Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut (NANDA, 2015, p.13).
Gagal ginjal kronik (chronic renal filure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006,
p.47).
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik ada berbagai macam penyebabnya, antara lain :
penyakit infeksi tubuloiterstitial (pielonefritis kronik atau refluks
nefropati), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler
hipertensif (nerfosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteria renalis), gangguan jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa), gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal
polikistik ,asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolic (diabetes melitus,
goat, hiperparatiroidisme, amiloidosis), nefropati toksik (penyalahgunaan
analgesic, nefropati timah), nefropati obstruktif (traktus urinarius bagian
atas (batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal), traktus urinarius bagian
bawah (hipertrofi prostat, struktur uretra, anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra)) (NANDA, 2015, p.13).

1
2

3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pada stadium paling dini gagal ginjal
kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawa 30%
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan cairan seperti hipovolemia atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Kelebihan volume cairan pada penderita gagal ginjal kronik hal ini fungsi
ginjal sudah menurun sehingga terjadi retensi natrium dan air. Ginjal
sering tidak mengeksresikan natrium dan air yang sudah tidak diperlukan
tubuh. Natrium yang tidak dibuang akan tertimbun di ruang ekstraseluler
dan sifat natrium adalah menarik air. Namun ginjal yang fungsinya
menurun juga terjadi retensi air. Maka air akan ditarik oleh natrium ke
ruang ekstraseluler lama kelamaan akan terjadi penimbunan natrium dan
air sehingga terjadi kelebihan volume cairan atau edama. Pada LFG
dibawah 15% pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien stadium gagal ginjal (Setiati, 2014, p.2160).
3

4. Pathway keperawatan menurut NANDA (2015, p.17)


Zat Toksik Vaskular Infeksi Obstruksi Saluran
Kemih
Reaksi antigen Arterio skerosis Tertimbun
antibodi ginjal Retensi Urin Batu Besar &
Suplay darah ginjal kasar
turun
Menekan saraf Iritasi / cedera
pusat jaringan
GFR Turun
Hematuria
Nyeri pinggang
GGK
Anemia

Sekresi protein Retensi Na Sekresi eritropis


Sindrom uremia
terganggu turun
Total CES naik
Produksi Hb
Ggn Sekresi protein
Urokrom turun
Keseimbangan terganggu Tek kapiler
tertimbun kulit
asam basa naik Suplai nutrisi
Pruitis dalam darah turun
Prod. Asam Perubahan Vol. Interstisial
lambung naik warna kulit Ggn nutrisi
Kerusakan naik
Intergitas Kulit Oksihemoglobin
Edema turun
Neusea, vomitus Irititasi lambung
Pre load naik Suplai 02 turun

Resiko Infeksi Resiko perdarahan Beban Jantung


Intoleransi
naik
Gastris Hematemesel melana aktivitas
Hipertrovi
Mual, Muntah Anemia Pola nafas tidak
ventrikel kiri
efektif

Ketidakseimbangan nutrisi Keletihan Payah jantung kiri


kurang dari kebutuhan
tubuh
COP turun Bendungan atrium kiri naik

Tekanan vena pulmunalis


Aliran darah ginjal Suplai O2 kejaringan Suplai O2 keotak turun
turun turun
Kapiler paru naik
Syncope (kehilangan
RAA turun Metabolisme anaerob
kesadaran) Edema paru

Retensi Na dan H2O Asam laktat naik Penumpukan sekret


Nyeri
Kelebihan vol. cairan Fatigue | Nyeri sendi
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

Nurarif, Amin H & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Medi
4

5. Manifestasi Klinis
Menurut NANDA (2015) manifestasi klinis gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
a. Menurunya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang – kejang
sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi
perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Menurut Nursalam (2006) ada beberapa tanda dan gejala atau manifestasi
klinis pada gagal ginjal kronik, antara lain :
a. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan pendarahan.
b. Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),
perikarditis, efusi perikardium, dan temponade perikardium.
c. Respirasi : edama paru, efusi pleura, pleuritis.
d. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi,
gangguan muskular, neuropati perifer, bingung, dan koma.
e. Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon
seks menyeababkan penurunan lipido, impoten, dan amnenorhoe
(wanita)
f. Cairan – elekrolit : gangguan asam - basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
g. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan uremia
frost.
5

h. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.


i. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, dan perdarahan
meningkat.
j. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.
6. Komplikasi
Menurut As’adi Muhammad(2012) gagal gijal kronik menyebabkan
berbagai macam komplikasi, antara lain:
a. Hiperkalemia
Hiperkalemia ini diakibatkan karena adanya penurunan eksresi
asidosis metabolik.
b. Hipertensi
Hipertensi disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta mal
fungsi sistem renin angioldosteron.
c. Anemia
Anemia disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel
darah merah, dan pendarahan gastrointestina akibat iritasi.
d. Penyakit tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah, metabolime vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
aluminium.
Menurut S. Naga (2012) Edama yang terlihat pada gagal ginjal
kronik dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ginjal sering tidak dapat
mengekskresikan natrium yang masuk melalui makanan dengan cepat,
sehingga akan tertimbun dalam ruang ekstraseluler dan menarik air.
Menurut Williams dan Wilkins (2007) Kelebihan cairan dan
hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati
dilatasi. Uremia dan overload volume dapat menyebabkan perikarditis,
gagal jantung kongestif, dan efusi pleura.
6

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010) untuk pemeriksaan
penunjang gagal ginjal kronik dalam pemeriksaan laboratorium,
antara lain:
1) Kadar kreatinin serum untuk menghitung laju filtrasi glomerulus
Kreatinin adalah sampah dari sisa – sisa metabolisme yang
dilakukan oleh aktivitas otot. Sama dengan ureum, kreatinin
akan menumpuk dalam darah apabila ginjal tidak berfungsi
sebagaimana mestinya untuk menyaring serta membuangnya
bersama urin. Hasil Normal: 0.5 s/d 1.5 mg/dl untuk pria
dewasa0.5 s/d 1.3 mg/dl untuk wanita dewasa.
Menurut kementrian Kesehatan RI (2010) untuk menghitung
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dapt dihitung dengan memakai
format Cockeroft-Gault, seperti berikut :
Untuk menghitung LFG pada laki – laki menurut Cockeroft-Gault
menggunakan rumus sebagai berikut :

( 140−umur ) x BB( kg)


LFG ( laki−laki )=
Kreatinin serum ( ml/dl ) x 72(ml/mnt )

Gambar 2.1 Cara menghitung Laju Filtrasi Gomerulus pada laki-laki


Sedangkan untuk menghitung LFG pada perempuaan menurut Cockeroft-
Gault menggunakan rumus sebagai berikut :

LFG ( Wanita )=0.85× nilai LFG laki−laki

Gambar 2.2 Cara menghitung Laju Filtrasi Gomerulus pada perempuan


2) Rasio protein kreatin urin atau albumin kreatinin urin dalam
contoh urin pertama pada pagi hari atau urin sewaktu
Nilai normal untuk pria < 17 mg albumin/gram kreatinin, untuk
wanita < 25 mg albumin/gram kreatinin.
7

3) Pemeriksaan sedimen urin atau tes celup urin (dipstick)


Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat adanya proteinuri, sel
darah merah, dan sel darah putih.
4) Pemeriksaan gula darah
a) Gula Darah Puasa (GDP)
Maksudnya adalah gula darah yang diukur pada saat
seseorang tidak makan atau minum sesuatu yang
mengandung gula selama delapan jam terakhir, nilai normal
gula darah puasa adalah antara 70 dan 100 mg/dL
b) Gula darah 2 jam setelah makan (GDPP)
Kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam
setelah makan kurang dari 140 mg/dL
c) Gula Darah Sesaat (GDS)
Pengukuran kadar gula darah kapan saja selain waktu di
atas, nilai normalnya adalah 70 – 200 mg/dL.
5) Kadar elekrolit serum
a) Natrium
Nilai normal dalam serum : Dewasa : 135-145 mEq/L,
Bayi : 134-150 mEq/L, Anak : 135-145 mEq/L. Dalam
urin : 40-220 mEq/L/24 jam.
b) Kalium
Nilai normal :Dewasa : 3.5-5.0 mEq/L, Anak : 3.6-5.8
mEq/L.
c) Klorida
Nilai normal :Dewasa : 95-105 mEq/L, Anak : 98-110
mEq/L.
d) Kalsium
Nilai normal:Dewasa : 9-11 mg/dl, Anak : 9-11.5 mg/dl.
e) Magnesium
Nilai normal :Dewasa : 1.5-2.5 mg/dL.
8

b. Pemeriksaan Radiologi
Menurut Setiati (2014) untuk pemeriksaan radiologi pada
gagal ginjal kronik, antara lain:
1) Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bisa tampak batu radio-
opak.
2) Pielografi intravena
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi lokasi obstruksi, namun
pemeriksaan ini jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak
bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran
terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
3) Pielografi antegrad atau retrograd
Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria
dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui
kateter yang telah dipasang dokter urologi dengan cara
nefrostomi percutan. Dilakukan degan indikasi : nephrolitiasis,
urethrolitiasis, nephritis, pyelonephritis, trauma akut tractus
urinarius , hydroneprosis
4) Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi
Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan,
sekresi, ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari
radiofarmaka pada ginjal sesaat setelah injeksi intravena.
Pemonitoran dari luar tubuh ini dimungkinkan karena
radiofarmaka yang digunakan mengandung isotop yang
memancarkan radiasi gamma. Hasil pengukuran adalah berupa
kurva renogram. Indikasi pemeriksaan (renografi) dapat
dilakukan atas permintaan dokter untuk pasien dengan berbagai
latar belakang klinis gangguan fungsi ginjal. Renografi dalam
sistem pelayanan kesehatan dapat berperan sebagai sarana
9

screening diagnostic maupun sebagai sarana pemantauan hasil


pengobatan/tindakan medis.
c. Pemeriksaan USG
Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan ultrasonografi ginjal bisa
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
d. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Menurut Setiati (2014) dalam pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosa secara noninvasif
tidak bisa ditegakan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan
mengetahui etologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi
hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
napas, dan obesitas.
e. Pemeriksaan EKG
Menurut As’adi Muhammad (2012) dalam pemeriksaan EKG,
Keadaan abnormal menunjukan adanya ketidak seimbangan
elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda –
tanda perikarditis.
8. Penatalaksanaan
Menurut Nursalam (2006) penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik,
antara lain :
a. Deteksi dan obati penyakit gagal ginjal (kontrol DM, terapi
hipertensi)
Dengan dekteksi dan obati penyakit ginjal diharapkan dapat
meringankan atau menghilangkan masalah – masalah yang timbul.
10

b. Diet rendah protein


Diet yang diberikan pada gagal ginjal kronik yaitu diet teratur rendah
protein dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan
uremia dan cegah limbah serta malnutrisi.
c. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan
dinamika ginjal.
1) Anemia : rekombinasi dan human eritropoetin
2) Eigen : pengganti hormon ginjal
3) Asidosis : ganti bikarbonat dengan infus sodium bikarbonat/oral
4) Hiperkalemia : diet ketat potasium-kation pengganti renin
5) Retensi fosfat : kurangi diet fosfat (bayam, susu, dan karbonat
dalam saluran pencernaan)
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan
hal yang penting, kareana 40-45% kematian pada penyakit ginjal
kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler
adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
disipidemia dan terapi terhadap kelebihan caiaran dan gangguan
keseimbangan elektrolit.
e. Pembatasan cairan dan elektrolit
Menurut Setiati (2014) untuk penatalaksanaan pembatasan asupan
air pada pasien gagal ginjal kronik, sangat diperlukan. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya edama dan komplikasi
kardiovaskuler. Elektrolit yang harus diawasi asupanya adalah
kalium dan natrium. Pembatasan kaluim karena hiperkalemia dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Sedangkan untuk
pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi
dan edama.
11

