TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut (NANDA, 2015, p.13).
Gagal ginjal kronik (chronic renal filure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006,
p.47).
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik ada berbagai macam penyebabnya, antara lain :
penyakit infeksi tubuloiterstitial (pielonefritis kronik atau refluks
nefropati), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler
hipertensif (nerfosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteria renalis), gangguan jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa), gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal
polikistik ,asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolic (diabetes melitus,
goat, hiperparatiroidisme, amiloidosis), nefropati toksik (penyalahgunaan
analgesic, nefropati timah), nefropati obstruktif (traktus urinarius bagian
atas (batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal), traktus urinarius bagian
bawah (hipertrofi prostat, struktur uretra, anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra)) (NANDA, 2015, p.13).
1
2
3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pada stadium paling dini gagal ginjal
kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawa 30%
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan cairan seperti hipovolemia atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Kelebihan volume cairan pada penderita gagal ginjal kronik hal ini fungsi
ginjal sudah menurun sehingga terjadi retensi natrium dan air. Ginjal
sering tidak mengeksresikan natrium dan air yang sudah tidak diperlukan
tubuh. Natrium yang tidak dibuang akan tertimbun di ruang ekstraseluler
dan sifat natrium adalah menarik air. Namun ginjal yang fungsinya
menurun juga terjadi retensi air. Maka air akan ditarik oleh natrium ke
ruang ekstraseluler lama kelamaan akan terjadi penimbunan natrium dan
air sehingga terjadi kelebihan volume cairan atau edama. Pada LFG
dibawah 15% pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien stadium gagal ginjal (Setiati, 2014, p.2160).
3
5. Manifestasi Klinis
Menurut NANDA (2015) manifestasi klinis gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
a. Menurunya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang – kejang
sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi
perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Menurut Nursalam (2006) ada beberapa tanda dan gejala atau manifestasi
klinis pada gagal ginjal kronik, antara lain :
a. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan pendarahan.
b. Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),
perikarditis, efusi perikardium, dan temponade perikardium.
c. Respirasi : edama paru, efusi pleura, pleuritis.
d. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi,
gangguan muskular, neuropati perifer, bingung, dan koma.
e. Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon
seks menyeababkan penurunan lipido, impoten, dan amnenorhoe
(wanita)
f. Cairan – elekrolit : gangguan asam - basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
g. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan uremia
frost.
5
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010) untuk pemeriksaan
penunjang gagal ginjal kronik dalam pemeriksaan laboratorium,
antara lain:
1) Kadar kreatinin serum untuk menghitung laju filtrasi glomerulus
Kreatinin adalah sampah dari sisa – sisa metabolisme yang
dilakukan oleh aktivitas otot. Sama dengan ureum, kreatinin
akan menumpuk dalam darah apabila ginjal tidak berfungsi
sebagaimana mestinya untuk menyaring serta membuangnya
bersama urin. Hasil Normal: 0.5 s/d 1.5 mg/dl untuk pria
dewasa0.5 s/d 1.3 mg/dl untuk wanita dewasa.
Menurut kementrian Kesehatan RI (2010) untuk menghitung
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dapt dihitung dengan memakai
format Cockeroft-Gault, seperti berikut :
Untuk menghitung LFG pada laki – laki menurut Cockeroft-Gault
menggunakan rumus sebagai berikut :
b. Pemeriksaan Radiologi
Menurut Setiati (2014) untuk pemeriksaan radiologi pada
gagal ginjal kronik, antara lain:
1) Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bisa tampak batu radio-
opak.
2) Pielografi intravena
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi lokasi obstruksi, namun
pemeriksaan ini jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak
bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran
terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
3) Pielografi antegrad atau retrograd
Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria
dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui
kateter yang telah dipasang dokter urologi dengan cara
nefrostomi percutan. Dilakukan degan indikasi : nephrolitiasis,
urethrolitiasis, nephritis, pyelonephritis, trauma akut tractus
urinarius , hydroneprosis
4) Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi
Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan,
sekresi, ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari
radiofarmaka pada ginjal sesaat setelah injeksi intravena.
Pemonitoran dari luar tubuh ini dimungkinkan karena
radiofarmaka yang digunakan mengandung isotop yang
memancarkan radiasi gamma. Hasil pengukuran adalah berupa
kurva renogram. Indikasi pemeriksaan (renografi) dapat
dilakukan atas permintaan dokter untuk pasien dengan berbagai
latar belakang klinis gangguan fungsi ginjal. Renografi dalam
sistem pelayanan kesehatan dapat berperan sebagai sarana
9
f. Hemodialisis
Menurut O’Callaghan (2007) Hemodialisis adalah pengganti ginjal
moderen menggunakan dialisis untuk mengeluarkan zat terlarut yang
tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan
air, yang membawa serta zat telarut yang tidak diinginkan.
Menurut Setiati (2014) berdasarkan panduan dari Kidney Disease
Outcome Initiative (KDOQI) merekomendasikan untuk
mempertimbangkan manfaaat dan resiko memulai terapi pengganti
ginjal (TPG) pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus
kurang dari 15 mL/menit/1,73 m2.
1) Indikasi dan kontraindikasi melakukan hemodialisis
a) Kelebihan (Overload) cairan ekstrasel yang sulit
dikendalikan dan/ atau hipertensi.
b) Hiperkalemia yang reftrakter terhadap restriksi diit dan
terapi farmakologis.
c) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian
terapi bikarbonat.
d) Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan
terapi pengikat fosfat.
e) Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin dan
besi
f) Adanya penurunan kapasitas fungisonal atau kualitas hidup
tanpa penyebab yang jelas.
g) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama disertai
gejala mual, muntah atau adanya bukti lain
gastroduodenitis.
h) Selain itu indikasi segera untuk dilakukannya hemodialisis
adalah adanya gangguan neurologis (seperti neuropati,
ensefalopati, gangguan psikiatri), pleuritis atau perikarditis
yang tidak disebebkan oleh penyebab lain, serta diasesis
hemoragik dengan pemanjangan waktu perdarahan.
12
4) Disain dialiser
Dialiser memungkinkan terjadinya trasfer olut dan air melalui
membran semipermiabel. Aliran dialisat dan darah adalah
terpisah dan berlawanan arah (countercurrent). Dialiser
memimliki 4 pintu, satu pintu masuk (inlet) dan satu pintu
keluar (outlet), masiang – masing untuk darah dan dialisat.
Membran semipermiabel memisahkan komponen darah dengan
komponen dialisat. Proses transpor yang melewati darah adalah
difusi (diaisis) dan konveksi (ultraviltrasi).
5) Air dan pengolahan air
Sesi HD standar selama 4-5 jam akan membuat pasien terpapar
oleh 120 sampai 160 liter air, sehingga kualiitas air menjadi
sangat penting untuk kesehatan pasien. Air untuk dialisat harus
diolah, mengalami proses filtrasi, pelunakan dan deionisasi,
terakhir dimurnikan dengan proses reverse osmosis. Reverse
osmosis merupan proses yang mendorong air melewati
membran semipermiabel pada tekanan yang bsangat tinggi
untuk membuang kontaminasi mikrobiologis dan lebih dari
90%ion terlarut.
6) Antikoagulan
Untuk mencegah pembekuan darah didalam sistem ekstra
korporeal, selama proses dialisis diperlukan zat yang anti
koagulan, yang dapat berupa unfractionated heparin (UFH), atau
law-molacular weigh heparin (LMWH). Umumnya antikoagulan
ini diberikan secara infus kontinyu, atau bolus heparin berulang
(pada UFH), atau bolus LMWH tunggal. Sejumah modalitas lain
tersedia bagi pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau
bagi mereka yang memiliki kontaindikasiterhadap pemberian
heparin, miaslnya pembilasan dengan lautan NaCl, antikoagulan
regional dengan sitrat, prostasiklin, danaparoid, argatroban
(direct thrombin inhibitor), dan lepiruudin (recombinant
14
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Data subyektif didapatkan dari hasil pengkajian melalui tahap
wawancara atau anamnese secara langsung kepada pasien maupun
pihak keluarga.Menurut Prabowo dan Pranata (2014, p.204) data
subjektif yang dapat diperoleh dari pasien, meliputi :
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun
laki – laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan
periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak
berdiri sendiri.
2) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang
menurun (oliguria) sampai anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi sistem sirkulasi-ventilasi, penigkatan berat badan
secara drastis karena edama.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadinya kelebihan volume cairan saat ini, seperti
adanya edema, peningkatan berat badan secara drastis, penurunan
frekuensi berkemih.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang pernah diderita pasien yang
berhubungan dengan kelebihan volume cairan, misalnya adanya
riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis, nefropati toksik, riwayat
pemakaian obat, seperti aspirin dan fenasetin (pereda nyeri), dan
riwayat kebiasaan yang mengganggu kesehatan misalnya minum
16