Anda di halaman 1dari 5

Judul : Tuberkulosis

Literatur Referensi
Penulis menggunakan Laporan Tuberkulosis dari Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI : Tuberkulosis Tahun 2018.

Definisi Topik
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterius
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). (Siswanto, 2008).
Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk
sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu
selama 2 minggu atau lebih.

Laporan Kasus Secara Global


WHO mencatat, setidaknya 10 juta penduduk dunia telah terinfeksi TB aktif (atau 714
kali lebih banyak dari orang yang terpapar corona). Dari 10 juta penderita TB, 1,45 juta orang di
antaranya meninggal hanya dalam kurun setahun yakni pada 2018 (Global Tuberculosis
Report, 2019, hlm 1). Angka kematian TB diperkirakan mencapai 14,5 persen (dari 100 orang
terpapar bakteri TB, 14 diantaranya berpotensi meninggal). 
Menurut data Kemenkes, estimasi kasus TB di Indonesia mencapai 845.000 jiwa dan
yang telah ditemukan sekitar 69 persen atau sekitar 540.000 jiwa. Angka kematian penyakit TB
juga cukup tinggi, yaitu ada 13 orang per jam yang meninggal karena TBC. Kasus yang belum
ditemukan juga memiliki potensi penularan yang sangat tinggi, sama seperti COVID-19.
Walaupun sama-sama berbahaya dan menular melalui droplet serta saluran pernapasan.

Laporan Kasus Tuberkulosis Selama Pandemi


Berdasarkan data SITB per 16 Juli 2020, selama bulan Januari – Juni 2020, jumlah
kasus TB di Indonesia mengalami tren penurunan cukup besar, di bulan Januari sejumlah
31.216 kasus. Berdasarkan jenis fasyankes yang melaporkan kasus TB periode Januari- Juni
2020, menunjukkan angka presentase yang terus menurun, presentase puskesmas lapor pada
bulan januari ada 54%, sedangkan pada bulan Juni hanya 27%. Begitu juga dengan jenis
fasyankes lainnya mengalami penurunan seperti Rumah sakit, presentase rumah sakit yang
lapor pada bulan Januari ada 35% sedangkan pada bulan Juni hanya 21%. Selama pandemi
Covid-19, keberlangsungan pelayanan Tuberkulosis harus terus diupayakan dengan
memastikan pelayanan terhadap pasien TB dan pasien TB Resisten Obat atau RO, baik yang
terduga TB maupun pasien TB yang sedang berada dalam tahap pengobatan agar berjalan
tanpa putus dan sampai sembuh.
Kementerian Kesehatan mengeluarkan Protokol tentang Pelayanan Tuberkulosis
selama masa pandemi Covid-19 sebagai acuan tatalaksana TBC di fasyankes. Upaya
penerbitan protokol pelayanan TB era pandemi ini dilanjutkan dengan survei implementasi
protokol pelayanan TB masa pandemi covid yang dilaksanakan pada tanggal 18-26 Mei 2020.
Dari hasil survei tsb kemudian dilakukan evaluasi secara Online terhadap kebijakan penerapan
pelayanan TB selama masa pandemi. Secara ringkas bahwa pelayanan TB (SO maupun RO)
mengalami gangguan baik wilayah zona merah maupun bukan zona merah.

Untuk pasien TB SO, antara lain :


 Pasien tidak datang mengambil obat
 Monitoring terganggu karena pasien tidak mengumpulkan dahak
 Laboratorium rujukan berhenti melakukan pemeriksaan terduga TB
 Pengawasan minum obat terganggu.

Pasien TB RO antara lain :


 Enabler tidak bisa diberikan secara rutin
 Pasien tidak mengambil obat
 Fasyankes berhenti memberikan layanan TB RO
 Monitoring pengobatan terganggu karena terkendala pengiriman spesimen.

Laporan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Selama Pandemi


Pengobatan TB resisten saat ini lebih banyak dilakukan di RS yang saat ini menjadi RS
Rujukan COVID-19. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena kebutuhan medis dan peralatan
medis termasuk alat pelindung diri digunakan untuk merespon COVID-19. Selain itu, juga ada
kekhawatiran penularan kepada pasien TB yang secara umum merupakan orang yang lebih
rentan dibandingkan populasi masyarakat secara umum.
Untuk merespon beberapa hal di atas, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan
Protokol Pelayanan Tuberkulosis Selama Pandemi dalam masa periode COVID-19 ini. Salah
satu yang menjadi poin penting adalah adanya peralihan sistem pengobatan TB RO.
Tantangan terbesar juga terjadi pada penanganan Kasus TBC-RO. Pasien TBC dengan kategori resisten
obat, sebelum COVID-19 dilayani di RS Rujukan Pemerintah yang memiliki Poli khusus TB RO atau TB
MDR (multidrug resistance).  Sistem ini tadinya harus dilakukan di layanan kesehatan dengan
tujuan untuk memastikan kepatuhan pengobatan dan memantau efek samping.
Saat ini penanganan pasien TB mulai didesentralisasikan ke layanan terdekat.
Sementara pasien dibolehkan untuk membawa pulang obat dengan pemantauan dari petugas
dan pendamping pasien untuk jangka waktu satu sampai dua minggu kedepan. Tidak hanya itu,
pelayanan bagi pasien TB juga dapat dilakukan secara daring melalui sistem Go-Drug atau
mitra lainnya sehingga tidak perlu keluar rumah untuk mendapatkan obat TB.
Daftar Gambar
Protokol Tuberkulosis Selama Pandemi COVID-19
Daftar Pustaka
https://bnpb.go.id/berita/waspada-tuberculosis-di-tengah-pandemi-ini-perbedaan-dengan-
covid19
http://www.pr-tbaisyiyah.or.id/tantangan-eliminasi-tbc-di-tengah-pandemi-covid-19/ 
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI : Tuberkulosis. 2018.

Anda mungkin juga menyukai