f. Hemodialisis
Menurut O’Callaghan (2007) Hemodialisis adalah pengganti ginjal
moderen menggunakan dialisis untuk mengeluarkan zat terlarut yang
tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan
air, yang membawa serta zat telarut yang tidak diinginkan.
Menurut Setiati (2014) berdasarkan panduan dari Kidney Disease
Outcome Initiative (KDOQI) merekomendasikan untuk
mempertimbangkan manfaaat dan resiko memulai terapi pengganti
ginjal (TPG) pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus
kurang dari 15 mL/menit/1,73 m2.
1) Indikasi dan kontraindikasi melakukan hemodialisis
a) Kelebihan (Overload) cairan ekstrasel yang sulit
dikendalikan dan/ atau hipertensi.
b) Hiperkalemia yang reftrakter terhadap restriksi diit dan
terapi farmakologis.
c) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian
terapi bikarbonat.
d) Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan
terapi pengikat fosfat.
e) Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin dan
besi
f) Adanya penurunan kapasitas fungisonal atau kualitas hidup
tanpa penyebab yang jelas.
g) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama disertai
gejala mual, muntah atau adanya bukti lain
gastroduodenitis.
h) Selain itu indikasi segera untuk dilakukannya hemodialisis
adalah adanya gangguan neurologis (seperti neuropati,
ensefalopati, gangguan psikiatri), pleuritis atau perikarditis
yang tidak disebebkan oleh penyebab lain, serta diasesis
hemoragik dengan pemanjangan waktu perdarahan.
12

Untuk kontraindikasi hemodialisis adalah apabila tidak


didapatkannya akses vaskuler. Kontraindikasi relatif adalah
apabila ditemukan adanya kesulitan akses vaskuler, fobia
terhadap jarum, gagal jantung, dan koagulapati.
2) Dosis hemodialiasi
Kecukupan dialisis menjadi target dosis dialisis. Pada awalnya
kecukupan dialisis ditentukan atas dasaran kriteria klinis,
kemudian atas dasaran formula Kt/V, suatu formula yang
didapatkan atas analisis penelitian NCDS (National Cooperative
Dialysis Study), seperti yang direkomendasikan KDOQI.
Pengertian K adalah klirens urea dari dialiser, t lama diallisis,
dan V adalah volume distribusi urea. Untuk HD yang
dilaksanakan 3 kali 4 jam dalam seminggu dianjurkan minimal
mencapai nilai Kt/V yang dilaksanakan (delivered Kt/V) adalah
1.2 dengan target 1.4 Kt/V yang lebih tinggi tidak menurunkan
survival lebih lanjut. Guna keperluan ;praktis saat ini dipakai
juga URR (%urea reduction rate), atau besarnya penurunan
ureum dalam persen, URR= 100% x (1 – (ureum sebelum/ureum
sesudah dialisis). Dalam panduan dianjurkan pada hemodialisis
3 x seminggu target URR setiap HD adalah 65%. Panduan
hemodialisis dari Inggris menyatakan HD minimal 3 x seminggu
3) Akses vaskular dialisis
Akses vaskular dialisis diperlukan untuk memperoleh aliran
darah yang cukup besar. Akses ini dapat berupa fistula (areri-
vena), graft, maupun kateter intravena, yang berfungsi untuk
mengalirkan darah saat HD. Hal ini memungkinkan untuk
dilakukan penusukan jarum yang besar kedalamsirkulasi
sehingga dapat mengalirkan darah sampai lebih dari 300
ml/menit.
13

4) Disain dialiser
Dialiser memungkinkan terjadinya trasfer olut dan air melalui
membran semipermiabel. Aliran dialisat dan darah adalah
terpisah dan berlawanan arah (countercurrent). Dialiser
memimliki 4 pintu, satu pintu masuk (inlet) dan satu pintu
keluar (outlet), masiang – masing untuk darah dan dialisat.
Membran semipermiabel memisahkan komponen darah dengan
komponen dialisat. Proses transpor yang melewati darah adalah
difusi (diaisis) dan konveksi (ultraviltrasi).
5) Air dan pengolahan air
Sesi HD standar selama 4-5 jam akan membuat pasien terpapar
oleh 120 sampai 160 liter air, sehingga kualiitas air menjadi
sangat penting untuk kesehatan pasien. Air untuk dialisat harus
diolah, mengalami proses filtrasi, pelunakan dan deionisasi,
terakhir dimurnikan dengan proses reverse osmosis. Reverse
osmosis merupan proses yang mendorong air melewati
membran semipermiabel pada tekanan yang bsangat tinggi
untuk membuang kontaminasi mikrobiologis dan lebih dari
90%ion terlarut.
6) Antikoagulan
Untuk mencegah pembekuan darah didalam sistem ekstra
korporeal, selama proses dialisis diperlukan zat yang anti
koagulan, yang dapat berupa unfractionated heparin (UFH), atau
law-molacular weigh heparin (LMWH). Umumnya antikoagulan
ini diberikan secara infus kontinyu, atau bolus heparin berulang
(pada UFH), atau bolus LMWH tunggal. Sejumah modalitas lain
tersedia bagi pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau
bagi mereka yang memiliki kontaindikasiterhadap pemberian
heparin, miaslnya pembilasan dengan lautan NaCl, antikoagulan
regional dengan sitrat, prostasiklin, danaparoid, argatroban
(direct thrombin inhibitor), dan lepiruudin (recombinant
14

hirudin). Aktivasi neutrofil menurun pada pemakaian


antikoagulan regional dengan sitrat dibandingkan heparin.
7) Komplikasi Hemodialisis
Hipotensi merupakan komplikasi akut yang sering terjadi selama
HD, terutama pada pasien dengan diabetes. Sejumlah faktor
resiko terjadinya hipotensi adalah ultrafiltrasi dalam jumlah
besar disertai mekanisme kompensasi pengisian vaskular
(vascular filling) yang tidak adekuat, gangguan respon vasoaktif
atau otonom, osmolar shift, pemberian antihipertensi yang
berlebihan, dan menurunnya kemampuan pompa jantung.
Kram otot juga sering terjadi selama dialisis dan penyebabnya
belum jelas. Beberapa faktor pencetus yang dihubungkan
dengan kejadian kram otot ini adalah adanya gangguan perfusi
otot karena pengambilan cairanyang agresif dan pemakian
dialisit rendah sodium.
Saat ini hemodialisis merupakan salah satu pengobatan pengganti
ginjal yang paling banyak dipakai. Walaupun masih banyak kendala,
tetapi hemodialisis sudah berhasil memperpanjang umur pasien
GGK tahap terminal dan memberikan kualitas hidup yang baik.
Dialisis saat ini masih tetap dikembangkan untuk mendapatkan cara
yang lebih nyaman, lebih murah, dan efektif bagi pasien GGK.
g. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang
melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada
orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi
pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit
ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
15

B. Asuhan Keperawatan pada Gagal Ginjal Kronik

1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Data subyektif didapatkan dari hasil pengkajian melalui tahap
wawancara atau anamnese secara langsung kepada pasien maupun
pihak keluarga.Menurut Prabowo dan Pranata (2014, p.204) data
subjektif yang dapat diperoleh dari pasien, meliputi :
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun
laki – laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan
periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga tidak
berdiri sendiri.
2) Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang
menurun (oliguria) sampai anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi sistem sirkulasi-ventilasi, penigkatan berat badan
secara drastis karena edama.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadinya kelebihan volume cairan saat ini, seperti
adanya edema, peningkatan berat badan secara drastis, penurunan
frekuensi berkemih.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang pernah diderita pasien yang
berhubungan dengan kelebihan volume cairan, misalnya adanya
riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis, nefropati toksik, riwayat
pemakaian obat, seperti aspirin dan fenasetin (pereda nyeri), dan
riwayat kebiasaan yang mengganggu kesehatan misalnya minum
16

minuman beralkohol, penambah energi, mengkonsumsi narkotika,


merokok, dll.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal bukan penyakit menular atau menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.
Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki
pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena
penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga
yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya
minum jamu saat sakit.
b. Data Objektif
Saat mengkaji data objektif tentang kelebihan volume cairan,
perawat memerlukan metode pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Menurut Prabowo dan Pranata (2014, p.204)
pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melalui penilaian terhadap
respon pasien, meliputi :
1) Keadaan Umum dan Tanda
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), cemas,
gelisa, tingkat kesadaran bergantung pada toksisitas.pada
pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (tchypneu),
hipertensi, dan terjadi edama.
2) Sistem Pernafasan
Pada penderita gagal ginjal kronik yang mempunyai kelebihan
cairan mempunyai gejala adanya bau urea pada bau napas. Jika
terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi
pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan
semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi.
3) Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan ginjal adalah
hiprtensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran
17

akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu


retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung.
4) Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekstresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak ada urine output).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gagal ginjal kronik (NANDA, 2015, p.16) adalah:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 turun
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema
paru
3. Perencanaan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 turun
a. Tujuan (Nursing Outcome Care)
a) Respiratory Status : Ventilation
b) Vital Sign Status
b. Kriteria Hasil
a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
b) Tanda – tanda vital dalam rentang normal
c. Intervensi (Nursing Intervention Care)
a) Mengukur tanda – tanda vital
b) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
c) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan
ventilasi
d) Kolaborasi pemberian oksigen melalui nasal kanul
18

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema


paru
a. Tujuan (Nursing Outcome Care)
a) Respiratory Status : Ventilation
b) Respiratory status : Airway patency
b. Kriteria Hasil
a) Mendemostrasikan batuk efektif
b) Menunjukan jalan nafas yang paten
c. Intervensi Kperawatan
a) Mengukur tanda – tanda vital
b) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c) Ajarkan cara batuk efektif
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium
a. Tujuan (Nursing Outcome Care)
a) Electrolit and acid base balance
b) Fluid balance
c) Hydration
b. Kriteria Hasil
a) Pasien terbebas dari edema, efusi, dan anasarka
b) Tanda – tanda vital dalam batas normal
c) BB dalam batas normal
c. Intervensi Keperawatan
a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b) Batasi masukan cairan
c) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,
Hmt, osmolalitas, urin)
d) Monitor tanda vital
e) Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan
f) Monitor lokasi dan luas edema
19

g) Pantau berat badan untuk menentukan besarnya kelebihan


volume cairan
h) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai intruksi, berikan terapi
sesuai dengan advis dokter
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
pada pasien. Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian
asuhan keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan
multifokal. Implementasi perencanaan berupa penyelesaian tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi kriteria hasil yang telah ditetapkan/dibuat
(Christensen, 2009, p.329).
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan
status kesehatan pasien dengan kriteria hasil yang diinginkan, serta
menilai derajat pencapaian hasil pasien yang dilakukan dengan
melibatkan pasien, keluarga, perawat, dan anggota tim kesehatan lain
(Christensen, 2009, p.345). Evaluasi dari tindakan mengatasi kelebihan
volume cairan pada pasien gagal ginjal kronik, adalah:
a. Subjektif (S) :Pasien mengatakan tidak ada edema pada tubuh,
dapat kencing dengan lancar, dan tidak ada penurunan dalam pola
berkemih
b. Objektif (O) :Pasien tampak tidak edema, tanda-tanda vital
pasien dalam batas normal, hasil lab pasien mendekati atau bahkan
normal (BUN, Hmt, osmolalitas, urin)
c. Analisis (A) :Kesimpulan dari data subjektif dan data objektif.
d. Plan (P) :Perencanaan untuk pengembangan rencana
intervensiyang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai