Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERNIKAHAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Oleh :

Neneng Nurazizah (214201516005)

Nadarita Putri Purwanta (214201516029)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL 2021


KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di
dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.

Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan
dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Depok, 14 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pernikahan merupakan sebuah perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan
merupakan satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam. Dari sudut
pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia
bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama (syariat), namun juga
memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus
disalurkan.

Dalam kehidupan ini, manusia ingin memenuhi berbagai kebutuhannya, begitu juga
kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Sebagai agama yang rahmatan lil
‘alamin, Islam telah menetapkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan
biologis seeorang yaitu hanya dengan cara pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang
sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan
ini. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan pernikahan adalah agar pembelai
laki-laki dan perempuan mendapatkan kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha).
Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran
kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi
manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Inilah hikmah
disyari’atkannya pernikahan dalam Islam, selain memperoleh ketenangan dan kedamain,
juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-nasli).

Islam mensyari’atkan pernikahan untuk membentuk mahligai keluarga sebagai sarana


untuk meraih kebahagiaan hidup. Islam juga mengajarkan pernikahan merupakan suatu
peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Islam telah memberikan
konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-
Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis
mengeksplorasi pengertian nikah, dasar hukum, syarat dan rukun serta hikmah
disyariatkannya pernikahan.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan Dalam Islam


Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya
membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.1
Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari nikah (‫)نكاح‬yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, saling memasukan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah”
sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.
Menurut istilah hukum Islam, pernikahan adalah akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan
bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
Pernikahan mempunyai peranan penting bagi manusia dalam hidup dan perkembangannya.
Untuk itu Allah Swt melalui utusan-Nya memberikan suatu tuntunan mengenai pernikahan ini
sebagai dasar hukum. Adapun dasar hukum perkawinan dalam Islam adalah firman Allah Swt
dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21:

ۗ ‫َو ِمنْ ٰا ٰيت ٖ ِٓه اَنْ َخ َل َق َل ُك ْم مِّنْ اَ ْنفُسِ ُك ْم اَ ْز َواجً ا لِّ َتسْ ُك ُن ْٓوا ِا َل ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم م ََّو َّد ًة وَّ َرحْ َم ًة‬
َ ِ‫فِيْ ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
‫ت لِّ َق ْو ٍم َّي َت َف َّكر ُْو َن‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ArRuum: 21).

Ayat di atas menjelaskan bahwasanya tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan rumah
tangga yang rukun, penuh cinta dan kasih sayang (sakinah, mawaddah wa rahmah). Kehidupan
seperti ini merupakan kebutuhan yang telah menjadi fitrah atau naluri setiap manusia. Hal
tersebut bisa diperoleh apabila pasangan (suami isteri) bisa menjalankan kehidupan rumah
tangga sesuai dengan ajaran yang telah disyari’atkan dalam agama Islam.

Selain ayat Al-Qur’an, adapun hadits-hadits Nabi yang berisi anjurananjuran untuk
menikah yaitu :

‫ي صلى هللا عليه وسلم َح ِم َد هَّللَا َ َوأَ ْثنَى َعلَ ْي ِه َوقَا َل‬ َّ ِ‫ك رضي هللا عنه أَ َّن اَلنَّب‬ ِ ‫ع َْن أَن‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬
‫ْس ِمنِّي‬َ ‫ب ع َْن ُسنَّتِي فَلَي‬ َ ‫فَ َم ْن َر ِغ‬ ‫صلِّي َوأَنَا ُم َوأَصُو ُم َوأُ ْف ِط ُر َوأَتَزَ َّو ُج اَلنِّ َسا َء‬
َ ُ‫لَ ِكنِّي أَنَا أ‬
“Dari Anas bin Malik r.a, bahwa Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjungNya.
Kemudian beliau bersabda: “ Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku puasa, aku makan dan
aku pun mengawini perempuan. Maka barang siapa yang tidak suka akan sunnahku, maka
ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil yang menjadi dasar hukum disyari’atkannya perkawinan tersebut di


atas, maka bisa ditegaskan hukum asal perkawinan adalah mubah (boleh). Namun berdasarkan
illat-nya atau dilihat dari segi kondisinya, maka perkawinan tersebut dapat berubah hukumnya
menjadi wajib, sunnah, makruh, haram dan mubah.

a. Nikah itu akan berubah hukumnya menjadi wajib, apabila seseorang dipandang telah
mampu benar mendirikan rumah tangga, sanggup memenuhi kebutuhan dan mengurus
kehidupan keluarganya, telah matang betul pertumbuhan rohani dan jasmaninya. Dalam
keadaan seperti ini, ia wajib melaksanakan perkawinan, sebab kalau ia tidak kawin ia akan
cenderung berbuat dosa (zina).
b. Nikah dapat berubah hukumnya menjadi anjuran atau sunah, kalau dilakukan oleh
seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya dianggap telah wajar benar untuk hidup
berumah tangga. Kalau ia kawin dalam keadaan yang demikian, ia akan mendapat pahala dan
kalau ia belum mau berumah tangga, asal mampu menjaga dirinya ia tidak berdosa.
c. Nikah berubah hukumnya menjadi makruh bila dilakukan oleh orang-orang yang relatif
maka (belum cukup umur), belum mampu menafkahi dan mengurus rumah tangga. Kalau
orang kawin juga dalam usia demikian, ia akan membawa sengsara bagi hidup dan kehidupan
keluarganya. Memang, dalam keadaan ini, ia tidak berdosa dalam melaksanakan perkawinan,
tetapi perbuatannya dapat dikelompokan ke dalam kategori perbuatan tercela.
d. Hukumnya berubah menjadi haram kalau dilakukan oleh seorang laki-laki dengan
maksud menganiaya wanita atau calon isterinya.
e. Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan
apabila ia melakukan perkawinan, ia tidak menelantarkan isterinya.
Perbedaan dalam perumusan itu disebabkan karena perkawinan sebagai suatu lembaga
mempunyai banyak segi dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, misalnya dari sudut
pandang agama, hukum masyarakat, dan sebagainya. Jika dipandang dari segi ajaran agama
dan hukum Islam perkawinan adalah suatu lembaga yang suci.

2.2 Rukun Dan Syarat Nikah


Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), dan sesuatu yang termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Syarat yaitu sesuatu yang
mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak
termasuk dalam rangkai pekerjaan itu. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi
rukun dan syarat. Pernikahan yang didalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang
memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad.

Adapun rukun nikah adalah:

1. Mempelai laki-laki;
2. Mempelai perempuan;
3. Wali;
4. Dua orang saksi;
5. Shigat ijab Kabul;

Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun nikah yang disebutkan di atas,
begitu pula sebaliknya apabila salah satu rukun tidak dipenuhi dalam melangsungkan
pernikahan, maka pernikahan itu tidak sah. Dari kelima rukun nikah di atas, yang paling
penting adalah Ijab dan Qabul.

Adapun syarat nikah ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu
syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Syarat-syarat pernikahan
merupakan dasar bagi sahnya pernikahan dalam Islam. Apabila syarat-syaratnya itu terpenuhi,
maka pernikahan itu sah dan menimbulkan hak dan kewajiban suami isteri.

1. Syarat-syarat mempelai laki-laki (calon suami) :


a. Bukan mahram dari calon isteri;
b. Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;
c. Orangnya tertentu, jelas orangnya;
d. Tidak sedang ihram.

2. Syarat-syarat mempelai perempuan (calon istri):


a. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang masa
iddah;
b. Merdeka, atas kemauan sendiri;
c. Jelas orangnya; dan
d. Tidak sedang berihram

3. Syarat-syarat wali:
a. Laki-laki;
b. Baligh;
c. Tidak dipaksa;
d. Adil; dan e. Tidak sedang ihram.

4. Syarat-syarat saksi:
a. Laki-laki (minimal dua orang)
b. Baligh;
c. Adil;
d. Tidak sedang ihram e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul

5. Syarat-syarat ijab qabul:


a. Ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali
b. Ada qabul (pernyataan) penerimaan dari calon suami
c. Memakai kata-kata “nikah”, “tazwij” atau terjemahannya seperti “kawin”;
d. Antara ijab dan qabul, bersambungan, tidak boleh terputus;
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;
f. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang dalam keadaan haji dan umrah;
g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu calon mempelai
pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi.

Uraian syarat-syarat nikah di atas merupakan hal yang mesti dipenuhi dari bagian rukun
nikah yaitu, calon kedua mempelai yaitu suami isteri, wali, saksi dan shighat ijab qabul. Oleh
karena itu jika ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi, maka pernikahannya bisa
dikategorikan batal atau tidak sah.

2.3 Tujuan Pernikahan


Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam rangka
menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artimya terciptanya ketenangan
lahir batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar keluarga.

Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan
yaitu sebagai berikut:

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.


b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih
sayangnya.
c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban,
juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar
cinta dan kasih sayang

Tentang tujuan pernikahan ini, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi
berbegai aspek masyarakat yang mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap umat
Islam.

2.4 Pernikahan Beda Agama dalam Hukum Islam

Perkawinan beda agama adalah perkawinan antara pria dan wanita yang keduanya memiliki
perbedaan agama atau kepercayaan satu sama lain. Perkawinan beda agama bisa terjadi antar
sesama WNI yaitu pria WNI dan wanita WNI yang keduanya memiliki perbedaan agama/
kepercayaan juga bisa antar beda kewarganegaraan yaitu pria dan wanita yang salah satunya
berkewarganegaraan asing dan juga salah satunya memiliki perbedaan agama atau kepercayaan.

perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik dan sebaliknya. Para
ulama sepakat bahwa seorang pria muslim diharamkan menikah dengan seorang wanita
musyrikah. Pendapat ini didasarkan pada QS. Al-Baqarah (2), 221:

‫ت َح ٰ ّتى ي ُْؤمِنَّ ۗ َواَل َ َم ٌة م ُّْؤ ِم َن ٌة َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِر َك ٍة َّو َل ْو اَعْ َج َب ْت ُك ْم ۚ َواَل ُت ْن ِكحُوا‬
ِ ‫َواَل َت ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ ُ ُ
ِ ‫ك َي ْدع ُْو َن ِا َلى ال َّن‬
ۖ ‫ار‬ َ ‫ٕى‬9ِِٕ ‫ول‬ ۗ‫ا‬
‫ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َح ٰ ّتى ي ُْؤ ِم ُن ْو َو َل َع ْب ٌد م ُّْؤ ِمنٌ َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِركٍ وَّ َل ْو اَعْ َج َبك ْم ۗ ا‬

ࣖ ‫اس َل َعلَّ ُه ْم َي َت َذ َّكر ُْو َن‬ ‫هّٰللا‬


ِ ‫َو ُ َي ْدع ُْٓوا ِا َلى ْال َج َّن ِة َو ْال َم ْغف َِر ِة ِبا ِْذن ۚ ِٖه َو ُي َبيِّنُ ٰا ٰيتِهٖ لِل َّن‬
Artinya: ”Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang
beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak
ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Pernikahan dengan non muslim/kafir merupakan definisi yang sangat luas, para ulama‟
berpendapat bahwa istilah non muslim atau kafir disimpulkan oleh pakar al-Qur‟an, Syeikh
Muhammad Abduh segala aktifitas yang bertentangan dengan ajaran tujuan agama.Tentu saja
maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, akan tetapi mencakup sejumlah
agama dengan segala bentuk kepercayaan dan variasi ritualnya. al-Qur‟an menyebutkan muslim
ini secara umum seperti dalam Q.S alHajj ayat 17:
‫ و ْالمج ُْوس والَّ ِذيْن اَ ْشر ُك ْٓوا ۖاِنَّ هّٰللا‬9‫ص ٰرى‬
َ َ َ َ َ َ َ ِ ‫اِنَّ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا َوالَّ ِذي َْن َها ُد ْوا َوالص‬
ٰ ‫ي َْن َوال َّن‬9ِِٕ‫َّابٕـ‬
‫َي ْفصِ ُل َب ْي َن ُه ْم َي ْو َم ْالق ِٰي َم ۗ ِة اِنَّ هّٰللا َ َع ٰلى ُك ِّل َشيْ ٍء‬
‫َش ِه ْي ٌد‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orangorang
Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan
memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan
segala sesuatu”

Dalam ayat Al-Qur‟an tadi terdapat lima kelompok yang dikategorikan sebagai non muslim,
yaitu Yahudi, Nasrani, ash-Shabi‟ah atau ash-Shabiin, alMajus, al-Musyrikun. Masing-masing
kelompok secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Yahudi adalah kaum bangsa Israel yang mengamalkan ajaran Nabi Musa/Taurat.
Kedua, Nasrani/Nashiroh yang diambil dari nama Nashiroh (tempat lahir Nabi Isa), mereka
adalah kelompok yang mengajarkan ajaran nabi Isa. Ketiga, Ash-Shabi‟ah, yaitu kelompok yang
mempercayai pengaruh planet terhadap alam semesta. Keempat, Al-Majus yaitu para penyembah
api yang mempercayai bahwa jagat raya dikontrol oleh dua sosok Tuhan, yaitu Tuhan Cahaya
dan Tuhan Gelap yang masing-masingnya bergerak kepada yang baik dan yang jahat, yang
bahagia dan yang celaka dan seterusnya.22 Dan Al-Musyrikun, kelompok yang mengakui
ketuhanan Allah swt, tapi dalam ritual mempersekutuannya dengan yang lain seperti
penyembahan berhala, matahari dan malaikat.

