Anda di halaman 1dari 31

RESUME

HUKUM JAMINAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Jaminan


Dosen Pengampu: Dr. Karim, S.H.,M.Hum.

Disusun Oleh :
TSANIA AZIZIYAH
1711111167

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
SURABAYA
2021
BAB II
BAB I
HAK KEBENDAAN LAIN BAB III
HAK JAMINAN MENURUT
YANG BERSIFAT PERJANJIAN JAMINAN
HUKUM PERDATA
MEMBERIKAN JAMINAN

BAB VI BAB V BAB IV


WANPRESTASI SEBAGAI HAK TANGGUNGAN EKSISTENSI HAK
DASAR EKSEKUSI OBYEK MENURUT UU NO 4 TH. TANGGUNGAN DI
HAK TANGGUNGAN 1996 INDONESIA

BAB VII
BAB VIII BAB IX
PROBLEMATIKA TITEL
EKSEKUSI OBYEK HAK EKSEKUSI OBYEK HAK
EKSEKUTORIAL
TANGGUNGAN SECARA TANGGUNGAN SECARA
SERTIFIKASI HAK
DIBAWAH TANGAN PARATE EXECUTIE
TANGGUNGAN

BAB XII
BAB XI BAB X
PERLINDUNGAN HK BAGI
EKSEKUSI OBYEK HAK EKSEKUSI OBYEK HAK
PIHAK YG TERKAIT
TANGGUNGAN MELALUI TANGGUNGAN MELALUI
PERNJUALAN DI HAK
PUPN PENGADILAN
TANGGUNGAN
BAB I
HAK JAMINAN MENURUT HUKUM PERDATA

4. JAMINAN
MENGUSAI 5. JAMINAN
BENDA & TANPA REGULATIF &
MENGUASAI NON REGULATIF
3. JAMINAN BENDA 6. JAMINAN
BENDA BERGERAK KONVENSIONAL &
& BENDA TIDAK NON
BERGERAK KONVENSIONAL

2. JAMINAN 7. PEMBEDAAN
KEBENDAAN & HAK JAMINAN DI
PERORANGAN BELANDA & AS

HAK
1. JAMINAN JAMINAN 8. HAK JAMINAN
ATAS RESI
UMUM & KHUSUS MENURUT GUDANG
HK PERDATA
Kredit oleh bank tidak selalu harus
disertai syarat adanya agunan atau
KTA, sebab jaminan sudah dianggap
ada dengan melihat peluang dan
prospek usaha yang cerah dari calon
debitor dimana sumber dana bagi
pembayaran kembali kredit tersebut.

Bank harus menilai prospek dari


proyek yang hendak didanai, yakni
dengan memperhatikan prinsip legal
lending limit, yaitu penyaluran kredit
tidak boleh melebihi 30% dari modal
bank.

Dalam Undang - Undang Perbankan


yang lama (vide Pasal 24 Undang
Undang Nomor 14 Tahun 1967) telah
ditegaskan bahwa bank “dilarang”
memberikan kredit jika tidak disertai
jaminan.
Undang Undang Perbankan Nomor 7 Tahun
1992 memberikan kelonggaran kepada bank
dalam soal jamianan bagi penyaluran kredit,
bank (umum) wajib mempunyai keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur
untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan.

Berdasarkan Pasal 8 Undang Undang


Perbankan 1992 , bank baru diperbolehkan
menyalurkan kredit jika yakin debitur
mempunyai kemampuan dan kesanggupan
dalam mengembalikan kredit.

Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun


1998 lebih ditegaskan lagi bahwa dalam
memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah, bank umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi utangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Dengan adanya barang jaminan tersebut,
maka manakala debitur wanprestasi atau
ingkar janji, kreditur dapat mengambil
pemenuhan hutang dari penjualan barang
jaminan melalui suatu pelelangan umum.

Hukum jaminan di Indonesia masih bersifat


dualisme, yakni di satu sisi diatur dengan
produk hukum barat, yaitu jaminan atas
benda bergerak berupa Gadai yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Sementara hak jaminan lainnya atas
benda bergerak yang dilakukan tanpa
menguasai bendanya diatur dalam Undang
Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.

Yang dimaksud jaminan pokok adalah


jaminan yang berupa sesuatu atau benda
yang berkaitan langsung dengan kredit.
Sedangkan yang dimaksud jaminan
tambahan adalah jaminan yang tidak terkait
langsung dengan kredit yang diminta oleh
nasabah (debitur).
KLASIFIKASI JAMINAN

• Jaminan umum adalah jaminan yang ditentukan oleh


undang-undang. Kreditur Sudah mempunyai hak verhaal
atas benda-benda milik debitur, benda bergerak maupun
benda tidak bergerak, baik benda yang sudah ada
JAMINAN maupun benda yang baru akan ada.
UMUM & • Jaminan khusus adalah jaminan yang timbulnya
KHUSUS (terjadinya) karena diperjanjikan secara khusus oleh para
pihak (kreditur dan debitur). Dimana jaminan umum
kurang memberikan rasa aman dan tertuju pada benda-
benda khusus milik debitur (asas spesialitas), dan hanya
berlaku bagi kreditur tertentu (khusus).

• Jaminan kebendaan Adalah jaminan yang mempunyai


hubungan langsung dengan benda tertentu milik debitur.
Kreditur mempunyai hak kebendaan dengan ciri-ciri
dapat dipertahankan dari siapapun dan senantiasa
mengikuti bendanya.
JAMINAN • Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan
KEBENDAAN & hubungan langsung terhadap perorangan tertentu. Hak
PERORANGAN kreditur bersifat relatif yakni berupa hak perorangan.
Jaminan terhadap debitur tertentu dan terhadap
kekayaan debitur seumumnya. Sifatnya adalah asas
keamanan kedudukan di antara para kreditur sehingga
tidak dibebankan mana piutang yang lebih dulu terjadi
dengan yang belakang.

• Jaminan atas benda bergerak adalah jaminan dengan


JAMINAN obyek benda bergerak, baik yang berwujud maupun
BENDA tidak berwujud. Misalnya gadai dan fidusia.
BERGERAK & • Jaminan atas benda tidak bergerak adalah jaminan yang
TIDAK obyeknya benda-benda tidak bergerak yang berwujud
dan tidak berwujud. Misalnya hak tanggungan, hipotik,
BERGERAK dan creditverband.
KLASIFIKASI JAMINAN

• Jaminan dengan menguasai bendanya atau jaminan serah fisik


adalah suatu jaminan yang dimana obyek jaminan dikuasai
secara fisik (nyata) oleh kreditur. Pelaksanaan penyerahan
jaminan secara fisik mengakibatkan debitur kehilangan
penguasaan atas barang jaminan sehingga dia tidak
menggunakan barangnya.
JAMINAN
MENGUASAI BENDA • .Jaminan tanpa menguasai bendanya yaitu suatu jaminan
& TANPA dimana kreditur tidak menguasai benda jaminan secara fisik,
MENGUASAI BENDA tetapi hanya menguasai dokumen atau kepemilikan yuridisnya
saja. Kreditur diuntungkan karena tidak harus menyediakan
tempat Penyimpanan dan petugas untuk merawat. Sedangkan
debitur tetap menguasai barang jaminan tersebut maka dia
dapat menggunakan barang jaminan untuk mengembangkan
usaha.

• Jaminan regulatif adalah suatu lembaga jaminan yang sudah


diatur dan telah mendapat pengakuan dalam peraturan
perundang-undangan. Golongan jaminan ini adalah hak
tanggungan, hipotik, creditverband, Gadai, dan borgtoch.
• Jaminan non regulatif adalah lembaga jaminan yang belum
JAMINAN REGULATIF mendapat Pengaturan secara khusus dalam peraturan
& NON REGULATIF perundang-undangan melainkan berasal dari hukum
kebiasaan, yurisprudensi, dan surat perjanjian (bersifat
kontraktual). Golongan jaminan ini adalah fidusia (sekarang
sudah diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999), pengalihan
tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, atau surat kuasa
mutlak yang tidak dapat dicabut kembali.

• Jaminan konvensional adalah jaminan kredit baik yang diatur


dalam peraturan perundang-undangan maupun yang belum
diatur. Misalnya, hak tanggungan, hipotik, creditverband,
Gadai, fidusia.
JAMINAN
KONVENSIONAL & • Jaminan non konvensional adalah jaminan kredit yang
NON keberadaannya dalam sistem hukum jaminan di Indonesia.
KONVENSIONAL Pengaturannya belum tertata secara rapi sehingga
memerlukan suatu upaya untuk mengaturnya secara lebih
tegas dan jelas. Misalnya, pengalihan hak tagih debitur,
pengalihan hak tagih asuransi, kuasa menjual, jaminan untuk
menutupi kekurangan biaya.
KLASIFIKASI JAMINAN

• Jaminan eksekutorial khusus adalah jaminan kredit yang


memberikan sarana khusus kepada kreditur untuk melakukan
eksekusi secara paksa apabila debitur wanprestasi. Misalnya,
JAMINAN hak tanggungan, hipotik, creditverband, Gadai, fidusia.
EKSEKUTORIAL • Jaminan non eksekutorial khusus adalah jaminan yang tidak
KHUSUS & NON mempunyai sarana khusus untuk melakukan eksekusi secara
EKSEKUTORIAL paksa, artinya pemenuhan hak -hak kreditur harus dilakukan
KHUSUS melalui gugatan perdta biasa ke Pengadilan. Misalnya,
jaminan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan
1132 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, borgtoch dan
beberapa jaminan lain yang bersifat non regulatif.

• Di Belanda berdasarkan Nieuw Burgerlijk Wetboek 1992,


pembagian kebendaan hanya menjadi dua yakni benda
terdaftar dan benda tidak terdaftar.
PEMBEDA HAK • Di Amerika Serikat mengikuti pandangan konvensional, yakni
JAMINAN DI dikaitkan dengan penggolongan benda menjadi benda
BELANDA & bergerak dan benda tidak bergerak baik yang berwujud
AMERIKA SERIKAT maupun tidak berwujud. Uniform Commercial Code
merupakan salah satu Undang Undang Federal yang
mengatur perjanjian jaminan yang berlaku di mayoritas
negara Bagian Amerika Serikat.

• Hak jaminan atas resi gudang (UU NO. 9 TH 2011) lahir dari
kebutuhan praktik terutama untuk memenuhi kebutuhan
pelaku usaha di bidang Sistem resi gudang. Sistem resi gudang
adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan,
pengalihan, pinjaman dan penyelesaian transaksi resi gudang.
HAK JAMINAN ATAS Resi gudang adalah Dokumen kepemilikan atas barang yang
RESI GUDANG disimpan di gudang diterbitkan oleh pengelola gudang.
Dokumen kepemilikan barang yang disimpan di gudang
tersebut dapat dijadikan jaminan dengan nama Hak jaminan
atas resi gudang. Ketentuan hak jaminan atas resi gudang
diatur secara khusus dalam Pasal 12 s/d Pasal 16 Undang
Undang Sitem Resi Gudang.
BAB II
HAK KEBENDAAN LAIN YANG BERSIFAT MEMBERIKAN
JAMINAN

HAK KEBENDAAN LAIN YG


BERSIFAT MEMBERIKAN JAMINAN

PREVILEGI HAK RETENSI

Previlegi adalah suatu hak Hak retensi adalah hak untuk


(istimewa) yang diberikan oleh menahan suatu benda sampai
undang-undang kepada kreditur piutang yang berkaitan dengan
yang satu atas kreditur yang lainnya, tersebut dilunasi (Pasal 1131 dan
semata-mata berdasarkan sifat 1132 BW)
piutangnya (Pasal 1134 BW)

PREVILEGI PREVILEGI
KHUSUS UMUM

Yaitu ditunjukan pada benda- hak istimewa yang tertuju pada


benda tertentu milik debitur semua benda milik debitur yang
sebagai sarana untuk terdiri atas 7 macam hak
pelunasan hutang, terdiri atas kebendaan (biaya perkara dari
9 macam hak (biaya perkara penjualan barang, biaya
dari penjualan barang, uang penguburan, pengobatan terakhir,
sewa barang, harga pembelian upah buruh, dan piutang).
barang, biaya untuk Apabila kreditur mempunyai
menyelamatkan barang, biaya tagihan atas hak- hak kebendaan
pengerjaan barang, jaminan, umum sebagaimana yang
upah pengangkutan dan biaya disebutkan dalam undang-
tambahan lain, biaya tukang, undang (Pasal 1149 BW), maka
penggantian) sebagaimana pemenuhannya didahulukan
telah disebutkan Pasal 1139 dibanding hak-hak kebendaan
BW lainnya.
BAB III
PERJANJIAN JAMINAN

PERJANJIAN
JAMINAN

1. Latar
7. Pengaturan
Belakang
Perjanjian
Lahirnya
Jaminan
Perjanjian
dalam BW
Jaminan

6. Jenis
2. Pengertian
Perjanjian
Menurut Ahli
Jaminan

3. Hak
5. Akibat
Debitur dan
Hukum
Kreditur

4. Sifat-Sifat
Perjanjian
Jaminan
Semua Kreditur dinyatakan sama dan
LATAR BELAKANG LAHIRNYA Pasal 1131 BW menyatakan bahwa
tidak ada yang diistimewakan
semua harta kekayaan debitur jadi
PERJANJIAN JAMINAN (kreditur konkuren), serta tidak ada
jaminan untuk pelunasan hutangnya.
harta debitur yang bersifat khusus.

Dalam Pasal 1131 BW piutang yang


Hal ini sesuai dengan Pasal 1132 BW Apabila harta jaminan Debitur
dijamin tidak hanya mengenai
yang tidak memberikan keuntungan tersebut tidak mencukupi, maka hasil
perjanjian hutang piutang, akan tetapi
bagi kreditur karena masih kurangnya lelang akan dibagi dengan prinsip
juga perjanjian kredit yang menuntut
sisa hutang yang belum terbayar. keseimbangan (pari pasu).
pembayaran sejumlah uang.

Terdapatnya ketidakpastian jaminan


Perlindungan khusus tersebut
dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 BW Kedudukan jaminan khusus sama
menciptakan sebuah jaminan khusus
tersebut membuat para Kreditur dengan perjanjian (pacta sun
dimana terdapat harta debitur yang
menginginkan sebuah perlindungan servanda), dan perjanjian itu
khusus ditunjuk untuk peluanasan
khusus yang memiliki landasan dinamakan perjanjian jaminan.
hutang khusus pada Kreditur.
hukum seperti undang- undang.
PENGERTIAN

• Pengertian perjanjian jaminan ada di dalam buku III BW yang membahas tentang
Perikatan dan buku II yang membahas tentang barang.
• Menurut Gerald G Thain yaitu, “perjanjian jaminan adalah suatu kesepakatan di mana
suatu pihak baik sebagai individu/pribadi atau sebagai badan usaha (organisasi bisnis),
memberikan pinjaman atau kredit kepada pihak lain dengan harapan bahwa pinjaman
tersebut akan dibayar kembali dengan bunga yang sesuai dan jika syarat-syarat dalam
transaksi pemberian kredit (hutang) tersebut tidak dipenuhi, maka pihak terjamin
(kreditur)- pihak yang kepada siapa kewajiban harus dipenuhi akan dapat menuntut
haknya atas barang jaminan”.
• Thain memberi penjelasan mengenai barang jaminan. Barang jaminan digambarkan
sebagai dana yang dibutuhkan debitur untuk mengembangkan usahanya, yang
didapatkan dari kreditur. Hal tersebut dilakukan agar harta kekayaannya dapat
dijadikan jaminan pembayaran kembali hutangnya pada Kreditur.

HAK KREDITUR & DEBITUR

• HAK KREDITUR
1. Hak untuk memperoleh kembali pelunasan piutangnya dari debitur,
2. Hak menguasai harta kekayaan yang dijaminkan apabila terdapat kegagalan
pembayaran hutang oleh debitur.
• HAK DEBITUR
1. Mendapatkan kembali harta jaminannya dengan membayar hutang dan menghapus
hak jaminan atas harta kepemilikan oleh kreditur,
2. Mendapatkan kembali harta jaminannya, kecuali jika kreditur telah mengalihkan
barang tersebut pada pihak ketiga sesuai klausula perjanjian jaminan.

SIFAT PERJANJIAN JAMINAN

• Bersifat tambahan/ikutan (accesoir) dimana perjanjian jaminan tidak dapat dilepaskan


dari adanya perjanjian pokok, Perjanjian pokok yang mendahului lahirnya perjanjian
jaminan umumnya berupa perjanjian kredit, perjanjian pinjam-meminjam atau
perjanjian hutang-piutang
• Dalam perjanjian pokok, pihak yang memberikan hutang, kredit atau pinjaman berada
pada posisi sebagai kreditor yang disebut obligor. Umumnya yang bertindak sebagai
kreditor dalam pemberian kredit adalah bank.
• Hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang
tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang-piutang atau perjanjian lain,
maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya. Demikian pula jika hak tanggungan tersebut hapus karena hukum-
karena pelunasan atau sebab-sebab lain-maka piutang yang dijaminnya menjadi hapus.
(Penjelasan Umum UU Hak Tanggungan No.4/1996 butir 8)
AKIBAT HUKUM
• Jaminan pertama, adanya (timbulnya) bergantung pada perjanjian pokok.
• Kedua, hapusnya juga bergantung pada perjanjian pokok.
• Ketiga, jika perjanjian pokoknya batal, maka perjanjian ikutannya juga batal.
• Keempat, perjanjian tambahan ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok. Apabila
perjanjian pokoknya beralih, maka perjanjian ikutannya juga beralih.

JENIS PERJANJIAN JAMINAN


• Perjanjian jaminan yang dibuat oleh debitor dan kreditor dapat tertuju pada benda-benda
tertentu milik debitor, sehingga menimbulkan hak kebendaan, yaitu hak kebendaan yang
bersifat memberikan jaminan atau disebut pula dengan hak jaminan kebendaan.
• Apabila benda yang diserahkan oleh debitor sebagai jaminan berupa benda bergerak, maka
perjanjian jaminan yang diberikan adalah dalam bentuk gadai, sedangkan jika yang diserahkan
sebagai jaminan adalah benda tidak bergerak maka perjanjian jaminannya berupa hipotik.
Gadai dan hipotik diatur dalam BW.
• Diluar BW terdapat lembaga jaminan dengan obyek yang sama, yaitu hak jaminan atas benda
bergerak adalah fidusia diatur dalam UU N. 42 Tahun 1999, sedangkan hak jaminan atas benda
tidak bergerak yaitu Hak Tanggungan yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996.
• Selain perjanjian jaminan atas obyek benda yang disebut dengan perjanjian jaminan
kebendaan, terdapat pula perjanjian jaminan dengan obyek bukan benda, tetapi orang
tertentu yang bersedia menjadi penjamin bagi pelunasan hutang debitor disebut dengan
perjanjian jaminan perorangan, yaitu yang terjadi apabila ada pihak ketiga yang bersedia
menjadi penanggung atas hutang debitor, yang kemudian berdasarkan kesepakatan dengan
kreditor dibuatlah suatu perjanjian jaminan yang dikenal dengan nama Perjanjian
Penanggungan.

