurangan modal Perseroan dilakukan berdasarkan


persetujuan RUPS. (Pasal 41)
2. Perubahan besarnya modal dasar anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri. (Pasal 42 ayat 3)
3. Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu
ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham
untuk klasifikasi saham yang sama. (Pasal 43)

Pengurangan Modal

1. Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan
dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk
perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar. (Pasal 44 ayat 1)
2. Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan
RUPS. (Pasal 44 ayat 2)
3. Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus
mendapat persetujuan Menteri. (Pasal 46)
4. Keputusan RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan
dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham. (Pasal 47
ayat 1)
5. Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan
klasifikasi yang dapat ditarik kembali. (Pasal 47 ayat 2)

3
6. Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara
seimbang terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham. (Pasal 47 ayat 3)

Saham

Pemindahan dan pengeluaran saham

Pada pendirian sebuah perseroan terbatas maka setiap pendiri perseroan wajib
mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Kepemilikan saham dibuktikan
dengan bukti kepemilikan saham atas nama pemiliknya dan saham perseroan dikeluarkan
atas nama pemiliknya (Pasal 51). Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam
anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saham merupakan salah salah satu ciri-ciri Perseroan Terbatas (PT) yaitu yang modal
dasar seluruhnya terbagi dalam saham atau terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang
harus dicantumkan dalam mata uang rupiah. Nilai nominal saham ditentukan dalam
anggaran dasar perseroan. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan seperti di bidang pasar modal.
Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan,
kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang
pecahan nilai nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai
nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut. Perseroan dapat
menetapkan lebih dari satu klasifikasi saham, antara lain :
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris;
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan
klasifikasi saham lain;
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih
dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara
kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu
dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan
dalam likuidasi.
Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : (Pasal 52)

4
a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. Hak-hak pemegang saham sebagaimana dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, antara lain :
1. Hak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila
dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan
Komisaris. (Pasal 61 ayat 1)
2. Hak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang
wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa: (Pasal 62 ayat 1)
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai
lebih dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
3. Hak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi
dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat
dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. (Pasal 75 ayat 2)
4. Hak menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Dalam hal ini pemegang saham yang dapat menggugat adalah pemegang
saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara. (Pasal 79 ayat 2)
5. Hak mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan yang
setelah pemegang saham terlebih dahulu meminta data atau keterangan
kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau
keterangan tersebut. Dalam hal ini pemegang saham yang dapat mengajukan
permohonan pemeriksaan adalah 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara. (Pasal 80)
6. Hak mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Dalam hal ini
yang dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS adalah 1

5
(satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
7. Hak ditawarkan terlebih dahulu (Pre-Emptive Right) untuk membeli dan
membayar lunas saham dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk
penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah
dikeluarkan.
8. Hak Suara (menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS).
9. Hak menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi.
10. Hak mendapat persetujuan pemegang saham yang haknya dirugikan oleh
keputusan RUPS tentang pengurangan modal
11. Hak diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
12. Hak mendapat persetujuan pemindahan hak atas saham (kecuali ditentukan
lain dalam anggaran dasar)
13. Hak mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua
pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan
14. Hak mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan
pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS
tersebut dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan
pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan
15. Hak mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua
pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan.

2. Kewajiban, wewenang, persyaratan dan pemberhentian Direksi & Komisaris


DEWAN DIREKSI
Fungsi dan Kewenangan Direksi
Direksi berdasarkan Pasal 1 angka 5 adalah salah satu dari organ perseroan yang
memiliki wewenang dan memiliki tanggung jawab penuh dalam hal melakukan
pengurusan Perseroan baik pengurusan dengan pihak ketiga dan/atau eksternal dari
perseroan maupun pengurusan di dalam pengadilan. Segala hal yang dilakukan oleh
Direksi adalah untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan

6
serta mewakili Perseroan dan tindakan yang Direksi haruslah sesuai dengan Anggaran
Dasar. Tugas dan Wewenang Direksi yang diatur menurut Pasal 100 UU PT
adalah sebagai berikut :
1. Membuat daftar pemegang saham, membuat daftar khusus, membuat risalah RUPS,
dan risalah rapat Direksi;
2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana yang
dimaksud di dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan;
3. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan dan
keseluruhan dari dokumen tersebut di simpan di tempat kedudukan dari Perseroan
tersebut berada.
Direksi juga mempunyai wewenang untuk melakukan pengurusan terhadap PT
sepanjang tindakan yang dilakukannya berdasarkan kepentingan, maksud, dan tujuan PT.
Berdasarkan Pasal 98 UU PT, Direksi juga memiliki wewenang untuk mewakili PT
dalam melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan
itikad baik.
Pada Pasal 101 UU PT menjelaskan bahwa Direksi harus melaporkan kepada
pemegang saham mengenai saham yang dimiliki anggota direksi dan/atau keluarganya
dalam perseroan dan perseroan untuk dicatat dalam daftar khusus. Hal ini bertujuan
untuk melihat secara detail apakah Direksi ini dia juga menjadi pemegang saham, lalu
apakah di perusahaan tersebut selain dia apakah ada keluarga nya juga, yang bertujuan
untuk melihat dan meminimalisir ketika di depannya memungkinkan adanya
persinggungan kepentingan diantara pemegang saham pada perusahaan tersebut.

Tanggungjawab Direksi
Direksi bertanggungjawab untuk melakukan pengurusan terhadap Perseroan dengan
itikad baik (Pasal 97 ayat (2) UUPT). Apabila anggota direksi yang bersangkutan
bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya tanggung jawabnya melekat penuh
secara pribadi atas kerugian perseroan. Apabila terdapat lebih dari dua anggota direksi,
maka tanggung jawab yang akan secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.
Terdapat pengecualian terhadap pertanggungjawaban secara renteng oleh anggota direksi
apabila anggota direksi dapat membuktikan :
1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

7
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Fungsi dan Kewenangan Dewan Komisaris
Dewan Komisaris berdasarkan Pasal 1 angka 6 UUPT adalah organ perseroan yang
bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap Direksi. Dewan Komisaris dapat terdiri
lebih dari satu orang dan Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. Tugas dan
Wewenang Komisaris berdasarkan Pasal 114 UUPT adalah
1. Melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, serta memberi nasihat
kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat yang diberikan oleh Komisaris
dilakukan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2. Dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat, Dewan Komisaris
wajib melakukannya dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab untuk
kepentingan Perseroan.
Tanggung Jawab Komisaris
Tanggung Jawab Komisaris diatur dalam Pasal 116 UUPT. Tanggung Jawab nya adalah:
1. Membuat Risalah Rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
2. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya
pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
3. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun
buku yang baru lampau kepada RUPS.
Komisaris juga wajib bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh
Perseroan, apabila Komisaris lalai atau bersalah dalam menjalankan tugas sebagaimana
yang telah diatur, tetapi Komisaris dapat dikecualikan dari hal tersebut apabila ia dapat
membuktikan bahwa :
1. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.

8
DEWAN KOMISARIS
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
kepada Direksi.
Kewajiban Komisaris, disebutkan di dalam Pasal 108 ayat (1) UU PT adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya,
baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Kewajiban lain terdapat di dalam Pasal 116 UU PT, berupa:
 Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
 Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya
pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
 Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun
buku yang baru lampau kepada RUPS.

Tanggung Jawab atas Kerugian


Anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Jika
Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, maka
tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris . hal ini diatur di dalam Pasal 114 ayat (3) UU PT.
Akan tetapi, Dewan Komisaris tidak bertanggung jawab atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat Pasal 114 ayat (3) UUPT apabila dapat membuktikan:
1. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. Telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
Dewan Komisaris juga dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam
keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu berdasarkan putusan RUPS sebagaimana
diatur di dalam Pasal 118 ayat (1) UU PT. keadaan tertentu yang dimaksud adalah:
1. Pasal 99 ayat (2) huruf b UU PT menjelaskan Dewan Komisaris dalam hal seluruh
anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

9
2. Pasal 107 huruf c UU PT menjelaskan Pihak yang berwenang menjalankan
pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan
atau diberhentikan untuk sementara.

Kelalaian Dewan Komisaris


Kelalaian dari Komisaris biasa berupa kesalahan dalam menjalankan peran utamanya
yaitu tidak jeli mengawasi kepengurusan Direksi serta tidak mampu memberikan nasihat
yang tepat sehingga terjadi kepailitan perusahaan.
Jika timbul kepailitan akibat dari kesalahan dan kelalaian Dewan Komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan
kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat
kepailitan tersebut, Pasal 114 ayat (4) UUPT mengatur bahwa setiap anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas
kewajiban yang belum dilunasi.
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku juga bagi anggota Dewan
Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan. Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud diatas, apabila dapat membuktikan bahwa:
 kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
 telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
 tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
 telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Dasar Hukum : UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


1. PT Perorangan
Kedudukan Badan Hukum PT
Dalam perolehan status badan hukum PT, apabila sudah melakukan semua prosedur dalam
pendirian PT maka pihak berwenang atau menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas
permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Paling lambat 30 hari sejak pernyataan tidak
keberatan, yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri
dokumen pendukung, 14 hari kemudian menteri menerbitkan keputusan pengesahan badan
hukum perseroan yang ditandatangani.