Dari pengertian Non muslim/kafir diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lawan dari kata
kafir adalah mukmin, orang yang mengimani Allah, dalam surat Al-Mumtahanah menjelaskan
bahwa adanya pelarangan untuk tetap meneruskan hubungan pernikahan dengan wanita kafir,
sampai mereka beriman kepada Allah. Larangan pernikahan beda agama dengan non
muslim/kafir secara global telah disepakati para ulama.23 Lebih lanjut, Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa larangan pernikahan dengan non muslim atau kafir juga didasarkan pada surat al-
Baqoroh: 221 beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan musyrik dalam ayat tersebut
adalah penyembah berhala.

Larangan pernikahan beda agama ini kemudian dirumuskan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) di Indonesia. KHI yang diberlakukan dengan intruksi presiden (Inpres) Nomor 1 tahun
1991, melarang seorang muslim melakukan perkawinan beda agama. Larangan ini diatur dalam
pasal 40 huruf c KHI. Sementara larangan pernikahan beda agama bagi wanita diatur dalam
pasal 44 KHI. Secara normatif larangan menikah beda agama ini tidak menjadi masalah, karena
hal tersebut sejalan dengan ketentuan al-Qur‟an yang disepakati oleh para fuqaha.

A. Perbedaan Beda Agama di Beberapa Negara dari Berbagai Aspek


1. Aspek Psikologis
Problem yang muncul pasangan suami-istri dari perkawinan beda agama, yang dapat
berimbas kepada anak-anak mereka, antara lain:

a. Memudarnya Kehidupan Rumah Tangga


Kehidupan rumah tangga beda agama semakin hari serasa semakin kering. Pada awal
kehidupan mereka, terutama pada waku masih pacaran, perbedaan itu dianggap sepele, bisa
diatasi oleh cinta. Tetapi lama-kelamaan ternyata jarak itu tetap saja menganga. Ada suatu
kehangatan dan keintiman yang kian redup dan perlahan menghilang.

b. Tujuan Berumah Tangga Tidak Tercapai


Agama ibarat pakaian yang digunakan seumur hidup. Spirit,
keyakinan, dan tradisi agama senantiasa melekat pada setiap individu yang
beragama,termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Merupakan suatu kebahagiaan jika istri
dan anakanaknya bisa ikut bersama, pada saat seorang suami (yang beragama Islam) pergi
umrah atau haji.Akan tetapi sebaliknya, merupakan suatu kesedihan ketika istri dan anak-
anaknya lebih memilih pergi ke gereja pada saat suami pergi umroh atau haji.Salah satu
kebahagiaan seorang ayah muslim adalah menjadi imam salat berjamaah bersama anak istri.

c. Perkawinan Mempertemukan Dua Keluarga Besar


Karakter suami dan istri yang masing-masing berbeda, merupakan suatu keniscayaan.
Misalnya perbedaan usia, perbedaan kelas sosial, perbedaan pendidikan, semuanya itu hal
yang wajar selama keduanya saling menerima dan saling melengkapi.
Namun, untuk kehidupan keluarga di Indonesia, perbedaan
agama menjadi krusial karena peristiwa akad nikah tidak saja mempertemukan suami-istri,
melainkan juga keluarga besarnya. Problem itu semakin terasa terutama ketika sebuah
pasangan beda agama telah memiliki anak.

d. Berebut Pengaruh
Dampak psikologis orang tua yang berbeda agama juga
akan sangat dirasakan oleh anakanaknya. Perbedaan agama bagi kehidupan rumah tangga di
Indonesia selalu dipandang serius. Ada suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk
memengaruhi anak-anak, sehingga anak jadi bingung. Namun ada juga yang malah menjadi
lebih dewasa dan kritis.
Orang tua biasanya berebut pengaruh agar anaknya mengikuti agama yang diyakininya. Kalau
ayahnya Islam, dia ingin anaknya menjadi muslim. Kalau ibunya Kristen dia ingin anaknya
memeluk Kristen. Anak yang mestinya menjadi perekat orang tua sebagai suami-isteri,
kadang kala menjadi sumber perselisihan. Orang tua saling berebut menanamkan pengaruh
masing-masing.

2. Aspek Religius
a. Pandangan Agama Islam
Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak
memperkenankannya. Dalam Alquran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang Islam
dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi :
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati. Dan
janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu”. (Al-Baqarah [2]:221)
Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun
wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam.

2.5 Kawin Kontrak


Kawin kontrak adalah menikah dengan niat hanya dalam jangka waktu tertentu. Umpamanya
menikah untuk waktu sebulan, setahun atau bahkan 10 tahun. Kawin kontrak disebut juga kawin
sementara atau kawin terputus, oleh karena laki-laki yang mengawini perempuannya itu untuk
sementara hari, seminggu atau sebulan.Dinamakan kawin mut‟ah karena laki-laki bermaksud
untuk bersenang- senang sementara waktu saja, tidak untuk selamanya.
Didalam agama islam, kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut’ah. Kawin mut’ah
pernah terjadi pada zaman Rasulullah. Pada waktu itu kondisinya berbeda; darurat dan sedang
dalam peperangan. Saat itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang terpisah jauh dari istrinya
untuk melakukan nikah mut’ah dari padda melakukan penyimpangan. Namun kemudian
Rasulullah mengharamkannnya ketika melakukan pembebasan kota mekah pada tahun 8
H./630M.

Kawin mut’ah ini sebagian besar ulama islam mengharamkannnya, mengim- bangnya dari
segi tujuan pembentukan rumah tangga (nawawi). Kawin kontrak itu mirip dengan kontrak
rumah. Kalau seorang mengontrak rumah jelas bukan untuk selama-lamanya tapi hanya dalam
waktu tertentu misalnya satu tahun dibayarkannya juga hanya untuk satu tahun. Seperti itu pula
yang disebut kawin kontrak. Perkawinan yang disebut kontrak hanya berlangsung untuk waktu
tertentu. Sebulan dua bulan atau setahun dan seterusnya. Dan untuk melakukan kawin kontrak itu
ada sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan dan ini
berupa mahar (maskawin) misalnya 50 juta. Termasuk juga biaya-biaya hidup lainnya. Seperti
biaya makan,tempat tinggal dan lain-lain.

Proses kawin kontrak itu mirip seperti akad nikah pada umumnya. Ada saksi dan ada
penghulu,ijab dan Kabul termasuk mahar yang disiapkan pada saat ijab Kabul. Inilah yang
membedakan kawin kontrak dengan prostitusi tidak ada upacara seperti umumnya akad nikah
misalnya saksi, penghulu dsb. Namun kawin kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan
perkawinan yang biasa yaitu kawin kontrak hanya berlangsung dalam waktu tertentu, jika
waktunya habis otomatis pasangan kawin kontrak akan bercerai. Sedangkan perkawinan biasa
waktunya tidak ditentukan tetapi selama-lamanya.

Alasan – alasan yang mengharamkan pernikahan kontrak:

1. Tidak ada aturan saling mewarisi


Dalam perkawinan kontrak, tidak ada kewajiban untuk memberikan hak waris kepada istri atau
pun anak hasil perkawinannya, hingga waktu yang telah disepakati berakhir. Hal tersebut tentu
sangat bertentangan dengan hukum Islam yang menyatakan bahwa, sebuah keluarga dibangun
untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh anggotanya.

2. Perkawinan kontrak membawa dampak negatif terhadap keturunannya

Sudah sangat jelas bahwa dalam pernikahan kontrak, keturunan yang dilahirkan tidak
mendapatkan pengakuan secara hukum tentang orang tua terutama bapak. Seorang anak tidak
akan mendapatkan hak untuk dinafkahi ataupun hak waris yang menjamin kehidupannya dimasa
datang. Kondisi tersebut bukanlah ajaran yang diterapkan dalam Islam, karena melepaskan
tanggungjawab untuk menafkahi anak keturunannya.

A. Kawin Kontrak Dalam Syariah Islam


Kawin kontrak disebut kawin mut’ah hukumnya adalah haram dan akad nikahnya tidah sah
(batal). Hal ini sama saja dengan orang sholat tanpa berwudhu maka sholatnya tidak sah alias
batal. Tidak diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian orang yang melakukan kawin
kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal dan tidak diterima oleh Allah sebagai ibadah.
Mengapa kawin kontrak tidak sah? Sebab nash-nash dalam Al-Qur’an maupun hadist tentang
pernikahan tidak mengait-kan pernikahan dalam waktu tertentu. Pernikahan dalam Al-Qur’an
dan hadist ditinjau dari segi waktu adalah bersifat mutlak yaitu maksudnya untuk jangka waktu
selamanya bukan untuk jangka waktu sementara, maka dari itu melakukan kawin kontrak yang
hanya berlangsung untuk jangka waktu tertentu hukumnya tidak sah karena bertentangan dengan
ayat suci Al-Qur’an dan hadist yang sama sekali tidak menyinggung batasan waktu.
Perlu diketahui ada hukum-hukum islam yang dikaitkan dengan jangka waktu misalnya masa
pelunasan utang piutang (al baqoroh:282),juga masa iddah yaitu masa tunggu waktu wanita yang
dicerai (al baqoroh:231). Hukum-hukum islam yang terkait waktu ini otomatis pelaksaannya
akan berakhir jika jangka waktunya selesai. Namun hukum islam tentang nikah tidak dikaitkan
dengan jangka waktu sama sekali. Kita bisa membuktikan dengan ayat-ayat yang membicarakan
nikah se- perti surat An Nisaa’:3, An Nuur:32 dan sebagainya. Ayat-ayat tentang nikah seperti
ini sama sekali tidak menyebutkan jangka waktu. Maka perkawinan dalam islam itu dari segi
waktu adalah bersifat mutlak yaitu tidak dilakukan sementara waktu tetapi untuk selamaya.
Selain ayat-ayat Al-Quran tersebut, ke-haraman kawin kontrak juga didasarkan khadist-
khadist yang mengharamkan kawin kontrak (nikah mut’ah). Memang kawin kontrak pernah
dibolehkan untuk sementara waktu pada masa awal islam tapi kebolehan ini di hapus oleh
rasulullah SAW pada saat perang khaibar sehingga kawin kontrak sejak saat itu diharamkan
sampai hari kiamat nanti. Rasulullah SAW bersabda: wahai manusia dulu aku pernah
mengizinkan kalin untuk kawin kontrak. Dan sesungguhnya Allah telah meng- haramkannya
hingga hari kiamat.(HR Muslim). Ali bin abi thalib RA; pada saat perang khaibar,rasulullah
melarang kawin kontrak dan juga melarang memakan daging himar (keledai) jinak. (HR bukhari
dan muslim).

2.6 Pesta Pernikahan Dalam Islam

Walimatul 'ursy atau merayakan pesta pernikahan merupakan sesuatu yang disunnahkan


bagi keluarga Muslim yang melaksanakan pernikahan. Agar resepsi pernikahan tersebut bernilai
berkah dan diridhai Allah, hendaknya mengadakannya sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Terdapat hal-hal yang dianjurkan dan dilarang dalam merayakan pesta pernikahan, agar
kegiatan demikian termasuk ibadah dan dalam rangka tahaddus bin-ni'mah. Dianjurkan untuk
menghidangkan jamuan bagi para tamu undangan dengan sesuai kadar kemampuan, walapun
misalnya hanya seekor kambing atau sepotong ayam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Berwalimahlah, walaupun hanya dengan menyembelih seekor domba." (HR Bukhari).

Selanjutnya, dianjurkan untuk mengundang orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana


sabda Rasulullah SAW, "Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang mukmin, dan
janganlah sampai menyantap makanan kalian melainkan orang yang bertaqwa."

Selain itu, hendaknya tidak mengkhususkan bagi undangan kepada orang kaya tanpa
mengundang orang-orang miskin. Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak mengundang suatu
pesta pernikahan hanya kepada orang-orang kaya. Dalam hal ini, Nabi SAW menekankan agar
turut mengundang orang-orang miskin saat walimah. Rasulullah SAW. bersabda :

“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang kaya
untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak
menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya.”

Seperti diceritakan Abdullah bin Yusuf, Malik memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab,
dari A'raj, dari Abu Hurairah RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-
buruk makanan adalah makanan walimah (pesta) di mana yang diundang hanyalah orang-orang
kaya sedangkan orang-orang fakir tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan
walimahan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya." (HR. Bukhari)
Seperti dinukilkan dalam buku berjudul "Fikih Munakahat" oleh Dr. M. Dahlan R, MA.,
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari menerangkan, bahwa
hidangan dalam acara walimah akan menjadi makanan atau hidangan terburuk atau paling tercela
jika acara walimah tersebut hanya dikhususkan kepada orang-orang kaya saja. Karenanya, Ibnu
Mas'ud mengatakan, apabila suatu walimah hanya dikhususkan kepada orang kaya saja
sementara orang miskin tidak diundang, maka kita diperintahkan untuk tidak menghadirinya.
Tetapi jika undangan tersebut disebarkan secara umum, baik kepada orang kaya maupun fakir,
maka hidangan walimah tidak akan menjadi tercela.

Adnan Hasan Shalih Baharits dalam bukunya berjudul "Mendidik Anak Laki-
laki" menyebutkan, dianjurkan kepada para suami untuk memilih bulan Syawwal sebagai waktu
pernikahan dan walimah. Sebagaimana dikatakan oleh Aisyah RA, "Rasulullah SAW menikahi
aku pada bulan Syawal dan menggauliku juga pada bulan Syawal (tahun-tahun berikutnya).
Tidak ada istri Rasulullah SAW yang lebih beruntung dibanding aku." (HR Muslim)

Sementara itu, walimah juga bisa menjadi terlarang dan dosa hukumnya apabila diadakan
menyimpang dari ajaran Islam. Berikut hal-hal yang dilarang dalam merayakan sebuah pesta
pernikahan, seperti dikutip dari buku berjudul "150 Masalah Nikah dan Keluarga" oleh Miftah
Faridl:

1. Memubadzirkan harta (tabdzir)


2. Berlebih-lebihan (israf)
3. Melahirkan dosa dan maksiat, seperti mempertontonkan aurat, menampilkan kesenian yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan sebagainya.
4. Menjadikan pesta pernikahan sebagai ajang memamerkan kekayaan, sehingga menjadikan
orang miskin iri dan dengki.
5. Mengakibatkan terjadinya orang kaya yang sudah kenyang diberi makan, sedangkan orang
miskin yang senantiasa lapar tidak diberi makan.

Sementara itu, menurut pendapat ulama, menghadiri hajat pernikahan adalah wajib
hukumnya jika orang yang bersangkutan memiliki kesempatan dan tidak ada halangan. Namun,
Imam An-Nawawi menyatakan bahwa kewajiban menghadiri undangan walimah menjadi gugur
karena hal-hal berikut:
1. Makanan yang disediakan mengandung syubhat.
2. undangan tersebut khusus bagi orang kaya saja.
3. Ada yang akan terzalimi dengan sebab kehadirannya.
4. Majelis walimah itu tidak layak dihadiri.
5. Apabila kedatangannya itu semata-mata karena menginginkan sesuatu dari si pengundang atau
karena takut kepadanya.
6. Apabila dalam acara tersebut terdapat perkara-perkara mungkar seperti jamuan khamar atau
alat-alat lahwi, dan lain sebagainya.

2.7 Tujuan Pernikahan untuk Membentuk dan Terciptanya Keluarga


Sakinah,Mawaddah,Warahmah

Keluarga adalah komponen masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Atau
bisa juga suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih belum mmpunyai anak baik anak
kandung atau anak angakat). Keluarga dapat diartikan juga sebagai kelompok paling kcil dalam
masyarakat, sekurang kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan anak. Ia
adalah asas pembentukan sebuah masyarakat kebahagiaan masyarakat adalah bergantung setiap
keluarga yang menganggotai masyarakat.

Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman,
merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Namun,
penggunaan nama sakinah itu diambil dari penggalan al Qur’an surat 30:21 “Litaskunu ilaiha”
yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu
merasa tenteram terhadap yang lain.Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang semua
anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia,
keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.

Seperti orang yang penat dengan kesibukan dan kebisingan siang lalu menemukan
kenyamanan dan ketenangan dalam kegelapan malam.

Surat Yunus ayat 67 :

ٍ ‫ار ُم ْبصِ رً ا إِنَّ فِي َذل َِك آل َيا‬


َ ‫ت لِ َق ْو ٍم َيسْ َمع‬
‫ُون‬ َ ‫ه َُو الَّذِي َج َع َل َل ُك ُم اللَّ ْي َل لِ َتسْ ُك ُنوا فِي ِه َوال َّن َه‬

Artinya : “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya
(litaskunu fihi) dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-
orang yang mendengar”. 
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan
jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu
seseorang pada lawan jenisnya). Karena itu, Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini,
mulai dari hewan sampai manusia. Mawaddah cinta yang lebih condong pada material seperti
cinta karena kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda, cinta pada harta benda, dan lain
sebagainya. Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam bersabda:

ْ ِ ‫َل ْم َن َر ل ِْل ُم َت َحا َّبي‬


ِ ‫ْن مِث َل ال ِّن َك‬
‫اح‬

Artinya : “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah/lebih baik oleh) orang-orang yang saling
mencintai seperti halnya pernikahan”.

Wa artinya dan sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah,


karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim (Perisai
Muslim) Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk
menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada
sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang, seperti cinta
tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar
dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan muncul manakala niatan pertama saat melangsungkan
pernikahan adalah karena mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya
untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

‫ َم َو َّد ًة َو َرحْ َم ًة‬ ‫َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم‬

Artinya : “… dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah”.

Dengan demikian keluarga sakinah mawadah warohmah adalah sebuah kondisi sebuah
keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Al Qur’an dan sunah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga
dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga,
terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya,sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunah Rasul.

Ciri-ciri keluarga Sakinah,Mawaddah,Warahmah yaitu :

1. Rumah tangga didirikan berlandasakan Al-Quran dan sunnah


2. Rumah tangga berasaskan kasih sayang ( mawaddah warahmah)
3. Mengetahui peraturan berumahtangga
4. Menghormati dan mengasihi kedua Ibu Bapak
5. Menjaga hubungan kerabat dan ipar
Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan keluarga yang
sakinah,mawaddah,warahmah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan
seperti ini,. Jangankan untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk
mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri,
sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada
koridor yang diinginkan oleh Allah dalam mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan
bertolak belakang dengan apa yang diinginkan oleh-Nya.

mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia dan
kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang
terkecil yangt beyukent berang katara Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk
membincangkan semua hal yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping
menjadi tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan
bahagia serta perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga
akan memberikan keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai
macam orang Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan bantuan dan
petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah lambang kasih
sayang, ketenangan dan juga ketenteraman Al-Qur'an merupakan landasan dari terbangunnya
keluarga sakinah, dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat.
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu :

1. memiliki kecenderungan kepada agama


2. yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda .
3. sederhana dalam belanja
4. santun dalam bergaul dan
5. selalu introspeksi.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pernikahan sangat dianjurkan Allah SWT, dalam beberapa ayat disebutkan


keutamaan menikah oleh karenanya pernikahan merupakan ibadah, kecintaan kita
pada istri atau suami dapat mendorong kita untuk membimbingnya pada kebaikan
yang menghadirkan kecintaan Allah pada keluarga kita. Adakah cinta yang lebih patut
kita harapkan dari cintanya Sang Maha Pencinta?. Nabi Muhammad saw juga
menganjurkan kita dalam banyak hadits agar menikah dan melahirkan anak. Beliau
menganjurkan kita mengenai hal itu dan melarang kita hidup membujang, karena
perbuatan ini menyelisihi Sunnahnya.
Terdapat banyak hikmah dalam pernikahan di antaranya adalah dapat menenteramkan
jiwa, dengan begitu akan tercipta perasaan-perasaan cinta dan kasih sayang. Keluarga
yang diliputi rasa kasih sayang satu dengan lainnya akan tercipta keluarga yang
sakinah mawaddah wa rahmah, meskipun tidak mudah untuk mewujudkannya
karena dibutuhkan rasa saling pengertian, saling menghargai antara suami dan
istri.Pernikahan yang penuh berkah adalah benteng iman yang paling kokoh, dituntut
kesabaran keikhlasan kita dalam mengarungi bahtera yang kadang bergelombang
dan berbadai.

3.2 Saran

1. Bagi tokoh Agama hendaknya dalam berda'wah tidak hanya menyampaikan masalah-masalah
ubudiyah, fiqhiyah akan tetapi membahas masalah keluarga, bagaimana membina rumah tangga
menjadi sebuah rumah tangga yang sakinah.

2. Perlunya sosialisasi dari pihak terkait khususnya Departemen Agama dalam mensosialisasikan
kursus calon pengantin (suscatin) dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang belum
mengikuti kursus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai