LENGKUAS (Alpinia galanga L.) DAN BAWANG MERAH (Allium cepa L.)
ABSTRAK
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh negara berkembang. Keadaan ini
diperburuk oleh kondisi iklim tropis dimana kelembaban sangat tinggi sehingga pertumbuhan jamur sulit dikendalikan. Salah satu tanaman tradisional sebagai
antifungi adalah lengkuas dan dikombinasikan dengan bawang merah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui formulasi dan pengaruh perbedaan basis salep
antifungi kombinasi ekstrak lengkuas (Alpinia galanga L.) dan ekstrak bawang merah (Allium cepa L.). Metode yang digunakan dengan ekstraksi maserasi. Salep
adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Basis salep yang digunakan yaitu PEG 4000 dan PEG 400 karena dapat
bercampur dengan eksudat kulit sehingga menjadi mudah dikeluarkan dari kulit, tidak mudah rusak dan dapar dioleskan pada kulit.Perbedaan basis pada formu-
lasi dapat berpengaruh terhadap sifat fisik salep yang meliputi daya lekat, daya sebar, dan mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari basis salep dengan hasil
analisis anova satu arah perbedaan bermakna muncul pada uji daya sebar dengan beban yang berbeda keduanya. Pengaruh basis pada salep menunjukan salep
yang terbaik dari masing-masing formulasi yaitu formulasi 2 dengan PEG-4000 26% dan PEG-400 60%.
Tabel 1. Hasil uji salep kombinasi ekstrak lengkuas dan bawang merah
ALAT
Alat-alat gelas (Pyrex), timbangan analitik (HWH DJ203A), oven (Getra), Bedasarkan tabel hasil uji daya lekat untuk salep antifungi dengan
blender (Miyako), ayakan no 30 mesh, rangkaian alat maserasi, evaporator,
berbagai konsentrasi pada basis menunjukkan bahwa waktu yang
waterbath (merk), mortir dan stamper.
dibutuhkan kedua obyek untuk pisah semakin lama. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan konsentrasi tertinggi mempunyai waktu lebih lama
BAHAN
melekat atau dengan kata lain mempunyai kemungkinan lebih lama
hilangnya obat setelah dioleskan karena obat tersebut dapat lebih lama
kontak dengan kulit. Sedangkan untuk salep basis lebih rendah memiliki
Rimpang lengkuas dan bawang merah, etanol 70%, PEG 4000, PEG 400, waktu daya lekat semakin kecil, sehingga dengan konsentrasi tertinggi
nipagin, oleum citri, aquadest, alumunium foil, pH stik universal , H2SO4, kemungkinan hilangnya obat lebih besar setelah dioleskan karena salep
FeCl, NaCl. tersebut kontak dengan kulit lebih cepat. Pada hasil uji daya sebar untuk
konsentrasi basis yang berbeda bahwa semakin besar konsentrasi basis
pada salep diperoleh semakin kecil penyebaran salep, sedangkan basis
SKEMA KERJA yang rendah menunjukan hasil sebaliknya. Hal ini nampaknya akan lebih
baik daya lekatnya, kemampuan melekat dari salep ada korelasi terbalik
LENGKUAS BAWANG MERAH dengan kemampuan menyebarnya yaitu makin rendah kemampuan me-
nyebar, makin besar kemampuan melekatnya (Marchaban, 1993). Noda
merah terbentuk kurang dari 1 menit setelah penambahan larutan KOH
Determinasi 0,1 N, sedangkan pada basis salep yang baik dapat melindungi kulit dari
pengaruh luar seperti asam-basa, debu dan sinar matahari pada waktu
Pembuatan Serbuk pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda merah setelah
penambahan KOH.
Maserasi dengan Alkhohol 70%
DAFTAR PUSTAKA
Hasil Formulasi
Ganiswara, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Universitas Indonesia, Jakarta.
Radiono, S., Pitiriasis Versicolor. Dalam: Budimulja U., Kuswadji, Bramono K., dkk,
F1 F2 F3 editor Dermatomikosis Superfisialis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2011:
17-20.
Lachman L., Lieberman and Herbert A. (2008). Pharmaceutical Dosage Form: Tab-
Uji Sifat Fisik lets,Pharmaceutical press, New York
Marchaban, 1993, Efisiensi Krim Hidrokortison Secara In-Vitro, Majalah Farmasi
Indonesia 4 (2), 61-67, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Nugroho, A.F., 2008, Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Kemangi (Ocimum santum L.)
Secara Granulasi Basah dengan Menggunakan Pulvis Gummi Arabici
(PGA) Sebagai Bahan Pengikat, Skripsi, Fakultas Farmasi, UMS, Sura-
karta.