Penyusunan Dan Pengembangan Instrumen No
Penyusunan Dan Pengembangan Instrumen No
Oleh
Sehar Trihatun (16709251043)
Desy Dwi Frimadani (16709251050)
1
dilakukan. Tetapi kenyataannya, penilaian dengan teknik non tes ini kurang
mendapat perhatian dari para guru maupun praktisi pendidikan tidak terkecuali
dalam pendidikan matematika.
2
yang satu dengan yang lain. Contoh data ini misalnya skala Likert (Sangat
Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju), dimana
belum ada jarak yang jelas antara tidak setuju dengan sangat tidak setuju,
dan juga skala lainnya.
3. Data interval merupakan ukuran yang menunjukkan posisi suatu objek
dalam suatu urutan paling rendah sampai yang paling tinggi, dan ada jarak
atau interval antara posisi ukuran yang satu dengan yang lain. Contoh data
ini adalah nilai/skor dalam pendidikan. Pada data interval, nilai nol juga
bukan nilai yang mutlak, yang berarti bahwa seorang peserta didik
memeroleh skor nol, belum tentu peserta didik tersebut sama sekali tidak
menguasai komptetensi dalam pembelajaran, namun bisa jadi karena alasan
lain.
4. Pada data rasio, ukuran menunjukkan posisi suatu objek dalam suatu skala
paling rendah sampai skala yang paling tinggi, ada jarak atau interval antara
posisi ukuran yang satu dengan yang lain, dan adanya besaran
absolute/mutlak. Sebagai contoh pada data rasio adalah ukuran volume air.
Volume air dalam suatu wadah sama dengan nol berarti air dalam wadah
tersebut memang telah kosong, atau tidak ada air sedikitpun dalam wadah
tersebut.
Jenis data tersebut berdampak pada pelaksanaan pengukuran dalam
penelitian. Sebagai contoh seorang peneliti ingin mengetahui kemampuan
berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) siswa SMP di kabupaten Subur
Makmur. Fokus permasalahan yang menjadi kata kunci penelitian ini adalah
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ini berarti data yang harus dikumpulkan
peneliti tersebut adalah data kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMP.
Karena kemampuan berfikir tingkat tinggi merupakan kemampuan yang
abstrak, diperlukan suatu tes untuk mengukurnya. Kemampuan ini dapat
diukur dengan teknik tes, dan data yang kita peroleh berupa data interval. Pada
kasus lain, seorang peneliti ingin mengetahui motivasi kerja karyawan.
Permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah motivasi, yang dapat
3
diukur dengan angket/kuisioner motivasi. Untuk pengumpulan data ini, perlu
digunakan teknik nontes.
4
Dalam angket tertutup, pertanyaan atau pernyataan-pernyataan telah
memiliki alternatif jawaban (option) yang tinggal dipilih oleh
responden. Responden tidak bisa memberikan jawaban atau respon lain
kecuali yang telah tersedia sebagai alternatif jawaban.
Penulisan angket yang baik perlu memperhatikan beberapa prinsip.
Sugiyono(2010 : 142-144) menyatakan ada 10 prinsip yang perlu
diperhatikan.
1. Isi dan tujuan pertanyaan.
Isi dan tujuan pertanyaan memberi makna apakah isi pertanyaan
tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk
pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap
pertanyaan harus ada skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi
untuk mengukur variabel yang akan diteliti.
2. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunkan dalam penulisan angket harus sesuai dengan
kemampuan bahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat
berbahasa indonesia, maka angket jangan disusun dengan bahasa
indonesia.
3. Tipe dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka maupun tertutup dan
bentuknya dapat menggunakan kalimat positif dan negatif.
4. Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua(double – barreled)
sehingga mengulitkan responden untuk memberikan jawaban.
5. Tidak menyakan yang sudah lupa.
Setiap pertanyaan dalam intrument angket, sebaiknya juga tidak
menanyakan hal-hal yang sekiranya reponden sudah lupa atau
pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
6. Pertanyan tidak menggiring.
Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban
yang baik saja atau ke yang jelek saja.
5
7. Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak teralu panjang, sehingga akan
membuat jenuh responden dalam mengisi.
8. Urutan pertanyaan
Urutan pertanyan dalam angket dimulai dari yang umum menuju ke hal
spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit, atau diacak.
9. Prinsip pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan intrument
penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.
10. Penampilan fisik angket.
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpulan data akan
mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi
angket. Angket yang dibuat di kertas buram akan mendapat respon
kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang
dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna.
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien
bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan
bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas
(Syaodih, 2. Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas,
sehingga angket dapat dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu
lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos.
Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dan responden akan
menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan
sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat.
2. Wawancara
Wawancara (Moleong:2012:186) adalah percakapan dngan maksud
tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara
atau interview merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang
6
banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskripsi
kuantitatif. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap
muka secara individual. Adakalanya juga wawancara dilakukan secara
kelompok kalau memang tujuannya untuk menghimpun data dari
kelompok seperti wawancara dengan suatu keluarga, pengurus yayasan,
pembina pramuka, dll.
Sebelum melakukan wawancara para peneliti menyiapkan instrumen
wawancara yang disebut pedoman wawancara. Pedoman ini berisi
sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau
direspon oleh responden. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup
fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi
responden berkenaan dengan fokus masalah atau variabel-variabel yang
dikaji dalam penelitian. Bentuk pertanyaan atau pernyataan bisa sangat
terbuka, sehingga responden mempunyai keleluasaan untuk memberikan
jawaban atau penjelasan. Pertanyaan atau pernyataan dalam pedoman
wawancara juga bisa berstruktur, suatu pertanyaan atau pernyataan umum
diikuti dengan pertanyaan atau pernyataan yang lebih khusus atau lebih
terurai, sehingga jawaban atau penjelasan dari responden menjadi lebih
dibatasi dan diarahkan. Untuk tujuan-tujuan tertentu sub pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan tersebut bisa sangat berstruktur, sehingga
jawabannya menjadi singkat-singkat atau pendek-pendek, bahkan
membentuk instrumen berbentuk ceklist
Dalam persiapan wawancara selain penyusunan pedoman , yang
sangat penting adalah membina hubungan baik (rapport) dengan
responden. Keterbukaan responden unutk memberikan jawaban atau
respon secara objektif sangat ditentukan oleh hubungan baik yang tercipta
antara pewawancara dengan responden. Sebelum memulai berwawancara,
pewawancara harus membina persahabatan, keakraban dengan responden,
menumbuhkan apresiasi dan kepercayaan responden kepada pewawancara.
Selama berlangsungnya wawancara, hal-hal di atas harus terus dipelihara.
Rusaknya kepercayaan dan hubungan baik dengan responden dapat
7
mengakibatkan kegagalan wawancara. Kegagalan wawancara dalam arti
pewawancara tidak mendapatkan data seperti yang diharapkan, baik
objektivitas maupun kelengkapannya.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan
dengan cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah yang sedang
memberikan pengarahan, dsb. Observasi dapat dilakukan secara
partisipatif atau nonpartisipatif. Dalam observasi partisipatif, pengamat
ikut serta dalam kegiatan yaang sedang berlangsung, pengamat ikut
sebagai peserta rapat atau peserta pelatihan. Dalam observasi non
partisipatif, pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan
mengamati kegiatan.
Seperti halnya dalam wawancara, sebelum melakukan pengamatan
sebaiknya peneliti atau pengamat menyiapkan pedoman observasi. Dalam
penelitian kualitatif, pedoman observasi ini hanya berupa garis-garis besar
atau butir-butir umum kegiatan yang akan diobservasi. Rincian dari aspek-
aspek yang diobservasi dikembangkan di lapangan dalam proses
pelaksanaan observasi. Dalam penelitian kuantitatif, pedoman observasi
dibuat lebih rinci, bahkan untuk penelitian-penelitian tertentu dapat
berbentuk ceklis. Terkait dengan hal itu, minimal ada dua macam bentuk
atau format pedoman observasi untuk penelitian kuantitatif. Pertama, berisi
butir-butir pokok kegiatan yang akan diobservasi. Dalam pelaksanaan
pencatatan observasi, pengamat membuat deskripsi singkat berkenaan
dengan perilaku yang diamati. Kedua, berisi butir-butir kegiatan yang
mungkin diperlihatkan oleh individu-individu yang diamati. Dalam
pencatatan observasi pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda cek
terhadap perilaku atau kegiatan yang diperlihatkan oleh individu-individu
yang diamati. Pedoman observasi dapat juga disusun dalam bentuk skala.
