Oleh :
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di
dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.
Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan
dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan ini, manusia ingin memenuhi berbagai kebutuhannya, begitu juga
kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Sebagai agama yang rahmatan lil
‘alamin, Islam telah menetapkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan
biologis seeorang yaitu hanya dengan cara pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang
sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan
ini. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan pernikahan adalah agar pembelai
laki-laki dan perempuan mendapatkan kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha).
Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran
kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi
manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Inilah hikmah
disyari’atkannya pernikahan dalam Islam, selain memperoleh ketenangan dan kedamain,
juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-nasli).
PEMBAHASAN
ۗ َو ِمنْ ٰا ٰيت ٖ ِٓه اَنْ َخ َل َق َل ُك ْم مِّنْ اَ ْنفُسِ ُك ْم اَ ْز َواجً ا لِّ َتسْ ُك ُن ْٓوا ِا َل ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم م ََّو َّد ًة وَّ َرحْ َم ًة
َ ِفِيْ ٰذل
ٍ ك اَل ٰ ٰي
ت لِّ َق ْو ٍم َّي َت َف َّكر ُْو َن
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan rumah
tangga yang rukun, penuh cinta dan kasih sayang (sakinah, mawaddah wa rahmah). Kehidupan
seperti ini merupakan kebutuhan yang telah menjadi fitrah atau naluri setiap manusia. Hal
tersebut bisa diperoleh apabila pasangan (suami isteri) bisa menjalankan kehidupan rumah
tangga sesuai dengan ajaran yang telah disyari’atkan dalam agama Islam.
Selain ayat Al-Qur’an, adapun hadits-hadits Nabi yang berisi anjurananjuran untuk
menikah yaitu :
ي صلى هللا عليه وسلم َح ِم َد هَّللَا َ َوأَ ْثنَى َعلَ ْي ِه َوقَا َل َّ ِك رضي هللا عنه أَ َّن اَلنَّب ِ ع َْن أَن
ٍ َِس ب ِْن َمال
ْس ِمنِّيَ ب ع َْن ُسنَّتِي فَلَي َ فَ َم ْن َر ِغ صلِّي َوأَنَا ُم َوأَصُو ُم َوأُ ْف ِط ُر َوأَتَزَ َّو ُج اَلنِّ َسا َء
َ ُلَ ِكنِّي أَنَا أ
“Dari Anas bin Malik r.a, bahwa Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjungNya.
Kemudian beliau bersabda: “ Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku puasa, aku makan dan
aku pun mengawini perempuan. Maka barang siapa yang tidak suka akan sunnahku, maka
ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari Muslim)
a. Nikah itu akan berubah hukumnya menjadi wajib, apabila seseorang dipandang telah
mampu benar mendirikan rumah tangga, sanggup memenuhi kebutuhan dan mengurus
kehidupan keluarganya, telah matang betul pertumbuhan rohani dan jasmaninya. Dalam
keadaan seperti ini, ia wajib melaksanakan perkawinan, sebab kalau ia tidak kawin ia akan
cenderung berbuat dosa (zina).
b. Nikah dapat berubah hukumnya menjadi anjuran atau sunah, kalau dilakukan oleh
seseorang yang pertumbuhan rohani dan jasmaninya dianggap telah wajar benar untuk hidup
berumah tangga. Kalau ia kawin dalam keadaan yang demikian, ia akan mendapat pahala dan
kalau ia belum mau berumah tangga, asal mampu menjaga dirinya ia tidak berdosa.
c. Nikah berubah hukumnya menjadi makruh bila dilakukan oleh orang-orang yang relatif
maka (belum cukup umur), belum mampu menafkahi dan mengurus rumah tangga. Kalau
orang kawin juga dalam usia demikian, ia akan membawa sengsara bagi hidup dan kehidupan
keluarganya. Memang, dalam keadaan ini, ia tidak berdosa dalam melaksanakan perkawinan,
tetapi perbuatannya dapat dikelompokan ke dalam kategori perbuatan tercela.
d. Hukumnya berubah menjadi haram kalau dilakukan oleh seorang laki-laki dengan
maksud menganiaya wanita atau calon isterinya.
e. Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan
apabila ia melakukan perkawinan, ia tidak menelantarkan isterinya.
Perbedaan dalam perumusan itu disebabkan karena perkawinan sebagai suatu lembaga
mempunyai banyak segi dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, misalnya dari sudut
pandang agama, hukum masyarakat, dan sebagainya. Jika dipandang dari segi ajaran agama
dan hukum Islam perkawinan adalah suatu lembaga yang suci.
1. Mempelai laki-laki;
2. Mempelai perempuan;
3. Wali;
4. Dua orang saksi;
5. Shigat ijab Kabul;
Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun nikah yang disebutkan di atas,
begitu pula sebaliknya apabila salah satu rukun tidak dipenuhi dalam melangsungkan
pernikahan, maka pernikahan itu tidak sah. Dari kelima rukun nikah di atas, yang paling
penting adalah Ijab dan Qabul.
Adapun syarat nikah ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu
syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. Syarat-syarat pernikahan
merupakan dasar bagi sahnya pernikahan dalam Islam. Apabila syarat-syaratnya itu terpenuhi,
maka pernikahan itu sah dan menimbulkan hak dan kewajiban suami isteri.
3. Syarat-syarat wali:
a. Laki-laki;
b. Baligh;
c. Tidak dipaksa;
d. Adil; dan e. Tidak sedang ihram.
4. Syarat-syarat saksi:
a. Laki-laki (minimal dua orang)
b. Baligh;
c. Adil;
d. Tidak sedang ihram e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul
Uraian syarat-syarat nikah di atas merupakan hal yang mesti dipenuhi dari bagian rukun
nikah yaitu, calon kedua mempelai yaitu suami isteri, wali, saksi dan shighat ijab qabul. Oleh
karena itu jika ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi, maka pernikahannya bisa
dikategorikan batal atau tidak sah.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyanya menyatakan bahwa tujuan perkawinan
yaitu sebagai berikut:
Tentang tujuan pernikahan ini, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi
berbegai aspek masyarakat yang mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap umat
Islam.
Perkawinan beda agama adalah perkawinan antara pria dan wanita yang keduanya memiliki
perbedaan agama atau kepercayaan satu sama lain. Perkawinan beda agama bisa terjadi antar
sesama WNI yaitu pria WNI dan wanita WNI yang keduanya memiliki perbedaan agama/
kepercayaan juga bisa antar beda kewarganegaraan yaitu pria dan wanita yang salah satunya
berkewarganegaraan asing dan juga salah satunya memiliki perbedaan agama atau kepercayaan.
perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik dan sebaliknya. Para
ulama sepakat bahwa seorang pria muslim diharamkan menikah dengan seorang wanita
musyrikah. Pendapat ini didasarkan pada QS. Al-Baqarah (2), 221:
ت َح ٰ ّتى ي ُْؤمِنَّ ۗ َواَل َ َم ٌة م ُّْؤ ِم َن ٌة َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِر َك ٍة َّو َل ْو اَعْ َج َب ْت ُك ْم ۚ َواَل ُت ْن ِكحُوا
ِ َواَل َت ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك
ٰۤ ُ ُ
ِ ك َي ْدع ُْو َن ِا َلى ال َّن
ۖ ار َ ٕى9ِِٕ ول ۗا
ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َح ٰ ّتى ي ُْؤ ِم ُن ْو َو َل َع ْب ٌد م ُّْؤ ِمنٌ َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِركٍ وَّ َل ْو اَعْ َج َبك ْم ۗ ا
Pernikahan dengan non muslim/kafir merupakan definisi yang sangat luas, para ulama‟
berpendapat bahwa istilah non muslim atau kafir disimpulkan oleh pakar al-Qur‟an, Syeikh
Muhammad Abduh segala aktifitas yang bertentangan dengan ajaran tujuan agama.Tentu saja
maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, akan tetapi mencakup sejumlah
agama dengan segala bentuk kepercayaan dan variasi ritualnya. al-Qur‟an menyebutkan muslim
ini secara umum seperti dalam Q.S alHajj ayat 17:
و ْالمج ُْوس والَّ ِذيْن اَ ْشر ُك ْٓوا ۖاِنَّ هّٰللا9ص ٰرى
َ َ َ َ َ َ َ ِ اِنَّ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا َوالَّ ِذي َْن َها ُد ْوا َوالص
ٰ ي َْن َوال َّن9َِِّٕابٕـ
َي ْفصِ ُل َب ْي َن ُه ْم َي ْو َم ْالق ِٰي َم ۗ ِة اِنَّ هّٰللا َ َع ٰلى ُك ِّل َشيْ ٍء
َش ِه ْي ٌد
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orangorang
Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan
memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan
segala sesuatu”
Dalam ayat Al-Qur‟an tadi terdapat lima kelompok yang dikategorikan sebagai non muslim,
yaitu Yahudi, Nasrani, ash-Shabi‟ah atau ash-Shabiin, alMajus, al-Musyrikun. Masing-masing
kelompok secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Yahudi adalah kaum bangsa Israel yang mengamalkan ajaran Nabi Musa/Taurat.
