Anda di halaman 1dari 13

Nama : Kadek Saswata Abhimana Negara

Nim : 2007612008
No Absen :9
Mata Kuliah : Pelaporan Korporat
Tanggal : Selasa 2 November 2021

1. Terdapat dua konsep modal dalam pelaporan keuangan, yaitu konsep modal keuangan
dan konsep modal fisik. Dua konsep modal ini menghasilkan dua konsep
pemeliharaan modal, yaitu: konsep pemeliharaan modal keuangan dan konsep
pemeliharaan modal fisik. Mohon uraikan perbedaan kedua konsep modal dan kedua
konsep pemeliharaan modal ini. Menurut Anda, apakah perbedaan konsep-konsep
tersebut akan berakibat pada perbedaan pendekatan dalam penyusunan laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi? Jelaskan.
Jawaban:
- Perbedaan konsep modal keuangan dengan konsep modal fisik adalah:
Konsep modal keuangan menganggap laba hanya diperoleh kalau nilai uang (nilai
finansial) dari aset bersih pada akhir suatu periode usaha melebihi awal periode,
setelah memperhitungkan kembali penyetoran dan atau penarikan modal oleh pemilik.
Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan satuan moneter nominal atau dalam satuan
daya beli yang konstan. Konsep modal keuangan ini seharusnya dianut kalau pemakai
laporan keuangan terutama berkepentingan dengan pemeliharaan modal nominal atau
daya beli dari modal yang diinvestasikan. Pemilihan jenis modal keuangan yang ingin
dipelihara akan menentukan dasar pengukuran biaya yang harus digunakan.
Sedangkan konsep modal fisik, seperti kemampuan usaha, modal dipandang sebagai
kapasitas produktif entitas yang didasarkan pada, misalnya, unit output per hari.
Konsep ini menggunakan dasar pengukuran biaya kini (current cost) dan digunakan
pemakai informasi bila berkepentingan dengan kemampuan usaha entitas.
- Perbedaan konsep pemeliharaan modal keuangan dengan konsep pemeliharaan modal
fisik adalah:
Konsep pemeliharaan modal keuangan mengukur modal dalam satuan moneter
nominal, dan laba merupakan kenaikan dalam modal uang nominal selama periode
usaha. Kenaikan harga aset yang dimiliki meskipun dapat dianggap telah terjadi
keuntungan atas pemilikan (holding gains), tapi tidak dapat diakui dan dilaporkan
sebagai suatu keuntungan sebelum aset tersebut benar-benar telah dilepaskan dalam
suatu transaksi pertukaran, yaitu dijual atau ditukar dengan aset lain atau digunakan
untuk melunaskan suatu liabilitas. Sedangkan konsep pemeliharaan modal fisik
mengartikan laba sebagai adanya kenaikan modal dalam kapasitas produktif fisik
selama suatu periode usaha. Semua perubahan harga yang mempengaruhi aset dan
liabilitas entitas dipandang sebagai perubahan dalam engukuran kapasitas produktif
fisik entitas; karena itu jumlahnya diperlakukan sebagai penyesuaianan pemeliharaan
modal yang merupakan bagian ekuitas dan bukan merupakan laba.
- Menurut saya iya, karena pemilihan dasar pengukuran dan konsep pemeliharaan
modal akan menentukan model akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan. Pemilihan alternatif tekanan dan menjaga keseimbangan antar karakteristik
kualitatif keandalan dan relevansi merupakan pertimbangan yang harus dilakukan
secara seksama dan bijak untuk menentukan model akuntansi yang berlaku. Namun
konsep dasar dari IAS/IFRS menjelaskan kedua konsep pemeliharaan modal dan tidak
dengan jelas memilih konsep mana yang harus dipilih atau diumumkan. Selama
proses konvergensi IFRS masih berlangsung dan standar akuntansi nasional di
mancanegara masih mencari keseimbangan antara karakteristik keandalan dan relevan
informasi laporan keuangan, dualisme tersebut kiranya memang sulit dihindarkan.

2. Menurut Anda, bagaimanakah pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate


governance dapat berperan dalam memastikan tersedianya laporan keuangan
perusahaan yang berkualitas? Mohon uraikan untuk masing-masing prinsip good
corporate governance.
Jawaban:
- Menurut saya pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance dapat berperan
dalam memastikan tersedianya laporan keuangan perusahaan yang berkualitas adalah,
dimana tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), yang
selanjutnya disebut GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan
mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
etika berusaha. Tujuan diterapkannya GCG dalam perusahaan adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Prinsip-prinsip GCG dapat berperan dalam memastikan tersedianya laporan keuangan
perusahaan yang berkualitas dimana dalam pelaksanaan GCG dapat meningkatkan
nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko
yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang
menguntungkan diri sendiri dan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku. Dalam hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan
yang disajikan secara relevan dan umumnya GCG dapat meningkatkan kepercayaan
investor diterapkannya GCG pada perusahaan, maka akan diperoleh manfaat yang
dapat memberikan perubahan positif bagi perusahaan, investor, pemerintah dan
masyarakat umum.
- Prinsip-prinsip good corporate governance adalah:
a) Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan;
b) Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif;
c) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat;
d) Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat; dan
e) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang- undangan.

3. Periode pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia pada umumnya berakhir pada


tanggal 31 Desember setiap tahunnya. Dalam praktik pelaporan keuangan, sering
dijumpai peristiwa peristiwa setelah tanggal periode pelaporan yang dapat berdampak
pada catatan akuntansi di periode pelaporan. Ada dua macam peristiwa setelah
tanggal pelaporan keuangan, yaitu: (1) peristiwa yang memerlukan penyesuaianan,
dan (2) peristiwa yang tidak memerlukan penyesuaianan. Mohon uraikan perbedaan
dari dua macam peristiwa setelah tanggal pelaporan keuangan ini. Berikan contohnya
peristiwanya, serta perlakuan akuntansi yang harus dilakukan.
Jawaban:
PSAK 8 mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas peristiwa setelah periode pelaporan.
Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi antara akhir periode
pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit, baik peristiwa yang
menguntungkan maupun tidak. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1) Peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode pelaporan
(peristiwa penyesuaian setelah periode pelaporan), dan
2) Peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode pelaporan
(peristiwa non penyesuaian setelah periode pelaporan).

1) Peristiwa Penyesuaian Setelah Periode Pelaporan


Entitas menyesuaikan jumlah yang diakui dalam laporan keuangan untuk mencerminkan
peristiwa penyesuaian setelah periode pelaporan. Berikut ini adalah contoh peristiwa
penyesuaian setelah periode pelaporan yang mensyaratkan entitas untuk melakukan
penyesuaianan jumlah yang diakui dalam laporan keuangannya, atau pengakuan dampak
peristiwa yang sebelumnya tidak diakui:
a) Penyelesaian kasus pengadilan setelah periode pelaporan yang memutuskan bahwa
entitas memiliki kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Entitas menyesuaikan
provisi yang terkait dengan kasus pengadilan tersebut sesuai dengan pak 57: provisi,
liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi, atau mengakui provisi baru. Entitas tidak
hanya mengungkapkan liabilitas kontinjensi akibat dari keputusan pengadilan yang
memberikan bukti tambahan untuk dipertimbangkan sesuai dengan psak 57 paragraf
16.
b) Penerimaan informasi setelah periode pelaporan yang mengindikasikan adanya
penurunan nilai aset pada akhir periode pelaporan, atau perlunya penyesuaianan atas
jumlah yang sebelumnya telah diakui sebagai rugi penurunan nilai aset.
Sebagai contoh:
1) Kebangkrutan pelanggan yang terjadi setelah periode pelaporan biasanya
mengkonfirmasikan bahwa pada akhir periode pelaporan telah terjadi kerugian
atas piutang dagang dan bahwa entitas perlu menyesuaikan jumlah tercatat piutang
usaha tersebut; dan
2) Penjualan persediaan setelah periode pelaporan mungkin memberikan bukti
tentang nilai realisasi neto pada akhir periode pelaporan;
c) Penentuan setelah periode pelaporan atas biaya perolehan asset yang dibeli, atau hasil
penjualan asset yang dijual sebelum akhir periode pelaporan;
d) Peristiwa jumlah pembayaran bagi laba atau bonus setelah periode pelaporan, jika
entitas memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif kini pada akhir periode
pelaporan untuk melakukan pembayaran sebagai akibat dari peristiwa setelah tanggal
tersebut;
e) Penemuan kecurangan atau kesalahan yang menunjukan bahwa laporan keuangan
tidak benar.

2) Peristiwa Non Penyesuaian Setelah Periode Pelaporan


Entitas tidak menyesuaikan jumlah pengakuan dalam laporan keuangan untuk mencerminkan
peristiwa nonpenyesuaian setelahperiode pelaporan. Contoh dari peristiwa nonpenyesuaian
setelah periode pelaporan adalah penurunan nilai wajar investasi di antara akhir periode
pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit. Penurunan nilai wajar
tersebut normalnya tidak terkait dengan kondisi investasi tersebut pada akhir periode
pelaporan, namun mencerminkan keadaan yang timbul setelahnya. Oleh karena itu, entitas
tidak menyesuaikan jumlah pengakuan investasi tersebut dalam laporan keuangannya. Serupa
dengan hal tersebut, entitas tidak perlu memutakhirkan pengungkapan jumlah investasi
tersebut pada akhir periode pelaporan, meskipun entitas mungkin membutuhkan
pengungkapan tambahan sesuai dengan PSAK & paragraf 21.
Peristiwa nonpenyesuaian setelah periode pelaporan yang berdampak material jika tidak
diungkapkan akan mempengaruhi pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan.
Sejalan dengan hal tersebut, entitas mengungkapkan informasi berikut untuk setiap kelompok
peristiwa tersebut:
a) Sifat peristiwa dan
b) Estimasi atas dampak keuangan, atau pemyataan bahwa estimasi tersebut tidak dapat
dibuat.
Berikut ini adalah contoh peristiwa nonpenyesuaian setelah periode pelaporan yang
umumnya dibuat pengungkapan:
a) Kombinasi bisnis signifikan setelah periode pelaporan (PSAK 22: Kombinasi Bisnis
mensyaratkan pengungkapan tertentu atas kasus tersebut) atau pelepasan entitas anak
yang signifikan;
b) Pengumuman untuk menghentikan suatu operasi;
c) Pembelian aset yang signifikan, pengklasifikasian aset sebagai aset dimiliki untuk
dijual sesuai dengan PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan
Operasi yang dihentikan, pelepasan aset lain, atau pengambilalihan aset yang
signifikan oleh pemerintah;
d) Kerusakan pabrik produksi yang signifikan akibat kebakaran setelah periode
pelaporan;
e) Pengumuman atau dimulainya pelaksanaan restrukturisasi yang signifikan (lihat
PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi);
f) Transaksi saham biasa dan transaksi saham biasa potensial yang signifikan setelah
periode pelaporan (PSAK 56: Laba Per Saham mensyaratkan entitas untuk
mengungkapkan penjelasan transaksi tersebut, selain transaksi yang melibatkan
kapitalisasi saham, atau penerbitan saham bonus, pemecahan saham, atau sebaliknya
yang disyaratkan untuk disesuaikan sesuai dengan PSAK 56);
g) Perubahan besar tidak normal setelah periode pelaporan atas harga aset atau kurs
valuta asing:
h) Perubahan tarif pajak atau peraturan perpajakan yang diberlakukan atau diumumkan
setelah periode pelaporan dan memiliki pengaruh signifikan pada aset dan liabilitas
pajak kini dan tangguhan (lihat PSAK 46: Pajak Penghasilan):
i) Pemberian komitmen atau memiliki liabilitas kontinjensi yang signifikan, misalnya
menerbitkan jaminan yang signifikan, dan
j) Dimulainya proses tuntutan hukum yang signifikan yang semata-mata timbul karena
peristiwa yang terjadi setelah periode pelaporan.