8
Untuk tiap butir kegiatan atau perilaku yang diamati telah disiapkan
rentang skala. Skala ini dapat berbentuk skala deskriptif seperti: baik
sekali-baik-cukup-kurang-kurang sekali atau sering sekali-sering-kadang-
kadang-jarang-jarang sekali.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen dihimpun dipilih sesuai
dengan tujuan dan fokus masalah. Kalau fokus penelitiannya berkenaan
dengan kebijakan pendidikan, dan tujuannya mengkaji kebijakan-
kebijakan pendidikan untuk pengembangan karakter bangsa, maka yang
dicari adalah dokumen-dokumen undang-undang, Kepres, PP, Kepmen,
Kurikulum, pedoman-pedoman yang berkenaan dengan kebijakan
pengembangan karakter bangsa.
Dokumen-dokumen tersebut diurutkan sesuai dengan sejarah
kelahiran, kekuatan dan kesesuaian isinya dengan tujuan pengkajian.
Isinya dianalisis (diurai), dibandingkan, dan dipadukan (sintesis)
membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi
dokumenter tidak sekadar mengumpulkan dan menuliskan atau
melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumen.
Yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-
dokumen tersebut, bukan dokumen-dokumen mentah (dilaporkan tanpa
analisis). Untuk bagian-bagian tertentu yang dipandang kunci dapat
disajikan dalam bentuk kutipan utuh, tetapi yang lainnya disajikan pokok-
pokoknya dalam rangkaian uraian hasil analisis kritis dari peneliti.
C. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai
acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
9
menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2009: 133). Dengan skala
pengukuran ini, maka nilai variabel yang akan diukur dengan instrumen
tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat,
efisien dan komunkatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat besi 100 kg, suhu
badan orang yang sehat 37o Celcius, IQ seseorang 150 dll. Selanjutnya dalam
pengukuran sikap, sikap sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi
mana dari suatu skala sikap.
Berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian bidang
pendidikan dan sosial antara lain adalah;
1. Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peniliti, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabakan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-
item instrumen yang daoat berupa pertanyaan atau pernyataab.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa
kata-kata antara lain:
a. Sangat setuju a. Selalu
b. Setuju b. Sering
c. Ragu-ragu c. Kadang-kadang
d. Tidak setuju d.Tidak pernah
e. Sangat Tidak Setuju
Untuk keperluan analisis kualitatif maka jawaban itu dapat diberi skor misalnya:
10
2) Setuju / Sering / Positif diberi skor (4)
3) Ragu-ragu/ kadang-kadang / netral diberi skor (3)
4) Tidak setuju / hampir tidak pernah / negatif diberi skor (2)
5) Sangat tidak setuju / tidak pernah / diberi skor (1)
N Pertanyaan Jawaban
SS ST RG TS STS
o
1. Sekolah ini akan √
menggunakan
teknologi
informasi dalam
pelayanan
adminstraasi dan
akademik
2. .............................
11
20 Orang menjawab TS
10 Orang menjawab STS
Berdasarkan data tersebut 65 orang (40+25) atau 65% stakeholder
menjawab setuju. Jadi kesimpulannya mayoritas stakeholder setuju dengan
sekolah yang akan menggunakanteknologi informasi dalam pelayanan
adiministrasi dan akademik.
Data interval tersebut juga dapat diaalisis dengan menghitung rata-
rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan
skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SS = 25 x 5= 125
Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab ST = 40 x 4 =160
Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab RG = 5 x 3 = 15
Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TS = 20 x 2 = 80
Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10 x 1 = 10
Jumlah skor yang didapat 350
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 5 x100 = 500
(seandainya semua menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian
= 350. Jadi berdasarkan data itu maka tingkat perstujuan stakeholder terhadap
penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan adminstrasi dan akademi
sekolah = (350 :500) x 100% = 70% dari yang diharapkan atau 100%.
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 respondern maka rata-rata 350
terletak pada daerah mendekati setuju.
b. Contoh bentuk pilihan ganda
Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan
pendapat anda, dengan cara membagi tanda lingkaran pada nomor jawaban
yang tersedia.
Kurikulum baru itu akan diterapkan dilembaga pendidikan anda?
a. Sangat tidak setuju
12
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu / NETRAL
d. Setuju
e. Sangat setuju
Dengan bentuk pilihan ganda itu, maka jawbn dapat diletakan pada
tempat yang berbeda-beda. Untuk jawaban diatas “sangat tidak setuju” diletakkan
pada jawaban nomor pertama. Untuk item selanjutnya jawaban “sangat tidak
setuju” dapat diletakkan pada jawaban nomor terakhir.
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-
butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif,netral atau negatif, sehingga
responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Contoh:
1) Saya setuju dengan ujian nasional untuk mengukur kompetensi lulusan
sekolah di Indonesia (positif).
2) Ujian Nasional telah banyak diterapkan dinegara-negara maju. (netral)
3) Saya tidak setuju dengan Ujian Nasioanl untuk mengukur kompetensi lulusan
sekolah di Indonesia (negatif).
2. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu
“ya – tidak”, “benar – salah”, “pernah-tidak pernah”, “positif – negatif”, dan lain-
lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua
alternatif) Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata
“sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada dalam skala Guttman
ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala
Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan.
13
Contoh:
1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat kepala sekolah disini?
a. Setuju
b. Tidak Setuju
2. Pernahkan pemilik sekolah melakukan pemeriksaan diruang kelas anda?
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga
dapat dibuat dalam bentuk chekclist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi 1 dan
terendah 0. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan jawaban tidak setuju
diberi 0. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.
Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam
skala pengukuran interval dikotomi.
Contoh:
1) Apakah sekolah anda dekat jalan protokol?
a. Ya
b. Tidak
2) Apakah anda punya ijazah sarjana?
a. Punya
b. Tidak
3. Semantic Defferensial
Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial
dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur
sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun cheklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat partisipatif”
terletak di bagian kanan garis, atau sebaliknya. Biasanya skala ini
digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh
seseorang.
14
Contoh:
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
4. Rating Scale
15
lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja, tetapi untuk
mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala
untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan,
kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain.
Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah
harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif
jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban
angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya
dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2.
Contoh:
Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata pelajaran berikut
sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka
adalah sebagai berikut.
0 = bila sama sekali belum tahu
1 = telah mengetahui sampai dengan 25%
2 = telah mengetahui sampai dengan 50%
3 = telah mengetahui sampai dengan 75%
4 = telah mengetahui sampai dengan 100% (semuanya)
Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah
latihan
16
0 1 2 3 4 Akuntansi 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Statistik 0 1 2 3 4
17
disusun pada kisi-kisi. Pada penyusunan butir ini, peneliti perlu
mempertimbangkan bentuknya. Misal untuk nontes akan menggunakan
angket, angket jenis yang mana, menggunakan berapa skala, penskorannya,
dan analisisnya. Jika peneliti akan menggunakan isntrumen berupa tes, perlu
dipikirkan apakah akan menggunakan bentuk objektif atau menggunakan
bentuk uaraian. Pada penyusunan butir ini, peneliti telah
mempertimbangkan penskoran untuk tiap butir, sehingga memudahkan
analisis.
5. Validasi isi
Setelah butir-butir soal tersusun, langkah selanjutnya adalah validasi.
Validasi ini dilakukan dengan menyampaikan kisi-kisi, butir instrumen, dan
lembar diberikan kepada ahli untuk ditelaah secara kuantitatif dan kualitatif.
18
karakteristik butir. Analisis karakteristik butir dapat dilakukan dengan
pendekatan teori tes klasik maupun teori respons butir.
9. Merakit instrumen
Setelah karakteristik butir diketahui, peneliti dapat merakit ulang
perangkat instrumen. Pemilihan butir-butir dalam merakit perangkat ini
mempertimbangkan karakteristik tertentu yang dikehendaki peneliti,
misalnya tingkat kesulitan butir. Setelah diberi instruksi pengerjaan, peneliti
kemudian dapat mempergunakan instrumen tersebut untuk mengumpulkan
data penelitian.
19
diri dan atribusi) dan juga reaksi diri (kepuasan diri dan adaptivitas).
Ketiga hal dalam Self Regulated Learning ini perlu diukur dalam konteks
akademik.
Menyusun indikator butir instrumen Dari teori-teori yang relevan,
dikonstruk indikator-indikator untuk SRL. Untuk memperjelas tiap
indikator, peneliti dapat mengembangkan subindikator. Subindikator ini
digunakan untuk menyusun butir instrumen. Contohnya sebagai berikut.
Komponen dan Indikator SRL (dikembangkan dari Zimmerman (2000))
Komponen Indikator Sub Indikator No.
Butir
Pemikiran Analisis Tugas Pengaturan tujuan 1
Perencanaan strategis 2
Keyakinan Diri Kemampuan diri 3
Orientasi tugas 4
Kontrol Kinerja Pengendalian Instruksi diri 5
Usaha untuk fokus belajar 6
Diri
Strategi penyelesaian 7
tugas
Pengamatan Pemantauan metakognitif 8
Catatan diri 9
yang Cukup
Eksperimentasi diri 10
Refleksi Diri Pertimbangan Evaluasi diri 11
Atribusi kausal 12
diri
Reaksi diri Kepuasan diri (hadiah) 13
Kepuasan diri (hukuman) 14
Adaptif/defensif 15
20
2 Saya merencanakan strategi untuk mencapai
tujuan kuliah/belajar saya
3 Saya mempercayai kemampuan diri saya untuk
berhasil dalam kuliah/belajar
4 Saya menitikberatkan usaha mencapai tujuan
kuliah/belajar saya dibandingkan dengan
kegiatan lain
5 Saya membuat jadwal untuk diri sendiri terkait
dengan pencapaian tujuan belajar saya
6 Saya mengupayakan diri untuk fokus belajar
7 Saya menyusun strategi paling tepat untuk
penyelesaian tugas kuliah/belajar
8 Saya membuat peta aktivitas/kegiatan yang telah
saya lakukan
9 Saya membuat catatan apa yang telah saya
lakukan baik yang berhasil ataupun yang belum
10 Jika ada hal yanng membuat saya gagal, saya
akan berusaha lagi dengan strategi lain
11 Setelah selesai melakukan kegiatan dan melihat
hasilnya (misal akhir semester) saya melakukan
evaluasi
12 Saya mencermati penyebab keberhasilan atau
kegagalan usaha saya
13 Setelah mencapai hal sesuai target kuliah/belajar,
saya memberi hadiah untuk diri sendiri
14 Saya menghukum diri sendiri jika ada hal dari
diri sendiri yang menyebabkan saya gagal
mencapai target kuliah/belajar
15 Jika suatu strategi kuliah/belajar yang saya
gunakan berhasil, saya akan menggunakannya
lagi.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
E. Penskoran Penilaian
Penskoran penilaian afektif terbagi menjadi dua yaitu penskoran untuk hasil
pengamatan, dan penskoran untuk hasil angket. Penskoran untuk hasil
pengamatan akan bergantung pada tujuan yang ingin dicapai misalnya pada
angket dibawah ini:
Laporan Sikap Peserta Didik Selama Pembelajaran (Satu KD)
Nama Peserta Didik : Alimuddin
Mata Pelajaran : Matematika
Kompetensi Dasar : 2.1
Indikator Sikap Pertemuan Total
1 2 3 4 5 6
Kehadiran tepat waktu √ √ √ √ √ √ 6
Bertanya √ √ √ √ √ √ 6
Sopan √ √ √ √ √ √ 6
Percaya Diri √ √ √ √ √ √ 6
Kerjasama √ √ √ √ √ √ 6
Fokus √ √ √ √ √ √ 6
Total 36
Tabel diatas berlaku untuk 6 indikator sikap pada satu kompetensi dasar.
Nilai minimal untuk seorang peserta didik jika tidak pernah sama sekali
menunjukkan indikator sikap selama 6 kali pertemuan yaitu 0 dan nilai
maksimalnya 36. Jika setiap pertemuan menunjukkan keenam indikator sikap
tersebut. Kita membuat empat kriteria sikap yaitu sangat baik, baik, kurang baik,
dan tidak baik. Sebaran skor untuk keempat kriteria tersebut diperoleh dengan
membagi sama besar interval dari 0 sampai 36 dan diperoleh;
0 ≤ skor ≤ 9 : Kriteria Tidak Baik
10 ≤ skor ≤ 18 : Kriteria Kurang Baik
19 ≤ skor ≤ 27 : Kriteria Baik
28 ≤ skor ≤ 36 : Kriteria Sangat Baik
23
Jadi untuk peserta didik yang bernama Alimuddin pada tabel diatas dengan
skor total 36 memiliki sikap yang sangat baik untuk kompetensi dasar nomor 2.1.
Kalau seorang peserta didik lain memiliki total skor untuk enam indikator sikap
hasil pengamatan selama pembeljaran satu kompetensi dasar sebesar 23 maka
anak tersebut memiliki sikap yang baik. Prinsip seperti ini dapat diperluas untuk
menentukan kriteria sikap selama pembelajaran dalam satu semester.
Kemudian untuk penskoran penilaian afektif, misalnya sikap dalam bentuk
angket dapat dilakukan dengan menggunakan kondisi ideal dan menghitung rata-
rata ideal (Ri) dan Standar Deviasi (Sdi) dengan rumus:
(Ri) = ½ (Jumlah skor maks.yang dicapai instrumen – Jumlah skor min.yang
dicapai instrumen)
(Sdi) = (Jumlah skor maks. yang dicapai instrumen – Jumlah skor min.yang
dicapai instrumen)
Kemudian, menentukan kriteria kecenderungan sikap, misalnya kita tetapkan 4
kriteria yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan tidak baik menggunakan rumus
berikut:
Kriteria Sangat Baik : Ri + 1.5 Sdi < skor ≤ Jumlah skor
maksimum
Baik : Ri < skor ≤ Ri + 1.5 Sdi
Kurang Baik : Ri - 1.5 Sdi < skor ≤ Ri
Tidak Baik : Jumlah Skor Minimum ≤ skor ≤ R i + 1.5
Sdi
Untuk memudahkan pemahaman dalam penskoran penilian afektif perhatikan
tabel sebagai berikut:
Angket Sikap Terhadap Matematika
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Matematika pelajaran yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari
2 Matematika pelajaran yang kurang menarik
3 Saya lebih banyak mengerjakan matematika
dibandingkan pelajaran yang lain
4 Matematika bermanfaat untuk kehidupan
24
saya yang akan datang
5 Saya merasa biasa saja jika tidak
mengerjakan tugas yang diberikan guru
matematika
6 Saya berusaha lebih giat belajar matematika
7 Saya merasa senang bila tidak dapat
menjawab pertanyaan guru tentang
matematika
8 Belajar matematika sangat membosankan
9 Jika menemukan kesulitan dalam belajar
matematika saya bertanya pada teman.
10 Saya membeli buku-buku yang berkaitan
dengan matematika
11 Saya percaya akan memperoleh nilai terbaik
dalam matematika
12 Matematika penting dipelajari oleh semua
peserta didik
13 Matematika membuat perasaan saya putus
asa
14 Konsep matematika tidak ada kaitan dengan
persoalan nyata dalam kehidupan sehari-hari
15 Jika ada konsep yang belum jelas maka saya
tanyakan langsung pada guru matematika
16 Pelajaran matematika sulit bagi saya
17 Matematika membantu saya berpikir secara
logika
18 Saya merasa ada peningkatan dalam belajar
matematika
19 Saya tidak mengerjakan soal-soal matematika
yang ada dibuku pelajaran
20 Saya ingin memperoleh nilai matematika
yang tinggi
21 Belajar matematika harus bertahap dan terus
menerus
22 Saya mempelajari dahulu materi yang akan
diajarkan guru matematika berikutnya
23 Konsep matematika tidak terstruktur dan
25
terarah sehingga sulit dipahami
24 Belajar matematika lebih banyak meghafal
rumus
25 Matematika kurang penting dalam kehidupan
26 Mengerjakan soal matematika butuh waktu
lama
27 Saya suka pelajaran yang banyak
menggunakan rumus matematika
Dari contoh diatas dengan jumlah butir 27, skor maksimal untuks setiap butir 5
dan skor minimum untuk setiap butir 1. Dengan demikian,jumlah skor maksimum
yang dicapai = 5 x 27 =135 dan jumlah skor minimum 1x27 = 27 sehingga
didapat hitung rata-rata ideal dan standar deviasi idealnya yaitu :
Ri = ½ (135+27) = 81
Sdi = (135-27) = 18
Kemudian kita menghitung:
Ri + Sdi = 81 + (1.5) (8) = 93
Ri - Sdi = 81 - (1.5) (8) = 69
Jadi kriteria kecenderungan sikap terhadap matematika didapat tabel sebagai
berikut:
Interval Skor Kriteria
93 < skor ≤ 135 Sangat Baik
81 < skor ≤ 93 Baik
69 < skor ≤ 81 Kurang Baik
18 < skor ≤ 69 Tidak Baik
Jadi, jika seorang peserta didik tidak memperoleh jumlah skor dari hasil
angket sikap tergadap matematika sebesar 70 maka peserta didik tersebut
cenderung memiliki sikap yang kurang baik terhadap matematika.
26