Kedua, Nasrani/Nashiroh yang diambil dari nama Nashiroh (tempat lahir Nabi Isa), mereka
adalah kelompok yang mengajarkan ajaran nabi Isa. Ketiga, Ash-Shabi‟ah, yaitu kelompok yang
mempercayai pengaruh planet terhadap alam semesta. Keempat, Al-Majus yaitu para penyembah
api yang mempercayai bahwa jagat raya dikontrol oleh dua sosok Tuhan, yaitu Tuhan Cahaya
dan Tuhan Gelap yang masing-masingnya bergerak kepada yang baik dan yang jahat, yang
bahagia dan yang celaka dan seterusnya.22 Dan Al-Musyrikun, kelompok yang mengakui
ketuhanan Allah swt, tapi dalam ritual mempersekutuannya dengan yang lain seperti
penyembahan berhala, matahari dan malaikat.
Dari pengertian Non muslim/kafir diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lawan dari kata
kafir adalah mukmin, orang yang mengimani Allah, dalam surat Al-Mumtahanah menjelaskan
bahwa adanya pelarangan untuk tetap meneruskan hubungan pernikahan dengan wanita kafir,
sampai mereka beriman kepada Allah. Larangan pernikahan beda agama dengan non
muslim/kafir secara global telah disepakati para ulama.23 Lebih lanjut, Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa larangan pernikahan dengan non muslim atau kafir juga didasarkan pada surat al-
Baqoroh: 221 beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan musyrik dalam ayat tersebut
adalah penyembah berhala.
Larangan pernikahan beda agama ini kemudian dirumuskan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) di Indonesia. KHI yang diberlakukan dengan intruksi presiden (Inpres) Nomor 1 tahun
1991, melarang seorang muslim melakukan perkawinan beda agama. Larangan ini diatur dalam
pasal 40 huruf c KHI. Sementara larangan pernikahan beda agama bagi wanita diatur dalam
pasal 44 KHI. Secara normatif larangan menikah beda agama ini tidak menjadi masalah, karena
hal tersebut sejalan dengan ketentuan al-Qur‟an yang disepakati oleh para fuqaha.
d. Berebut Pengaruh
Dampak psikologis orang tua yang berbeda agama juga
akan sangat dirasakan oleh anakanaknya. Perbedaan agama bagi kehidupan rumah tangga di
Indonesia selalu dipandang serius. Ada suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk
memengaruhi anak-anak, sehingga anak jadi bingung. Namun ada juga yang malah menjadi
lebih dewasa dan kritis.
Orang tua biasanya berebut pengaruh agar anaknya mengikuti agama yang diyakininya. Kalau
ayahnya Islam, dia ingin anaknya menjadi muslim. Kalau ibunya Kristen dia ingin anaknya
memeluk Kristen. Anak yang mestinya menjadi perekat orang tua sebagai suami-isteri,
kadang kala menjadi sumber perselisihan. Orang tua saling berebut menanamkan pengaruh
masing-masing.
2. Aspek Religius
a. Pandangan Agama Islam
Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak
memperkenankannya. Dalam Alquran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang Islam
dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi :
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati. Dan
janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu”. (Al-Baqarah [2]:221)
Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun
wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam.
Kawin mut’ah ini sebagian besar ulama islam mengharamkannnya, mengim- bangnya dari
segi tujuan pembentukan rumah tangga (nawawi). Kawin kontrak itu mirip dengan kontrak
rumah. Kalau seorang mengontrak rumah jelas bukan untuk selama-lamanya tapi hanya dalam
waktu tertentu misalnya satu tahun dibayarkannya juga hanya untuk satu tahun. Seperti itu pula
yang disebut kawin kontrak. Perkawinan yang disebut kontrak hanya berlangsung untuk waktu
tertentu. Sebulan dua bulan atau setahun dan seterusnya. Dan untuk melakukan kawin kontrak itu
ada sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan dan ini
berupa mahar (maskawin) misalnya 50 juta. Termasuk juga biaya-biaya hidup lainnya. Seperti
biaya makan,tempat tinggal dan lain-lain.
Proses kawin kontrak itu mirip seperti akad nikah pada umumnya. Ada saksi dan ada
penghulu,ijab dan Kabul termasuk mahar yang disiapkan pada saat ijab Kabul. Inilah yang
membedakan kawin kontrak dengan prostitusi tidak ada upacara seperti umumnya akad nikah
misalnya saksi, penghulu dsb. Namun kawin kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan
perkawinan yang biasa yaitu kawin kontrak hanya berlangsung dalam waktu tertentu, jika
waktunya habis otomatis pasangan kawin kontrak akan bercerai. Sedangkan perkawinan biasa
waktunya tidak ditentukan tetapi selama-lamanya.
Sudah sangat jelas bahwa dalam pernikahan kontrak, keturunan yang dilahirkan tidak
mendapatkan pengakuan secara hukum tentang orang tua terutama bapak. Seorang anak tidak
akan mendapatkan hak untuk dinafkahi ataupun hak waris yang menjamin kehidupannya dimasa
datang. Kondisi tersebut bukanlah ajaran yang diterapkan dalam Islam, karena melepaskan
tanggungjawab untuk menafkahi anak keturunannya.
Terdapat hal-hal yang dianjurkan dan dilarang dalam merayakan pesta pernikahan, agar
kegiatan demikian termasuk ibadah dan dalam rangka tahaddus bin-ni'mah. Dianjurkan untuk
menghidangkan jamuan bagi para tamu undangan dengan sesuai kadar kemampuan, walapun
misalnya hanya seekor kambing atau sepotong ayam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Berwalimahlah, walaupun hanya dengan menyembelih seekor domba." (HR Bukhari).
Selain itu, hendaknya tidak mengkhususkan bagi undangan kepada orang kaya tanpa
mengundang orang-orang miskin. Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak mengundang suatu
pesta pernikahan hanya kepada orang-orang kaya. Dalam hal ini, Nabi SAW menekankan agar
turut mengundang orang-orang miskin saat walimah. Rasulullah SAW. bersabda :
“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang kaya
untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak
menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya.”
Seperti diceritakan Abdullah bin Yusuf, Malik memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab,
dari A'raj, dari Abu Hurairah RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-
buruk makanan adalah makanan walimah (pesta) di mana yang diundang hanyalah orang-orang
kaya sedangkan orang-orang fakir tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan
walimahan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya." (HR. Bukhari)
Seperti dinukilkan dalam buku berjudul "Fikih Munakahat" oleh Dr. M. Dahlan R, MA.,
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari menerangkan, bahwa
hidangan dalam acara walimah akan menjadi makanan atau hidangan terburuk atau paling tercela
jika acara walimah tersebut hanya dikhususkan kepada orang-orang kaya saja. Karenanya, Ibnu
Mas'ud mengatakan, apabila suatu walimah hanya dikhususkan kepada orang kaya saja
sementara orang miskin tidak diundang, maka kita diperintahkan untuk tidak menghadirinya.
Tetapi jika undangan tersebut disebarkan secara umum, baik kepada orang kaya maupun fakir,
maka hidangan walimah tidak akan menjadi tercela.
Adnan Hasan Shalih Baharits dalam bukunya berjudul "Mendidik Anak Laki-
laki" menyebutkan, dianjurkan kepada para suami untuk memilih bulan Syawwal sebagai waktu
pernikahan dan walimah. Sebagaimana dikatakan oleh Aisyah RA, "Rasulullah SAW menikahi
aku pada bulan Syawal dan menggauliku juga pada bulan Syawal (tahun-tahun berikutnya).
Tidak ada istri Rasulullah SAW yang lebih beruntung dibanding aku." (HR Muslim)
Sementara itu, walimah juga bisa menjadi terlarang dan dosa hukumnya apabila diadakan
menyimpang dari ajaran Islam. Berikut hal-hal yang dilarang dalam merayakan sebuah pesta
pernikahan, seperti dikutip dari buku berjudul "150 Masalah Nikah dan Keluarga" oleh Miftah
Faridl:
Sementara itu, menurut pendapat ulama, menghadiri hajat pernikahan adalah wajib
hukumnya jika orang yang bersangkutan memiliki kesempatan dan tidak ada halangan. Namun,
Imam An-Nawawi menyatakan bahwa kewajiban menghadiri undangan walimah menjadi gugur
karena hal-hal berikut:
1. Makanan yang disediakan mengandung syubhat.
2. undangan tersebut khusus bagi orang kaya saja.
3. Ada yang akan terzalimi dengan sebab kehadirannya.
4. Majelis walimah itu tidak layak dihadiri.
5. Apabila kedatangannya itu semata-mata karena menginginkan sesuatu dari si pengundang atau
karena takut kepadanya.
6. Apabila dalam acara tersebut terdapat perkara-perkara mungkar seperti jamuan khamar atau
alat-alat lahwi, dan lain sebagainya.
Keluarga adalah komponen masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Atau
bisa juga suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih belum mmpunyai anak baik anak
kandung atau anak angakat). Keluarga dapat diartikan juga sebagai kelompok paling kcil dalam
masyarakat, sekurang kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan anak. Ia
adalah asas pembentukan sebuah masyarakat kebahagiaan masyarakat adalah bergantung setiap
keluarga yang menganggotai masyarakat.
Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman,
merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Namun,
penggunaan nama sakinah itu diambil dari penggalan al Qur’an surat 30:21 “Litaskunu ilaiha”
yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu
merasa tenteram terhadap yang lain.Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang semua
anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia,
keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.
Seperti orang yang penat dengan kesibukan dan kebisingan siang lalu menemukan
kenyamanan dan ketenangan dalam kegelapan malam.
Artinya : “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya
(litaskunu fihi) dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-
orang yang mendengar”.
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan
jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu
seseorang pada lawan jenisnya). Karena itu, Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini,
mulai dari hewan sampai manusia. Mawaddah cinta yang lebih condong pada material seperti
cinta karena kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda, cinta pada harta benda, dan lain
sebagainya. Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang.
Artinya : “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah/lebih baik oleh) orang-orang yang saling
mencintai seperti halnya pernikahan”.
Dengan demikian keluarga sakinah mawadah warohmah adalah sebuah kondisi sebuah
keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Al Qur’an dan sunah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga
dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga,
terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya,sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunah Rasul.
mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia dan
kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang
terkecil yangt beyukent berang katara Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk
membincangkan semua hal yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping
menjadi tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan
bahagia serta perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga
akan memberikan keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai
macam orang Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan bantuan dan
petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah lambang kasih
sayang, ketenangan dan juga ketenteraman Al-Qur'an merupakan landasan dari terbangunnya
keluarga sakinah, dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat.
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1. Bagi tokoh Agama hendaknya dalam berda'wah tidak hanya menyampaikan masalah-masalah
ubudiyah, fiqhiyah akan tetapi membahas masalah keluarga, bagaimana membina rumah tangga
menjadi sebuah rumah tangga yang sakinah.
2. Perlunya sosialisasi dari pihak terkait khususnya Departemen Agama dalam mensosialisasikan
kursus calon pengantin (suscatin) dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang belum
mengikuti kursus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA