PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian maternal merupakan salah satu masalah kesehatan
yang terus menjadi perhatian masyarakat dunia. Menurut World
Health Organization (WHO), pada tahun 2018 terdapat 830 Angka
Kematian Ibu (AKI) di dunia setiap harinya akibat penyakit/komplikasi
terkait kehamilan dan persalinan (WHO, 2018). AKI pada proses
persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Pembangunan kesehatan
yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran kemampuan dan
kemauan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri agar
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dapat terwujud.
Untuk mencapai sasaran Sustainable Development Goals (SDGs)
yaitu Angka kematian Ibu (AKI) sebesar 70 per 100.000 kelahiran
hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 25 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2030, perlu upaya percepatan yang lebih
besar dan kerja keras (Depkes. RI, 2015). Salah satu bentuk dari
upaya pembangunan di bidang kesehatan adalah peningkatan
kesehatan ibu dengan program yang bertujuan untuk menurunkan
angka kematian ibu (AKI) (Depkes RI, 2007).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
3. Fisiologis persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori
yang komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
telah banyak mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus
antara lain penurunan kadar hormon progesterone dan estrogen.
Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.
Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum
persalinan. Kadar prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi
myometrium.Keadaan uterus yang membesar menjadi tegang
mengakibatkan iskemi otot-otot uterus yang mengganggu sirkulasi
uteroplasenter sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada
ganglion servikale dari fleksus frankenhauser di belakang servik
menyebabkan uterus berkontraksi (Prawirohardjo, 2014).
4. Tahap-Tahap Persalinan
Berlangsungnya persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:
a. Kala I
Kala I persalinan di mulai sejak terjadinya kontraksi uterus
dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap
(10 cm). Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah
berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis
servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks
mendatar dan membuka..
Tanda dan gejala kala I yaitu his sudah teratur, frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit, penipisan dan pembukaan
serviks,dan keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir
bercampur darah.
Gambaran prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Penipisan serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan
penipisan serviks.Seiring dengan bertambah efektifnya
kontraksi,serviks mengalami perubahan bentuk menjadi
5
lebih tipis.Hal ini disebabkan oleh kontraksi uterus yang
bersifat fundal dominan sehingga seolah-olah serviks tertarik
ke atas dan lama-kelamaan menjadi tipis. Batas antara
segmen atas dan bawah rahim mengikuti arah tarikan ke
atas, sehingga seolah-olah batas ini letaknya bergeser ke
atas. Panjang serviks pada akhir kehamilan normal berubah-
ubah. Dengan dimulainya persalinan, panjang serviks
berkurang secara teratur sampai menjadi sangat
pendek.Serviks yang sangat tipis ini disebut dengan
“menipis penuh”.
b) Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement.
Setelah serviks dalam kondisi menipis penuh, maka tahapan
berikutnya adalah pembukaan.Serviks membuka disebabkan
daya tarikan otot uterus ke atas secara terus-menerus saat
uterus berkontraksi.Dilatasi dan diameter serviks dapat
diketahui melalui pemeriksaan intravagina.
Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini
terbagi menjadi dua fase:
(1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung
lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai
pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.
(2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung
selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase.
(a) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 Jam,
pembukaan menjadi 4 cm.
(b) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2
jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2
jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
6
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dengan
menggunakan partograf. Partograf adalah alat
bantu yang digunakan selama fase aktif
persalinan. Tujuan utama dari penggunaan
partograf adalah untuk :
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan
persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan
secara normal. Dengan demikian, juga dapat
melakukan deteksi secara dini setiap
kemungkinan terjadinya partus lama.
Halaman depan partograf untuk mencatat atau
memantau :
(a) Kesejahteraan janin
Denyut jantung janin (setiap ½ jam), warna
air ketuban (setiap pemeriksaan dalam),
penyusupan sutura (setiap pemeriksaan
dalam).
(b) Kemajuan persalinan
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus
(setiap ½ jam), pembukaan serviks (setiap
4 jam), penurunan kepala (setiap 4 jam).
c) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah (setiap
4 jam) dan temperatur tubuh, produksi urin
aseton dan protein (setiap 2 sampai 4 jam),
makan dan minum
8
Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus akan
berkontraksi menekan pembuluh darah yang akhirnya
akan menghentikan perdarahan dari situs plasenta
tersebut.
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi globular
(bulat)
b) Semburan darah.
c) Pemanjangan tali pusat.
Manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
memperpendek waktu kala III dan mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis,
serta mencegah terjadinya retensio plasenta.Tiga langkah
menejemen aktif kala III, yaitu:
a) Berikan oksitosin 10 IU dalam waktu satu menit setelah
bayi lahir, dansetelah dipastikan kehamilan tunggal.
b) Lakukan penegangan tali pusat terkendali.
c) Segera lakukan massage pada fundus uteri setelah
plasenta lahir.
d. Kala IV (2 jam post partum)
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan
amplitudo 60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak
diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi
kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat
dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran
darah post partum. Kekuatan his dapat dirasakan ibu saat
menyusui bayinya karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar
hipofise posterior. Tanda dan gejala kala IV ialah bayi dan
plasenta telah lahir, tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat.
9
Selama 2 jam pertama pascapersalinan pantau tekanan
darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan
yang terjadi setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap
30 menit dalam satu jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang
tidak normal, lakukan observasi dan penilaian secara lebih
sering.
Tabel 1.1 Lamanya persalinan pada primigravida dan
multigravida:
Primigravida Multigravida
Kala I 10 – 12 jam 6-8 jam
Kala II 1-1,5 jam 0,5-1 jam
Kala III 10 menit 10 menit
Kala IV 2 jam 2 jam
Jumlah (tanpa 12-14 jam 8-10 jam
memasukkan kala IV
yang bersifat
observasi
(Rukiyah, 2009)
10
6. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah proses pengeluaran bayi
dengan mengandalkan posisi, bentuk panggul, serta presentasi
jalan lahir. Bagian terendah janin akan menyesuaikan diri terhadap
panggul ibu pada saat turun melalui jalan lahir. Kepala akan
melewati rongga panggul dengan ukuran yang menyesuaikan
dengan ukuran panggul (Wulandari, 2011).
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah
sebagai berikut:
a.Engagement (fiksasi) = masuk
Ialah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar
(diameter Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala
janin mulai turun pada umur kehamilan kira-kira 36 minggu,
sedangkan pada multigravida pada kira-kira 38 minggu,
kadang-kadang baru pada permulaan partus. (Prawirohardjo,
2009). Engagement lengkap terjadi bila kepala sudah
mencapai Hodge III. Pada kepala masuk PAP, maka kepala
dalam posisi melintang dengan sutura sagitalis melintang
sesuai dengan bentuk yang bulat lonjong. Seharusnya pada
waktu kepala masuk PAP, sutura sagitalis akan tetap berada
di tengah yang disebut Synclitismus. Tetapi kenyataannya,
sutura sagitalis dapat bergeser kedepan atau kebelakang
disebut Asynclitismus.
Asynclitismus dibagi 2 jenis :
1) Asynclitismus posterior: bila sutura sagitalis mendekati
simfisis danos parietal belakang lebih rendah dari os
parietal depan.
2) Asynclitismus anterior: bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah
dari os parietal belakang.
11
b. Descensus = penurunan
Ialah penurunan kepala lebih lanjut kedalam
panggul.Faktor-faktor yng mempengaruhi descensus ialah
tekanan air ketuban, dorongan langsung fundus uteri
padabokong janin, kontraksi otot-otot abdomen, ekstensi
badan janin. Turunnya kepala kedalam panggul disebabkan
oleh hal- hal tekanan air ketuban, tekanan langsung fundus
uteri pada bokong, kekuatan mengejan dan melurusnya badan
fetus.
c. Fleksi Kepala
Pada awal persalinan kepala bayi dalam keadaan fleksi
ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga
bertambah. Pada pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat
kearah dada janin sehingga ubun- ubun kecil lebih rendah dari
ibun- ubun besar. Dengan adanya fleksi, diameter suboksipito
frontalis (11 cm) digantikan oleh diameter suboksipito
bregmatika (9,5 cm).
d. Putaran paksi dalam(internal rotation)
Ialah berputarnya oksiput ke arah depan, sehingga ubun
-ubun kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor
yang mempengaruhi ialah perubahan arah bidang PAP dan
PBP, bentuk jalan lahir yang melengkung, kepala yang
bulatdan lonjong.
e. Defleksi
Ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor
yang menyebabkan terjadinya hal ini ialah lengkungan
panggul sebelah depan lebih pendek dari pada yang
belakang. Pada waktu defleksi, maka kepala akan berputar ke
atas dengan suboksiput sebagai titik putar (hypomochlion)
dibawah symphisis sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, muka dan akhirnya dagu.
12
f. Putaran paksi luar (external rotation)
Ialah berputarnya kepala menyesuaikankembali dengan
sumbu badan (arahnya sesuai dengan punggung bayi).
g. Expulsi
Adalah lahirnya seluruh badan bayi(Cunningham, 2005)
13
besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya
atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah
uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 – 800 ml/menit,
sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi
selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan
darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia
hanya berkisar 5-6 liter saja. (Didien dan Suprapti,2016)
2. Patofisiologi Atonia Uteri
Atonia uteri terjadi karena uterus tidak berkontraksi dengan
sempurna setelah anak lahir. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus
uteri (Manuaba, 2012). Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia
terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak
berkontraksi (Saifudin, 2008; Cunningham, 2013). Miometrium
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan
postpartum. Lapisan tengah miometrium tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing
serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap bulan
serabut kira-kira membentuk angka delapan.
Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas,
jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi
sehingga terjadinya perdarahan postpartum (Cunningham, 2013)
14
3. Faktor Predisposisi Atonia Uteri
Faktor-faktor predisposisi atonia uteri meliputi beberapa hal
berikut:
a. Regangan rahim yang berlebihan dikarenakan Polihidramnion,
kehamilan kembar, makrosemia atau janin besar. Peregangan
uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera
setelah plasenta lahir.
b. Persalinan yang lama, merupakan persalinan yang memanjang
pada kala satu dan kala dua yang terlalu lama (Prawirohardjo,
2011).
c. Persalinan yang terlalu cepat atau persalinan spontan.
Persalinan cepat (presipitatus), terjadi persalinan kurang dari 3
jam. Hal ini dikarenakan uterus telah berkontraksi dengan kuat
dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari 1 jam,
kesempatan otot untuk beretraksi tidak cukup.
d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e. Multiparitas yang sangat tinggi
f. Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta
keadaan umum ibu yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun. Terjadinya peningkatan kejadian atonia
uteri sejalan dengan meningkatnya umur ibu yang diatas 35
tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk dibuahi. Hal
ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi perdarahan yang terjadi (Prawirohardjo, 2011).
g. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
h. Bekas operasi Caesar.
i. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
j. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama
saat kehamilan, persalinan dan nifas. Kekurangan Hb dalam
darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke
15
sel tubuh maupun otak. Sehingga dapat memberikan efek
yang buruk baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan
(Manuaba, 2012)
k. Dapat terjadi akibat melahirkan plasenta dengan memijat dan
mendorong uterus kebawah sementara uterus belum terlepas
dari tempat implannya atau uterus. Perdarahan yang banyak
dalam waktu singkat dapat diketahui. Tetapi, bila perdarahan
sedikit dalam waktu banyak tanpa disadari, ibu telah kehilangan
banyak darah sebelum ibu tanpak pucat dan gejala lainnya.
Perdarahan karena atonia uteri, uterus tanpak lembek
membesar (Anik, 2009).
l. Fibroid (fibromiomata). Fibroid normalnya adalah tumor yang
terdiri atas otot dan jaringan fibrosa. Yang dapat menggangu
efektifitas kerja uterus.
4. Faktor-faktor penyebab terjadinya Atonia Uteri
a. Pemisahan plasenta inkomplet. Jika plasenta tetap melekat
secara utuh pada dinding uterus, hal ini cenderung tidak
menyebabkan perdarahan. Namun demikian, jika pemisahan
telah terjadi, pembuluh darah maternal akan robek. Jika jaringan
plasenta sebagian tetap tertanam dalam desidua yang
menyerupai spon, kontraksi dan retraksi yang efisien akan
terganggu.
b. Retensi kotiledon, pragmen plasenta atau membaran. Hal ini
juga mengganggu kerja uterus yang efisien.
c. Percepatan persalinan. Jika uterus telah berkontraksi dengan
kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari satu jam,
kesempatan otot untuk berretraksi tidak cukup.
d. Persalinan lama. Pada partus lama uterus dalam kondisi yang
sangat lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu melakukan
kontraksi segera setelah plasenta lahir. Dalam persalinan yang
fase aktifnya berlangsung lebih dari 12 jam inersia uterus dapat
terjadi akibat kelelahan otot.
16
e. Polihydramnion atau kehamilan kembar. Peregangan uterus
yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah
plasenta lahir. Miometrium menjadi sangat regang sehingga
menjadi kurang efisien.
f. Plasenta previa. Sebagian atau seluruh plasenta berada di
bawah tempat lapisan otot yang lebih tipis mengandung sedikit
serat oblik : mengakibatkan control perdarahan yang buruk.
g. Abrupsio plasenta. Darah dapat meresap diantara serat otot
mengganggu kerja efektif.
h. Anastesi umum. Agen anastesi dapat menyebabkan relaksi
uterus, terutama agen inhalasi yang mudah menguap seperti
halotan.
i. Kesalahan penatalaksanaan kala 3 persalinan. Dikatakan bahwa
faktor ini tetap menjadi penyebab perdarahan pasca partum
yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus
dapat mencetuskan terjadinya kontraksi aritmik sehingga
plasenta hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi
j. Kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh, kedekatannya
dengan uterus di dalam abdomen setelah kala 2 persalinan
dapat mengganggu kerja uterus. Hal ini juga merupakan
kesalahan penatalaksanaan.
k. Anemia. Anemia Ibu yang memasuki persalinan dengan
konsentrasi hemoglobin yang rendah (dibawah 10 gr/dl) dapat
mengalami penurunan yang lebih cepat lagi jika terjadi
perdarahan, bagaimanapun kecilnya anemia berkaitan dengan
debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya
atonia uterus.
17
5. Gejala dan Diagnosis Atonia Uteri
Dikutip dalam modul Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal oleh Didien dan Suprapti,tahun 2016.
Gejala dari Atonia Uteri yaitu :
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang
lainnya.
b. Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan
darah tidak merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini
adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah.
c. Terjadinya syok, pembekuan darah pada serviks/posisi
telentang akan menghambat aliran darah keluar
d. Nadi cepat dan lemah
e. Tekanan darah yang rendah
f. Pucat
g. Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
h. Pernapasan cepat
i. Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
j. Urin yang sedikit
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi lahir dan plasenta lahir
ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada
palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada
saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat itu juga masih ada
darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus di
perhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti .
18
6. Komplikasi Atonia Uteri
Komplikasi yang terjadi karena kehilangan darah yang banyak
adalah syok hipovolemik disertai dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat.
Syok Hemoragik Adalah suatu syok yang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan pada kehamilan muda,
misalnya abortus, kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas (mola
hidatidosa); perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio
plasenta, rupture uteri, dan perdarahan pasca persalinan karena
atonia uteri dan laserasi jalan lahir.(Didien dan Suprapti,2016)
7. Pencegahan Atonia Uteri
Menurut Prawirohardjo (2014) perdarahan oleh karena atonia uteri
dapat dicegah dengan:
a. Melakukan secara rutin menejamen aktif kala III pada semua
wanita yang bersalin karena hal ini menurunkan insiden
perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.
b. Pemberian misoprostol 2-3 tablet (400-600µg) segera setelah
bayi lahir
c. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri
yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan
tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150
cc/jam.
19
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi
perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-
acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
8. Penatalaksanaan Atonia Uteri
Jika Uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri
a. Melakukan kompresi bimanual internal
1) Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril,
dengan lembut memasukkan tangan (dengan cara
menyatakan kelima Ujung jari) ke introitus dan kedalam
vagina ibu
2) Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri tidak dapat berkontraksi
secara penuh.
3) Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, tekan
dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada
abdomen, menekan dengan kuat di dinding.
4) Tekan uterus dari kedua tangan secara kuat, kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah didalam dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
b. Evaluasi keberhasilan
1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina.
2) Uterus akan berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung,
periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi
20
dibagian tersebut. Seberapa lakukan penjahitan jika
ditemukan laserasi.
3) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit,
ajarkan keluarga untuk melakukan, kompresi bimanual
eksternal, kemudian teruskan dengan langkah - langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya minta tolong
keluarga mulai menyiapkan rujukan.Alasan : Atonia uteri
seringkali bisa di atasi dengan KBI tidak berhasil dalam
waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
a) Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin
kepada ibu dengan hipertensi). Alasan : Ergometrin yang
diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi
dari kondisi normal.
b) Menggunakan jarum berdiameter (ukuran 16 atau 18),
pasang infus dan berikan 500 melakukan larutan RL yang
mengandung 20 unit oksitosin. Alasan: Jarum dengan
diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV
secara cepat, dapat langsung digunakan jika ibu
membutuhkan tranfusi darah.
c) Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. RL akan membantu mengganti volume cairan yang
hilang selama perdarahan. ∙ Pakai sarung tangan steril atau
DTT dan ulangi KBI. Alasan: KBI yang digunakan bersama
dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu
membuat uterus berkontraksi.
d) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2
ment, segera lakukan rujukan. Berarti ini bukan atonia uteri
sederhana. Ini membutuhkan perawatan gawat darurat di
fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan
pembedahan dan tranfusi darah. Dampingi Ibu ke tempat
rujukan, teruskan melakukan KBI hingga Ibu tiba di tempat
rujukan.
21
e) Teruskan pemberian cairan IV hingga Ibu tiba di fasilitas
rujukan.
(1) Infus 500 melakukan yang pertama dan dalam waktu 10
menit.
(2) Kemudian berikan 500 / jam hingga tiba di tempat
rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 / jam.
(3) Jika cairan secara IV tidak cukup, infus botol kedua
berisi 500 melakukan cairan dengan tetes lambat dan
berikan cairan secara oral untuk asupan cairan
tambahan.
c. Kompresi Bimanual Ekternal
1) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat
di atas simpisis pubis.
2) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen
(dibelakang korpus uteri) usahakan memegang bagian
belakang uterus seluas mungkin.
3) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk
melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus
dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan
tersebut. Ini akan membantu uterus berkontraksi dan
menekan pembuluh darah uterus. (APN : 2008)
d. Setelah perdarahan teratasi (24 Jam setelah perdarahan
berhenti), periksa kadar Haemoglobin:
1) Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%
(anemia berat): berilah sulfas ferosus 600 mg atau ferous
fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral
sekali sehari selama 6 bulan.
2) Jika Hb 7-11 g/dl:beri sulfas ferossus 600 mg atau ferous
fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali
sehari selama 6 bulan (Saifuddin, 2010)
3) Tabel Alur Penatalaksanaan Atonia Uteri
22
23
C. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1. Pengertian Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai perdarahan
yang melebihi 500 ml dalam 24 jam pertama setelah anak lahir,
atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio
sesarea. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah
lahirnya plasenta (Sujiyatini, 2010). Perdarahan postpartum
merupakan perdarahan yang bersifat konstan sehingga
perdarahan ini tampak sedang tetapi dapat terus terjadi hingga
timbul hipovolemi berat (Cunningham, 2013).
Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah 500 ml atau
lebih setelah bayi lahir yang pada praktisnya tidak dilakukan
pengukuran jumlah perdarahan sampai sebanyak itu untuk
memberikan prognosis yang lebih baik. Perdarahan post partum
dapat dilihat dari perubahan tanda-tanda vital (seperti kesadaran
menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta
tensi <90 mmHg dan nadi >100/menit (Karkata, 2013).
2. Faktor Predisposisi Perdarahan Post Partum
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan,
keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi
kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-
faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu
persalinan :
a. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan
harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui
adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan
penjahitan dengan benar.
b. Atonia Uteri
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak
dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar
24
dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali. Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya
atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus.
Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
c. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu
jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
d. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal,
sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.
3. Patofisiologi Perdarahan Post Partum
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah
didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan
pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh
bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan
perineum.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar
untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi
uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna
sehingga terjadi perdarahan terus menerus. Trauma jalan terakhir
seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
25
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk
membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab
dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan
bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian
masih melekat pada tempat implementasinya yang akan
menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus,
sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan
perdarahan. Perdarahan placenta rest dapat diterangkan dalam
mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan
pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga
menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan
terganggu sehingga akan menimbulkan perdarahan
berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2012).
4. Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum menurut (Manuaba, 2012) :
a. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran.
Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 24 jam pertama. (Manuaba,
2012)
b. Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran.
Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang
tertinggal.
26
5. Komplikasi pada Perdarahan Post Partum
Komplikasi perdarahan postpartum adalah:
a. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan
daya tahan dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi
nifas.
b. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani.
(Harry Oxorn, 2010)
3) Anemia Hipoplastik
29
Anemia hipoplastik terjadi karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah merah baru.
Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan
oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar rontgen
atau sinar radiasi.
4) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/
pemecahan sel darah merah lebih cepat dari
pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi pada organ-organ
vital.
d. Tanda dan Gejala Anemia dalam Kehamilan
Untuk mengenali adanya anemia kita dapat melihat dengan
adanya gejala gejala seperti : keluhan letih, lemah, lesu, dan
loyo yang berkepanjangan merupakan gejala khas yang
menyertai anemia. Selain gejala-gejala tersebut biasanya juga
akan muncul keluhan sering sakit kepala, sulit konsentrasi, muka
bibir-kelopak mata tampak pucat, telapak tangan tidak merah,
nafas terasa pendek, kehilangan selera makan serta daya
kekebalan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang
penyakit. Jika anemia bertambah berat bisa menyebabkan
stroke atau serangan jantung. Pada hamil muda sering terjadi
mual muntah yang lebih hebat.
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat
lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise,
lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,
nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah
lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku,
gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia
dan pembesaran kelenjar limpa.
30
Menurut Sulaiman Sastrawinata, tanda dan gejala anemia
pada ibu hamil yaitu:
1) Berat badan yang tidak meningkat dengan baik
2) Keluhan letih, lemah, lesu yang berkepanjangan
3) Pusing , sulit konsentrasi, muka, bibir, kelopak mata tampak
pucat
4) Telapak tangan tidak merah, nafas terasa pendek
5) Kehilangan selera makan, Hb < 11 gr %.
e. Komplikasi Anemia pada Kehamilan
Adapun komplikasi atau Bahaya anemia selama kehamilan
adalah, sebagai berikut:
1) Dapat terjadi abortus
2) Persalinan prematuritas
3) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
4) Mudah terjadi infeksi
5) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
6) Molahidatidosa
7) Hiperemisis gravidarum,
8) Perdarahan anteparum
9) Ketuban pecah dini.
f. Diagnosis, Derajat dan Efek Anemia Pada Kehamilan
Diagnosis anemia dalam kehamilan dapat ditegakkan
dengan dilakukannya anamnesa. Pada anamnesa akan
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-
kunang, dan keluhan mual muntah hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosa anemia, yaitu anamnesa.
1) Riwayat nutrisi
2) Latar belakang geografis.
3) Gejala dan keluhan pada penderita.
Pemeriksaan fisik, meliputi tanda-tanda anemia, serta yang
31
mendasari penyakit-penyakit tertentu penyebab anemia.
Pemeriksan hematologik dasar untuk pemeriksaan kadar Hb.
Efek anemia pada kehamilan,yaitu:
1) Keguguran
2) Partus permaturus
3) Inersi uteri dan partus lama ibu. Berpengaruh terhadap
kejadian retensio plasenta
4) Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan
5) Syok
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama
kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan
pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami
anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak
90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas.
g. Prognosis Anemia pada Kehamilan
1) Bahaya anemia terhadap kehamilan
Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan
tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,
ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini (KPD). Anemia pada trimester tiga meningkatkan
resiko buruknya pemulihan akibat kehilangan darah saat
persalinan, begitu juga takikardi, napas pendek dan keletihan
maternal (Robson, 2011).
2) Bahaya anemia terhadap janin
Anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh
sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam
bentuk abortus, kematian intrauterin, persalinan
prematuritas, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan
anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat
32
infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah
(Manuaba, 2010).
h. Penanganan Anemia pada Kehamilan
Penatalaksanaan dan asuhan medis terhadap anemia yaitu:
1) Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia
dari riwayat diet untuk mengetahui adakah kemungkinan
pica, kebiasaan mengidam berlebihan dan mengonsumsi
makanan-makanan tertentu dan riwayat medis yang adekuat
dan uji yang tepat (Robson, 2011).
2) Memberikan sulfat ferosa 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat
ferosa diberikan 1 tablet pada hari pertama kemudian
dievaluasi apakah ada keluhan (misalnya mual, muntah,
feses berwarna hitam), apabila tidak ada keluhan maka
pemberian sulfat ferosa dapat dilanjutkan hingga anemia
terkoreksi (Robson, 2011)
3) Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat
kehilangan darah atau prosedur operasi darurat. Wanita
hamil dengan anemia sedang yang secara hemodinamis
stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan
gejala menyimpang dan tidak septik, transfusi darah tidak
diindikasikan, tetapi diberi terapi besi selama setidaknya 3
bulan
4) Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar
Hb dapat dilakukan 3-7 hari setelah hari pertama pemberian
dosis sulfat ferosa (retikulosit meningkat mulai hari ketiga
dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh). Sedangkan
pemantauan kadar Hb pada pasien yang mendapat terapi
transfusi dilakukan minimal 6 jam setelah transfuse
(Cunningham, 2013)
Pemberian vitamin zat besi dimulai dengan memberikan
satu tablet per hari sesegera mungkin setelah rasa mual
hilang. Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama teh
33
atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan (Saifuddin,
2009). Terapi pemberian zat besi dapat menimbulkan efek
samping seperti mual, feses berwarna kehitaman dan
konstipasi yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan
pada pasien.
Pemantauan konsumsi suplemen zat besi perlu juga
diikuti dengan pemantauan cara minum yang benar karena
hal ini akan sangat mempengaruhi efektifitas penyerapan zat
besi. Vitamin C dan protein hewani merupakan elemen yang
sangat membantu dalam penyerapan zat besi, sedangkan
kopi, teh, garam kalsium, magnesium dan fitat (terkandung
dalam kacang-kacangan) akan menghambat penyerapan zat
besi.
Ibu hamil perlu diberikan konseling mengenai makanan
yang banyak mengandung zat besi dan cara pengolahannya.
Beberapa contoh makanan yang kaya zat besi adalah:
daging sapi, ayam, sarden, roti gandum, kapri, buncis
panggang, kacang merah, sayuran berdaun, brokoli, daun
bawang, bayam, buah-buahan kering, dan telur (Sulistyawati,
2009).
3. Anemia pada persalinan
Anemia dalam persalinan dapat terjadi pada ibu bersalin
dengan perdarahan, karena banyak darah yang keluar dari
tubuhnya. Adapun kadar hemoglobin yang dibawa ibu pada saat
bersalin adalah kadar hemoglobin pada saat pra-persalinan.
Adapun bahaya anemia selama persalinan adalah, sebagai
berikut:
a. Gangguan his, kekuatan waktu mengejan
b. Kala pertama dapat berlangsung lama sehingga dapat terjadi
partus terlantar
c. Kala dua berlangsung lama, sehingga dapat melelahkan
34
d. Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan post
partum karena atonia uteri
e. Kala empat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia
uteri.
4. Anemia Post Partum
Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin
<11,0 g/ l pada 1 minggu postpartum dan <12,0 g/l pada 8 minggu
pascapersalinan. Perdarahan yang melebihi kehilangan darah
normal kira-kira 300 ml dapat menyebabkan cadangan besi tubuh
berkurang dan menimbulkan kekurangan zat besi dan IDA (anemia
defisiensi zat besi) selama masa postpartum. Penyebab utama
anemia pascapersalinan adalah kekurangan zat besi selama
hamil/anemia dengan kombinasi dengan kehilangan darah yang
berlebihan pada saat persalinan. Kehilangan darah pada
persalinan normalnya 250-300 ml.
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk
menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh
plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali esterogen
menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi
volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi
dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan
bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-
400cc. Bila kelahiran melalui seksio sesarea, maka kehilangan
darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah
(blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration). Bila
persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio
sesaria, hematokrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-
6 minggu.
35
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.
Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen
dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada
hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah
putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25.000 atau 30.000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama.
Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat
bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang
berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status
gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan
masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine
pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5
minggu postpartum.
Bahaya anemia pada saat nifas adalah, sebagai berikut:
a. Terjadi sub involusi uteri meliputi perdarahan post partum
b. Memudahkan infeksi puerperium
c. Pengeluaran ASI berkurang
36
d. Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
e. Anemia kala nifas
f. Mudah terjadi infeksi mamae
37
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi
Kronik (KEK)
a. Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah berbagai informasi yang
memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan
makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu
(Sulistyoningsih, 2011). Pola konsumsi menurut Sri Handajani
adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam
memenuhi akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pilihan makanan.
Menurut Suhardjo pola konsumsi diartikan sebagai cara
seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makan dan
mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh
fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.(Sulistyoningsih,
2011). Pola konsumsi adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang
pada waktu tertentu
b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Ibu Hamil
Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai
tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna
memenuhi kebutuhan gizi. Salah satu kebijakan dan upaya yang
ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan gizi
pada balita dan ibu hamil Kurang Energi Kronis
(KEK), dilakukan dengan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Pemulihan. Pemberian PMT Pemulihan dimaksudkan
sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama
sehari-hari pada sasaran.
Ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23.5 cm.
Makanan Tambahan Pemulihan bumil KEK adalah makanan
bergizi yang diperuntukkan bagi ibu hamil sebagai makanan
38
tambahan untuk pemulihan gizi. Hari Makan Bumil (HMB)
adalah jumlah hari makan ibu hamil yang mendapat makanan
tambahan pemulihan berbasis makanan lokal yakni sekali sehari
selama 90 hari berturut-turut. (Sulistyoningsih, 2011).
c. Tingkat Pendapatan
Tingkat Pendapatan keluarga berperan dalam
menentukan status kesehatan seseorang terutama ibu hamil,
karena berbanding lurus dengan daya beli keluarga. Keluarga
mampu membeli bahan makanan tergantung dari besar kecilnya
pendapatan perbulannya. Keluarga dengan pendapatan
terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi dalam tubuhnya. Keluarga dengan pendapatan yang
baik lebih memiliki kemungkinan untuk dapat menyisihkan lebih
banyak dana untuk membeli makanan. Sehingga diharapkan
keluarga dengan pendapatan baik akan memiliki keluarga
dengan status gizi baik. (Fikawati S. A., 2017)
d. Ketersediaan Pangan di Rumah Tangga
Ketersediaan pangan di rumah tangga berpengaruh
terhadap konsumsi ibu hamil karena penentuan konsumsi
makan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan
zat gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat ditempuh dengan
penyajian hidangan yang bervariasi dan dikombinasi,
ketersediaan pangan, macam serta jenis bahan makanan
mutlak diperlukan untuk mendukung usaha tersebut. Disamping
itu jumlah bahan makanan yang dikonsumsi juga menjamin
tercukupinya kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh..
Ketersediaan bahan pangan ditingkat keluarga secara
tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi dari seluruh
anggota keluarga. Keluarga yang dapat memenuhi tingkat
ketersediaan bahan pangan dalam kehidupan sehari- harinya
dan dapat memanfaatkan bahan pangan tersebut dengan
39
sebaik-baiknya maka secara tidak langsung akan mendapat
pemenuhan asupan zat gizi dengan yang diperlukan.
e. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan biasanya dikaitkan dengan tingkat
pendidikan seseorang yang akan berpengaruh terhadap
pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.
Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima
informasi lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah.
Pengetahuan tentang kesehatan yang tinggi menunjang perilaku
hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan.
(Notoadmojo, 2007)
Pantangan makan adalah jenis makanan yang tidak boleh
dimakan oleh ibu hamil sehingga dapat mengganggu
kesehatannya. Adanya pantangan terhadap makanan atau
minuman tertentu dikarenakan makanan atau minuman tersebut
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang
mengonsumsinya. Banyak berpantang makanan tertentu saat
hamil dapat memperburuk keadaan ibu dan janin yang
dikandungnya.
f. Kebiasaan atau Pola Makan
Kebiasaan atau pola makan pada ibu hamil
mempengaruhi status gizi ibu dan janin yang dikandungnya.
Status gizi wanita, terutama pada masa usia subur, merupakan
elemen pokok dari kesehatan reproduksi karena keterkaitan ibu
hamil dengan pertumbuhan dan perkembangan janin yang
dikandungnya, yang pada akhirnya berdampak terhadap masa
dewasanya.
Kebiasaan atau pola makan ibu hamil dalam penelitian ini
adalah kebiasaan makan ibu dalam pengaturan jumlah, jenis
makanan, dan frekuensi dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau
membantu kesembuhan penyakit. Peran mikronutrien juga
40
sangat penting terhadap kesehatan reproduksi ibu, antara lain
karena fungsinya di dalam system imunitas yang berakibat
terhadap mudahnya mengalami berbagai penyakit infeksi.
Ibu hamil akan mengalami peningkatan kebutuhan energi
dan zat gizi terjadi seiring pertambahan usia kehamilan. Selama
hamil diperlukan tambahan energi sebesar (80.000 Kal/280 hari)
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2014).
41
BAB III
TINJAUAN KASUS
2. Anamnesa Kebidanan
a. Keluhan Utama : Ibu hamil 9 bulan datang ke puskesmas
mengeluh sakit pinggang menjalar
hingga ke perut bagian bawah ingin
melahirkan
b. Riwayat : Ibu hamil 9 bulan datang ke puskesmas
Perjalanan mengeluh sakit pinggang menjalar
hingga ke perut bagian bawah sejak
Penyakit tanggal 30-04-2021 pukul 07.00 wita,
terdapat penegeluaran lendir campur
darah, tidak ada pengeluaran air
ketuban, serta gerakan janin masih
42
dirasakan hingga saat ini
c. Riwayat Perkawinan
1) Perkawinan Ke : Ke-1
2) Menikah sejak umur : 20 tahun
3) Lama perkawinan : ± 1 tahun
4) Status Perkawinan : Menikah
d. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwaya
Temp t
UK Jenis Anak Ket
Hamil at Penolong penyuli
(bln persa
ke persali persalinan t
) linan
nan BB J Um H/M
H P N
(gr) K ur
INI - - - - - - - - - - -
e. Riwayat KB
1) Metode yang pernah digunakan : Belum pernah
2) Lama pengguna KB :-
3) Kapan berhenti dan alasan :-
4) Rencana KB : KB Implant
f. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Yang Lalu : Ibu mengatakan
sebelumnya tidak pernah menderita penyakit hipertensi, DM,
Anemia, Hepatitis B, Jantung maupun Ginjal
2) Riwayat Kesehatan Sekarang : Ibu mengatakan saat ini
tidak menderita penyakit hipertensi, DM, hepatitis B, jantung
maupun ginjal, namun ibu saat ini menderita anemia
3) Riwayat kesehatan keluarga : Ibu mengatakan keluarga
tidak pernah menderita penyakit hipertensi, DM, anemia,
hepatitis B, jantung maupun ginjal
g. Riwayat Kehamilan Sekarang
Hamil Ke : ke-1
HPHT : 01-08-2020
43
Umur kehamilan : 9 bulan (38-39 minggu)
Pergerakan fetus dalam 12 jam terakhir : lebih dari 10 kali
Imunisasi : TT3
Jumlah kunjungan : 9 kali diposyandu dan PKM
Tablet Fe : 5 bungkus
h. Permasalahan dan keluhan dalam kehamilan
Trimester Masalah/keluhan Tindakan/terapi
I Mual-muntah makan sedikit tapi
sering, kurangi
makanan yang
bersantan dan
berbau menyengat
II Tidak ada -
III Sakit pinggang Jalan-jalan
Senam hamil
Buku KIA
Su/Li x/
menit
12/09/ Batuk, 100/70 43,1 5-6 BT - -
2020 pilek minggu
sejak 3
hari yang
lalu
44
06/10/ Mual- 100/70 39 10 BT - -
2020 muntah
45
Kaki Hasil Tindakan Nasihat Keterangan Kapan
Bengkak Pemeriksaan (pemberian yang Harus
Tempat
Laboratorium TT, Fe, diberikan Kembali
pelayanan
rujukan,
umpan Nama
balik) pemeriksa
Personal
hygiene
Nutrisi
Istirahat
46
1x1 buku KIA
- - SF XXX/ Nutrisi Ke 09/03/2021
1X1 dr.SPOG
USG
Personal
hygiene
- - Vit. Perbanyak posyandu 09/04/2021
Folamil minum air
dr.SPOG putih
- Hb : 8,6 gr% SF XXX/ Linakes posyandu 20/04/2021
1x1
Pu : (-) Tanda-
tanda
Tanggal
persalinan
20/04/2021
Hb : 9,3 gr%
3. Kebutuhan Biologis
a) Nutrisi
Makan
Makan terakhir : tanggal 30-04-2021, pukul 04.30 wita
Komposisi : Nasi, Sayur dan lauk pauk
Porsi : ½ piring
Pantangan : Tidak Ada
Kesulitan : Tidak Ada
Minum
Minum terakhir : tanggal 30 -04-2021, pukul 04.30 wita
Jenis : Air putih
Banyaknya : 1 Gelas
Kesulitan : Tidak Ada
b) Eliminasi
47
BAB
Konsistensi : Lunak
Warna : Kuning
Masalah : Tidak Ada
BAK
Konsistensi : Cair
Warna : Kuning Jernih
Masalah : Tidak Ada
c) Istirahat
Lama : ± 7 jam
kesulitan : Tidak ada
4. Riwayat psikososial
Pengambil Keputusan : Suami
Dukungan keluarga : Keluarga sangat mendukung
Respon ibu : Baik
Beban kerja : Ibu mengerjakan pekerjaan rumah
Tangga seperti memasak dan menyapu.
Persiapan persalinan : Transportasi menggunakan motor.
keperluan ibu seperti kain panjang, sarung, baju ganti, pembalut,
dan untuk keperluan bayi seperti baju, lampin, popok, sarung tangan
dan sarung kaki sudah disiapkan. donor darah belum disiapkan.
kartu BPJS sudah disiapkan.
Kekhawatiran khusus : Tidak ada
49
Pengeluaran : Tidak diperiksa
5. Pemeriksaan Obstetri
f. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka bekas operasi, terdapat linea nigra
Palpasi
51
5. Mengajarkan pada ibu cara mengurangi rasa sakit yang timbul yaitu
ibu bisa menarik nafas dalam-dalam lewat hidung dan
menghembuskannya pelan-pelan lewat mulut.
Evaluasi: Ibu sudah mengerti cara mengurangi rasa sakit yang
timbul.
6. Tidak menganjurkan ibu untuk mengedan jika pembukaan belum
lengkap.
Evaluasi: ibu bersedia untuk tidak mengedan sebelum pembukaan
lengkap
7. Menganjurkan ibu untuk posisi miring dan menghindari posisi
terlentang karena posisi tersebut dapat mengakibatkan janin
mengalami kekurangan oksigen.
Evaluasi: Ibu bersedia untuk melakukan posisi miring
8. Mengajarkan ibu cara mengedan yang baik yaitu denagn dagu
menempel di dada, mata membuka dan melihat perut, gigi
dirapatkan, lengan diselipkan di kedua paha sampai siku, kemudian
menarik nafas panjang serta menghembuskannya pelan-pelan
lewat mulut.
Evaluasi: Ibu sudah mengetahui cara mengedan yang baik
9. Menyiapkan lingkungan, alat dan bahan, persiapan ibu dan bayi.
menyiapkan lingkungan yaitu ruangan yang bersih, nyaman, dan
menjaga privasi ibu, pencahayaan yang dapat disesuaikan, tidak
bising, keluasan mobilisasi. Menyiapkan tempat sampah infeksius
dan noninfeksius, air DTT, larutan klorin 0,5%.
a. Menyiapkan alat dan obat-obatan untuk partus
1) Partus set: 1 buah setengah kocher, 1 gunting episiotomi, 1
gunting tali pusat, 2 buah klem kelly, 2 pasang sarung
tangan, 3 buah kassa, 1 benang tali pusat.
2) Heating set: 1 buah nalpuder, 1 buah jarum jahit, 1 buah
gunting, 1 buah pinset anatomis, benang catgut, kasaa
secukupnya.
3) Balon penghisap lendir
52
4) Obat-obatan: oksitosin 10 IU minimal (8 ampul), lidocain 2%,
betadin, vit. K 1 mg (phytomenadion), salep mata 1%
(chlorampenicol), spuit 3cc dan 1 cc.
5) Alat resusitasi: tempat yang datar, kering, bersih dan keras,
3 buah handuk atau kain, lampu sorot 60 watt dan jarak 60
cm dari tubuh bayi, balon dan sungkup resusitasi.
b. Menyiapkan kebutuhan bayi yaitu baju, kain selimut, topi, sarung
tangan dan kaki.
c. Menyiapkan kebutuhan ibu yaitu baju, kain ibu, celana dalam,
dan pembalut.
d. Mengobservasi kesejahteraan janin (DJJ tiap 1 jam, warna air
ketuban dan molase tiap 4 jam saat pemeriksaan dalam),
kesejahteraan ibu (nadi tiap 1 jam, TD tiap 4 jam, suhu tiap 2
jam, makan-minum), kemajuan persalinan (his tiap 1 jam,
pembukaan dan penurunan tiap 4 jam) menggunakan tabel
observasi dan partograf (partograf terlampir).
Tabel Observasi
ma -
53
30-04- 4x 45 kuat + 140 - 80 - Lendir+darah Ibu -
2021 x/mnt mengatakan
Pukul sakit perut
10.00 bagian
Wita bawah
semakin
sering dan
bertambah
kuat
KALA II
C. Analisa (A)
Kala II
56
menganjurkan ibu untuk meneran perlahan, bernafas cepat dan
dangkal.
f) Kemudian penolong memeriksa apakah ada lilitan tali pusat dan
ternyata tidak ada lilitan.
g) Setelah itu penolong menunggu kepala bayi melakukan putar
paksi luar secara spontan. Kemudian tangan penolong berada
dalam posisi biparietal.
h) Kemudian penolong dengan lembut melahirkan bahu depan dan
menarik perlahan ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian penolong
menggerakkan kepala bayi keatas untuk melahirkan bahu
belakang.
i) Setelah kedua bahu lahir, penolong menggeser tangan bawah
kearah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku
sebelah bawah.
j) Penolong menggunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas
k) Setelah tubuh dan lengan lahir, penolong menelusuri tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Lalu
memegang kedua mata kaki dengan cara memasukkan telunjuk
diantara kaki dan memegang masing-masing mata kaki dengan
ibu jari dan jari-jari lainnya.
Tanggal 30-04-2021 pukul 12.20 WITA, bayi lahir spontan, hidup,
langsung menangis, warna kulit kemerahan, tonus otot baik, jenis
kelamin laki-laki. kemudian penolong melakukan penilaian sepintas:
bayi langsung menangis, warna kulit kemerahan, ekstremitas biru,
tonus otot sedikit fleksi,dengan penilaian Apgar Score 1 menit
pertama 7, meletakkan bayi di atas perut ibu, mengeringkan dan
mengganti kain dengan kain yang kering dan bersih. APGAR skor
pada 5 menit pertama 9.
57
dinilai
1 Appearance Badan merah, 1 Seluruh tubuh 2
ekstremitas biru kemerahan
2 Pulse > 100 x/menit 2 > 100 x/menit 2
3 Grimace Menangis kuat 2 Menangis Kuat 2
4 Activity Sedikit fleksi 1 Sedikit fleksi 1
5 Respiration Belum teratur 1 Teratur 2
Jumlah 7 9
KALA III
Tanggal : 30 April 2021
Pukul : 12.20 wita
Tempat : Ruang bersalin UPT BLUD PKM Kediri
A. Subyektif (S)
Ibu mengatakan perutnya sedikit mulas
Ibu mengatakan bahwa ia merasa sangat senang atas kelahiran
bayinya
Ibu mengatakan lelah setelah melahirkan
B. Obyektif (O)
1. Plasenta belum lahir
2. TFU sepusat
3. Kontraksi uterus lembek
4. Terlihat tali pusat di vulva
5. Kandung kemih penuh
C. Analisa (A)
Kala III dengan atonia uteri
D. Penatalaksanaan (P) Tgl/Jam : 30-04- 2021/ pukul 12.20
wita
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaannya baik
Evaluasi: ibu sudah mengetahui bahwa kondisinya baik
2. Memasang kateter dan Mengosongkan kandung kemih ibu
58
Evaluasi: kateter telah terpasang dan urine sudah dikeluarkan
jumlah cairan yang terbuang ± 100 cc
3. Melakukan manajemen aktif kala III sebagai berikut :
a. Memastikan tidak adanya bayi kedua dengan meraba fundus
uteri.
b. Menyuntikannya oksitosin 10 IU segera setelah bayi lahir di 1/3
paha kanan atas bagian luar.
c. Mengklem tali pusat 2-3 cm dari umbilikus bayi dan klem kedua
2 cm dari klem pertama.
d. Setelah itu, potong tali pusat diantara kedua klem dengan tetap
melindungi perut bayi agar tidak terkena gunting. Selanjutnya
menjepit tali pusat dengan kuat.
e. Menyelimuti bayi dengan kain hangat dan memasangkan topi
bayi
f. Memindahkan klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
g. Meletakkan satu tangan di kain pada tepi atas simfisis untuk
mendeteksi kontraksi, sedangkan tangan lain meregangkan tali
pusat.
h. Melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan cara
meregangkan tali pusat dengan tangan kanan dan tangan kiri
menekan tepi atas simfisis untuk mengetahui pelepasan
plasenta.
i. Setelah ada tanda-tanda plasenta lepas, yaitu tali pusat
semakin memanjang setelah dilakukan peregangan tali pusat,
adanya semburan darah, perut ibu membundar (globular).
Tangan kiri menekan uterus secara lembut ke arah dorso
cranial. Plasenta dikeluarkan ke arah bawah dan selanjutnya ke
atas sesuai dengan kurve jalan lahir.
j. Setelah plasenta lahir, kedua tangan menerima plasenta
kemudian melakukan gerakan memutar searah jarum jam untuk
mengeluarkan selaput ketubannya.
59
Tanggal 30-04-2021, pukul 12.25 wita plasenta lahir lengkap
secara schultze, berat plasenta ± 500 gr, terdapat cotyledon,
selaput plasenta (amnion dan korion) kontraksi uterus lembek TFU
tidak teraba, perdarahan ± 500 cc
Penatalaksanaan Atonia Uteri (Tanggal 30-04-2021, pukul 12.25)
1. Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir
Evaluasi: sudah dilakukan masase fundus uteri pada ibu
2. Consul dr. Wiwin advice : berikan infuse RL flash II rehidrasi,
lakukan KBI dan KBE
Evaluasi: Sudah dipasangkan RL flash II grojok pada jam 12.30
wita
3. Eksplorasi sisa jaringan
Evaluasi: Sudah dilakukan eksplorasi sisa jaringan
4. Memastikan kandung kemih ibu kosong
Evaluasi: kandung kemih ibu sudah kosong
5. Melakukan KBI selama 5 menit kemudian pertahankan selama 2
menit
Evaluasi: sudah dilakukan KBI selama 5 menit kemudian
dipertahankan selama 2 menit kemudian bidan mengeluarkan
tangan secara perlahan-lahan
6. Memberikan RL flash III + 20 IU ( 2 ampul) oksitosin
Evaluasi: sudah terpasang RL flash III + 2 ampul Oksitosin pada
jam 12.40 wita
7. Injeksi methyl ergometrin 1 ML
Evaluasi: injeksi methyl ergometrin 1 ML sudah diberikan secara IV
8. Cek laserasi, terdapat robekan derajat 2, lakukan heacting
Evaluasi: sudah di cek terdapat robekan derajat 2 dan sudah
dilakukan heacting dan perdarahan sudah tidak aktif
9. Melakukan pemantauan kala IV secara ketat meliputi tanda-tanda
vital, kontraksi, kandung kemih, serta perdarahan.
60
10. Mengajarkan ibu cara masase yang baik, yaitu menggosok fundus
uteri secara sirkuler dengan menggunakan bagian-bagian palmar
jari ibu agar kontraksi baik dan tidak terjadi perdarahan.
KALA IV
Tanggal : 30-04-2021
Pukul : 12.40 wita
Tempat : Ruang bersalin UPT BLUD PKM Kediri
A. Subyektif (S)
Ibu mengatakan senang dengan kelahiran anaknya
Ibu mengatakan masih sedikit pusing
B. Obyektif (O)
Keadaan umum baik, TD: 130/90 mmHg, N: 82x/m, S: 36,7ºC, RR:
22x/m
CUT baik
TFU 3 jari dibawah pusat
kandung kemih kosong, jumlah perdarahan ± 100 cc
C. Analisa (A)
Kala IV
D. Penatalaksanaan (P) Tgl/Jam : 30-04-2021 / pukul 12.30
wita
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan bahwa kondisi ibu baik,
TD 130/90 mmHg, N: 82x/menit, S: 36,7ºc, RR: 22x/m, CUT baik
Evaluasi: ibu sudah mengetahui kondisinya baik
2. Membersihkan ibu, melakukan vulva hygiene membersihkan badan
ibu, tempat bersalin dari bekas darah dan memasangkan ibu
softek, mengganti baju dan menggunakan kain yang bersih untuk
memberi kenyamanan pada ibu
Evaluasi: ibu sudah dibersihkan dan tempat sudah di
dekontaminasikan
61
3. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum yang banyak, serta
istirahat yang cukup, menjelaskan bahwa perut mules yang
dirasakan ibu akibat adanya kontraksi untuk mencegah
perdarahan.
Evaluasi: ibu mengerti dan ibu bersedia untuk makan dan minum
4. Memberikan ibu terapi obat sesuai keperluan
Evaluasi: ibu sudah meminum obat yang diberikan
5. Melakukan pengukuran antropometri pada bayi yaitu: BB: 2950 gr,
PB: 47 cm, Lika: 31 cm, Lida: 32 cm, Lila: 10 cm, anus (+), kel. (-)
6. Memberikan injeksi vitamin K 1 ML (Phytomenadion 0,1 cc) di paha
kiri lateral anterior secara IM dan salep mata (chloramphenicol)
pada kedua mata bayi.
7. Memberikan injeksi imunisasi HB 0 1 jam setelah pemberian vit.K
pada paha kanan lateral anterior secara IM
8. Memberikan ibu penyuluhan :
a. Mempertahankan kehangatan bayinya dengan cara :
1) Membungkus bayi dengan kain yang kering, bersih, dan
hangat.
2) Hindari memandikan bayi sebelum 6 jam setelah lahir.
3) Tidak membiarkan bayi di tempat yang terlalu dingin atau
terlalu panas, agar kondisi tubuh bayi tetap terjaga.
4) Ganti popok bayi bila basah.
b. Menganjurkan pada ibu agar tetap memberikan ASI pada bayi
tanpa memberikan makanan apapun selain ASI.
c. Menjelaskan pada ibu perlunya melakukan gerakan-gerakan
kecil (mobilisasi dini) setelah melahirkan dimulai dari bangun
tidur, turun dari tempat tidur, berdiri dan berjalan bila ibu
merasa tidak kuat maka istirahat
62
Jam Kandung Jumlah
Waktu TD N S TFU CUT
ke- kemih perdarahan
3 jari
12.40 130/90 80 36,7 dibawah Baik Kosong ± 20 cc
pst
3 jari
12.55 130/90 80 dibawah Baik Kosong ± 20 cc
pst
I
3 jari
13.10 130/90 80 dibawah Baik Kosong ± 20 cc
pst
3 jari
13.25 130/90 80 dibawah Baik Kosong ± 20 cc
pst
3 jari
13.55 120/70 82 37 dibawah Baik Kosong ± 10 cc
pst
II
3 jari
14.25 120/70 82 dibawah Baik Kosong ± 10 cc
pst
Catatan Perkembangan
Hari ke-1
Subyektif (S)
Obyektif (O)
Analisa (A)
Ny. S P1A0H1 dengan post partum normal hari 1 k/u ibu baik
Penatalaksanaan (P)
Hari ke-2
Subyektif (S)
63
Obyektif (O)
Analisa (A)
Ny. S P1A0H1 dengan post partum normal hari ke-2 k/u ibu baik
Penatalaksanaan (P)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan merupakan langkah terakhir dari suatu pengamatan
yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada kesenjangan antara
64
teori yang ada pada BAB II dengan gambaran kasus nyata yang
tertuang pada BAB III serta alasan-alasan mengapa kesenjangan
tersebut terjadi. Pendokumentasian asuhan kebidanan dituangkan
dalam bentuk SOAP, yang berpedoman pada Manajemen Kebidanan
Varney.
A. Pengkajian data dan Analisis Data Dasar
C. Penatalaksanaan
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan Asuhan Kebidanan pada Ny.”O”
dengan persalinan patologis di Puskesmas Kediri penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Mampu melakukan pengkajian data berupa data subyektif dan
objektif pada Ny. “O” dengan persalinan patologis di Puskesmas
Kediri
2. Mampu melakukan analisa data pada Ny. “O” dengan persalinan
patologis di Puskesmas Kediri
3. Mampu melakukan tindakan segera kepada Ny.“O” dengan
persalinan patologis di Puskesmas Kediri
4. Mampu membuat rencana asuhan menyeluruh pada Ny.“O”
5. Mampu melaksanakan asuhan sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh Ny.“O”
6. Mampu melaksanakan penatalaksanaan atas tindakan yang akan
dilakukan pada Ny.“O” dengan persalinan patologis di Puskesmas
Kediri
7. Mendokumentasikan hasil tindakan asuhan dalam bentuk catatan
SOAP
B. Saran
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny. “O” adapun saran
yang ingin disampaikan oleh penulis yaitu :
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat memberikan
manfaat untuk institusi agar dapat meningkatkan kualitas
mahasiswanya, menambah bahan bacaan agar dapat menjadi
acuan untuk mahasiswa
62
2. Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk puskesmas agar
dapat lebih meningkatkan lagi pelayanan kebidanan khususnya
pada persalinan patologis, untuk mengurangi angka kematian ibu
3. Bagi penulis
Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat meningkatkan
kualitas dan pengetahuan penulis khususnya keterampilan dalam
melakukan asuhan kebidanan persalinan patologis
63
DAFTAR PUSTAKA
64
Manuaba, Ida Bagus.2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2 .Jakarta:EGC
Manuaba, IGB. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
KB. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Rineka
cipta : Jakarta. Kebiasaan atau Pola Makan
Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi
& Fisiologi. Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
P2PTM Kemenkes RI,2019. Tabel Ambang indeks Massa tubuh
(IMT) untuk Indonesia. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt
Prawirohardjo, Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo. Ilmu kandungan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011;106-10
Prawiroharjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2014.
Prawiroharjo,Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta :EGC
Robson,S.E dan Waugh J.,2011.Patologi pada
kehamilan:Manajemen&Asuhan kebidanan.Jakarta:EGC
Rukiah, A. Y., Yulianti, L., Maemunah, & Susilawati, L.
(2013).Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Rukiyah, A.Y, Lia Yulianti, Maemunah, Lilik Susilowati. 2009.
Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, AB. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal Ed,I, Cet.11. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi ke-4. Jakarta.
YBPSP.
Saifuddin, Adul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
Setyarini, Didien Ika, Suprapti. 2016. ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN. MTAERNAL NEONATAL. Jakarta Selatan :
Pusdik SDM Kesehatan
Sulistyawati. A. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.
Jakarta: Salemba Medika
65
Sulistyoningsih, H, 2011, Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak,
Yogyakarta, Graha Ilmu.
Varney H,. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4. Jakarta: EGC
Varney, Helen dan Jan M.Kriebs, Carolyn L. Gegor.2006.Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2.Jakarta.EGC.
Varney, Helen dan Jan M.Kriebs, Carolyn L. Gegor.2007.Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1.Jakarta.EGC.
Varney, Helen. 2002. Buku Saku Bidan Jakarta: EGC
WHO (World Health Statistics). 2018. Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi. World Bank, 2018
Widyastuti. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya
Wiknjosastro, Gulardi. 2014. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan
Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi Departemen Kesehatan RI
World Health Organization. Anemia in maternity 2014. Geneva:
WHO, 2014
Wulandari. 2011. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Mitra
Cendikia
66