Anda di halaman 1dari 7

PEMBELAJARAN PKn DI SD

RESUME MODUL 11 KEGIATAN BELAJAR 2


“Warga Negara yang Partisipatif”

OLEH :
KELOMPOK 4
1. Ida Ayu Putu Wida Septiari (859016094)
2. Ni Made Bukti Puspa Sari (859015963)
3. Ni Luh Putu Suaniasih (859015956)
KEGIATAN BELAJAR2
Warga Negara yang Partisipatif

A. PENGERTIAN PARTISIPATIF
Partisipasi lazimnya dimaknai sebagai keterlibatan atau keikutsertaan warga negara
dalam berbagai kegiatan kehidupan bangsa dan negara.
Partisipasi yang dapat diberikan bervariasi bentuknya, seperti partisipasi secara fisik
maupun secara non-fisik. Ada 3 bentuk partisipasi menurut Koentjaraningrat (1994), yaitu
1) bentuk tenaga, 2) bentuk pikiran, 3) bentuk materi (benda). Partisipasi yang berbentu
tenaga yaitu di mana warga negara terlibat atau ikut serta dalam berbagai kegiatan
melalui tenaga yang dimilikinya, karenanya bentuk partisipasi ini disebut sebagai
pasrtisipasi secara fisik. Partisipasi dalam bentuk pikiran dilakukan melalui sumbangan
ide, gagasan, atau pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
Bersama pula. Sedangkan partisipasi dalam bentuk materi berhubungan dengan benda
atau materi tertentu sebagai perwujudan dalam keikutsertaan warga negara tersebut.
Secara umum partisipasi dapat dirumuskan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan
warga negara dalam proses bernegara, berpemerintah, dan bermasyarakat. Ada 3 unsur
yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga negara berpartisipasi dalam kegiatan
berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan (Wasistiono, 2003), yaitu 1) ada rasa
kesukarelaan (tanpa paksanaan), 2) ada keterlibatan secara emosional, 3) memperoleh
manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
Warga negara yang partisipatif adalah warga negara yang senantiasa melibatkan diri
atau ikut serta dalam berbagai kegiatan dalam konteks kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun keamanan.
Untuk mewujudkan warga negara yang partisipatif itu diperlukan kesadaran
(consciousness) dan komitmen (commitment) yang tinggi dari setiap diri warga negara.
B. PARTISIPASI POLITIK
Pandangan para ahli diantaranya Rush dan Althoff (1993) mendefinisikan partisipasi
politik sebagai keterlibatan atau keikutsertaan individu warga negara dalam system
politik.
Huntington dan Nelson (1990) mengartikan partisipasi dalam konteks politik yang
selanjutnya dikonsepsikan partisipasi politik, yaitu kegiatan warga negara preman
(private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Lebih lanjut Huntington dan Nelson menekankan 3 hal yang terkandung dalam pengertian
partisipasi politik tersebut yaitu, pertama, partisipasi mencakup kegiatan-kegiatan politik
yang objektif, akan tetapi tidak sikap-sikap politik yang subjektif. Kedua, yang dimaksud
warga negara preman adalah warga negara sebagai perorangan-perorangan dalam
berhadapan dengan masalah politik. Ketiga, kegiatan dalam partisipasi itu difokuskan
untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa
partisipasi politik adalah keterlibatan warga negara dalam kehidupan system politik, yang
mana diseuaikan dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing warga negara.
Rush dan Althoff (1993) menguraikan luasnya partisipasi politik, dalam bentuk
hirarki atau berjenjang, yang dimulai dari yang rendah sampai ke yang tinggi, yakni
voting aktif, dan diskusi politik, terlibat dalam rapat umum, demontrasi, menjadi anggota
pasif suatu organisasi semua politik, keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik,
keanggotaan pasif suatu organisasi politik, dan terakhir menduduki jabatan politik
administatif.
Partisipasi politik secara teoritis dapat dibedakan ked dalam 2 bagian, yaitu partisipasi
politik yang konvensional dan partisipasi politik yang non-konvensional (Mas’oed dan
MacAndrew, 2000). Berikut ini merupakan bentuk partisipasi politik sebagaimana
dikemukakan oleh Mas’oed dan MacAndrew (2000):
Partisipasi Politik Konvensional Partisipasi Politik non-konvensional
1. Pemberian suara (voting) 1. Pengajuan petisi
2. Diskusi politik 2. Berdemontrasi
3. Kampanye 3. Konfrontasi
4. Membentuk aktif dalam kelompok 4. Mogok
kepentingan (interest kekerasan 5. Tindakan terhadap harta benda
politik group) 6. Tindakan terhadap manusia
5. Komunikasi individual dengan 7. Perang gerilya dan revolusi
kekerasan politik pejabat politik dan
administratif

1. Mengkritisi secara Arif terhadap Kebijakan Pemerintah


Setiap warga negara dituntut untuk senantiasa merespon dan mengkritisi berbagai
kebijakan yang digulirkan pemerintah. Di era keterbukaan saat ini, bukan zamannya
lagi warga negara hanya menerima begitu saja setiap kebijakan yang diambil
pemerintah, tanpa memberikan respon dan kritik terhadap kebijakan tersebut. Budaya
politik parokial kaula di mana warga negara bersifat pasif dan cenderung menerima
atas output politik dalam bentuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Terlebih
jaminan konstitusional yang memberikan jaminan tentang hak mengajukan pendapat
di muka umum telah di undangkan, yakni Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, semakin memberikan
peluang yang sangat terbuka bagi anggota masyarakat untuk secara aktif dan positif
mengajukan berbagai gagasan atau pandangannya tentang kebijakan-kebijakan
pemerintah.
2. Aktif dalam Partai Politik
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya mempuanyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik biasanya dengan cara yang konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-
kebijaksanaan mereka (Budiadjo, 1989).
Ahli politik yakni, Roger H. Sultau, mendefinisikan partai politik sebagai
sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai
suatu kesatuan politik dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, yang
bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum
mereka.
Momen Gerakan reformasi dewasa ini telah melahirkan sejumlah peluang
yang cukup luas bagi anggota masyarakat untuk terlibat dalam partai politik, sebagai
salah satu bentuk penyaluran cara berpolitik. Indikasinya adalah jumlah partai politik
peserta pemilu 1999 yang berjumlah 48 partai politik, dan pada pemilu 2004 silam
yang diikuti oleh 24 partai politik.
3. Aktif dalam Kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga swadaya masyarakat atau sering juga disebut dengan Ornop
(Organisasi Non-Pemerintah) atau dalam Bahasa Inggris NGO (Non Geovernmal
Organization) merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mewujudkan cara berpolitik. Konsentrasi kegiatan LSM adalah memberikan
pengawasan terhadap jalannya pemerintah, guna menuju pemerintahan yang baik,
transparan, dan bertanggung jawab.
4. Diskusi Politik
Wacana-wacana politik diangkat ke permukaan untuk memperoleh respon dari
masyarakat. Proses diskusi inilah yang merupakan bentuk pendidikan politik yang
efektif guna meningkatkan kemelekan politik dan kedewasaan politik warga
masyarakat.
Agar pastisipasi politik warga negara dapat dilaksanakan dengan baik maka
ada beberapa sikap yang harus dihindari, yaitu a) apatis, b) sinis, c) alienasi, d)
anemoi.
a. Apatisme
Secara sederhana apatisme dapat didefinisikan sebagai tidak punya minat atau
tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi atau gejala-gejala pada
umumnya dan pada khususnya.
b. Sinisme
Sinisme merupakan perasaan yang menghayati tindakan dan motif orang lain
dengan rasa kecurigaan.
c. Alienasi
Alienasi politik menurut Lane (dalam Althoff, 1993) sebagai perasaan
keterasingan seorang dari politik dan pemerintahan masyarakat, dan
kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan politik bangsa dilakukan oleh
orang lain dan untuk orang lain, mengikuti sekumpulan aturan-aturan yang tidak
adil.
d. Anomie
Lane (dalam Althoff, 1993) menjelaskan anomie sebagai perasaan kehilangan
nilai dan ketiadaan arah, di mana individu mengalami perasaan tidak efektif dan
perasaan dipedulikan oleh para penguasan negara, yang mengakibatkan hilangnya
urgensi untuk bertindak, dan tidak terarahnya tujuan-tujuannya.
C. PARTISIPASI SOSIAL
Partisipasi sosial warga negara erat hubungannya dengan kegiatan atau aktivitas
warga negara sebagai anggota masyarakat untuk terlibat atau ikut serta dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat yang saling membutuhkan satu sama
lainnya merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat dihindari untuk memiliki dan
melaksanakan partisipasi sosial tersebut yang diwujudkan antara lain dengan cara sebagai
berikut.
1. Membantu anggota masyarakat yang membutuhkan baik bantuan moril maupun
materiel sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Turut serta membantu jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan masyarakat.
3. Tidak menjadi beban masyarakat melainkan menjadi motor penggerak
masyarakat kea rah perubahan yang lebih baik.
4. Berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan oleh
masyarakat.
5. Turut menjaga keamanan, kenyamanan, dan ketertiban dalam kehidupan
masyarakat, antara lain dengan ikut serta siskambling atau memberikan
sumbangan untuk petugas keamanan.
6. Menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan masyarakat dengan cara
mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan
tertentu.
D. PARTISIPASI DALAM BIDANG EKONOMI
Partisipasi dalam bidang ekonomi dilakukan setiap warga negara dapat mendorong
atau memacu pertumbuhan serta perkembangan ekonomi mapan. Contoh partisipasi
dalam bidang ekonomi yang dapat dilakukan masyarakat, antara lain sebagai berikut.
1. Membayar pajak sesuai dengan ketentuan dan peraturan hukum yang berlaku.
2. Hemat dan cermat dalam menggunakan anggaran belanja sesuai dengan
kebutuhan.
3. Mensosialisasikan Gerakan menabung untuk jaminan kehidupan masa yang akan
dating yang lebih baik dan cerah.
4. Menyisihkan sebagian harta untuk kepentingan warga masyarakat lain yang lebih
membutuhkan.
5. Bagi pejabat publik tidak menggunakan fasilitas negara untuk keperluan atau
kepentingan sendiri dan kepentingan keluarga serta kerabat terdekat
6. Jika mungkin dapat menghimpun modal untuk kepentingan membangun lapangan
kerja baru yang diharapkan dapat menyerap tenaga untuk mengurangi angka
pengangguran.
7. Mengembangkan jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship melalui berbagai
usaha mandiri yang kokoh dan terpercaya.
E. PARTISIPASI DALAM BIDANG BUDAYA
Keanekaragaman dan kekayaan budaya bangsa Indonesia sudah tentu harus dijaga dan
dilestarikan bahkan harus dikembangkan lebih baik lagi. Tujuan ini dapat dicapai
manakala warga negara berperan serta atau terlibat secara aktif untuk menjaga dan
melestarikan budaya bangsa itu.
Beberapa contoh sikap dan prilaku yang mencerminkan partisipasi dalam bidang
budaya, yaitu :
1. Menghilangkan etnosentrisme dan chauvinism
2. Mencintai budaya lokal dan nasional
3. Melakukan berbagai inovasi kreatif untuk menyokong pengembangan budaya
daerah.

Anda mungkin juga menyukai