Anda di halaman 1dari 12

Nama; yohanes andi w

Nim; 2019.03.006
Prodi: D3 Keperawatan

Gangguan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Akibat Akibat Patologis Sistem Imun Dan
Kebutuhan Tubuh

SISTEM IMUN DAN GANGGUAN IMUN


Sistem Imun dan Gangguan Imun Merupakan semua mekanisme yang digunakan
badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup  yang berguna untuk :
- Pertahanan
- Homeostasis
- Pengawasan
Dalam pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme ? timbul respon imun.
Ada 2 macam RI, yaitu :
1. RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.
2. RI non Spesifik : efektif  untuk semua mikroorganisme
Sel-sel yang berperan dalam sistem imun / respon imun :
1. Sel B
2. Sel T
3. Makrofag
4. Sel dentritik dan langerhans
5. Sel NK
Sebagai mediator : sitokin
1. Limfosit B
 terdapat pada darah perifer (10 – 20%), sumsum tulang, jaringan limfoid perifer, lien,
tonsil.
 Adanya rangsangan ? sel B, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma,
yang mampu membentuk Ig : G, M, A, D, E
2.     Limfosit T
 Terdapat pada darah perifer (60 – 70 %), parakortek kel limfe, periarterioler lien.
 Punya reseptor : T cell receptor (TCR), untuk mengikat Ag spesifik.
 Mengekspresikan mol CD4, CD8
3. Sel natural killer.
 ~ sell null (non B non T) ok TCR (-), dan tak menghasilkan AB.
 10 – 20 % limfosit perifer.
 Mampu membuat lisis sel tumor.
 Mengekspresikan CD16, CD56 pada permukaan .
 Bentuk  > besar dibanding sel B dan T, mempunyai granula azurofilik dalam    
sitoplasma : large granula limphocyt.
4. Sel dentritik dan langerhans.
 Sel dentritik   : pada jar limfoid.
 Sel langerhans  : pada epidermis.
 Termasuk sel APC (antigen presenting cell) / sel penyaji.
5. Sitokin.
 Merupakan messenger molecule dalam sistem imun.
 Regulasi RI perlu interaksi antara limfosit, monosit, sel radang, sel endotel ? perlu
mediator agar terjadi kontak antar sel.
 Co : IL 1 – 17, IFN ? – g, TNF, TGF.
4 Kategori Sitokin :
a. Mediator imunitas humoral, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap inf. Virus

(interveron), memicu RI non spesifik terhadap radang (IL -1, TNF ?, IL – 


b. Berhubungan dengan regulasi pertumbuhan, aktivasi dan deferensiasi limfosit (IL -2, IL -4,
TGF – B)
c. Mengaktifkan sel radang (IFN g, TNF – ?, IL -5, faktor penghambat migrasi)
d. Merangsang hemopoisis (CSF, GM-CSF, IL -3, IL -7)
RESPON IMUN
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengananak gemboknya,
dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama
perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang
berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup
protein yang terdapat di membran sel bakteri,mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga,
debu, atau makanan tertentu. Setiapsel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan
yang dikenali berbagai bendaasing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein yang dapat
berikatan dengan sel; atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel
T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen
tersebutdapat bersifat imunogenik.
ANTIGEN Banyak benda asing jika dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-kali, respon
yang ditimbulkan selalu sama. Namun, ada benda asing tertentu yang mampu menimbulkan
perubahan pada hospes sedemikian rupa sehingga reaksi selanjutnya berbeda daripada reaksi
sewaktu pertama kali masuknya benda asing tersebut. Respon yang berubah semacam itu
dipihak hospes disebut sebgai respon imunologis dan benda-benda asing yang menyebabkan
reaksi tersebut dinamakan antigen atauimunogen. Tujuan utama respon imun adalah
menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari
biasanya.
SIFAT KHAS RESPON IMUN
Tujuan respon imun
Untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenik dengan cepat, hal ini dilakukan oleh tubuh
melalui dua macam cara:
1.   Respon imun humoral, dipengaruhi oleh imunoglobulin, gammaglobulin dalam darah,
yang disintesis oleh hospes sebagai respon terhadap masuknya benda antigenik.
2.  Reaksi imunologis kedua, respon imun selular, dilakukan secara langsung oleh limfasit
yang berproliferasi akibat amsuknya antigen tersebut. Sel-sel ini bereaksi secara spesifik
antigen (tanpa intervensi dari imunoglobulin).
JARINGAN IMUNOREAKTIF
Bagian respon imun yang mengakibatkan pembentukan antibody imunoglobulin atau
proliferasi sel-sel reakstif antigen kadang-kadang disebut sebagai fase aferen atau fase
induksi dari respon imun. Limfosit dan makrofag adalah sel-sel yang terutama bertanggung
jawab atas bagian respon ini. Lebih khusus, apa yang dinamakan jaringan limfosit tubular
yang terlihat. Sekali antibodi sudah disintesis atas sel-sel reaktifan/antigen sudah
berproliferasi, maka mereka akan tersebar secara luas sembarang tempatdapat terjadi reaksi
imunologis yang efisien.
IMUNODEFISIENSI
Respon imun berkurang / – ? tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.
Ada 2 bentuk :
1.   Primer
- herediter
- gejala : 6 bulan – 2 tahun
2.   Sekunder
- perubahan Fs. Imunologik : inf, malnutrisi, penuaan,  imunosupresi, kemoterapi dll.
IMUNOPATOLOGI
Kegagalan dari sistem imun :
1. Rx hipersensitivitas : respon imun berlebihan.
2. Imunodefisiensi  : respon imun berkurang
3. Autoimun  : hilangnya toleransi diri :  sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang
tubuhnya sendiri

TINJAUAN KASUS
Tn W dirawat di ruang Medikal Bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-sembuh
meskipun sudah berobat kedokter. Pekerjaan Tn W supir truk dan dia baru saja menikah 2
tahun yang lalu. Tn W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15 x/hari dan BB
menurun 7 kg dalam sebulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh meskipun telah
berobat sehingga tak nafsu makan. Hasil foto thorax ditemukan pleural eseffusion kanan,
hasil laboratorium berikut: Hb 11 gr/Dl, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/Ul, LED 30
mm, Na 98 mmol/L, K 2,8 mmol/ L, Cl 110 mmol/L, proteitn 3,5. Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan TD 120/80 mmH, N 120 x/menit, P 28 x/menit, S 39 oC,konjungtiva anemis,
sclera tak iterik, paru-paru: ronchi +/+ dan wheezing +/-, turgor kulit jelek.
Diagnosa Medis
HIV-AIDS
A.     Pengertian
AIDS
Ditandai :
-        Supresi imunitas (sel T)
-        Inf oportunistik.
-        Keganasan sekunder.
-        Kelainan neurologik
Cara penularan :
-        Kontak seksual
-        Parenteral
-        Dari ibu yang terinfeksi pada janin
B.     Patofisiologi
1.      Etiologi
HIV-AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yaitu retrovirus.
Seseorang yang terinfeksi virus ini tidak langsung terdeteksi karena sistem imun bereaksi
membentuk antibodi dalam 3-12 minggu setelah infeksi atau bisa 6-12 bulan.
2.      Proses Penyakit
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Klasifikasi
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
3.      Gejala dan tanda

Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2
minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Pada fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,
keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Pada fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-
5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis,
kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) acut Gejala tidak khas dan mirip
tanda dan gejala penyakit biasa seperti
 demam berkeringat,
 lesu mengantuk,
 nyeri sendi,
 sakit kepala,
 diare,
 sakit leher,
 radang kelenjar getah bening,
 dan bercak merah ditubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) asimptomatik diketahui oleh :
 Pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan
diperoleh hasil positif.
 Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.
4.      Komplikasi
a. Oral Lesi
Penyebab
Kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
 Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
 Enselofati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam,
paralise, total / parsial.
 Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
 Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi,
dan dehidrasi.
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar, infeksi skunder
dan sepsis.
f. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
1. C. Penatalaksanaan Medis
1.         Tes Diagnostik
1)      Tes Enzim – Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tujuan : mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks, orang yang didalam
darahnya mengandung antibody HIVdisebut seropositif
2)      Westeren Blot Assay
Tujuan : mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV
3)      Indirect Immunoflouresence
4)      Radio Immuno Presipitation Assay (RIPA)
Tujuan : mendeteksi protein dari antibody
5)      Pelacakan HIV
Tujuan : mengetahui perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut adalah protein virus
P24, emeriksaan P24 antigen capture assay spesifik untuk HIV sehingga kadar P24 menurun.
2.         Terapi
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Pencegahan
Abstinensi seks
Pencegahan :                     Periksa adanya virus maks. 6 bulan setelah hubungan
terpajannya :                    Seks terakhir
HIV              :                  Gunakan pelindung jika berhubungan seks
Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato
Cegah infeksi ke janin/BBL
Tujuan Penatalaksanaan  HIV :
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial, atau sepsis.
Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi-terapi farmakologis pada HIV-AIDS dan terapi non-farmakologis
Terapi Farmakologis :
1)      Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel
T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
2)      Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
–        Didanosine
–        Ribavirin
–        Diedoxycytidine
–        Recombinant CD 4 dapat larut
–        Stavudin
–        Zidovudin
3)      Inhibitor protease
Obat-obat yang menghambat kerja enzim protease (enzim yang dibutuhkan untuk replikase
virus HIV dan produksi virion yang menular).
4)      Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Terapi non-farmakologis :
1)      Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
2)      Sehat,hindari stress, gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun.
3)      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. D. Asuhan Keperawatan
I.       Pengkajian
Data Subjektif
1. diare cair ± 15x/hari
2. BB menurun 7 kg dalam sebulan
3. sariawan mulut tak kunjung sembuh
4. tidak nafsu makan
Data Objektif
Hasil pemeriksaan fisik :
-  N 120x/menit
-  P 28x/menit
-  S 390C
-  turgor kulit jelek
Hasil Lab :
- Hb 11 gr/dL
-  Leukosit 20000/Ul
-  LED 30 mm
-  Na 98 mmol/L
-  K 2,8 mmol/L
-  Cl 110 mmol/L
-  Protein 3,5
Hasil foto thorax :
ditemukan pleural eseffusion kanan,
Analisa Data

Data Masalah keperawatan


Data Subjektif 1. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diare berat
 Diare cair ± 15x/hari
 BB menurun 7 kg dalam sebulan
 tidak nafsu makan
 sariawan mulut tak kunjung
sembuh
 Hb 11gr/dL
Data Objektif Hasil pemeriksaan fisik :
 N 120x/menit
 P 28x/menit
 S 390C
 turgor kulit jelek
Hasil Lab :
 Na 98 mmol/L
 K 2,8 mmol/L
 Protein 3,5
Data Subjektif : – Data Objektif : Hasil 2.  Pola napas tidak efektif b.d
pemeriksaan fisik penurunan ekspansi paru
 Nadi 120 x/ menit
 P 28x/menit
Hasil foto thorax :
 ditemukan pleural eseffusion
kanan
II.     Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru

Anda mungkin juga menyukai