PENGATURAN PERJANJIAN JAMINAN DALAM BW


• Perjanjian jaminan bergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok yang mendasari lahirnya
perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan. Perjanjian pokok yang menjadi dasar lahirnya
perjanjian jaminan tersebut dapat berupa perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit atau
perjanjian lain yang melahirkan kewajiban bagi debitor untuk berprestasi dalam bentuk
pembayaran sejumlah uang.
• Perjanjian pokok yang melahirkan perjanjian jaminan berada dalam ranah buku III B.W. yang
mengatur tentang perikatan, yang bersifat terbuka. Perjanjian sebagai salah satu sumber
perikatan tersebut melahirkan hak perorangan atau hak pribadi, karena perjanjian tersebut
dibuat antara orang yang satu dengan orang lainnya.
• Apabila perjanjian jaminan ditujukan atas benda tertentu milik debitor, dan dituangkan dalam
suatu perjanjian jaminan kebendaan, maka menimbulkan hak kebendaan bagi kreditor. Guna
memberikan rasa aman kepada kreditor dalam menagih piutangnya, buku III B.W.
memberikan fasilitas hukum berupa perjanjian jaminan perorangan, yaitu Perjanjian
Penanggungan.
• Dengan demikian maka terdapat tiga bentuk pengamanan yang melindungi kreditor dalam
menyalurkan dananya, yaitu perisai Pasal 1131 dan 1132 B.W. dalam bentuk jaminan umum,
kemudian diperkuat lagi dengan perisai perjanjian jaminan kebendaan dan perisai ketiga
adalah perjanjian jaminan perorangan.
BAB IV
EKSISTENSI HAK TANGGUNGAN DI INDONESIA

HAK TANGGUNGAN
DALAM SISTEM
HUKUM JAMINAN
NASIONAL

ASAS PEMISAHAN
HORISONTAL DALAM
HAK TANGGUNGAN

PROSPEK HAK
TNGGUNGAN DALAM
MENGHADAPI ERA
GLOBAL
Pluralisme berlaku di Indonesia sejak
zaman Kolonial Belanda hal ini semakin
tampak karena tindakannya bagian dari Sehingga muncul dualism hukum
HAK TANGGUNGAN DALAM SISTEM politik devide et impera yang artinya dengan dianutnya sistem hukum Barat
HUKUM JAMINAN NASIONAL membagi penduduk Indonesia menjadi dan hukum Adat dalam mengatur
tiga (3) golongan yaitu golongan Eropa, pertanahan di Indonesia
Timur Asing dan Bumiputera (Pasal 163
Indische Staatsregeling).

Pembentukan UUPA bertujuan untuk


Pada saat itu Indonesia belum merdeka memerdekakan bangsa Indonesia dari Hingga Indonesia merdeka yang sampai
dalam produk hukum sendiri untuk hukum colonial, terutama dalam pada akhirnya dilakukan perubahan
menggantikan kolonial, maka hukum pertanahan. Awal kelahiran yang sangat mendasar dan revolusioner
sementara produk hukum colonial UUPA sangat anti dengan modal asing, dengan diundangkannya Undang-
diberlakukan sebagaimana terdapat karena prinsip dari bangsa Indonesia Undang Pokok Agraria yakni Undang –
dalas Pasal II aturan peralihan Undang- adalah mengedepankan asas bahwa Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Undang Dasar 1945. tanah untuk petani atau disebut juga Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
dengan Land to the Tiller.

Hak Tanggungan diatur dalam UUC NO. Dalam UU Hak Tanggungan dikatakan
4 TH 1996 yang diterbitkan sebagai sebagai unifikasi hak jaminan atas Hingga saat ini hukum benda yang
pelaksana Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA. tanah sebenarnya tidak sepenuhnya berlaku di Indonesia masih bersifat
Dalam penerbitan UU NO. 4 TH 1996 tepat, namun karena sebagai suatu dualistis yakni untuk benda bergerak
bertujuan untuk mengakhiri dualisme upaya untuk memberikan kepastian sebagaimana diatur dalam Buku II BW
dalam pengaturan hak jaminan atas dan modernisasi hukum jaminan dan untuk benda tidak bergerak
tanah yang sebagaimana sebelumnya dengan obyek tanah, maka kelahiran khususnya dalam bidang tanah yakni
menggunakan lembaga jaminan hipotik Undang-Undang Hak Tanggungan dapat diatur dalam UUPA.
dan credietverband. dianggap sebagai suatu kemajuan.

Pembentukan UU Hak Tanggungan


Dalam hal ini sistem hukum perdata
ternyata belum memiliki pengalaman
terdapat sub sistem hukum kebendaan,
dan pengetahuan yang luas terutama Dalam tata hukum nasional Indonesia
yang mana dalam sub sistem
didalam asas-asas hukum benda dan terdapat berbagai macam sistem
kebendaan itulah diatur hak- hak
hukum jaminan. Oleh karenanya terjadi hukum, diantaranya yakni : sistem
kebendaan yang bersifat memberikan
kerancuan anatara ketentuan Undang- hukum perdata, pidana dan
jaminan salah satunya adalah jaminan
Undang Hak Tanggungan dengan administrasi.
atas benda tidak bergerak yang berupa
Undang-Undang lain yang di dalamnya
tanah.
mengatur Hukum Jaminan.
ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN

• Pembagian benda hukum adat mengenal benda berupa tanah dan


bukan tanah.
• Asas Pemisahan Horisontal merupakan dasar pemikiran dalam hukum
pertanahan adat yang kemudian diadopsi oleh Undang-Undang Pokok
ASAS Agraria ( Pasal 5 UU No. 5 TH 1960).
PEMISAHAN HORISONTAL

•Hukum Barat yang mengenal pembagian benda yang menjadi bergerak dan
tidak bergerak.
•Asas perlekatan vertikal merupakan dasar pemikiran yang dianut oleh hukum
tanah Barat sebagaimana yang diatur dalam BW Pasal 571(1).
•Dalam perkembangan hukum dan ekonomi, belakangan ini asas perlekatan
sebagaimana yang dianut hukum tanah Barat mengalami pergeseran. Oleh
ASAS ACCESIE karena itu para ahli hukum tanah di Negara Barat melakukan pengelompokan
terhadap hak – hak yang ada diatas sebidang tanah yang didirikan bangunan
(PERLEKATAN) VERTICAL dalam bentuk strata titel atau rumah susun.

• Dapat disimpulkan bahwa Asas Accesie Vertikal hanya berlaku untuk


tanah yang mempunyai sertifikat, sedang yang belum mempunyai
sertifikat dapat dilakukan jual beli tanah tanpa rumah atau bangunan
diatasnya.
Berdasarkan Surat edaran • Sebagaimana yang tercantum dalam Undang – Undang No. 4 Tahun
Menteri Agraria 1996 terdapat inkosistensi penganutan asas pemisahan horizontal.
No.Dph/364/43/66
tanggal 10 Desember 1966
PROSPEK HAK TANGGUNGAN DALAM MENGHADAPI ERA GLOBAL

Globalisasi adalah bentuk karakteristik hubungan antara penduduk bumi yang


meampaui batas konvensional seperti bangsa dan negara. Globalisasi menuntut
perubahan legal system, karena melibatkan segala aspek kehidupan masyarakat
seperti dalam ekonomi , politik, sosial budaya, dan juga dalam kejahatan.

Salah satu dampak dari globalisasi adalah terjadinya Liberalisasi


perdagangan dan Investasi dari negara maju ke negara
berkembang.

Dalam rangka menghadapi globalisasi dan liberalisasi, Indonesia masuk menjadi anggota asosiasi
negara baik nasional maupun internasional. Dikawasan Asia Pasifik, Indonesia menjadi anggota APEC
(Asia Pasific Economic Cooperation), kemudian pada tingkat ASEAN, Indonesia masuk dalam
organisasi AFTA (Asean Free Trade Area) dan pada tingkat Internasional, Indonesia masuk dalam
GATT (General Agreement on Trade and Tariff).

Pembentukan GATT ini bertujuan untuk melaksanakan liberalisasi perdagangan


dengan meletakkan prinsip non deskriminasi dalam perdagangan, melalui prinsip ini
suatu negara tidak boleh melakukan pembedaan tariff untuk suatu produk tertentu
hanya karena berasal dari negara yang berbeda.

Pada saat ini hukum di Indonesia dinilai masih ketinggalan


jauh dalam perkembangan hukum ekonomi.

Oleh karena itu untuk mengantisipasi membanjirnya orang asing ke Indonesia baik
mempunyai usaha di Indonesia maupun yang bekerja sebagai tenaga kerja asing atau
hanya sekedar sebagai turis tapi secara berkala sering berkunjung ke Indonesia,
pemerintah meluncurkan PP No. 41 Tahun 1996 tentang pemilikan rumah tinggal oleh
orang asing.

Pembentukan Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk


menggairahkan minat pengembang nasional maupun asing untuk
menamkan modal nya di bidang property, terutama yang
dikhususkan bagi orang asing.

Oleh karena ini kesiapan UUHT dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi
terkait dengan sifat, ciri, dan asas-asasnya lebih banyak mengadopsir unsur hukum
Barat ketimbang Hukum Adat, maka keberadaan Hak Tanggungan ini diharapkan dapat
mengantisipasi maraknya perjanjian bisnis dan investasi yang melibatkan pihak asing.
BAB V
HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4
TAHUN 1996

1. PENGERTIAN
HAK
TANGGUNGAN

7. HAPUSNYA 2. ASAS-ASAS
HAK HAK
TANGGUNGAN TANGGUNGAN

HAK
TANGGUNGAN
MENURUT UU
6. EKSEKUSI NO. 4 TH 1996
3. OBYEK DAN
HAK
SUBYEK
TANGGUNGAN

4. APHT,
5. BUKU TANAH
SKMHT &
& SERTIFIKAT
JANJI-JANJI
HAK
HAK
TANGGUNGAN
TANGGUNGAN
PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN

• Menurut Pasal 1 angka 1 UU NO. 4 TH 1996, bahwa hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah, untuk
pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

CIRI POKOK HAK TANGGUNGAN

• Memberikan kedudukan diutamakan (preferensi) kepada kreditur-krediturnya;


• Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun berada;
• Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;
• Mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.
• Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi atau melekat pada seluruh benda yang
dijadikan obyek hak meski sebagian dari hutang telah dilunasi oleh debitur.

ASAS-ASAS HAK TANGGUNGAN

• Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur


pemegang hak tanggungan.
• Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.
• Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada.
• Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut dengan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut.
• Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan
dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari.
• Hak tanggungan bersifat accesoir.
• Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk hutang yang baru akan ada.
• Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang.
• Hak tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek hak
tanggungan itu berada.
• Di atas hak tanggungan tidak dapat dilakukan sita oleh pengadilan.
• Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (asas spesialitas).
• Hak tanggungan wajib didaftarkan (asas publisitas).
• Hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu.
• Obyek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh
pemegang hak tanggungan bila debitur cidera
• Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti.
SUBYEK DAN OBYEK HAK TANGGUNGAN
• SUBYEK
- Pemberi hak tanggungan, dapat berupa orang perseorangan atau bedan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk mellakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan yang harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.
- Penerima (pemegang) hak tanggungan, dapat berupa orang-perorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur).
• OBYEK
- Hak milik,
- Hak guna usaha, dan
- Hak guna bangunan.

APHT, SKMHT & JANJI-JANJI DALAM HAK TANGGUNGAN


• Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
wajib dicantumkan:
- nama dan identitas pemegang dan pemberi hak,
- domisili para pihak yang tercantum dalam akta,
- penunjukan secara jelas utang yang dijamin dengan hak tanggungan,
- nilai tanggungan, dan
- uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.
• Akta pemberian hak tanggungan dapat pula dicantumkan adanya janji-janji,
kecuali janji untuk memiliki obyek hak tanggungan. Isi janji-janji tersebut adalah :
1. Membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan obyek
hak tanggungan kecuali dengan persetujuan tertulis pemegang hak,
2. Membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk
atau susunan obyek hak, kecuali dengan persetujuan tertulis pemegang hak,
3. Memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola
obyek hak berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri,
4. Memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan obyek hak jika diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau
untuk mencegah hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek hak
tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-
undang,
5. Pemegang hak tanggungan pertama berhak menjual atas kekuasaan sendiri,
6. Pemegang hak tanggungan tidak akan melepaskan hak atas tanahnya,
7. Janji pemegang hak tanggungan untuk memperoleh seluruh atau sebagian ganti
rugi jika hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan dicabut atau
dialihkan,
8. Janji pemegang hak tanggungan untuk mengosongkan obyek hak pada waktu
eksekusi hak tanggungan.
BUKU TANAH & SERTIFIKAT HAK TAGGUNGAN
• Setelah akta pemberian hak tanggungan ditandatangani oleh para pihak, Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan saksi-saksi, maka akta tersebut harus didaftarkan ke Kantor
Pertanahan paling lambat 7 hari penandatanganan akta.
• Buku tanah hak tanggungan disimpan di Kantor Pertanahan, yang di dalamnya
tercantum nomor hak tanggungan, letak (provinsi, kabupaten atau kota), nama
pemegang hak, obyek hak tanggungan dan tanggal dibukukan. Hak tanggungan lahir
pada hari dan tanggal pembuatan buku tanah hak tanggungan.
• Kemudian Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak
tanggungan berisi salinan buku tanah yang dilampiri dengan salinan Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada sampul sertifikat
hak tanggungan diberi titel eksekutorial dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
• Sertifikat hak tanggungan tersebut lalu diserahkan kepada pemegang hak tanggungan.
Sedang sertifikat hak atas tanah yang di dalamnya telah dibubuhi catatan tentang
adanya hak tanggungan, diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, kecuali jika
diperjanjikan lain.
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
• Eksekusi hak tanggungan penjualan lelang secara umum tanpa meminta fiat
(persetujuan) Salah satu fasilitas yang diberikan oleh hak tanggungan eksekusi kepada
pengadilan negeri.
• Dalam gadai, hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri diberikan oleh undang-undang
(Pasal 1155 Kitab Undang Undang Hukum Perdata), sedang dalam hipotik (dan hak
tanggungan) harus diperjanjikan oleh debitur dengan kreditur.
• Pemberi dan penerima hak tanggungan tingkat pertama dapat memperjanjikan hak
untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri jika debitur wanprestasi.
Janji tersebut, terutama dalam hipotik, ngan pada awalnya diatur dalam Pasal 1178
ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
• Dalam Pasal 11 ayat 2 huruf e Undang Undang Hak Tanggungan ditegaskan bahwa
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji.
• Pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan menyatakan jika debitor cidera janji,
pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
• apabila Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan,
maka secara otomatis janji-janji yang tercantum di dalamnya juga ikut terdaftar
sehingga mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak dan pihak ketiga. Apabila janji
tersebut telah didaftarkan dan jika benar-benar terjadi wanprestasi maka penjualannya
dilakukan menurut Pasal 1211 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yaitu melalui
pelelangan umum.
• Apabila debitur wanprestasi, maka sertifikat hak gungan dapat dieksekusi seperti
layaknya putusan pengadilan. Berdasarkan sertipikat yang mempunyai titel
eksekutorial tersebut maka pemegang hak tanggungan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri agar dilakukan eksekusi atas obyek hak tanggungan.
Dalam proses eksekusi dilakukan tindakan penyitaan yang dilanjutkan dengan
penjualan lelang atas obyek hak tanggungan.
HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
•Diatur dalam Pasal 1881 BW :
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan,
2. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak,
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat dari Ketua Pengadilan Negeri,
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
•Demikian setelah hak tanggungan hapus, kemudian Kantor Pertanahan mencoret catatan
tentang hak tanggung tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikat hak atas
tanahnya.
•Dengan hapusnya hak tanggungan, maka sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik
kembali dan bersama-sama buku tanahnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
•Apabila kreditur tidak mau memberikan catatan atau pernyataan, maka pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di tempat hak tanggungan terdaftar.
•Kantor Pertanahan melakukan pencoretan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya permohonan pencoretan dari pihak yang berkepentingan.
BAB VI
WANPRESTASI SEBAGAI DASAR EKSEKUSI OBYEK HAK
TANGGUNGAN

Pasal 20 UUHT memuat 3 (tiga) cara mengenai tata cara eksekusi obyek hak tanggungan, yaitu :
1. Eksekusi berdasarkan janji untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri;
2. Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan; dan
3. Eksekusi melalui penjualan obyek hak tanggungan secara di bawah tangan berdasarkan kesepakatan
yang dibuat antara pemegang dan pemberi hak tanggungan.

Debitur dikatakan wanprestasi apabila tidak melaksanakan kewajiban membayar angsuran kredit
sebagaimana yang telah dituangkan dalam perjanjian. Menurut Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata jika dalam perikatannya telah dibuat suatu ketetapan, maka debitur harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang telah ditentukan.

Dalam perjanjian kredit (yang merupakan perjanjian pokok) yang dibuat oleh bank (kreditur) dan nasabah
(debitur) umumnya dicantumkan ketentuan mengenai wanprestasi. Apabila bank (kreditur) secara
sepihak telah menyatakan suatu kredit sebagai kredit macet, maka sejak saat itu pula perjanjian kredit
menjadi status quo, dan tidak ada penambahan bunga atas kredit yang dinyatakan macet tersebut.

Tindakan penyelamatan dana oleh bank dilakukan sejak kredit memerlukan perhatian khusus karena
disana terjadi tunggakan sampai 90 hari pembayaran. Pada kondisi demikian bank memanggil debitur
guna membicarakan kredit yang mulai bermasalah tersebut.

Apabila upaya tersebut tidak membawa hasil, tetapi justru malah bertambah parah, yakni terjadi kredit
macet, maka untuk mengurangi kerugian, bank melakukan penjualan barang agunan yang sebelumnya
telah diberikan oleh debitur jaminan kredit.

Upaya penyelamatan kredit melalui penjualan barang jaminan tidak dilakukan sendiri oleh bank, namun
memerlukan kerjasama dengan lembaga lain, yaitu : Bagi bank Pemerintah, penyelesaian kredit macet
dilakukan dengan menyerahkan kepada Lembaga Khusus, yaitu Panitia Urusan Piutang Negaa (PUPN).
Bagi bank swasta, peyelesaian kredit macet dilakukan dengan menggunakan aturan yang disediakan oleh
hukum bagi kreditur, yaitu apabila ditempuh melalui pelelangan umum, maka dilakukan dengan
perantaraan Pengadilan Negeri.

Hasil dari pelelangan umum akan digunakan untuk membayar hutang debitur. apabila terdapat sisa dari
hasil penjualan lelang tersebut, setelah dikurangi untuk pembayaran hutang beserta bunga dan biaya-
biaya yang timbul dari proses pelelangan, maka sisanya akan dikembalikan kepada debitur.

Apabila masih terdapat kekurangan pembayaran, maka akan dibebankan kepada debitur dan tetap
menjadi hutang debitur yang harus dibayar kepada kreditur. Namun, kedudukan kreditur telah berubah,
yang semula kreditur preferen menjadi kreditur konkuren, hal ini didasarkan pada Pasal 1131 dan Pasal
1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
BAB VII
PROBLEMATIKA TITEL EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK
TANGGUNGAN

Hukum pada hakekatnya berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia, karena


kepentingan manusia itu selalu terancam oleh bahaya di sekelilingnya. Dan hukumlah
yang bertugas memberi perlindungan terhadap kepentingan tersebut dengan
mengatur hak dan kewajiban serta mengusahakan terciptanya kepastian hukum.

Pemegang hak tanggungan mempunyai hak dan fasilitas seperti yang terdapat pada
lembaga jaminan hipotik. Pengaturan seperti itu dimaksudkan untuk memberikan iklim
yang kondusif bagi kegiatan ekonomi, khususnya dunia perbankan di bawah payung
lembaga hak tanggungan. Namun pelaksanaan hak-hak istimewa kreditur ditafsirkan
secara keliru oleh Pembentuk UUHT, yakni tidak didasarkan pada grose akta yang
dibuat oleh notaris melainkan berdasarkan sertifikat yang dibuat oleh Kepala Kantor
Pertanahan.

Pembentuk B.W telah memberikan konstruksi hukum yang tepat atas pelaksanaan hak
kreditur, yakni didasarkan pada grose akta (hipotik) yang dibuat oleh notaris selaku
pejabat umum yang diawasi hakim. Sedang Pembentuk UUHT memberikan konstruksi
hukum yang keliru yakni pelaksanaan hak kreditur untuk mengeksekusi obyek hak
tanggungan secara paksa didasarkan pada sertifikat yang dibuat oleh pejabat eksekutif
yang tidak berada di bawah pengawasan hakim.

Konstruksi hukum yang keliru tersebut diberlakukan secara paksa dengan menjadikan
Pasal 224 H.I.R sebagai dasar eksekusi sertifikat hak tanggungan. Secara tegas telah
disebutkan oleh UUHT bahwa eksekusi obyek hak tanggungan yang dilakukan secara
paksa jika debitur wanprestasi adalah berdasarkan Pasal 224 H.I.R / 258 R.Bg. Padahal,
Pasal 224 H.I.R secara khusus mengatur eksekusi atas grose akta hipotik dan surat-surat
hutang (schuldbrieven) yang dijalankan secara paksa dengan bantuan dan di bawah
pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. Pasal 224 HIR tersebut bersifat limitatif dalam arti
yang dapat dieksekusi secara paksa atas bantuan Pengadilan Negeri hanyalah grose
akta hipotik dan surat hutang.
Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961 isinya mengganti grose akta
hipotik sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 224 H.I.R dengan sertifikat
hipotik. Agar sertifikat hipotik dapat dipersamakan kualitasnya dengan grose akta,
maka dilakukan "akal-akalan" atau rekayasa yaitu dengan mencantumkan irah-irah
pada sampul sertifikat hipotik. Kendati dalam Pasal 7 (2) PMA Nomor 15 Tahun
1961 tersebut di atas dikatakan bahwa sertifikat hipotik dan credietverband
mempunyai kekuatan eksekutorial, namun tidak disebutkan keharusan adanya titel
eksekutorial pada kedua sertifikat tersebut.

SE Mendagri kembali menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 14 (5) UU Nomor 16


Tahun 1985 sertifikat hipotik mempunyai kekuatan eksekutorial dan dilaksanakan
seperti putusan pengadilan. Namun butir 2 SE Mendagri tersebut menganulir
kembali keberadaan titel eksekutorial dengan menyatakan bahwa titel eksekutorial
tidak perlu lagi dicantumkan baik pada akta maupun sertifikat
hipotik/credietverband, karena atas kuasa undangundang (vide UURS) telah diberi
kekuatan eksekutorial tanpa harus mencantumkan titel eksekutorial.

Ditegaskan kembali oleh SE Kepala BPN tersebut kembali menyatakan bahwa pada
akta hipotik dan credietverband tidak perlu ada titel eksekutorial, tetapi cukup
tercantum pada Sertipikat Hipotik/Credietverband. Oleh karena itu perintah untuk
mencoret titel eksekutorial juga harus berdasarkan undang-undang, bukan surat
edaran menteri atau pejabat setingkat menteri yang kedudukannya jauh berada di
bawah Undang-Undang.
BAB VIII
EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN SECARA DI BAWAH TANGAN

Eksekusi obyek jaminan melalui


Tujuan penjualan obyek hak Eksekusi obyek hak tanggungan penjualan di bawah tangan
tanggungan secara di bawah tangan secara di bawah tangan dapat memberikan keuntungan kepada
adalah untuk mencari harga tertinggi, dilakukan jika sebelumnya telah debitur karena tidak harus
sehingga tidak merugikan debitur disepakati bersama oleh pemberi dan menanggung biaya eksekusi dan
atau pemilik barang jaminan pemegang hak tanggungan. pelelangan umum yang memakan
biaya sangat besar.

Maka ketentuan mengenai penjualan


Eksekusi obyek hak tanggungan di
barang jaminan di bawah tangan ini Eksekusi penjualan di bawah tangan
bawah tangan ini juga akan
ditujukan kepada kreditur, artinya di dalam Pasal 20 Undang Undang
menguntungkan kreditur, terutama
yang melakukan penjualan dalam arti Hak Tanggungan tidak dijelaskan
jika harga barang jaminan nilainya
mencari pembeli dan menentukan siapa yang melakukan penjualan.
sepadan dengan hutang debitur.
harganya adalah kreditur.

Penjualan oleh kreditur secara di Apabila debitur wanprestasi dan


Pasal 20 UUHT untuk memudahkan
bawah tangan harus memenuhi tidak dapat ditemukan atau berada
proses penjualan barang jaminan
ketentuan Pasal 20 ayat (2) dan ayat dalam keadaan tidak hadir maka
secara di bawah tangan
(3) UUHT yakni di dahului kreditur mempunyai beberapa
mensyaratkan adanya persetujuan
pengumuman di media cetak atau alternatif untuk menjual barang
kedua belah pihak.
media lainnya. jaminan.

Upaya terakhir jika kreditur hendak


mengeksekusi barang jaminan secara Sedangkan jika hendak dilakukan
paksa dengan bantuan pengadilan penjualan atas kekuasaan sendiri Apabila bank hendak menjual barang
negeri, maka dapat meminta maka dapat digunakan fasilitas hak jaminan secara bawah tangan, maka
dilakukan eksekusi atas sertifikat hak menjual atas kekuasaan sendiri yang dapat digunakan kuasa menjual.
tanggungan yang mempunyai diberikan oleh hak tanggungan.
kekuatan eksekutorial.
BAB IX
EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN SECARA PARATE EXECUTIE

Penjelasan Pasal 14 ayat (2 dna 3)


Pasal 224 Herziene Indsland Undang-undang hak Tanggungan juga
Reglement (H.I.R) dan Pasal 258 menyatakan bahwa irah-irah yang
Reglement Buiten Gewesten (R.Bg.), terdapat pada sertifikat hak
menyatakan bahwa eksekusi hak tanggungan dimaksudkan untuk
tanggungan dilakukan berdasarkan menegaskan adanya kekuatan
lembaga parate executie. eksekutorial pada sertifikat hak
tanggungan.

Eksekusinya cukuk dilakukan atas Berdasarkan Pasal 224 Reglement


perintah dan dengan pimpinan Kedua Indonesia Baru (sama dengan Herziene
Pengadilan Negeri. Kiranya kurang indsland Reglement (H.I.R), kreditur
tepat jika eksekusi Pasal 224 Herziene dapat meminta kepada Ketua
Indsland Reglement (H.I.R) disebut Pengadilan Negeri untuk diadakan apa
sebagai parate eksekusi. yang disebut “Parate eksekusi”.

Ketentuan mengenai parate kesekusi Secara teoritis dan normatif


itu lahir dari suatu janji (beding) yang sesungguhnya parate eksekusi dapat
diberikan oleh pemberi hak jaminan dilaksanakan tanpa meminta ijin (fiat)
kepada penerima hak, yaitu janji untuk eksekusi dari Pengadilan Negeri dan
menjual benda jaminan atas dapat tetap dilaksanakan terhadap
kekuasaan sendiri (bending van debitur meski berada dalam keadaan
eigenmachtige verkoop). pailit.

Di indonesia lembaga parate eksekusi


Parate eksekusi adalah eksekusi yang
dalam Hak Tanggungan diatur dalam
dilaksanakan sendiri oleh pemegang
Pasal 6 Undang-undang Hak
hak jaminan (gadai dan hipotik) tanpa
Tanggungan dan juga diatur sebagai
bantuan atau campur tangan dari
janji yang dibuat oleh pemberi dan
Pengadilan Negeri, melainkan hanya
pemegang Hak Tanggungan (Pasal 11
berdasarkan bantuan Kantor Lelang
ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak
Negara aja.
Tanggungan).
BAB X
EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN MELALUI PENGADILAN

Eksekusi obyek hak tanggungan melalui


pengadilan Negeri adalah cara terakhir Fiat eksekusi adalah eksekusi yang
setelah adanya kegagalan dari upaya dilaksanakan kantor lelang setelah menerima
penjualan di bawah tangan/penjualan atas izin khusus dari Pengadilan Negeri dimana
kekuasaan sendiri. Dalam pelaksanaan tidak terdapat pemeriksaan oleh pengadilan
praktiknya, eksekusi ini dijadikan upaya seperti perkata perdata yang lain.
pertama bagi lembaga perbankan.

Praktek eksekusi hak obyek hak tanggungan


Apabila tidak ditanggapi, maka Pengadilan
di Indonesia memiliki beberapa kendala, yang
Negeri mengeluarkan surat perintah eksekusi
diantaranya yaitu adanya gugatan
disertai perintah penyitaan yang diiringi
perlawanan oleh pemberi jaminan dengan
perintah penjualan lelang pada Kantor
alasan karena keberatan karena surat paksa,
Lelang. Pelaksaan lelang ini diatur dalam
karena harga lelang terlalu rendah, maupun
Pasal 200 Ayat (7) HIR dan Pasal 20 Ayat 5
dengan alasan tanah yang telah dijaminkan
Undang-Undang Hak Tanggungan.
sedang disewakan.

Bagi bank pemerintah, penyelesaian


Pelaksanaan eksekusi obyek hak tanggungan
peristiwa piutang macet diselesaikan melalui
di Pengadilan Negeri hanya bisa dilakukan
lembaga khusus, yaitu Panitia Urusan Piutang
oleh bank swasta.
Negara (PUPN).
BAB XI
EKSEKUSI OBYEK HAK TANGGUNGAN MELALUI PUPN

Panitia Urusan Piutang Negara merupakan


Pelimpahan pengurusan piutang dan
Panitia Urusan Piutang Negara merupakan kelanjutan dari lembaga PPPN yang
kredit macet kepada PUPN dilakukan
instansi yang berwenang mengurus, dibentuk berdasarkan Keputusan
paling lambat tiga bulan sejak tanggal
mengawasi dan menyelesaikan pelunasan Penguasa Perang Pusat No.
jatuh tempo yang tercantum dalam
setiap piutang negara. Kpts/PM/035/1957, tanggal 9 September
dokumen perjanjian kredit.
1957.

Pada tingkat pertama penyelesaian


PUPN diberi wewenang untuk meminta Apabila debitur memenuhi panggilan
piutang negara diselesaikan sendiri oleh
pencekalan kepada Direktur Jenderal PUPN, maka dilakukan wawancara
instansi yang bersangkutan, tetapi jika
Imigrasi jika debitur dikhawatirkan mengenai besarnya hutang dan tata cara
tidak berhasil maka wajib diserahkan
melarikan diri ke luar negeri. penyelesaiannya.
kepada PUPN.

Menurut yurisprudensi jika pemilik tanah Selaku badan atau lembaga tata usaha
PUPN tidak berwenang memeriksa
merasa dirugikan oleh penyitaan PUPN negara PUPN seharusnya hanya
gugatan perlawanan atas eksekusi yang
maka dapat mengajukan keberatan ke menjalankan tugas pemerintahan, tidak
diajukan oleh pihak ketiga atau oleh pihak
Pengadilan Negeri berupa gugatan atau bertindak sebagai regelgeving dan
debitur sendiri.
bantahan. rechtspraak.

Kenyataannya PUPN melaksanakan


sebagian tugas dan wewenang lembaga
peradilan yaitu melakukan eksekusi dan
penyitaan terhadap barang milik debitur
yang sebenarnya bukan merupakan
kewenangannya selaku lembaga tata
usaha negara.
BAB XII
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT
PENJUALAN OBYEK HAK TANGGUNGAN

UUHT lebih banyak memberikan


perlindungan kepada kreditur, hal
Kreditur pertama mempunyai hak
ini terbukti dari banyaknya hak
untuk menjual obyek hak
dan keistimewaan yang diberikan
tanggungan atas kekuasaan
UUHT bagi kemudahan kreditur
sendiri.
dalam mengembalikan piutangnya
yang macet di tangan debitur.

Keistimewaan lain yang diberikan


Kreditur juga merupakan kreditur UUHT kepada kreditur adalah dia
preferen di antara para kreditur dapat memperoleh seluruh atau
lainnya sehingga dapat sebagian ganti rugi apabila obyek
melaksanakan haknya secara hak tanggungan dilepaskan haknya
separatis. atau dicabut haknya untuk
kepentingan umum.

UUHT juga memberikan fasilitas


Perlindungan hukum bagi debitur
istimewa kepada kreditur, yakni
tidak diatur secara solid dalam
melalui pembuatan Surat Kuasa
UUHT, sehingga kepentingan
Membebankan Hak Tanggungan
debitur seringkali dikalahkan.
(SKMHT).

Namun demikian, bukan berarti


Debitur tetap dapat mengajukan
debitur hanya boleh diam saja jika
tuntutan hak manakala dirugikan
dirugikan oleh kreditur akibat
akibat eksekusi obyek hak
eksekusi yang dilakukan tidak
tanggungan.
sesuai ketentuan yang berlaku.

Hanya saja fasilitas dan hak-hak


tersebut tidak disediakan oleh
hukum materiil, tetapi tercantum
dalam peraturan Hukum Acara
Perdata (hukum formil).

Anda mungkin juga menyukai