Anda di halaman 1dari 15

Nama : Desky Arinando

NIM : 193030401122
Mata Kuliah : TPHPH

Resuman Materi I
Pengantar Teknologi Pengendalian Hayati & Pengelolaan Habitat.

Definisi pengendalian hayati menurut H. S. Smith (1919) pertama kali


menggunakan istilah “Pengendalian Hayati” untuk menyatakan penggunaan
musuh alami dalam mengendalikan hama-hama serangga. P. DeBach (1964) lebih
lanjut memperbaiki istilah pengendalian hayati dan membedakan antara
“pengendalian alami” dari “pengendalian hayati”. a). Pengendalian alami ialah
proses pengaturan kepadatan populasi suatu organisme yang berfluktuasi di antara
batas bawah dan batas atas populasi selama kurun waktu tertentu oleh pengaruh
faktor-faktor lingkungan abiotik atau biotik; b). Pengendalian hayati (dari
pandangan ekologis) ialah “aksi parasit(oid), predator dan patogen” dalam
pemeliharaan kepadatan populasi organisme lain pada suatu rata-rata populasi
yang lebih rendah daripada yang akan terjadi jika musuh alami tersebut tidak ada.
van den Bosch et al. (1982) memodifikasi sebagian istilah-istilah tersebut di atas
menurut dua pengertian: a). Pengendalian hayati terapan ialah manipulasi musuh
alami oleh manusia untuk pengendalian hama; b). Pengendalian hayati alami ialah
pengendalian hama oleh musuh alaminya yang terjadi tanpa intervensi manusia.
Pengendalian hayati terapan dapat dipecah lagi menjadi tiga kategori pokok yaitu:
a). Pengendalian hayati klasik ialah pengendalian suatu jenis hama dengan
introduksi musuh alami; b). Augmentasi musuh alami ialah upaya meningkatkan
populasi musuh alami atau efeknya yang menguntungkan; c). Konservasi musuh
alami ialah upaya melestarikan, melindungi dan menjaga populasi musuh alami.
Prinsip pengelolan hama terpadu (PHT) ialah budidaya tanaman sehat,
pemberdayaan musuh alami, monitoring dan petani sebagai ahli PHT.
Semaksimal mungkin proses pengendalian hama terjadi secara alami terutama
oleh bekerjanya faktor biotik antara lain musuh alami hama. Pengendalian hayati
merupakan komponen utama PHT, mengingat dasar PHT adalah ekologi,
ekonomi dan sosial.
Pengendalian hayati memaksimal-kan peranan musuh alami dalam upaya
pengelolaan hama, dimana musuh alami merupakan bagian mata rantai dalam
agro-ekosistem. Agens pengendalian hayati (APH) berperan sangat penting dalam
proses menuju kondisi agro-ekosistem yang stabil. Peranan tersebut ditunjukkan
oleh kemampuan agens pengendalian hayati dalam menekan kepadatan populasi
hama sasaran di atas ambang ekonomi hingga di bawah ambang ekonomi, dan
meregulasi populasi hama tetap berada di bawah ambang ekonomi. Agro-
ekosistem yang stabil – salah satu indikasinya adalah tidak terjadi ledakan
populasi hama – mendukung tercapainya produksi pertanian yang optimal.
Keunggulan dan keuntungan pengendalian hayati : a). Tingkat
keberhasilan pengendalian hama yang tinggi dengan biaya yang rendah dalam
periode waktu yang lama; b). Agens pengendalian hayati aktif mencari inang atau
mangsanya, tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika populasi inang atau
mangsanya; c). Pengendalian hayati tidak berpengaruh negatif terhadap manusia
dan lingkungan; d). Beberapa tipe agens pengendalian hayati dapat digunakan
sebagai insektisida hayati; e). Umumnya spesies hama tidak mampu berkembang
menjadi resisten terhadap agens pengendalian hayati.
Keterbatasan atau kelemahan pengendalian hayati : a). Penelitian awal
untuk mencari pemecahan masalah hama dengan pengendalian hayati
memerlukan staf teknis dan pakar yang banyak, biaya yang tinggi, waktu yang
lama; b). Hasil pengendalian hayati antara lain turunnya populasi hama sasaran
tidak dapat dilihat dengan segera.
Pengendalian hayati ada 3, yaitu : a). Pengendalian Hayati (Biological
Control) adalah pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) oleh
musuh alami atau agensia pengendali hayati. Namun dapat juga disebut
mengendalikan penyakit dan hama tanaman dengan secara biologi, yaitu dengan
memanfaatkan musuh-musuh alami. Dalam hal ini yang dimanfaatkan yaitu
Musuh Alami, sedangkan yang menggunakan atau memanfaatkannya adalah
manusia. Berarti ada campur tangan manusia pada setiap pengendalian hayati; b).
Pengendalian Hayati Terapan adalah pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) dengan menggunakan agensia hayati. Berarti diperlukan adanya
campur tangan manusia untuk penyediaan dan pelepasan musuh alami; c).
Agensia Pengendali Hayati (Biological Control Agens) yaitu setiap organisme
yang meliputi subspecies, spesies, varietas, semua jenis protozoa, serangga,
bakteri, cendawan, virus serta organisme lainnya yang dalam tahap
perkembangannya bisa dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan
penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dalam proses produksi,
pengelolaan hasil pertanian keperluan lainnya. Dalam memanipulasi/ rekayasa
teknologi musuh alami (Parasitoit, Predator, Virus, Cendawan, Bakteri, dll)
menjadi agens hayati.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) : a). Hama arthropoda, khususnya
serangga dan tungau; b). Patogen tanaman; c). Jenis-jenis gulma; d). Lainnya:
hama vertebrata, keong atau bekicot.
Hama dalam arti sempit adalah binatang perusak, antara lain nematoda
parasitik tanaman, tungau, serangga, dan binatang vertebrata. Hama dalam arti
luas meliputi binatang perusak, patogen tanaman dan gulma. Pengendalian hayati
sebagai ilmu akan membahas tentang peranan musuh alami dalam meregulasi
banyaknya inang, khususnya inang sebagai hama dan pesaing tanaman atau
hewan.
Ada tiga hal dasar pendekatan yang digunakan dalam pengendalian hayati,
yaitu : a). Konservasi dan peningkatan musuh alami (Conserving ang
enhancing natural enemies) Pendekatan ini bertujuan untuk konservasi dan
meningkatkan dampak dari musuh alami yang telah ada pada areal pertanaman.
Salah satu caranya adalah dengan memperkecil dampak negatif penggunaan
pestisida. Biasanya musuh alami lebih sensitif terhadap pestisida dibandingkan
dengan hama. Efek bahan pestisida kimia pada musuh alami dapat bersifat
langsung (direct effects) dan tidak langsung (indirect effects). Efek langsung
pestisida dapat mempengaruhi kematian musuh alami dalam waktu jangka pendek
atau kurang dari 24 jam (short term mortality) dan jangka panjang (long term
sublethal).
Beberapa tindakan untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida terhadap
musuh alami : 1). Semprot jika diperlukan; 2). Pemantauan populasi hama; 3).
Hindari kontak antara musuh alami dengan pestisida; 4). Pemilihan insektisida
yang tepat; 5). Pengujian efikasi pestisida; 6).
Perhitungkan efek samping pestisida. Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan mengubah lingkungan pertanaman dan cara bercocok tanam yaitu dengan
cara meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan jumlah musuh alami.
Adapun pendekatan yang dapat dilakukan adalah : 1). Mengubah lingkungan
pertanaman; 2). Mengubah tata cara praktik budidaya; b). Augmentasi populasi
musuh alami (Augmentation natural enemy populations). Pendekatan ini
dilakukan apabila populasi musuh alami di alam jumlahnya sangat rendah, karena
secara alami populasi predator atau parasitoid gagal berkolonisasi untuk menekan
populasi hama. Jika musuh alami yang ada di areal pertanaman tidak mampu
menekan populasi hama, maka dilakukan pembiakan massal musuh alami tersebut
di laboratorium dan kemudian melepaskannya ke lapangan dengan tujuan untuk
mengakselerasi populasinya sendiri dan menjaga populasi serangga hama. Dalam
pendekatan ini ada dua metode yang dikenal yakni inokulasi dan inundasi.
Inokulasi dilakukan apabila musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan
lama dari satu waktu ke waktu musim tanam berikutnya karena faktor klimat atau
cuaca yang tidak menguntungkan, pelepasan musuh alami dilakukan cukup sekali
dalam satu musim. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah progeni dari musuh
alami yang dilepas diharapkan survive dan multiply, Populasi hama target ialah
generasi hama yang akan datang (musim selanjutnya. Strategi dari metode ini
bersfat preventif.
Sedangkan inundasi ialah pelepasan musuh alami dalam jumlah sangat
banyak atau secara sekaligus sehingga dapat menurunkan populasi hama dengan
cepat. Metode ini dilakukan ketika musuh alami tidak berhasil mencegah
peningkatan hama menuju level yang merusak. Metode ini diharapkan dapat
secara cepat menurunkan populasi hama. Dalam satu musim tanam, pelepasan
musuh alami dilakukan beberapa kali aplikasi. Tujuan dari metode ini ialah musuh
alami dilepas tanpa ada ekspektasi progeni untuk survive. Populasi hama target
adalah generasi hama saat dilepas. Strategi dari metode ini bersifat kuratif; c).
Introduksi musuh alami. Pendekatan ini dilakukan jika tidak ada spesies musuh
alami yang mampu secara efektif mengendalikan populasi hama, maka introduksi
atau importasi musuh alami ke daerah yang terserang hama harus dilakukan.
Pendekatan ini dikenal dengan pengendalian hayati klasik. Musuh alami yang
diintroduksi ke lingkungan diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan
dalam lingkungan baru.
Strategi dari pendekatan ini ialah metode produksi massal dalam jumlah besar
agar musuh alami dapat dilepaskan guna mengendalikan serangga hama. Tujuan
pendekatan ini sangatlah spesifik, yaitu melepas musuh alami eksotik ke dalam
lingkungan baru sehingga nantinya dapat stabil dan mapan secara permanen dan
mampu mengendalikan populasi hama dalam jangka waktu panjang tanpa perlu
intervensi lebih lanjut.
Keuntungan pengendalian hayati klasik diantaranya: 1). Mengeksploitasi
proses alami dan tidak berhubungan dengan penggunaan bahan pestisida kimia;
2). Pembiayaannya hanya diperlukan pada awal introduksi; 3). Strategi
pengendalian bersifat permanen dan jangka panjang; 4). Tidak membahayakan
kesehatan manusia, produksi tanaman, dan organisme menguntungkan yang lain.
Kerugian pengendalian hayati klasik : 1). Bukan metode eradikasi; 2).
Program jangka panjang; 3). Dampaknya sulit diprediksi
Dampak penggunaan pestisida kimia.
Pestisida kimia merupakan bahan beracun yang sangat berperan dalam sektor
partanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan gulma. Namun, penggunaan
pestisida kimia yang berlebihan akan mengakibatkan: 1.) Resurgensi
(meningkatnya reproduksi hama); 2.) Timbulnya hama sekunder; 3.) Resisten
(hama/penyakit menjadi kebal terhadap racun pestisida); 4.) Berkurangnya musuh
alami; 5.) Residu racun yang ditinggalkan dapat menyebabkan penyakit pada
tubuh manusia, terutama pada perempuan yang bekerja disektor pertanian.
Perempuan yang bekerja disektor pertanian akan rawan terkena gangguan
pada sistem reproduksi hal ini dapat membahayakan kondisi kesehatan bagi para
wanita tersebut. Untuk itu, sebaiknya kepada para petani/pengguna atau para
pedagang pestisida yang bersentuhan langsung dengan bahan kimia tersebut
ketika menimbang, menakar, memilih pestisida yang dijual agar lebih waspada.
Pengguna hendaknya memperhatikan dosis penyemprotan pestisida, memakai alat
perlindungan diri yang lengkap, tidak melakukan penyemprotan pada saat angin
kencang dan tidak melawan arah angin dan mengganti pakaian, serta mandi
dengan sabun setelah melakukan penyemprotan. Para penyuluh lebih giat lagi
untuk memberikan himbauan kepada para petani untuk mengurangi penggunaan
pestisida kimia dan dianjurkan menggunakan pestisida/bahan organik, agar dapat
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pestisida itu sendiri.

Resuman Materi II
Pengendalian Hayati Patogen Tumbuhan

Pengendalian hayati patogen tanaman merupakan konsep pengendalian


penyakit tanaman yang menitikberatkan pada pemanfaatan mikroorganisme
antagonis dan pengelolaan lingkungan yang mendukung aktivitas agensia hayati.
Pengendalian hayati menjadi sangat penting sejalan dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan bahaya residu pestisida terhadap kesehatan dan
kerusakan lingkungan. Pengembangan pengendalian hayati diharapkan dapat
menjawab tantangan dan masalah pertanian modern, dimana dengan konsep ini
kita dapat meningkatkan produksi tanaman dengan tanpa merubah atau sesedikit
mungkin merubah sumber daya alam yang tersedia sehingga keseimbangan
biologi di alam tetap terjaga.
Pentingnya pengendalian hayati, karena : a). Sebagai metode alternatif
pengendalian penyakit; b). Dapat digunakan apabila metode lain tidak
berpengaruh; c). Agens PH aman, tidak beracun bagi manusia dan lingkungan; d).
Selektif hanya pada organisme target; e). APH mudah beradaptasi; f). Bisa
menggunakan berbagai cara aplikasi; g). Tidak menyebabkan induksi ketahanan
pada patogen; h). Hemat biaya; i). Efek jangka panjang. Pengendalian hayati
mengurangi laju perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen
pada tanaman, menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi
penyebaran inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tanaman serta
mengurangi serangan yang berat oleh patogen.
Mekanisme pengendalian hayati menurut Cook (1979), mengatakan bahwa,
penelitian terhadap pengendalian hayati patogen tanaman, paling tidak terdapat 5
proses yang terjadi: 1). Penurunan inokulum densiti: hal ini merupakan
pendekatan yang lebih klasik dengan tujuan untuk menekan jumlah inokulum
patogen; 2). Memindahkan posisi patogen dengan saprofit. Pendekatan ini
diaplikasi khususnya untuk patogen yang inangnya bekas sisa-sisa tanaman,
dimana patogen merupakan organisme pertama pada sisa tanaman tersebut yang
digantikan secara cepat oleh saprofit; 3). Penekanan perkecambahan dan
pertumbuhan patogen atau pelilitan terhadap patogen tanaman: pendekatan ini
termasuk, kompetisi, antibiosis, bakteriosin, mikovirus, atau cara lain yang
menekan selama patogenesis; 4). Proteksi tempat infeksi; pendekatan cara ini
berhubungan dengan inokulasi awal pada permukaan bekas pelukaan dengan
patogen lemah atau agensia nonpatogen untuk melindungi dari kolonisasi
selanjutnya oleh patogen yang lebih virulen; 5). Induksi resistensi pada inang atau
proteksi silang: Pendekatan ini berhubungan dengan inokulasi awal pada tanaman
dengan hipovirulen atau a-virulen yang menghasilkan resistensi tanaman inang
terhadap infeksi selanjutnya oleh patogen yang virulen dari genus yang sama
Pendekatan dalam pengendalian hayati ada , yaitu : a). Introduksi,
Pengendalian hayati klasik umumnya dilakukan dengan pendekatan introduksi.
Introduksi musuh alami dilakukan apabila hama yang akan dikendalikan itu
merupakan hama yang eksotik yang berasal dari negeri lain atau tempat lain.
Namun, saat ini tidak menutup kemungkinan introduksi musuh alami dilakukan
untuk mengendalikan hama “pribumi” atau lokal. Introduksi dilakukan dengan
cara mengimpor atau memasukkan musuh alami dari negeri lain. Karena
introduksi melibatkan hubungan antar dua negara, maka introduksi umumnya
dilakukan pada level pemerintah.
Prosedur introduksi telah dikemukakan oleh van den Bosch et al. (1985) ada
delapan, yaitu identifikasi spesies hama eksotik, penenetuan habitat asli hama
eksotik, agen importasi, eksplorasi musuh alami, karantina, pembiakan masal,
kolonisasi dan evaluasi musuh alami;
b). Augmentasi, Augmentasi dilakukan apabila musuh alami itu tidak cukup
efektif atau tidak efektif pada waktu tertentu. Augmentasi bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan musuh alami dalam mengendalikan hama. Augmentasi
dilakukan dengan cara menambahkan musuh alami melalui pelepasan.
Augmentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu inokulasi dan inundasi.
Inokulasi adalah pelepasan sejumlah kecil musuh alami pada saat populasi hama
masih rendah, biasanya pada awal musim tanam. Musuh alami ini diharapkan
dapat berkembangbiak sehingga keturunannya mampu mengendalikan hama
selama musim tanam. Inokulasi ini diharapkan permanen keberadaannya di
lapangan. Sasaran inokulasi adalah mempertahankan populasi hama tetap berada
di bawah tingkat yang merugikan secara ekonomi.
Berbeda dengan inokulasi, inundasi merupakan pelepasan musuh alami dalam
jumlah besar dengan tujuan musuh alami tersebut langsung dapat menurunkan
populasi hama dengan segera sampai tingkat yang tidak merugikan. Musuh alami
ini digunakan sebagai insektisida biologis (bioinsecticide). Pada inundasi, tidak
ada maksud supaya musuh alami itu berkembangbiak dan dapat menetap terus.
Karena hasil pengendalian inundasi ini lebih bersifat sesaat, maka pada satu
musim tanam pelepasan perlu diulang beberapa kali. Hal ini berbeda dengan
inokulasi yang biasanya hanya memerlukan satu kali pelepasan.
Hama yang sesuai dikendalikan secara augmentasi memiliki ciri berikut,
hama tersebut tidak memungkinkan dikendalikan secara konservasi, hama sulit
dikendalikan atau terlalu mahal dikendalikan dengan metode lain, hama tersebut
tidak dapat dikendalikan secara kimiawi karena akan berdampak pada residu,
resistensi dan resurjensi, dan hama yang selalu menimbulkan kerugian hanya satu
atau dua jenis saja.
c). Konservasi, Lingkungan hama dan musuh alaminya dapat dimanipulasi
untuk meningkatkan kehidupan dan dampak musuh alami yang sudah ada. Cara
ini disebut juga sebagai metode konservasi. Jadi, konservasi merupakan usaha
untuk memanfaatkan musuh alami yang sudah ada di lapangan atau pertanaman
dengan cara memanipulasi lingkungan sedemikian rupa agar perannya dalam
menekan populasi hama dapat ditingkatkan.
Manipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara pengembangan teknik
bercocok tanam yang sesuai, penyediaan sumber daya pakan bagi musuh alami,
inang alternatif, sinkronisasi fenologi hama dan musuh alami, pengendalian
pesaing biologi, modifikasi praktek bercocok tanam, dan mengurangi gangguan
dan kematian musuh alami. Musuh alami sering lebih memilih habitat yang
berbeda dari tanaman pokok yang diusahakan. Menanam tanaman sela dalam
bentuk barisan dapat menyediakan habitat yang sesuai bagi musuh alami. Musuh
alami biasanya lebih beragam di habitat pertanaman tumpangsari dibandingkan
monokultur. Pertanaman tumpangsari menyediakan berbagai alternatif habitat.
Kebanyakan imago parasitoid memerlukan nektar, embun madu atau serbuk sari
untuk melengkapi siklus hidupnya. Musuh alami yang bersifat generalis biasanya
akan mencari inang lain bila inang atau mangsa utamanya tidak tersedia. Residu
pestisida dapat membunuh musuh alami termasuk fase yang tidak terbunuh pada
saat aplikasi.
Mode of actions agens hayati
1. Penghambat oleh antibiotik
Jenis antibiotik penghambat : a). antibiotik volatil, senyawa-senyawa volatil
ini mempunyai berbagai fungsi diantaranya sebagai antijamur, antibakteri,
semiochemical, pemacu pertumbuhan, dan antibiotik. Berdasarkan fungsi tersebut,
80% senyawa volatil yang dihasilkan oleh T. virens bersifat antijamur dan
antimikroba, dan sisanya berfungsi sebagai semiochemical dan penginduksi
pertumbuhan tanaman; b). antibiotik nonvolatil, bahan aktif yang terkandung
dalam senyawa volatil yang dihasilkan oleh Trichoderma bertindak sebagai faktor
antagonis bagi patogen karena mempunyai sifat antijamur seperti antibiotik, dan
senyawa toksik. Senyawa tersebut mempengaruhi metabolisme patogen yang akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
Antibiotik Volatil Antibiotik Nonvolatl
Hidrogen Poliketida
Kyanida DAPG dan mupirosin
Aldehid Nitrogen dan Heterosiklik
Alkohol Senyawa-senyawa lainnya
Keton
Sulfida

2. Parasitme
Kegunaan parasitme adalah dapat dimamfaatkan lansung oleh patogen
sebagai sumber nutrisi. Mikoparasitisme mengacu pada asosiasi di mana jamur
parasit (hiperparasit) hidup sebagai parasit ke jamur lain (hipoparasit/jamur
patogen) sebagai sumber nutrisi. Hiperparasit menghasilkan hifa parasit untuk
mengambil nutrisi dari inangnya. Dapat menggunakan enzim yg mendegradasi
dinding sel.
3. Kompetisi
Yaitu penghambatan patogen oleh agens hayati melalui kompetisi terhadap
ruang dan nutrisi, dapat : a). Menghasilkan substansi seperti siderofor, yang
mengchelat/mengikat nutrisi seperti besi; b). Menggunakan nutrisi patogen; c).
Mekanisme ini tidak langsung.
4. Ketahanan Terimbas (Induced systemic resistance /ISR)
Agens hayati ISR dapat berupa : a). Patogen Nekrogenik (aplikasi pada
daun); b). Non-patogeni bakteria (PGPR), aplikasi pada akar atau benih; c).
Metabolit pathogen atau bakteri saprofitik; e). Mikoriza
Metode aplikasi agen hayati, yaitu : a. Perlakuan Benih; b). Perendaman; c).
Penyiman tanah; d). Penyemprotan daun; e). Irigasi tetes.
Hal untuk keberhasilan agen hayati : 1). Mampu berkompetisi dan
bertahan; 2). Mampu mengkolonisasi dan berkembang biak; 3). Tidak sebagai
patogen pada inang; 4). Umur simpan sangat baik (dapat bertahan lama); 5)
Murah; 6). Dpt diproduksi dalam jumlah besar dan dengan viabilitas baik; 7).
Metode aplikasi dan pengiriman produk harus mendukung.
Keterbatasan Pengembangan Hayati.
1. Pengembangannya memerlukan biaya mahal/instalasi skala besar
2. Memerlukan pelatihan utk penanganannya
3. Selektivitas tinggi/Spesifik inang
4. Kefektifannya bervariasi
5. Leboh rentan terhadap kondisi lingkungan
6. Formulasi memiliki umur simpan pendek/singkat
7. Daya kerja lambat
8. Masalah penyimpanan
Inovasi pertanian organik, inovasi pupuk dan agen hayati.
1. Proses Pembuatan Lebih Cepat-dekomposer
2. Berkembangnya Pupuk Hayati, Pupuk Organik Hayati (Bio-organic
Fertilizer) Mikroba Penambat N2; Mikroba Pelarut P, K; Antagonis, PGPR,
Mikroba Multifungsi
3. Perbaikan Kualitas (Batuan Fosfat, Zeolit, Charcoa
Materi III
Agen Hayati Pada Rhizofer

Setiap makhluk hidup termasuk Antagonis atau Agensia Pengendali Hayati


sangat memerlukan nutrisi utk hidupnya, perkembangan dan keaktifan
mekanismenya Rhizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar
perakaran tanaman. Populasi mikroorganisme di rhizosfer umumnya lebih banyak
dan beragam dibandingkan pada tanah nonrhizosfer. Aktivitas
mikroorganisme rhizosfer dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh
perakaran tanaman.
Kedudukan Agen Pengendali Hayati
Terdapat pada :
1). Di perakaran suatu tanaman sangat unik, terkait dengan eksudat akar
2). Sebagai penyeimbang antara tanaman dengan pathogen
3). Peran dalam menekan populasi patogen, berakibat pada perbaikan
pertumbuhan tanaman.
Kedudukan APH dalam segitiga pengendalian hayati
1). APH sangat dipengaruhi & mempengaruhi baik tanaman, pathogen maupun
lingkungan.
2). Faktor pembatas interaksi patogen, tanaman & antagonis .
3). Penekanan penyakit & populasi patogen berkurang (rendah).
4). Pengaruh patogen di perakaran terhadap antagonis adalah bersaing
memperebutkan nutrisi dan ruang hidup, terutama kemampuan megkoloni
akar atau ruas tanaman (batang, jaringan pembuluh).
Faktor lingkungan biotik dan abiotik berperan terhadap kelangsungan hidup APH
1). APH di dalam atau di permukaan tanah dipengaruhi terutama oleh iklim
mikro (pH, suhu, kelembapan, benaman anorganik, benaman organik).
2). APH dpt menstabilkan lingkungan, dgn penyerapan ion Fe (menchelat).
Peran Faktor Lingkungan Abiotik
Komponen abiotik atau unsur benda tak hidup memiliki peranan penting
dalam membentuk dan menyeimbangkan ekosistem. Pengaruh komponen abiotik
pada ekosistem adalah peranan secara langsung maupun tidak langsung terhadap
organisme.
Komponen abiotik juga berkaitan erat dengan komponen biotik dalam
kesuksesan suatu ekosistem. Keduanya tidak bisa dipisahkan, sehingga jika salah
satu ada yang mengalami kendala maka dapat berakibat satu sama lain. Termasuk
akan berakibat pada organisme di dalam ekosistem. Sedangkan fungsi utama
komponen abiotik adalah sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap
kemampuan reproduksi suatu spesies organisme atau makhluk hidup di dalam
sebuah ekosistem. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup organisme tersebut
tidak akan optimal bila tidak ada faktor dari komponen abiotik yang menunjang.
Misalnya, komponen abiotik seperti air, udara, kelembaban, cahaya matahari,
bebatuan dan tanah tidak ada atau tidak berfungsi dengan baik, maka berpengaruh
pada kelangsungan hidup tumbuhan. Terutama adalah cahaya matahari yang
diperlukan untuk proses fotosintesis. Jika tidak cukup cahaya matahari, maka
tumbuhan akan mati karena tidak mampu bertahan hidup. Jika tidak ada tanaman
atau tumbuhan maka hewan pemakan tanaman juga terancam punah. Hal ini
karena makanan yang tersedia berkurang dan berujung pada ekosistem yang tidak
seimbang.
Peranan Faktor Lingkungan :
1). Daya tahan hidup & keaktifan APH sama dengan pathogen atau mikroba
tanah lainnya yaitu tergantung pd kondisi lingkungan mikro.
2). Lingkungan abiotik di dalam tanah sangat kompleks dan sukar diduga
keberadaannya, walaupun lebih homogen.
3). pH tanah : rendah < 7 mempengaruhi penekanan penyakit oleh Trichoderma
harzianum dan T. hamatum
4). Kondisi asam meningkatkan perkecambahan spora, pertumbuhan miselium,
produksi konidiofor & antibiotik, aktivitas enzim lisis
5). Sebaliknya pd Pseudomonas fluorescens pH >7 meningkatkan produksi
siderofor berpendar
6). Suhu tanah mempengaruhi a) penekanan penyakit, b) predisposisi patogen
terhadap antagonis, c) mengatur keaktifan antagonis
7). Suhu 60C mematikan patogen soil borne, juga menon aktifkan antagonis, >
30C.
8). Efikasi Trichoderma berkurang pada suhu
Kedudukan Rhizosfer
Rizosfir merupakan suatu satuan ekologi yang sangat kecil (hanya pada
lingkungan akar suatu tanaman) tetapi merupakan sistem yang lebih sibuk, lebih
cepat terjadi perpindahan nutrisi dan merupakan lingkungan yang lebih kompetitif
dibandingkan lingkungan di sekitarnya (lebih dinamis). Rhizosfer merupakan
habitat yang kaya nutrisi dan tempat hidup berbagai bakteri dan jamur yang
masing-masing dapat bersifat netral, menguntungkan atau merugikan bagi
tanaman. Kedudukan rhizofer dan peranan-nya bagi mikroba tanah secara umum
sangat berbeda antar tanaman. Area rhizosfer dicirikan dengan aktivitas biologi
yang paling tinggi pada tanah. Lingkungan rhizosfer ditentukan oleh interaksi dari
tanah, tanaman, dan organisme yang berhubungan dengan akar Lynch.Teknologi
yang sedang pesat perkembangannya saat ini adalah peman-faatan
mikroorganisme yang dieksplorasi dari rhizosfer tanaman (rhizobakteri) yang
dapat memacu pertumbuhan tanaman, seperti Plant Growt Promoting
Rhizobacteria (PGPR).
Struktur dan Komunitas Rhizosfer
Ditemukan 55 jenis genus nematoda yang berasal dari 20 famili. Lima famili
merupakan famili nematoda parasit tumbuhan. Lima belas lainnya merupakan
nematoda non parasit Dua puluh famili nematoda tersebut, dapat diidentifikasi
sebanyak 36 nematoda hingga ke tingkat genus. Sisanya, enam nematoda hanya
sampai tingkat famili dan 13 nematoda belum dapat diidentifikasi dengan kunci
determinasi berdasarkan perbedaan morfologinya.
Struktur komunitas nematoda yang berada pada rhizosfer gulma siam
meruapakan strukutr komunitas dengan keragaman sedang. Dibuktikan dengan
nilai indeks keanekaragaman sedang, yaitu 1,82 pada rhizosfer gulma siam di
lahan karst, 2,91 di lahan pantai berpasir dan 3,06 di lahan vulkanik
Rhizosfer gulma siam merupakan ekosistem yang sesuai untuk kehidupan
nematoda.
Interaksi Rhizosfer dan Lingkungan
Menurut Sumarsih (2003), akar tanaman merupakan habitat yang baik bagi
pertumbuhan mikroba. Interaksi antara bakteri dan akar tanaman akan
meningkatkan ketersediaan nutrien bagi keduanya. Permukaan akar tanaman
disebut rhizoplane. Rizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti permukaan
akar tanaman yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar. Tebal tipisnya lapisan
rizosfer antar setiap tanaman berbeda. Rizosfer merupakan habitat yang sangat
baik bagi pertumbuhan mikroba karena akar tanaman menyediakan berbagai
bahan organik yang umumnya menstimulir pertumbuhan mikroba.
Bahan organik yang dikeluarkan oleh akar dapat berupa:
1. Eksudat akar : bahan yang dikeluarkan dari aktivitas sel akar hidup seperti
gula, asam amino, asam organik, asam lemak dan sterol, faktor tumbuh,
nukleotida, flavonon, enzim dan miscellaneous.
2. Sekresi akar : bahan yang dipompakan secara aktif keluar dari akar.
3. Lisat akar : bahan yang dikeluarkan secara pasif saat autolisis sel akar.
4. Musigel : bahan sekresi akar, sisa sel epidermis, sel tudung akar yang
bercampur dengan sisa sel mikroba, produk metabolit, koloid organik dan koloid
anorganik.
Rizosfer merupakan bagian dari tanah yang memiliki aktivitas metabolisme
tertinggi yang didefenisikan sebagai sebagian kecil volume tanah yang langsung
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan metabolisme akar tanaman. Beberapa faktor
seperti tipe tanah, kelembapan tanah, pH, temperatur, umur serta kondisi tanaman
mempengaruhi efek rizosfer. Selain tampak dalam bentuk melimpahnya
mikroorganisme dalam rizosfer, efek rizosfer juga termanifestasi dalam bentuk
keberadaan dan distribusi bakteri yang bercirikan mempunyai kebutuhan khusus
yaitu asam amino, vitamin-vitamin B, dan faktor pertumbuhan khusus (kelompok
nutrisional) (Rao, 1994). Enzim utama yang dihasilkan oleh akar adalah
oksidoreduktase, hidrolase, liase, dan transferase, sedangkan enzim yang
dihasilkan oleh mikroba di rizosfer adalah selulase, dehidrogenase, urease,
fosfatase dan sulfatase. Adanya berbagai senyawa yang menstimulir pertumbuhan
mikroba, menyebabkan jumlah mikroba di lingkungan rizosfer sangat tinggi.
Rasio rizosfer terhadap tanah (R : S) dapat dihitung dengan membagi jumlah
mikroorganisme dalam tanah yang bebas dari pertumbuhan tanaman.
Menurut Sumarsih (2003), Mikroba rizosfer dapat memberi keuntungan bagi
tanaman, oleh karena:
1. Mikroba dapat melarutkan dan menyediakan mineral seperti N, P, Fe dan
unsur lain.
2. Mikroba dapat menghasilkan vitamin, asam amino, auxin dan giberelin yang
dapat menstimulir pertumbuhan tanaman.
3. Mikroba menguntungkan akan menghambat pertumbuhan bakteri lain yang
patogenik dengan menghasilkan antibiotik.
Pseudomonadaceae merupakan kelompok bakteri rizosfer (rhizobacteria)
yang dapat menghasilkan senyawa yang dapat menstimulir pertumbuhan tanaman.
Contoh spesies yang telah banyak diteliti dapat merangsang pertumbuhan tanaman
adalah Pseudomonas fluorescens.
Peranan Rhizosfer bagi Agen Pengendalian Hayati
Pada daerah Rhizosfer sangat sesuai digunakan sebagai agen pengendalian
hayati ini mengingat bahwa Rhizosfer adalah daerah yang utama dimana akar
tumbuhan terbuka terhadap serangan patogen. Jika terdapat mikroorganisme
antagonis pada daerah ini, maka patogen akan berhadapan dengan
mikroorganisme antagonis tersebut selama menyebar dan menginfeksi akar.
Keadaan ini disebut hambatan alamiah mikroba dan jarang dijumpai, mikrobia
antagonis ini sangat potensial dikembangkan sebagai agen pengendalian hayati.
Pengendalian hayati terhadap cendawan patogenik memberi harapan untuk
dikembangkan di lapangan. Banyak peneliti yang menarik manfaat jamur
antagonis sebagai agensia yang efektif untuk mengendalikan berbagai patogen
dalam tanah

Anda mungkin juga menyukai