10
Setelah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), maka
PT telah sah sebagai badan hukum dan dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan
perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya (Kurniawan, 2014). Sejak sebuah PT berstatus
badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus
(Direksi) terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah: “separate legal personality”
yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak
mempunyai kewenangan dalam kekayaan PT, juga tdak bertanggung jawab atas utang-utang
perusahaan atau PT.

Kedudukan Badan Hukum PT Perorangan Dalam Sistem Hukum Indonesia


Berdasarkan penjelasan peraturan tentang PT yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa PT harus didirikan minimal oleh 2 (dua) orang atau lebih merupakan syarat
mutlak dalam undang-undang PT dan apabila tidak dipenuhinya syarat tersebut maka akibat
paling yang PT dapatkan adalah dapat dibubarkannya PT tersebut. Tetapi dalam Undang-undang
Cipta Kerja ini, syarat sebuah PT yang harus didirikan oleh 2 (dua) orang tersebut tidak lagi
bersifat wajib, hal tersebut termuat dalam Undang-undang Cipta Kerja, bagian kelima tentang
Perseroan Terbatas, Pasal 109 terdapat beberapa ketentuan tentang PT yang diubah. yang dimana
bunyi ketentuan pasal 1 angka 1 undang-undang PT menjadi berbunyi :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang nseluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang
undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”
Kemudian mengenai pengecualian bagi Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha Mikro
dan Kecil terdapat pada ketentuan pasal 7 ayat (7) yang berbunyi : “Ketentuan yang mewajibkan
Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5),
serta ayat (6) tidak berlaku bagi :
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Badan Usaha Milik Desa;
d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan UndangUndang
tentang Pasar Modal; atau
e. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil.”
berdasarkan dari ketentuan pasal diatas, definisi Perseroan Terbatas dalam Undang-undang
Cipta Kerja PT Perorangan dapat menjadi badan hukum karena memperbolehkan PT didirikan
kurang dari dua dengan syarat memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil.

11
Tanggungjawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Jika Terjadi Kepailitan
Pertanggungjawaban pribadi pemegang saham diatur dalam Pasal 3 UU No. 40 Tahun 2007
tentang PT yakni pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila:
a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan
iktikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh perseroan; atau pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang
mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang
perseroan.
Dalam kondisi lain, Salah satu konsekuensi bahwa PT sebagai subjek hukum adalah suatu
perseroan dapat dituntut secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di
pengadilan, termasuk jika perseroan tersebut mengalami kepailitan. Jika PT mengalami
kepailitan yang akan bertanggungjawab adalah organ perseroan yang terdapat pada Pasal 2
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, diatur bahwa Organ
Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris:
1. Tanggung Jawab Pemegang Saham
Separate legal entity merupakan prinsip yang mengatur bahwa adanya pemisahan
harta perseroan dengan harta pribadi pemegang saham, sehingga jika terjadi kepailitan
perseroan, maka pemegang saham bertanggungjawab secara terbatas atau hanya sebesar
jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan tersebut. Hal ini sejalan dengan isi Pasal 3
ayat (1) UUPT “Pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi saham yang dimilikinya.”
Kemudian pada Pasal 3 ayat (2) huruf d disebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pemegang saham yang bersangkutan baik
langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan
yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang
perseroan.”
Berdasarkan pasal di atas, dapat dilihat bahwa para pemegang saham dituntut untuk
bertanggung jawab membayar utang-utang perseroan jika ternyata terbukti bahwa kepailitan
perseroan terjadi karena perbuatan langsung maupun tidak langsung dari para pemegang

12
saham yang mencampuradukkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan perseroan, dalam
hal ini menggunakan harta perseroan seacara melawan hukum sebagai alat untuk
kepentingan pribadinya.

2. Tanggung Jawab Direksi


Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) dan ayat (4) UUPT disebutkan bahwa: (2) “Dalam hal
kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan dan kelalaian
Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam
kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.“
(4) Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

3. Tanggung Jawab Dewan Komisaris


Dalam hal perseroan dinyatakan pailit karena berbagai sebab, Dewan Komisaris dapat
dimintakan pertanggung jawaban secara pribadi jika ternyata kepailitan terjadi akibat
kelalaian dan kesalahannya yang tidak melakukan fungsi pengawasan atas kinerja Direksi
dalam perseroan. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 115 ayat (1) UUPT, yakni “Dalam
hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan perseroan
tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap
anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota
Direksi atas kewajiban yang belum terlunasi.”

4. Tanggungjawab Pemegang Saham PT Perorangan Jika Terjadi Kepailitan


Berdasarkan hal-hal yang sudah dijelaskan diatas mengenai tanggungjawab PT, dalam
PT Perorangan ini tidak jauh beda. Hal ini dikarenakan PT Perorangan dapat dikatakan
badan hukum karena sudah memenuhi karakteristik badan hukum. Karena PT Perorangan
memiliki karakteristik badan hukum, maka dari itu dalam PT Perorangan juga terdapat

13
tanggungjawab terbatas dan memiliki kekayaan terpisah dengan pemilik maupun organ
didalamnya.
Pertanggung Jawaban Terbatas pemegang saham PT Peeorangan juga telah dimuat
dalam pasal 153 J Undang-undang Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa “(1) Pemegang
saham Perseroan untuk usaha Mikro dan Kecil tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan melebihi saham yang dimiliki”, jadi apabila terdapat kerugian atas segala
perbuatan yang dilakukan oleh PT Perorangan maka pemegang saham hanya dapat
dimintakan tanggung jawab sebatas saham yang disertakan/dimilikinya dalam Perseroan
Perorangan tersebut.
Dalam pasal 153 J ayat (2) undang-undang tentang Cipta Kerja pada klaster
kemudahan berusaha yaitu tentang perubahan atas undang-undang PT, mengenai
pertanggungjawaban tidak terbatas pemegang saham apabila:
1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbutan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Pasal 153 J ayat (2) diatas sudah dengan jelas menyebutkan kondisi-kondisi yang
dapat menjadikan pemegang saham Perseroan Perorangan dimintakan tanggung jawab
tidak terbatas (melebihi saham yang disertakannya), sehingga sepanjang tidak adanya hal-
hal sebagaimana disebutkan dalam Dalam pasal 153 J ayat (2) undang-undang tentang
Cipta Kerja tersebut diatas, maka pemegang saham Perseroan Perorangan hanya
bertanggungjawab sebatas modal/saham yang disertakannya. Dan apabila terjadi
kepailitan dalam PT Perorangan tersebut, maka pertanggungjawaban dari PT Perorangan
bukan dari pemegang saham saja yang akan bertanggungjawab, tetapi juga Organ
Perseroan yang ada dalam PT Perorangan tersebut.
Dalam hal Organ PT Perorangan diatur pada Pasal 7 ayat (2) huruf g PP No. 8/2021
mengacu pada organ dari perseroan perorangan yang hanya terdiri dari direktur (direksi)
dan juga sekaligus menjadi pemegang saham, akan tetapi tidak mengatur serta
menghilangkan organ Dewan Komisaris. Dari ketentuan pasal 7 ayat (2) huruf g PP No.
8/2021 ini maka kedudukan organ perseroan pada PT Perorangan adalah hanya terdiri
dari direksi dan pemegang saham, tanpa organ komisaris.

14
Hal tersebut Berkaitan dengan kedudukan dan pengaturan tentang organ perseroan
pada PT Perorangan, jika dilihat dari UUPT dan UU Cipta Kerja terdapat
ketidakselarasan antara ketentuan organ perseroan PT Perorangan pada pasal 7 ayat (2)
huruf g PP No. 8/2021 dengan ketentuan organ perseroan pada pasal 109 angka (1) UU
Cipta Kerja. Dalam pasal 7 ayat (2) huruf g PP No. 8/2021 menentukan bahwa organ PT
Perorangan terdiri dari Direktur merangkap sebagai Pemegang Saham dan tidak mengatur
bahkan menghilangkan organ komisaris. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 109
angka (1) UU Cipta Kerja yang dalam pasal 1 angka (2) menyatakan bahwa organ
perseroan terbatas terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Meski dalam UU
Cipta Kerja konsep pendirian PT mengalami perluasan, akan tetapi untuk ketentuan organ
perseroan sendiri tidak mengalami perubahan. Dari tidak konsistennya pengaturan
mengenai organ perseroan pada PT Perorangan tentu akan menimbulkan suatu
ketidakpastian hukum mengenai organ perseroan. Disatu sisi UU Cipta Kerja telah
mengatur ketentuan organ PT, namun disisi lain ketentuan organ perseroan perorangan
dalam PP No. 8/2021 tidak sejalan dengan peraturan undang-undang yang berada di
atasnya.

15

Anda mungkin juga menyukai