Anda di halaman 1dari 6

KARYA ILMIAH SEJARAH

NASIB PETANI PADA ABAD 21

Disusun Oleh :

Nama : Sendi Adriansah

Kelas : XII IPA 1

SMAN 10 KOTA TANGERANG SELATAN


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam
pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa
pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti
pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau
eksploitasi hutan. Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis
dalam struktur pembangunan perekonomian nasional.(Wikipedia, 2010). Indonesia dikenal
sebagai negara agraris yang berarti Negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai
sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.

Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor holtikultura,


subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan
salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena
mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Namun produktivitas pertanian masih
jauh dari harapan.

Salah satu faktor penyebab kurangnya produktivitas pertanian 2 adalah sumber daya manusia
yang masih rendah dalam mengolah lahan pertanian dan hasilnya. Mayoritas petani di
Indonesia masih menggunakan sistem manual dalam pengolahan lahan pertanian.
Pembangunan ekonomi adalah salah satu tolak ukur untuk menunjukkan adanya pembangunan
ekonomi suatu daerah, dengan kata lain pertumbuhan ekonomi dapat memperlihatkan adanya
pembangunan ekonomi (Sukirno, Sadono; 2007). Namun, pembangunan tidak sekedar
ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, akan tetapi
lebih dari itu pembangunan mempunyai perspektif yang lebih luas. Dimensi sosial yang sering
diabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi justru mendapat tempat yang strategis
dalam pembangunan. Perjalanan pembangunan dalam sektor pertanian Indonesia hingga saat
ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan
petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Hal itu dikarenakan sektor ini merupakan
sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan
bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan
bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan
semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan
sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita
tergantung padanya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah petani di Indonesia ditahun depan sudah mulai krisis?

2. Bagaimana kondisi pertanian dibidang perkebunan kelapa sawit?

3. Berapa banyak statistik petani dengan orang miskin?

4. Dari Statistik yang di dapat, lebih banyak mana petani dan orang miskin? mengapa hal
tersebut dapat terjadi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prediksi petani indonesia kedepannya selama 10-15 tahun

2. Untuk menjelaskan kondisi yang terjadi dalam bidang perkebunan kelapa sawit

3. Untuk mengetahui populasi yang terdapat di Indonesia

4. Untuk mengetahui hal yang terjadi penyebab banyaknya suatu populasi


BAB II

PEMBAHASAN

Jumlah petani di Indonesia terus menyusut, dan diperkirakan akan makin sedikit dalam 10-15
tahun mendatang. Regenerasi petani tidak segencar dulu kala.

Dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang, Indonesia diprediksi mengalami krisis jumlah
petani. Penyebabnya kebanyakan petani saat ini berumur hampir setengah abad.

"Rata-rata petani di Indonesia berumur 47 tahun. Petani Indonesia akan menjadi krisis pada 10-
15 tahun mendatang," kata Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria di kantor
Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin
(11/11/2019).

Pernyataan itu disampaikan Arif usai bertemu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di
kantornya. Masalah regenerasi petani menjadi topik pertemuan mereka. Arif datang
didampingi pengajar, senat dan guru besar IPB.

Tak pelak jika regenerasi petani butuh perhatian serius. Menurut rilis Badan Pusat Statistik
(BPS) mengenai keadaan ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2019, berdasarkan lapangan
pekerjaan utama, ada penurunan pekerja di bidang pertanian, kehutanan, perikanan.

BPS mencatat pada Agustus 2019, penduduk yang bekerja pada tiga bidang itu sebanyak 34,58
juta orang (27,33% dari seluruh lapangan pekerjaan utama). Angka itu turun 1,12 juta atau
1,46% dibandingkan Agustus 2018 yang tercatat 35,70 juta orang.

Syahrul sempat mengatakan persoalan margin di sektor pertanian membuat orang tak tertarik
di bisnis ini. Fenomena ini coba diurai, salah satunya dengan penguatan data.

Petani yang seharusnya mendapat tempat yang  penting di negeri ini, namun faktanya adalah
sebaliknya ketika kebutuhan mereka akan tanah untuk tanaman pangan akhirnya harus
berhadapan dengan pihak pengusaha dan perkebunan yang ingin menguasai dan
membutuhkan tanah untuk perluasan perkebunan sawit.
Berkurangnya lahan untuk kegiatan pertanian serta kurangnya perhatian dan keberpihakan
pemerintah terhadap petani, kehidupan petani menjadi sangat memprihatinkan. Semakin
terbatasnya ketersediaan lahan untuk pertanian diakibatkan penguasaan oleh pihak
perkebunan membuat petani semakin sulit untuk memproduksi tanaman pangan. Petani tidak
lagi memiliki lahan yang cukup untuk dapat ditanami oleh tanaman pangan seperti padi. Namun
ironisnya , ketika petani menuntut hak atas tanah, acapkali direspon dengan cara-cara yang
tidak simpati dan berlebihan utamanya oleh pihak perkebunan; yang biasanya dibackup
sepenuhnya oleh state apparatus. Petani acapkali dikriminalisasi karena mempertahankan
haknya atas tanah. Inilah salah satu salah satu fakta yang sering dialami oleh petani yang
berada di sekitar perkebunan. Akibat semakin berkurangnya lahan pertanian yang lebih banyak
digantikan oleh perkebunan sawit,  sehingga produk pertanian gagal memenuhi kebutuhan
pangan rakyat. Rawan pangan dan ketergantungan pada beras dari luar menjadi fenomena
yang tak terelakkan dan terjadi saat ini. Bencana kelaparan sepertinya bakal menjadi sebuah
keniscayaan.
Terkait dengan perayaan seabad sawit (Maret 2011) dikaitkan dengan kondisi kehidupan para
petani, perlu ada peninjauan kembali terhadap eksistensi  perkebunan sawit yang ada di negri
ini. Apakah memang kehadiran perkebunan sawit mampu memberi manfaat dan bagi semua;
atau hanya menguntungkan pihak perkebuann semata. Apakah kehadiran perkebunan mampu
menghapuskan fenomena kemiskinan  yang ada di daerah ini. Seberapa  berkurang  jumlah
orang miskin dengan adanya perkebunan sawit. Dan seberapa banyak sudah orang yang bebas
dari rasa sakit dan terlepas kebodohan serta memilikii masa depan yang lebih seiring dengan
semakin meluasnya perkebunan sawit. Pertanyaan ini akan sulit dicari jawabnya jika orientasi
pengusaha perkebunan sawit hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional
dan kurang memberikan perhatian pada kehidupan ekonomi dan kondisi lingkungan yang ada
di masyarakat sekitarnya.

Meskipun data statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang hidup di pedesaan sudah
berkurang dari 80% menjadi  70% namun tidak serta menunjukkan bahwa desa semakin
sejahtera dan kemiskinan semakin berkurang. Berdasarkan data BPS pada bulan maret tahun
2007  jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 37. 168.3 sedangkan jumlah
petani kita saat ini sebanyak 46.7 juta jiwa. Tampilan angka ini menunjukkan bahwa realitas
kehidupan petani kita yang hidup di pedesaan saat ini masih belum beranjak menjadi lebih baik.
Jumlah penduduk di Sumatera Utara berdasarkan data statistik Sumatera Utara tahun 2008
tercatat sebanyak  13 042 317, masing-masing di pedesaan sebanyak 7.110.347 dan
diperkotaan sebanyak 5.931.970.  Sementara jumlah penduduk miskin  tercatat sebanyak
1.613. 800. Jumlah  kemiskinan di pedesaan tercatat  sebanyak 852. 100 dan di perkotaan
sebanyak  761.700.
Komposisi jumlah penduduk sebagaimana tergambar diatas tidak serta merta menunjukkan
bahwa telah terjadi transformasi agraria ataupun berkurangnya jumlah petani dan kemiskinan
di negeri ini. Potret yang sesungguhnya terjadi adalah BPS gagal mendataangka kemiskinan
absolut yang ada pada sektor informal yang merupakan sebuah kategori sosial yag muncul
seiring dengan semakin membesarya populasi yag bekerja di sektor ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimuplan

Jumlah petani di Indonesia terus menyusut, dan diperkirakan akan makin sedikit dalam 10-15
tahun mendatang. Regenerasi petani tidak segencar dulu kala.
Dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang, Indonesia diprediksi mengalami krisis jumlah
petani. Penyebabnya kebanyakan petani saat ini berumur hampir setengah abad.
ketika petani menuntut hak atas tanah, acapkali direspon dengan cara-cara yang tidak simpati
dan berlebihan utamanya oleh pihak perkebunan; yang biasanya dibackup sepenuhnya oleh
state apparatus. Petani acapkali dikriminalisasi karena mempertahankan haknya atas tanah.

Akibat semakin berkurangnya lahan pertanian yang lebih banyak digantikan oleh perkebunan
sawit,  sehingga produk pertanian gagal memenuhi kebutuhan pangan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai