Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan perkembangan

pada anak. Salah satu masalah gizi yang diderita oleh anak adalah stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi

kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kondisi stunting terjadi

apabila panjang atau tinggi badan anak di bawah -2SD (standard deviation) kurva

World Health Organization (WHO) yang berlaku sesuai usia dan jenis kelamin.1,2

Stunting ditemukan pada 162 juta anak berumur kurang dari 5 tahun di

seluruh dunia. Sebagian besar disebabkan oleh nutrisi inadekuat dan infeksi

berulang.3 Berdasarkan data nasional, prevalensi stunting di Indoneisa pada tahun

2018 adalah 30,8%. Provinsi yang memiliki persantase stunting yang tertinggi

adalah Nusa Tenggara Timur yaitu 42,7% pada tahun 2018. Sedangkan di

Provinsi Riau, pervalensi stunting lebih rendah dari prevalensi nasional yaitu

sebesar 27,4% pada tahun 2018.4

Stunting masih merupakan masalah gizi di Indonesia yang belum

terselesaikan. Anak dengan stunting memiliki kecenderungan memiliki risiko

penurunan kemampuan intelektual, menghambatnya kemampuan motorik,

produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa yang akan

datang. Oleh sebab itu, masalah stunting menjadi perhatian nasional saat ini.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Definisi Stunting
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan

kurang gizi yang berlangsung kronis. Menurut WHO Child Growth Standart,

stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau

tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2SD.

Menurut Kementerian Kesehatan (KEMENKES),stunting adalah anak balita

dengan nilai z-score nya kurang dari -2SD (stunted) dan kurang dari – 3SD

(severely stunted).1,2

2.1.2 Patogenesis Stunting


Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh osifikasi lempeng pertumbuhan

endokondral. Faktor nutrisi dan inflamasi memengaruhi pertumbuhan linier.

Faktor kompleks lain yang memengaruhi meliputi faktor genetik, fisiologi,

endokrin, bahkan kecukupan tidur (melalui pengaruhnya terhadap sekresi growth

hormone). Inflamasi yang menyertai infeksi dan disfungsi usus menghambat

osifikasi endokondral melalui berbagai mediator misalnya sitokin proinflamasi,

activin A-follistatin system, glukokortikoid, dan fibroblast growth factor 21

(FGF21). Pada hewan, pertumbuhan linier sangat sensitif terhadap asupan protein

dan zinc, yang bekerja melalui insulin, insulin-like growth factor-1 (IGF1),

triiodothyronine, asam amino dan zinc untuk menstimulasi lempeng pertumbuhan.

Hal ini dihambat oleh sitokin inflamasi. Ibu dari bayi yang mengalami stunting

intrauterin menunjukkan kadar IGF-1 yang rendah saat kelahiran. Bayi juga

menunjukkan kadar IGF-1 yang rendah selama tahun pertama kehidupan.5


2.1.3 Penyebab Stunting
Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulatif yang

terjadi sejak kehamilan hingga masa setelah kelahiran. Sebagian besar disebabkan

oelah nutrisi inadekuat dan infeksi berulang pada 1000 hari pertama kehidupan.

Faktor-faktor yang menyebabkan stunting adalah:7

1. Faktor keluarga dan lingkungan


a. Faktor Maternal
- Nutrisi yang kurang selama pra-konsepsi, kehamilan dan saat
menyusui.
- Perawakan ibu yang pendek
- Infeksi
- Kehamilan saat remaja
- Kesehatan mental
- IUGR dan kelahiran premature
- Jarak kelahiran yang dekat
- Hipertensi
b. Lingkungan Rumah
- Tidak adekuatnya stimulasi dan aktivitas
- Perawatan diri yang tidak baik
- Penyediaan air dan sanitasi yang tidak memadai
- Alokasi makanan rumah tangga yang tidak tepat
- Pendidikan pengasuh yang rendah
2. Tidak adekuatnya pemberian makanan
a. Kualitas makanan yang buruk
- Kualitas mikronutrient yang buruk
- Rendahnyan keragaman makanan dan rendahnya makanan sumber
hewani
- Kandungan nutrisi yang rendah
- Rendahnya kandungan energy dan makanan pelengkap
b. Tidak adekuatnya dalam pemberian
- Pemberian makanan yang jarang
- Tidak adekuatnya pemberian makanan selama dan setelah sakit
- Konsistensi makanan yang kurang
- Pemberian makanan dengan jumlah yang tidak cukup
- Pemberian makanan yang tidak responsif
c. Keaamanan makanan dan air
- Air dan makanan yang terkontaminasi
- Kebersihan yang buruk
- Tidak aman dalam peyimpanan dan persiapan makanan
3. Menyusui
a. Tidak adekuanya dalam pemberian
- Penundaan inisiasi
- ASI tidak eksklusif
- Penghentian dini menyusui
4. Infeksi
a. Infeksi subklinis dan klinis
- Infeksi enteric, diare, environmental enteropathy, helminths
- Infeksi pernapasan
- Malaria
- Berkurangnya nafsu makan
- Inflamasi
5. Faktor sosial dan komunitas
a. Ekonomi dan Politik
- Kebijakan mengenai harga pangan
- Peraturan marketing
- Stabilitas politik
- Kemiskinan, pendapatan dan kekayaan
- Pelayanan finansial
- Pekerjaan
b. Kesehatan dan layanan kesehatan
- Akses untuk layanan kesehatan
- Penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas
- Ketersediaan persediaan
- Infrastruktur
- Kebijakan dan system layanan kesehatan
c. Pendidikan
- Akses untuk kualitas pendidikan
- Guru-guru yang memenuhi syarat
- Pemberi edukasi kesehatan yang memenuhi syarat
- Infrastruktur ( sekolah dan lembaga pelatihan)
d. Budaya dan Sosial
- Norma dan kepercayaan
- Dukungan sosial
- Pengasuh anak ( orang tua atau bukan orang tua anak)
- Status Ibu
e. Sistem pertanian dan makanan
- Pemrosesan dan produksi makanan
- Ketersedianya makanan yang banyak mengandung mikronutrien
- Kualitas dan keamanan makanan
f. Air, sanitasi dan lingkungan
- Air, infrastrukur sanitasi dan pelayanan
- Kepadatan penduduk
- Perubahan iklim
- Urbanisasi
- Bencana alam dan buatan

2.1.3 Penegakan Diagnosis Stunting

Penegakan diagnosis stunting dapat dilakukan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat dicari

faktor-faktor penyebab stunting seperti asupan nutrisi yang tidak adekuat atau

akibat kebutuhan nutrisi yang meningkat. Pemeriksaan fisik untuk menegakkan

stuting yang utama adalah dengan antopometri.5 Cara mengukur panjang panjang
badan atau tinggi badan harus dilakukan dengan benar seperti yang terlihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Cara pengukuran panjang badan atau tinggi badan yang benar. 8

Hasil pengukuran kemudian dapaat di plot ke kurva tinggi badan atau panjang

badan berdasarkan usia. Interpretasi panjang badan atau tinggi badan berdasarkan

usia dapat menggunakan kurva WHO dapat dilihat pada Gambar 2.2.9

Gambar 2.3 Indikator pertumbuhan anak berdasarkan WHO.9


Parameter yang menunjang diagnosis stunting adalah tinggi potensi genetik

(TPG), laju pertumbuhan (length increments), rasio segmen atas dengan segemen

bawah (U/L), serta usia tulang dan usia kronologis.5

Rumus tinggi potensi genetik (TPG)5

Laki-laki = (Tinggi ayah + Tinggi Ibu + 13 cm)/2 ± 8.5 cm

Perempuan =( Tinggi ayah + Tinggi Ibu height - 13 cm)/2 ±8.5 cm

Secara klinis, membedakan antara yang fisiologis dan patologis dapat

diperkirakan dari kecepatan tumbuh, ada tidaknya disproprosi tubuh, dismorfism

atau kelainan genetik dan perbedaan bermakna (>-2SD) tinggi badan saat

pengukuran dibandingkan dengan tinggi potensi genetik.5

Langkah pertama diagnosis perawakan pendek adalah pengukuran yang tepat.

Setelah memastikan pada kurva pertumbuhan bahwa anak tersebut benar berada

dibawah persentil-2 kurva yang relevan, langkah berikutnya adalah menentukan

kecepatan pertumbuhan dan melihat potensi tinggi genetiknya. Selanjutnya

langkah menuju etiologi dapat dilihat pada algoritma. Dengan memperhatikan

algoritma pada Gambar 2.3 terlihat anamnesis dan pemeriksaan fisis yang terarah

untuk mencari gejala dan tanda klinis yang sesuai.5


Gambar 2.3 Algoritma pada perawakan pendek5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis

stunting adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, urin dan feses rutin, laju endap

darah, elektrolit serum dan urin dan usia tulang merupakan langkah pertama untuk

mencari etiologi stunting. Setelah tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

skrining tersebut maka dilakukan pemeriksaan khusus yaitu kadar GH, IGF-I,

analisis kromosom, analisis DNA dan lain-lain sesuai indikasi.5

Pemeriksaan penunjang yang sederhana dan menentukan adalah

menginterpretasikan data-data tinggi badan dengan menggunakan kurva

pertumbuhan yang sesuai. Pola pertumbuhan akibat bayi lahir Kecil Masa
Kehamilan (KMK), penyakit kronik, varian normal merupakan keadaan yang

dapat sangat membantu untuk diagnosis banding.5,7

2.1.4 Dampak Stunting


Stunting menyebabkan gangguan perkembangan fisik dan kognitif yang

dapat berpengaruh terhadapt kesehatan, perkembangan, maupun ekonomi.