4. Produk agrikultur merupakan produk yang diapanen dari aset biologis. Bagaimanakah
perlakuan akuntansi ketika suatu perusahaan memanen produk agrikultur ini?
Bagaimankah perlakuan akuntansi ketika perusahaan bersangkutan menjual produk
agrikultur tersebut? Menurut Anda, apakah terjadi pencatatan arus masuk manfaat
ekonomi lebih dari satu kali ke dalam perusahaan tersebut sejak perusahaan memanen
hingga menjual?
Jawaban:
- Perlakuan akuntansi ketika suatu perusahaan memanen produk agrikultur
Menurut PSAK 69:
1) Aset biologis dinilai sebesar nilai wajar dikurangi biaya penjualan (point-of-sales
costs), baik pada pengakuan pertama maupun pada tanggal pelaporan;
2) Sedangkan produk agrikultur dinilai sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya
penjualan (point of sale costs) pada pengakuan pertama saja;
3) Biaya penjualan adalah biaya inkremental yang dapat diatribusikan secara langsung
untuk pelepasan aset, tidak termasuk beban pembiayaan dan pajak penghasilan;
4) Perubahan nilai aset diakui sebagai pendapatan utama dalam laba/rugi periode
berjalan; dan
5) Pengungkapan yang disyaratkan lebih banyak, terutama terkait pertumbuhan/
perkembangan aset biologis.
Pengakuan, entitas mengakui aset biologis atau produk agrikultur jika dan hanya jika:
1) Entitas mengendalikan aset biologis sebagai akibat dari peristiwa masa lalu;
2) Besar kemungkinan manfaat ekonomik masa depan yang terkait dengan aset biologis
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
3) Nilai wajar atau biaya perolehan aset biologis dapat diukur secara handal.
Pengukuran, aset biologis diukur pada saat pengakuan awal dan setiap akhir periode
pelaporan pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan, kecuali nilai wajar tidak dapat diukur
secara andal. Sedangkan produk agrikultur yang dipanen dari aset biologis milik entitas
diukur pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan pada titik panen. Dalam hal nilai wajar
tidak dapat diukur secara andal, aset biologis diukur pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai.
Keuntungan dan Kerugian:
Keuntungan atau kerugian yang timbul pada saat pengakuan awal aset biologis pada nilai
wajar dikurangi biaya penjualan dan dari perubahan nilai wajar setiap akhir periode pelaporan
dikurangi biaya penjualan aset tersebut ditambah keuntungan atau kerugian yang timbul pada
saat pengakuan awal produk agrikultur pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan diakui
sebagai laba/rugi pada periode dimana keuntungan atau kerugian tersebut terjadi.
- Perlakuan akuntansi ketika perusahaan bersangkutan menjual produk agrikultur
Pengukuran asset biologis pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual sering terkendala
ketika perusahaan tidak mampu mengukur nilai wajar secara andal. Ketidakmampuan
perusahaan untuk mengukur nilai wajar secara andal harus dibuktikan dengan tidak
tersedianya harga kuotasi pasar dan alternatif pengukuran nilai wajar secara jelas tidak dapat
diandalkan pada saat pengakuan awal. Ketika kondisi ini terjadi, maka asset biologis diukur
pada biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian
penurunan nilai.
Asumsi bahwa nilai wajar asset biologis tidak dapat diukur secara andal harus dibuktikan
pada pengakuan awal. Sebagai konsekuensinya, ketika suatu asset biologis sebelumnya telah
diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, maka selanjutnya asset biologis
tersebut harus tetap diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual sampai pada saat
pelepasan.
- Apakah terjadi pencatatan arus masuk manfaat ekonomi lebih dari satu kali ke dalam
perusahaan tersebut sejak perusahaan memanen hingga menjual?
Menurut pendapat saya, hal ini dapat terjadi, pencatatan arus masuk manfaat ekonomi lebih
dari satu kali ke dalam perusahaan tersebut sejak perusahaan memanen hingga menjual.
Dikarenakan, pada pengakuan awal, asset biologis diakui jika memenuhi kriteria besar
kemungkinan manfaat ekonomik masa depan yang terkait dengan asset biologis tersebut akan
mengalir ke perusahaan. perusahaan yang mengusahakan peternakan, kehutanan, tanaman
semusim atau tahunan, budidaya kebun, kebun bunga, dan perikanan harus menerapkan
standar akuntansi keuangan khusus untuk agrikultur yakni Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 69. Perusahaan mengukur baik aset biologis maupun produk agrikultur
yang dipanennya pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Dasar penentuan atribut
mengikuti pasar sebagai dasar penentuan harga. Nilai wajar harus mencerminkan kondisi
pasar saat ini dimana penjual dan pembeli bertransaksi. Produk agrikultur yang dipanen dari
aset biologis milik entitas diukur pada nilai wajar dikurangi biaya penjualan pada titik panen.
Dalam hal nilai wajar tidak dapat diukur secara andal, aset biologis diukur pada biaya
perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai.

5. Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap transaksi sewa sesuai dengan ketentuan


standar akuntansi keuangan saat ini bagi lessee (penyewa) dan lessor (pesewa)?
PSAK berapa yang mengatur ketentuannya? Apa berbedaan perlakuan akuntansi ini
dengan perlakuan akuntansi di PSAK sebelumnya?
Jawaban:
- PSAK 73 mengatur tentang sewa, diterapkan untuk seluruh sewa aset hak guna dalam
subsewa kecuali untuk:
1) Sewa dalam rangka eksplorasi atau penambangan mineral, minyak, gas alam, dan
sumber daya serupa yang tidak dapat diperbaharui, (PSAK 64);
2) Sewa aset biologis (PSAK 69);
3) Perjanjian konsensi jasa (ISAK 16);
4) Lisensi kekayaan intelektual yang diberikan oleh pesewa (lessor) (PSAK 72)
5) Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam perjanjian lisensi (PSAK 19) untuk item
seperti film, rekaman video, karya panggung, manuskrip, hak paten, dan hak cipta.
Penyewa (lessor) boleh (tetapi tidak diharapkan) untuk menetapkan PSAK 73 untuk aset tak
berwujud selain yang disebutkan dalam point 5.
PSAK 73 mengharuskan pada tanggal insepsi entitas telah menilai apakah suatu kontrak
adalah kontrak sewa atau mengandung sewa. Suatu kontrak merupakan, atau mengandung
sewa jika kontrak tersebut memberikan hak untuk mengendalikan penggunaan aset
indentifikasian, selama suatu ajngka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan. Entitas
menilai kembali kontrak jika syarat dan ketentuan kontrak berubah.
- Perlakuan akuntansi terhadap transaksi sewa sesuai dengan ketentuan standar
akuntansi:
Pada saat awal masa sewa penyewa (lessee) dan pesewa (lessor) harus menentukan terlebih
dahulu klasifikasi sewa. Perlakuan akuntasi atas sewa tergantung pada klasifikasi sewa. Dasar
pengklasifikasian sewa berbeda antara penyewa (lessee) dan pesewa (lessor). Pada lessee
semua sewa harus di klasifikasikan sebagai sewa pembiayaan kecual pada sewa jangka
pendek atau sewa dengan nilai pasar aset sewa rendah. Bila sewa memenuhi kriteria
pengecualian tersebut lessee memiliki pilihan untuk mengklasifikasiakan sewa tersebut
sebagai sewa operasi. Peda lessor klasifikasi sewa didasarkan pada apakah telah terjadi
transfer risiko dan manfaat dari aset sewa. Pada lessor klasifikasi sewa terdiri atas sewa
operasi, sewa pembiayaan, dan sales type lease.
Perlakuan akuntansi dari sisi Penyewa (Lessee)
Pada saat dimulainya sewa, penyewa mengakui aset hak guna (leased aset) dan liabilitas sewa
(lease liabilities).
1) Pengukuran aset hak guna
Aset hak guna pada awal diperoleh diukur sebesar:
a) Jumlah pengukuran awal liabilitas sewa;
b) Pembayaran sewa yang dilakukan pada atau sebelum tanggal permulaan, dikurangi
dengan insentif sewa yang diterima;
c) Biaya langsung awal yang dikeluarkan oleh penyewa; dan
d) Estimasi biaya yang akan dikeluarkan oleh penyewa dalam mebongkar dan
memindahkan aset pendasar, merestorasi tempat dimana aset berada atau merestorasi
aset pendasar ke kondisi yang disyaratkan oleh syarat dan ketentuan sewa, kecuali
biaya-biaya tersebut dikeluarkan untuk menghasilkan persediaan.
Setelah dimulainya sewa, penyewa akan mengukur aset hak guna menggunakan model biaya,
kecuali:
a) Aset hak guna adalah properti investasi dan lessee menilai properti investasinya
berdasarkan PSAK 13; atau
b) Aset hak guna terkait dengan PPE yang mana penyewa menerapkan model revaluasi
berdasarkan PSAK 16.
Dalam model biaya, aset hak guna diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi penurunan nilai. Aset hak guna didepresiasikan selama yang mana
yang lebih awal antara awal mula sewa sampai dengan akhir masa manfaat aset atau sampai
akhir masa sewa. Keculai bila kepemilikan beralih ke Lessee pasa akhir masa sewa atau
lessee mengeksekusi opsi beli maka aset hak guna didepresiasikan sejak awal mula sewa
sampai dengan akhir masa manfaat aset.
2) Pengukuran Liabilitas Sewa
Liabilitas sewa pada awalnya diukur pada nilai kini pembayaran sewa yang belum dibayar
pada tanggal tersebut didiskontokan menguunakan suku bunga implisit bila dapat ditentukan
atau jika suku bunga tersebut tidak dapat ditentukan, maka penyewa menggunakan suku
bunga pinjaman inkremental penyewa. Pembayaran sewa meliputi:
a) Pembayaran tetap, dikurangi dengan piutang insentif sewa;
b) Pembayaran sewa variabel yang bergantung pada indeks atau suku bunga yang pada
awalnya diukur dengan menggunakan indeks atau suku bunga pada tanggal permulaan
c) Jumlah yang diperkirakan akan dibayarkan oleh penyewa dalam jaminan nilai
residual;
d) Harga eksekusi opsi beli jika penyewa cukup pasti untuk mengeksekusi opsi tersebut
e) Pembayaran penalti karena penghentian sewa, jika dalam perhitungan masa sewa
lessee diperkirakan mengeksekusi opsi penghentian sewa.
Setelah tanggal permulaan, penyewa mengukur liabilitas sewa dengan:
a) Meningkatkan jumlah tercatat untuk merefleksikan bunga atas liabilitas sewa;
b) Mengurangi jumlah tercatat untuk merefleksikan sewa yang telah dibayar; dan
c) Mengukur kembali jumlah tercatat untuk merefleksikan penilaian kembali akibat
perubahan pembayaran sewa atau modifikasi sewa.
Bunga atas liabilitas sewa pada masing-masing periode adalah jumlah yang menghasilkan
suku bunga periodik yang konstan atas sisa saldo liabilitas sewa. Penyewa mengakui dalam
laba rugi, kecuali biaya tersebut sudah termasuk dalam jumlah tercatat aset lain, bunga atas
liabilitas sewa; dan pembayaran sewa variabel yang tidak termasuk dalam pengukuran
liabilitas sewa pada periode di mana kejadian atau kondisi yang memicu pembayaran tersebut
terjadi.
3) Penilaian kembali Liabilitas Sewa
Dilakukan apabila terjadi perubahan pembayaran sewa. Perubahan pembayaran sewa dapat
terjadi karena:
a) Perubahan masa sewa atau perubahan penilaian opsi pembelian. Dalam hal ini maka
pengukuran kembali liabilitas sewa dilakukan dengan mendiskontokan pembayaran
sewa revision dengan menggunakan tingkat diskonto yang direvisi
b) Perubahan dalam jaminan nilai residu atau perubahan dalam pembayaran sewa masa
depan yang terjadi akibat perubahan indeks atau suku bunga yang digunakan untuk
menentukan pembayaran tersebut. Dalam hal ini maka pengukuran kembali liabilitas
sewa dilakukan dengan mendiskontokan pembayaran sewa revisian dengan tingkat
diskonto yang tidak berubah, kecuali perubahan sewa terjadi akibat perubahan suku
bunga mengambang.
Modifikasi sewa dapat dicatat sebagai sewa terpisah atau tidak dicatat sebagai sewa terpisah.
Modifikasi sewa diperlakukan sebagai sewa terpisah jika ruang lingkup sewa meningkat
karena adanya tambahan hak untuk menggunakan (right to use) satu aset pendasar atau lebih
dan adanya peningkatan imbalan sewa yang setara dengan tambahan ruang lingkup.
4) Pengecualian Pengakuan
Lessee dapat tidak menerapkan persyaratan pengakuan seperti dijelasakan di atas dan
memilih untuk memperhitungkan pembayaran sewa sebagai beban berdasarkan garis lurus
selama masa sewa atau dasar sistematis lainnya untuk dua jenis sewa berikut:
a) Sewa jangka pendek
- Jangka waktu sewa kurang dari 12 bulan tidak mengandung opsi beli
b) Sewa aset bernilai rendah.
- Aset pendasar tidak memiliki ketergantungan interalasi dengan aset lain
- Aset pendasar memiliki nilai rendah secara absolut (IFRS 5.000) ketika baru (seperti
computer pribadi atau barangbarang kecil dari perabotan kantor), tanpa
memperhatikan materialitas Jika aset disubsewakan maka tidak memenuhi aset
bernilai rendah.
Perlakuan akuntansi dari sisi Pesewa (Lessor)
Pesewa mengklasifikasikan setiap sewanya sebagai sewa operasi atau sewa
pembiayaan. Sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa mengalihkan secara
substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan asset dasar. Jika tidak
suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi. Apakah suatu sewa merupakan sewa
pembiayaan atau sewa operasi bergantung pada substansi transaksi daripada bentuk
kontraknya.
Contoh situasi yang secara individual atau kombinasi biasanya menyebabkan sewa
diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah:
1) Sewa mengalihkan kepemilikan asset kepada penyewa pada akhir masa sewa
2) Penyewa memiliki hak opsi untuk membeli asset pendasar pada harga yang
diperkirakan cukup rendah dari nilai wajar pada tanggal opsi tersebut mulai dapat
dieksekusi sehingga menjadi cukup pasti, pada tanggal insepsi, bahwa opsi tersebut
akan dieksekusi.
3) Masa sewa adalah sebagia besar dari umur ekonomis asset bahkan jika hak
kepemilikan tidak dialihkan
4) Pada tanggal insepsi, nilai sekarang dari pembayaran sewa minimum setidaknya
mencakup secara substansial seluruh nilai wajar dari asset sewaan
5) Aset sewaan bersifat khusus sehingga hanya penyewa yang dapat menggunakannya
tanpa perlu melakukan modifikasi signifikan
Indikator-indikator lain yang secara biasanya menyebabkan sewa diklasifikasikan sebagai
sewa pembiayaan adalah:
1) Jika penyewa dapat membatalkan sewa, maka kerugian pesewa yang terkait dengan
pembatalan tersebut ditanggung oleh penyewa
2) Keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residual terutang pada penyewa
(sebagai contoh, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan Sebagian
besar hasil penjualan pada akhir sewa)
3) Penyewa memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua pada
harga rental yang secara substansial lebih rendah daripada rental pasar.

- Perbandingan Standar Akuntansi Sewa PSAK 30 Sebelum dan Sesudah Adopsi IFRS
serta PSAK 73 Accounting Standard Board (FASB) yaitu US GAAP (United States
Generally Accepted Accounting Principles). Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(PABU). Penerapan IFRS di Indonesia mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2012
dimana PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) yang ada sebagian besar
telah mengadopsi IFRS. Fase kedua adopsi IFRS di Indonesia adalah dari tahun 2012
sampai dengan tahun Fase selanjutnya sampai dengan saat ini, Indonesia melalui
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK-IAI) telah berkomitmen untuk menjaga
gap antara IFRS dan PSAK hanya untuk satu tahun. IFRS memiliki karakteristik yaitu
berbasis prinsip (principles based), banyak menggunakan nilai wajar (fair value),
banyak menggunakan professional judgment, serta banyaknya pengungkapan dalam
catatan atas laporan keuangan. Principles based memberikan acuan secara umum
bagaimana transaksi akuntansi diterapkan. Hal ini berbeda dengan US GAAP yang
menggunakan basis aturan (ruled based). Dalam basis aturan, perlakuan akuntansi
harus diterapkan sesuai dengan aturan yang ada dalam kondisi kondisi tertentu.
Misalnya, sebelum berlakunya PSAK terkini berbasis IFRS, terdapat PSAK khusus
untuk jenis-jenis industri tertentu misalnya PSAK telekomunikasi, kehutanan, dan
koperasi. PSAK-PSAK tersebut kini telah dicabut, artinya industri-industri tersebut
sekarang harus menggunakan PSAK berbasis IFRS yang lebih umum.
Ciri yang kedua yaitu banyak perkiraan-perkiraan dalam perusahaan yang nilai
pasarnya cenderung fluktuatif, penyesuaianan terhadap nilai pasar ini merupakan
salah satu ciri IFRS. Terkait dengan ciri yang ketiga dimana IFRS memberikan
prinsip prinsip dasar yang bisa dijadikan acuan dalam penerapan apakah suatu
transaksi memenuhi kriteria yang dimaksud dalam standar atau tidak, oleh karena itu
diperlukan professional judgment untuk mendapat kesimpulan tertentu, serta
pengungkapan yang lebih luas diperlukan saat perusahaan menggunakan professional
judgment dalam menentukan kesimpulan akuntansi yang sesuai dengan principle
based. Salah satu PSAK yang berubah serta berdampak signifikan adalah PSAK
tentang sewa dimana PSAK ini mengalami semua fase yang ada. Dimulai dari PSAK
30 Sewa yang berbasis aturan sebelum 1 Januari 2012, lalu diubah menjadi PSAK
Sewa yang berbasis prinsip yang berlaku 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember
2019, dan yang terakhir PSAK 73 yang lebih bersifat aturan dibandingkan prinsip
yang mulai berlaku efektif 1 Januari Hampir dapat dipastikan bahwa setiap
perusahaan memiliki aset sewa, oleh karena itu tulisan ini akan membahas bagaimana
perbedaan dan dampak perlakuan akuntansi dan laporan keuangan dengan adanya
perubahan standar akuntansi untuk sewa.

Anda mungkin juga menyukai