Masalah utama yang menyertai stunting adalah gangguan fungsi kognitif yang

sulit dipullihkan. Dampak stunting dapat dikategorikan menjadi dua yaitu untuk

jangka pendek dan jangkan panjang yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.7

Gambar 2.4 Dampak stunting.7


2.1.6 Penatalaksanaan
Pendekatan dalam pemenuhan nutrisi untuk pencegahan dan pemberian terapi

nutrisi untuk stunting, yaitu. 10

1. Intervensi nutrisi spesifik10

• Pemberian nutrisi yang adekuat pada periode remaja, preeklamsi,

kehamilan dan saat menyusui

• Pemberian ASI ekslusif saat bayi lahir sampai usia 6 bulan dengan

memonitoring secara subyektif dengan menilai tanda-tanda kecukupan

ASI dan secara obyektif dengan parameter kurva pertumbuhan WHO


(weight increment table) untuk deteksi dini gagal tumbuh (at risk of

failure thirive)

• Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang adekuat dengan

pemenuhan gizi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein hewani,

minyak dan sedikit serat, serta melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2

tahun. Monitoring kurva pertumbuhan WHO untuk deteksi dini adanya

weight faltering.

• Fortifikasi atau suplementasi nutrisi dengan oral nutrition supplement

(susu indikasi khusus) sesuai yang direkomendasikan oleh codex

alimentarium (WHO dan FAO) dan rekomendasi berdasarkan Permenkes

no 29/2019 tentang pemberian pangan olahan untuk keperluan medis

khusus (PKMK).23,24,

Permenkes No 29/2019 tentang pemberian pangan olahan untuk keperluan

medis khusus (PKMK) Pasal 12:11

(1) PKMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi:

a. PKMK untuk Gagal Tumbuh, Gizi Kurang dan Gizi Buruk berupa

oral nutrition supplement dengan kandungan energi lebih besar dari

0,9 kkal/mL.

b. PKMK untuk Bayi Sangat Prematur dan Bayi Berat Lahir Sangat

Rendah berupa:

1. Formula prematur dengan ketentuan kandungan energi minimal

24 kkal/30 ml; dan/atau

2. Pelengkap gizi air susu ibu (human milk fortifier).


c. PKMK untuk Alergi Protein Susu Sapi berupa formula berbasis

susu sapi dengan protein terhidrolisat ekstensif atau asam amino

bebas.

d. PKMK untuk Kelainan Metabolisme Bawaan berupa formula

dengan komposisi makronutrien dan mikronutrien yang sesuai

dengan Kelainan Metabolisme Bawaan yang diderita.

2. Intervensi nutrisi sensitif10

a. Penyediaan kecukupan bahan pangan yang terjangkau

b. Penyediaan air bersih dan sanitasi untuk menurunkan infeksi

c. Edukasi yang benar cara pemeberian makan pada bayi terutama saat

dimulai makanan pendamping ASI

d. Sarana Kesehatan yang memadai


1. DAFTAR PUSTAKAXDeonis M, Branca F. Childhood stunting: a global
perspective. Matern Child Nutr. 2018;12 Suppl 1:12-26.
2. Casale D, Desmond C. Recovery from stunting and cognitive outcomes in
young children: evidence from the South African Birth to Twenty Cohort
Study. J Dev Orig Health Dis. 2019;7:163-171.
3. Black RE, Victora CG, Walker SP. Maternal and child undernutrition and
overweight in low-income and middle-income countries. Lancet.
2018;382:427-451.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan nasional. Riskesdas
2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan; 2019.
5. Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Panduan praktik klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia. perawakan pendek
pada anak dan remaja di Indonesia. Jakarta: Badan penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2018:1.
6. Millward DJ. Nutrition, infection and stunting: the roles of deficiencies of
individual nutrients and foods, and of inflammation, as determinants of
reduced linear growth of children. Nutr Res Rev. 2017;30:50-72.
7. Nkurunziza S, Meessen B, Vangerertruyden JP, Korachais C.
Determinants of stunting and severe stunting among Burunsian children
aged 6-23 months: evidence from a national cross-sectional household
survey. BMC Pediatrics. 2017;17:176.
8. Casedei K, Kiel J. Anthropometric measurement. StatPearls. 2021:1.
9. World Health Organization. Training Course on Child Growth
Assessment. Geneva, WHO, 2018.
10. Putri R, Nuzuliana R, Kurniawati HF. Management of stunting to
improved children nutritional status and cognitive. 1st Int Respati Heal
Conf. 2019;490–500.

Permenkes RI.2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29


Tahun 2019. Tentang Penanggulanagan Masalah Gizi Anak Akibat Penyakit.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__29_Th_2019_ttg_P
enanggulangan_Masalah_Gizi_Bagi_Anak_Akibat_Penyakit.pdf. Diakses 6
November 2021.

11.

Anda mungkin juga menyukai